FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
BAHAN AJAR
MATAKULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KODE MATA KULIAH 20U00001
2 SKS
Disusun Oleh:
Dr. Zaim Elmubarok, S.Ag., M.Ag. | Drs. Khamidun, M.Pd. | Dra. Anirotul Qoriah,
M.Pd. | Dr. Ali Sunarso, M.Pd. | Drs. A. Busyairi, M.Ag.
Kata
Pengantar ................................................................................................................. v
Prakata
.......................................................................................................... vii
Daftar Isi
....................................................................................................... viii
A. Syari’ah ............................................................................... 62
ii
B. Ibadah ................................................................................. 64
C. Muammalah ....................................................................... 65
F. Demokrasi .......................................................................... 81
iii
B. Akhlaq dan Aktualisasinya Dalam Kehidupan ............ 145
C. Munakahat................................................................ 204
iv
BAB I AGAMA ISLAM
2 | AGAMA ISLAM |
B. Sumber Ajaran Islam
Pada hakikatnya, ajaran Islam itu hanya mempunyai satu sumber
hukum, yakni wahyu Ilahi. Selanjutnya wahyu Ilahi itu dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu: pertama, wahyu yang berupa Alquran, dan kedua,
berupa sunnah. Kedua sumber itu disebut sumber pokok.
Seiring dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam serta
kompleksitasnya persoalan yang dihadapi umat mengakibatkan banyak
persoalan baru yang secara eksplisit belum ditetapkan oleh Alquran dan
AsSunnah, maka lahirlah sumber hukum tambahan berupa hasil Ijtihad.
1. Alquran a. Pengertian Alquran
Alquran berarti kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. dengan bahasa Arab melalui malaikat Jibril, sebagai mu’jizat
dan argumentasi dalam mendakwahkan kerasulannya dan sebagai pedoman
hidup untuk mencapai kedamaian dunia akhirat. Definisi di atas mengandung
beberapa kekhususan sebagai berikut.
1. Alquran sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat Alquran adalah wahyu
Allah, tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran
Nabi Muhammad saw.
2. Alquran terhimpun dalam mushaf, artinya Alquran tidak mencakup
wahyu Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang
kemudian disampaikan dalam bahasa nabi sendiri.
3. Alquran dinukil secara mutawatir, artinya Alquran disampaikan kepada
orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak
mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan
berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.
b. Nama-nama Alquran
Selain disebut Alquran, wahyu Allah ini juga diberi nama-nama lain
oleh Allah Swt. sebagai berikut :
1) Alkitab, berarti sesuatu yang ditulis yaitu kitab yang ditulis dalam
mushaf. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Alquran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya” (Q.S. AlKahfi
: 1)
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 3
2) Al-Furqon, artinya sebagai pemisah (Al-Furqon: 1). Sebagai pedoman
hihup dan kehidupan manusia, Alquran menyajikan norma dan etika
secara jelas, tegas dan tuntas terutama dalam masalah kebaikan dan
keburukan, yang hak dengan yang batil.
4 | AGAMA ISLAM |
d. Periode Turunnya Alquran
Pertama, Masa Nabi bermukim di Makkah, (Makiyah). Ayat-ayat yang
diturunkan di Makkah memiliki ciri-ciri sebagai berikut : a. ayatnya pendek-
pendek
b. mengandung soal tauhid, soal kepercayaan, adanya Allah, hal-hal
‘adzab dan nikmat dihari kemudian serta urusan-urusan kebaikan.
Kedua, Yang diturunkan sesudah di Madinah. Semua yang turun di
Madinah dinamai surat Madaniyyah. Ayat-ayat Madaniyyah memiliki ciri
diantaranya :
a. ayat-ayatnya panjang-panjang
b. berisi mengenai hukum yang jelas dan tegas kandungannya
c. kebanyakan permulaan firman Allah dimulai dengan : “Wahai orang
yang beriman”
h. Penafsiran Alquran
Pada saat Alquran diturunkan, Rasul saw. yang berfungsi sebagai
mubayyin (pemberi penjelasan), mengenai kandungan ayat-ayat Alquran,
terutama tentang ayat-ayat yang samar artinya. Turunnya Alquran secara
berangsur-angsur menunjukkan bukti bahwa ayat-ayatnya begitu
komunikatif dengan sasarannya, dan kalaupun para sahabat menemukan
kesulitan biasanya langsung bertanya kepada Rasul saw. Keadaan demikian
berlangsung sampai dengan wafatnya Rasul saw. Namun perlu dicatat bahwa
tidak semua penjelasan tersebut kita ketahui, karena dua kemungkinan, yaitu
akibat tidak sampainya riwayat-riwayat tentangnya, atau karena Rasul saw.
sendiri tidak menjelaskan semua kandungan Alquran.
6 | AGAMA ISLAM |
Metode ini menafsirkan ayat-ayat berdasarkan ayat Alquran dan
riwayat, baik hadis nabi maupun atsar sahabat. Penafsiran semacam ini
dilakukan oleh para ahli tafsir pada masa-masa awal penafsiran Alquran.
2) Tafsir bil ma’qul
Metode ini disebut juga tafsir bil-ra’yi, yaitu menafsirkan ayat
berdasarkan akal (rasio) atau dengan cara ijtihad.
3) Tafsir ijdiwad (campuran)
Yaitu sebuag metode penafsiran Alquran dengan memadukan antara
tafsir bil ma’tsur dengan tafsir bil ma’qul.
4) Tafsir Tahlili
Metode ini adalah menafsirkan ayat secara berurutan dari surat pertama,
ayat pertama sampai surat terakhir, ayat yang terakhir. Pesan dan
kandungan ayat dijelaskan secara rinci dan luas mencakup aneka macam
persoalan yang muncul dalam pemikiran penafsir, baik yang
berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan ayat yang
ditafsirkannya.
5) Tafsir maudlu’i
Yaitu menafsirkan ayat berdasarkan tema yang telah ditetapkan. Tafsir
ini juga disebut tafsir tematik atau tauhidi. Dalam metode ini ayat
Alquran tidak ditafsirkan secara berurutan dari ayat ke ayat, melainkan
dicari ayat-ayat yang berkaitan dengan tema yang sedang dibahas.
6) Tafsir bil ilmi
Yaitu menafsirkan ayat dengan menggunakan pendekatan ilmu
pengetahuan. Ilmu dijadikan sudut pandang dalam menafsirkan Alquran
dan biasanya bersifat tematik. Misalnya menafsirkan ayat-ayat yang
berkaitan dengan proses kejadian manusia di dalam rahim (Q.S. Al-
Mukminun : 21-22) dengan sudut pandang ilmu kedokteran.
2) Macam-macam
hadis a)Hadis
Mutawatir
Hadis mutwatir adalah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang yang
secara terus menerus tanpa putus danc secara adat para perawinya tidak
mungkin berbohong.
b) Hadis masyhur
Hadis masyhur adalah sebuah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang
tetapi tidak mencapai derajat mutawatir
c) Hadis ahad
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih, tetapi
tidak mencapai syarat masyhur dan mutawatir
3) Kehujjahan Hadis
Para ulama sepakat bahwa hadis dha’if tidak boleh digunakan sebagai
dalil dalam menentukan hukum. Imam Bukhari dan Muslim sependapat
untuk tidak menggunakan hadis dha’if dalam bidang apapun: Nabi bersabda
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 9
“Barang siapa menceritakan sesuatu hal dari aku, padahal ia tahu bahwa itu bukan
hadisku, maka orang itu termasuk golongan pendusta (HR.
Bukhari Muslim).
Kriteria hadis palsu:
a. Jika hadis itu bertentangan dengan fakta sejarah
b. Jika sifat hadis itu mewajibkan kepada semua orang untuk
mengetahuinya dan mengamalkannya dan hadis itu diriwayatkan oleh
satu orang
c. Jika saat dan keadaan diriwayatkannya hadis itu membuktikan bahwa
hadis itu dibikin-bikin
d. Jika hadis itu bertentangan dengan akal, atau bertentangan dengan ajaran-
ajaran Islam yang terang
e. Jika hadis itu menguraikan sebuah peristiwa, yang jika peristiwa itu
sungguh-sungguh terjadi, niscaya peristiwa itu diketahui dan
diceritakan oleh orang banyak, padahal nyatanya, peristiwa itu tak
diriwayatkan oleh satu orang pun selain orang yang meriwayatkan hadis
itu.
f. Jika masalahnya atau kata-katanya rakik (artinya, tak sehat atau tak
benar); misalnya kata-katanya tak cocok dengan idiom bahasa Arab, atau
masalah yang dibicarakan tak pantas bagi martabat rasulullah.
g. Jika hadis itu berisi ancaman hukuman berat bagi perbuatan dosa biasa,
atau menjanjikan pahala besar bagi perbuatan baik yang tak seberapa.
h. Jika hadis itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi saw. dan
Rasul kepada orang yang berbuat baik.
i. Jika yang meriwayatkan hadis itu mengaku bahwa ia membuat-buat
hadis.
3. Ijtihad a. Pengertian
Ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal
dalam mengungkapkan kejelasan hukum Islam atau untuk menjawab dan
menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul.
Obyek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat
dalam Alquran dan As-sunnah. Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian
10 | AGAMA ISLAM |
ilmiah karena itu bersifat relatif. Relatifitas ijtihad ini menjadikannya sebagai
sumber nilai yang bersifat dinamis. Pemutlakan terhadap produk ijtihad pada
haikatnya merupakanpengingkaran terhadap kemutlakan Allah, karena yang
sesungguhnya mutlak hanyalah Allah Swt.
Satu hal yang telah disepakati para ulama adalah bahwa ijtihad tidak
boleh merambah dimensi ibadah mahdlah.
c. Syarat-syarat mujtahid
a Memiliki integritas keimanan yang kuat terhadap syariah Ilahiyah,
berkeyakinan teguh kepada kebenaran Islam dan mempunyai ketulusan
hati untuk merealisasikan tanpa mencampurasdukkan dengan sumber
yang selain Qur’an dan sunnah.
b Mengetahui isi Alquran dan Hadis yang berkenaan dengan hukum.
c Mengetahui bahasa Arab dengan berbagai keilmuannya d Mengetahui
kaidah-kaidah ushuliyah yang luas, karena ilmu ini menjadi dasar
berijtihad
e Mengetahui produk-produk ijtihad (hukum) yang diwariskan oleh para ahli
terdahulu untuk melihat kesinambungan hukum, sebab munculnya
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 11
ijtihad baru bukan saja dimaksudkan untuk menghapus produk hukum
lama untuk diganti dengan yang baru.
f Mengetahui ilmu riwayah yang berkenaan dengan kaedah-kedah
kesahihan hadis
g Mengetahui rahasia-rahasia tasyri’, yaitu kaedah yang menerangkan
tujuan syara’ dalam meletakkan beban taklif kepada mukallaf.
Ijtihad pada masa sekarang tidak hanya dilakukan oleh ahli-ahli
agama yang memiliki syarat-syarat di atas melainkan melibatkan juga pakar
yang ahli dalam masalah yang sedang dibahas, sehingga persoalannya
(produk hukumnya) menjadi utuh dan menyeluruh baik dari aspek Qur’ani
maupun kauninya.
12 | AGAMA ISLAM |
BAB II
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Konsep Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang sangat istimewa, kedudukan dan
tingkatannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah
yang lain, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan malaikat. Keistimewaan
manusia dari makhluk Allah yang lain terletak pada hal-hal berikut:
1. Manusia memiliki bentuk atau postur dan struktur tubuh yang lebih baik
dan lebih cantik atau lebih tampan dari hewan. Dengan postur dan struktur
tubuh yang baik tersebut memungkinkan manusia mempunyai
kesanggupan dan kemampuan untuk mencapai dan memperoleh berbagai
kemajuan dalam hidupnya. Keunggulan postur dan struktur tubuh ini tela - h
difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Tin ayat 4 yang berbunyi: ٤ َ لَقد
~ َ´
َ َ, َ َ- َ
َ -
َ
ف ََ أح َس َن خل ق نا ٱ َلََنس َن
م, ت قو َي
Artinya: Sesungguhnya Kami (Allah) telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya (QS 95: 4).
2. Manusia memiliki rohani atau jiwa yang sempurna. Jiwa manusia menurut
ahli ilmu jiwa mempunyai tiga daya yaitu daya cipta yang berpusat di akal
pikiran, daya rasa yang berpusat di hati, dan daya karsa atau kemauan yang
berpusat di hawa nafsu. Masing-masing daya mempunyai fungsi yang
berbeda-beda. Dengan daya cipta atau akal pikiran, manusia dapat
mengetahui benar dan salah, dapat menggali dan mempelajari ilmu
pengetahuan dan menghasilkan teknologi. Dengan daya rasa, manusia bisa
memilih dan menimbang baik dan buruk, indah dan tidak indah, patut dan
tidak patut dan sebagainya, sehingga lahir karya-karya manusia di bidang
kesenian. Dengan daya karsa atau hawa nafsu, manusia didorong atau
dimotifasi agar selalu berbuat sesuatu yang bersifat dinamis dan kreatif.
Prestasi manusia dalam berbagai bidang, seperti bidang keilmuan,
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 13
teknologi, kesenian, keolahragaan, dan sebagainya disebabkan adanya
14 | AGAMA ISLAM |
peranan dari daya karsa atau kemauan. Ketiga daya atau potensi (cipta, rasa,
dan karsa) tersebut bekerja secara kolektif sebagai satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Manusia tidak akan mampu menghasilkan suatu karya
ilmiah, tanpa peran perasaan dan kemauan. Demikian juga, manusia
mustahil bisa melahirkan karya-karya kesenian yang berkualitas tinggi
tanpa aktifnya fungsi akal dan kemauan.
Apabila dibandingkan dengan unsur jasmani, maka unsur rohani atau
jiwa lebih penting bagi manusia, sebab ia merupakan motor penggerak lahirnya
segala kreatifitas dan aktifitas hidup, kalau tidak, manusia akan statis, beku dan
tidak ada kemajuan. Oleh karena itu hewan yang tidak mempunyai unsur rohani
hidupnya statis.
Kedua unsur tersebut di atas, yakni postur dan struktur tubuh yang baik,
rohani atau jiwa yang sehat merupakan amanat atau titipan Allah dan akan
dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Bagaimana penerapan amanat
dalam kehidupan sehari-hari? Kedua unsur itu harus kita salurkan, arahkan dan
kendalikan sesuai dengan kehendak yang memberi amanat yakni sesuai dengan
kehendak Allah Swt.
Sebagai ilustrasi, misalnya mata (bagian dari unsur jasmani) merupakan
amanat atau titipan Allah, kita salurkan mata itu sesuai dengan fungsinya yakni
melihat; namun tidak semua yang ada di dunia ini kita lihat, kita arahkan mata
itu yakni melihat sesuatu yang dibenarkan oleh agama; walaupun demikian mata
masih harus kita kendalikan yakni tidak terus menerus kita fungsikan mata
tersebut karena ia mempunyai hak untuk istirahat. Demikian pula unsur tubuh
atau jasmani yang lain kita salurkan sesuai fungsinya, kita arahkan, dan kita
kendalikan.
Begitu pula unsur rohani atau jiwa (cipta, rasa, dan karsa) yang ada pada
diri kita merupakan amanat atau titipan Allah. Misalnya daya cipta, kita salurkan
sesuai dengan fungsinya yakni berfikir, namun tidak semuanya kita fikirkan, kita
arahkan daya cipta itu untuk berfikir yang positif dan dibenarkan oleh agama,
walaupun demikian, kita masih butuh mengendalikan daya cipta itu yakni tidak
semua yang ada itu kita pikirkan. Kita hanya diperbolehkan untuk memikirkan
sesuatu yang ada (semua ciptaan Allah) dan yang konkrit saja sedangkan yang
abstrak atau ghaib bukan lapangan daya cipta melainkan langan dari daya rasa
surat Al٠٢
ََ َ 9
ون نت ش-Rum ayat 20 yang berbunyi: و ََ َم ن
dalam
َ ََ r َ rr
ََ
9 َ َ
ا أ ن- َ- َذ- َۦ أن ب ث م َ إ, ََ ََ َه- َََت ءا ي
َ َ َ 9 َ 9 َ
َ
9 َ-
تم بش َ َ َ ت خلق َ كم من ت ر ا
Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan
kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi Basyar kamu bertebaran
(QS 30: 20)
Dan dari kedua kata ini pula dapat dipahami bahwa manusia secara
fitrahnya senang dan cinta kepada anak dan cucunya.
Adapun asal usul kejadian Siti Hawa yang oleh kebanyakan ulama sebagai
isteri dari Adam a.s., para ulama merujuk pada firman Allah surat
r
َ َ َ َ َ 9َ َ َ ََ ل
َ
ا كث َ َ س َا
ل َ ل َ َ س َ َا
~ - - َo َ
ر َج
,
َ َ َ َ ٱل ََ وٱتقوا َ
َي ت َ َ ٱr يا ون
َءل- , ءc
َ
َ 9 ََ o
و ن َ َ
-
َ َ َ َ ك َ َ َ- َ َ َ
١ ع ل َ ي با َ بهۦ ٱو لَر ح َا ن َ ل
َ َ
ك َم رق َ
َ ََ o
ٱل م
ن - إ َ
َ
َ
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 25
kamu dari nafs yang satu (sama), dan darinya Allah menciptakan
pasangannya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan lelaki dan
perempuan yang banyak (QS 4: 1).
Banyak sekali pakar tafsir yang memahami kata nafs dengan Adam
a.s., seperti Jalaludin Al-Sayuthi, Ibnu Katsir, Al-Qyurthubi, Al-Biqa’i. dan
Artinya: Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka
diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok (Hadis Riwayat Thurmudzi dari
Abu Hurairah).
َ َ َ ََ
خ رو َحه َۦو ج َعل ون ف
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 31
َ, ف َيه
َمن,
2. Fitrah Manusia
Secara etimologi, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathar yang berarti
belahan. Dari kata al-fathar memunculkan beberapa makna antara lain:
“penciptaan atau kejadian”. Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak awal
penciptaan atau bawaan sejak lahirnya.
Dalam Alquran kata al-fathar ini terulang sebanyak 28 kali. Namun yang
berhubungan dengan fitrah manusia sebanyak 14 kali, yakni dalam konteks
penciptaan manusia baik dari segi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah;
maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia. Pengertian yang terakhirَiniَ
berbunyi:
- -
ditemukan satu ayat yaitu pada surat Al-Rum ayat 30 yang َ فأقم
َ َ
وجهك ل َ َل ََي َن حن َيفا فط َ َرت ٱللَََ ٱلت ََ فط َر ٱلناس
َيها- عل
َ
َ ل
َدي, ت َب
ل
َ 9ن َ ََ o َ َ َ َ
ََك َ ٱ َل ن ٱ لق- ذل- ََ َ َ َ َ ل َ ََ لق ٱلل
r َ ََ o َ 9
َ و َن َ ي َم
24
لك | HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM |
- ن- -
ََ َ r َ َ
أك َث َ َ ٱل َ َا ل َ ي ع ل
َ- 9 س
٣٢ مو ن
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus, fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS
30: 30).
,
َ ٱ َ
وr َ و لذ
9 rَ َ
َ- ع- م ت َ ََك ل َ َ َر
26 | HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM |
-
ََ r َ
ََ َ
َم
َ ٱلَ ََ َي ة َ َ, َ
ث
Artinya: Telah dihiasi kepada manusia kecenderungan hati kepada perempuan, (atau
lelaki), anak laki-laki (dan perempuan), serta harta yang banyak berupa emas,
perak, kuda pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang (QS 3: 14).
َ -
ََ َ ي َ 9 9ه َ َ َ َ
هم ب ع د
9 -إن كث , س َ لنا م و ل ق د
r َ -
َ َ َ, َن
َت
َ م َ َ اي ب َٱلَ َ r ر
من َ 9
َث َ ~َ َ َ,
ء ت ج
ا
َ 9 ض س فل َر ذل َ ك
ل
َ َف ن ٣٠ َ -
o َ
و 9-م َo َ ََ ََ
َ ََ ٱ
َ َ
Artinya: Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu
| | PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 29
(membunuh) orang lain, atau bukan kerena membuat kerusakan di muka bumi,
maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya (QS 5: 32).
ي َ َن َ َ ت9 َ َ
َ
َ خلف َه و ه م ل َ َۥ م ع
َ َ َ َ ب
ۦ َ ََ ي د َ ََ َمن
ي نب ق
َ, َ َ َ ن َ َ َ 9 َ
َ
َ ن-Ra’d ayat 11 yang berbunyi:ََ إ َ َ ي َ َ ف ظ ون
ََل أ م َ 9
َر ٱل, َ , ۥَ ه
َ
م
- - - - r -
9 َ َ َ - َ َ َ
o َ
َ
َ يغ َ غ ير ما ب ق َ حتsurat Alٱلل َ َ َ ل
َ ي َرَوا ما
َ َو َي
9
َ„
م
- َ, َ
ََ َ َو, َ َ َ َ َ س ه9َ
َ
فل
&َ م ر د َ َق- لr - - ب َأ ن ف
َ َ ء َو م َ َ َ َ
و إذا أراد َ
, َ َب َ م
َا ٱل َ,
س
ََ,
4. Qalb Manusia
Kata qalb terambil dari akar kata qalaba yang bermakna membalik, karena
seringkali ia berbolak-balik, terkadang senang, dan terkadang susah, terkadang
setuju, dan terkadang menolak. Qalb amat berpotensi untuk tidak konsisten.
Alquran pun menggambarkan makna demikian yakni ada qalb yang baik dan ada
pula qalb yang buruk. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Qaf ayat 37
yang b un yi:
e َ َ
َ
rb
َل َم َن َن ََۥ قلبَ أو ذ ل لَكرى إن َف
ك ل
َألق ََََك ََ َ ََ
َ
Dari ayat di atas, dan juga ayat-ayat lain tentang qalb terlihat bahwa qalb
adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan keimanan, serta
kekufuran. Dari isi qalb sebagaimana dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa
qalb menampung hal-hal yang disadari oleh pemiliknya. Ini merupakan salah
satu perbedaan antara qalb dengan nafs, yakni nafs menampung apa yang ada di
bawah sadar, dan atau sesuatu yang tidak diingat lagi.
Dari sini dapat dipahami mengapa yang
dituntut untuk dipertanggungjawabkan hanya isi qalb bukan isi
nafs. Hal ini sebagima na firman Allah - dalam surat Al- 225 ya9ng
َ َ
Baqarah ayat - َ - r - - -
َ- َ َ َ َ َ
- r -, َr r َ َ َ 9 َ َ َ خذك ل9َ ل َ يؤ َا
ََ َ َr ف ََ أيمَ ن ب َٱللغو م ٱل
مbeَrbك
unَ
yiَ
:
32 | HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM |
ولكََن
Artinya: Allah menuntut tanggung jawab kamu menyangkut apa yang dilakukan oleh
qalbu kamu (QS 2: 225).
Artinya: Kami (Allah) cabut apa yang terdapat dalam qalb mereka rasa iri, sehingga
mereka semua merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipandipan
(QS 15: 47).
5. Ruh Manusia
Berbicara tentang ruh, Allah mengingatkan kita akan firman-Nya dalam
surat Al-Isra’ ayat 85 yang berbunyi:
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh adalah urusan
Tuhan-ku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit” (QS 17: 85).
Artinya: Ruh-ruh adalah himpunan yang terorganisir, yang saling mengenal akan
bergabung, dan yang tidak saling mengenal akan berselisih (HR Bukhari).
6. Akal Manusia
Kata akal secara bahasa berarti tali pengikat, atau penghalang. Alquran
memaknai akal sebagai “sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang
terjerumus dalam kesalahan, atau dosa”. Dari konteks ayat-ayat Alquran yang
menggunakan kata akal dapat dipahami antara lain:
a. Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu. Hal ini
Daya manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratkan oleh
Alquran dengan menggunakan kata-kata sinonimnya di antaranya ulil albab,
9 r 9
لgأ bunyi:ك عل َ َ ََ 9 ت َعال
ك
- - ر -
ََ ber
َ مzَ ََ 9 ر ب
َ أتل
ما َ َ ۞قل
َو
مح o
َ َ
َم ا
z
ََ ََ َ
ب َٱ ل و َل- ش ا و An’am ayat 151 yan َ َ- ش
َ ت
َ r َ َ- ه َ 9
,َ
ۦ
ََ َ َين َ َ َ
- 9
َ ب َo َ
َ كو ا
r َ َ
ََن قََ نََن نرَزقكم, م إ َح سنا ولَ تقتلوا أولدَكم
إ َمَل
o
َ 9 ول- َ َ َ 9 ول- َ ََ ه
َ َ َه ن َ َ طن- ش - ََ o َ َ وإي ا
ما
ما َر ها و ب َ تقتلوا
َ- - َ َ z
َ َr َ َ
َ م,
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 43
ظ تقربوا م
َٱلفو َح
-
- َr َ ح ََ, َ
ت سr
رم َ
ٱل
١٢١ َ 9 َ
ت ع َقل و ن
Artinya: …dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak
atau tersembunyi, dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
kecuali dengan sebab yang benar. Demikian itu diwasiatkan Allah kepadamu,
semoga kamu memiliki dorongan moral untuk meninggalkannya (QS 6: 151).
c. Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Daya ini
menggabungkan kedua daya di atas, sehingga ia mengandung daya
memahami, daya menganalisis, dan menyimpulkan, serta dorongan moral
yang disertai dengan kematangan berpikir. Seseorang yang memiliki
dorongan moral boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang kuat, dan boleh
jadi juga seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak memiliki
dorongan moral. Untuk maksud ini Alquran biasanya menggunakan kata
9 َ َ َ َ َ
٢٥ ب َ ل َ إل َوٱ َل َ و َ ما
َ
: ََع س َ
9 َن
م ا دو َن خ لق ت
ٱ َلَن
َ 9
ayat 56ما و من ر َزق-م58 هyang berbunyiأ ر َي ن
َ, ~َ
َ Zariyat 9
د َ َم
-
ذ َ َ َ َ
َ زاق َ َر و َ ه َو ٱل َ َ ٱلل إن٢١ َع َن
42 | HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM |
َ 9
مو9 أري د
أن
ي
ط
َ َ َ ما س
٢ َ عل م ي ََ ٱ َل
َ
ل م َ َ ن
- ن
َ
َ
- َ -
َ َ َن َ وأق م صل r َ
sebagaimana firman َ صل ن إ ََ ب
ع َن - ت- - َ
َ r َ r ٱل َ r ََ ٱل
َ َ ه- و َ و
-َ -
َ َ
َ ة ة
- ~
َ َr 9 َ َ َ
َ و َل َ مpelakunya dari وٱل ف Allah dalam surat Al
َ َ- َ َ, َء,
َ َ
َر َ َ ك, ٱ حشا
نك
ر9 ََ
ل
- - َ
َ َ- ي َ َ
َ ََ أ ك ب َ وٱل
َ
Artinya: ٤٢ ص مات َ ن َ ل r َ
َعل r
Di samping itu, sebagian dari hanba Allah ada yang menyediakan diri
untuk senantiasa mengajak orang lain untuk berbuat makruf dan mencegah
kemunkaran. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Ali
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung (QS 3: 104).
- َ 9 َ ََ
َ َ َ 9 9 َ َ
د ر به َم َ م ق ه َي د ي َ ل 9 ف ع ل يه ره
َز,
ل َ
َ َ إ َ عن9 َََ
َ تا م َ r ََٱ ل ك ف ۥ و
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 59
َ َ - r - َ
ََ ََ ر ََين
ا ك فر َ كف
Artinya: Dialah (Allah) yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi. Barang siapa yang
kafir, maka akibat kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-
orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi
Tuhannya, dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lainhanyalah akan
menambah kerugian mereka belaka (QS 35: 39).
44 | AQIDAH |
Malaikat merupakan makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah dari
cahaya (nur) dengan wujud dan sifat-sifat tertentu. Malaikat sangat taat
kepada Allah, tak pernah membangkang dan selalu melaksanakan apa yang
diperintahkan-Nya (Q.S. At-Tahrim: 6). Adapun beberapa malaikat yang
patut diketahui dna diimani beserta tugasnya antara lain:
1) Malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu kepada para nabi dan
rasul (Q.S. Al-Baqarah: 97)
2) Malaikat Mikail bertugas mengatur hal-hal yang berhubungan dengan
alam (Q.S. Al-Baqarah: 98)
3) Malaikat Israfil bertugas meniup terompet di hari kiamat dan
kebangkitan (Q.S. Al-An’am: 73)
4) Malaikat Maut bertugas mencabut nyawa manusia dan makhluk hidup
(As-Sajada : 11)
5) Malaikat Raqib dan ‘Atid bertugas mencatat amal perbuatan manusia
(Q.S. Al-Infithar: 10-12)
6) Malaikat Munkar dan Nakir bertugas menayai mayat dalam kubur (Q.S.
Ibrahim: 27)
7) Malaikat Ridwan bertugas menjaga syurga (Q.S. Az-Zumar: 73)
8) Malaikat Malik bertuga menjaga neraka (Q.S. Az-Zumar: 71)
9) Malaikat pemikul Arasy (Q.S. Al-Mukminun: 7)
10) Malaikat penggerak hati manusia untuk berbuat kebaikan dan
kebenaran; Malaikat yang bertugas mendoakan orang-orang mukmin
(Q.S. Al-Mukminun: 7-9)
46 | AQIDAH |
Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah nabi dan rasul secara
keseluruhan. Yang jelas setiap umat manusia dalam kurun waktu tertentu
diutus seorang nabi dan atau rasul (Q.S. Yunus: 47). Alquran hanya
menyebutkan sejumlah 25 orang saja dalam ayat-ayatnya. Nabi dan rasul itu
tersebar di beberapa surat seperti: Al-An’am: 83-86 sebanyak 18 orang, 7 orang
lagi disebutkan di ayat yang terpisah; Hud: 50, Hud: 84, Ali Imran: 33, Al-
Anbiya’: 85, dan Al-Fath: 29. Sekalipun secara pasti hanya tersebut 25 orang
saja di dalam Alquran, umat Islam tetap diwajibkan meyakini semua
keberadaan nabi dan rasul yang diterangkan di dalamnya, dan sebagian lagi
dan ini yang terbanyak tidak diceritakan di dalamnya (Q.S. Al-Mukmin: 78).
Seluruh rasul yang diutus pada tiap zaman dan tempat pada dasarnya
mengemban tugas berat yang sama, yakni menegakkan kalimah tauhid la ilaha
illa Allah (Q.S. Al-Anbiya: 25). Dalam mengemban tugas ini ternyata tidak
semua rasul memiliki kesabaran yang sangat tinggi, kecuali mereka yang
diberi gelar ulul azmi; para rasul yang sangat sabar, teguh hati dan tabah
dalam menjalankan misinya (Q.S. Al-Ahqof: 35). Mereka itu adalah
Muhammad, Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa (Q.S. Al-Ahzab: 7).
Umat Islam yang hidup di zaman ini tentu wajib mengimani
Rasulullah Muhammad saw., sebagai rasul terakhir. Dia adalah utusan Allah
untuk menyempurnakan risalah-risalah yang pernah disampaikan oleh rasul-
rasul terdahulu. Risalah penyempurna itu adalah Islam (Q.S. AlMaidah: 3).
Maka hanya Islamlah yang akan diterima sebagai agama yang diridhai di sisi
Allah (Q.S. Ali-Imran: 19). Oleh karena itu kecintaan dan ketaatan kepadanya
harus ditunjukkan bagi siapa saja yang ingin selamat di dunia dan akhirat
(Q.S. Ali-Imran : 31, Al-Ahzab: 21).
48 | AQIDAH |
sesuatu, termasuk hukum kausalitas yang berlaku bagi segala yang ada baik
yang hidup maupun yang mati (Q.S. Al-Ra’du :8) (Q.S. Al-Hijr : 21) (Q.S. Al-
Qamar : 49) (Q.S. Al-Hasyr : 3) Iman kepada qhada dan qadar meliputi empat
hal:
1) Al-Ilmu; Keyakinan bahwa Allah Swt. Maha Mengatahui atas segala
sesuatu. Dia mengetahui segala hal yang telah, sedang dan akan terjadi.
Tak ada sesuatupun yang luput dari ilmu-Nya (Q.S. Al-Hajj: 70) (Q.S. Al-
Hasyr: 22) (Q.S. Al-An’am: 59).
2) Al-Kitabah; keyakinan bahwa Allah Swt. Telah menuliskan segala
sesuatu di Lauh Mahfudz tentang apa saja yang terjadi di masa lalu,
sekarang dan akan datang (Q.S. Al-Hajj : 70) (Q.S. Al-Hadid : 22).
3) Al-Masyi’ah; keyakinan bahwa Allah Swt. Memiliki kehendak penuh atas
segala sesuatu yang ada di alam semsta. Kehendak-Nya bersifat mutlak
(Q.S. Al-Insaan : 30) (Q.S. At-Takwir : 28-29).
4) Al-Khalq; Keyakinan bahwa Allah Swt. Telah menciptakan segala
sesuatu. Di luar Allah Yang Maha Pencipta adalah makhluk (Q.S.
AzZumar: 62) (Q.S. Al-Furqan: 2) (Q.S. Ash-Shaffat: 96).
Ada dua hal yang harus dipahami kaitannya dengan keberadaan
manusia dalam masalah ini. Manusia adalah makhluk musayyar dan
mukhayyar. Sebagai makhluk musayyar manusia tidak mempunyai kebebasan
untuk menolak atau menerima ketentuan Allah, seperti tidak dapat menolak
mengapa ia dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki, warna kulit,
kelahiran dan kematiannya. Dan sebagai makhluk mukhayyar manusia
mempunyai kebebasan untuk menolak dan menerima. Ia memiliki kekuatan
untuk berbuat baik atau buruk (Q.S. Al-Baqarah: 222) (Q.S. atTaubah: 46).
Kemudian bagaimanakah dengan perbuatan baik dan buruk yang
dilakukan manusia? Apakah semua itu juga karena qhada dan qadar Allah?
untuk menjawab pertanyaan ini maka kita harus memahaminya dari
keberadaan manusia sebagai makhluk musayyar dan mukhayyar-nya
sekaligus. Allah Swt. hanyalah menciptakan kecendrungan yang baik dan
buruk pada manusia (Q.S. Asy-Syam: 8) dan sama sekali tidak menciptakan
perbuatan baik atau buruk tersebut. Adapun kecenderungan baik atau buruk
itu akan terwujud sangat tergantung pada kebebasan manusia untuk memilih
melakukannya. Dengan demikian manusia harus bertanggung jawab atas
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 49
segala perbuatan yang telah dilakukannya karena semua berdasarkan
pilihannya. Dengan kata lain pertanggung jawaban yang diminta oleh Allah
adalah keberadannya sebagai makhluk mukhayyar. Dan Allah tidak meminta
pertanggung jawaban tentang keberadaannya sebagai makhluk musayyar.
52 | AQIDAH |
Kalimat ini dimulai dengan pengingkaran la ilaha (tiada Tuhan) dan
disusul oleh illa Allah (kecuali Allah). Pencari kebenaran akan menemui
kebenaran itu apabila ia berusaha menyingkirkan terlebih dahulu segala
macam ide, teori dan data yang tidak benar dari benaknya, persis seperti yang
dilakukan oleh pengucap syahadah tersebut.
Kalimah tauhid disebut juga kalimah thayyibah atau kalimah ikhlas.
Kalimah la ilah illa Allah ini mencakup pengertian komprehensif sebagai
berikut :
a. La Khaliqa illa Allah (tiada pencipta selain Allah).
b. La Raziqa illa Allah (tiada pemberi rizki selain Allah).
c. La Khafidza illa Allah (tiada pemelihara selain Allah).
d. La Mudabbira illa Allah (tiada pengatur selain Allah).
e. La Malika illa Allah (tiada penguasa selain Allah).
f. La Waliya illa Allah (tiada pemimpin kecuali Allah).
g. La Hakima illah Allah (tiada Hakim selain Allah)
h. La Ghayata illa Allah (tiada yang maha menjadi tujuan selain Allah).
i. La Ma’buda illa Allah (tiada yang maha disembah selain Allah)
b. Tauhid Mulkiyah.
Kata mulkiyah berasal dari akar kata malaka. Isim failnya dapat dibaca
dengan dua macam cara 1) Malik dengan huruf mim dibaca panjang; berarti yang
memiliki. 2) Malik dengan huruf mim dibaca pendek; yang menguasai. Syekh
Ahmad Mustafa Al-Maraghi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa kata malik
dengan huruf mim panjang berati yang memiliki adalah lebih
54 | AQIDAH |
sempit maknanya dari pada kata malik dengan huruf mim pendek, berarti
yang menguasai. Karena memiliki belum tentu mengasai, sedangkan
menguasai sudah barang tentu juga memiliki.
Maka secara terminologis Tauhid Mulkiyah adalah suatu keyakinan
bahwa Allah Swt. adalah satu-satunya Tuahn yang memliki dan menguasai
seluruh makhluk dan alam semesta. Oleh karena itu Allah disebut sebagai
Raja alam semesta. Ia berhak dan bebas melakukan apa saja yang
dikehendaki-Nya terhadap alam semesta tersebut. Keyakinan Tauhid
Mulkiyah terekam dalam ayat-ayat Alquran seperti berikut ini :
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di
dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Q.S. Al-Maidah: 120).
c. Tauhid Uluhiya
Kata uluhiyah adalah mashdar dari kata alaha yang mempunyai arti
tentram, tenang, lindungan, cinta dan sembah. Namun makna yang paling
mendasar adalah ‘abada, yang hamba sahaya (‘abdun), patuh dan tunduk
(‘ibadah), yang mulia dan agung (al-ma’bad), selalu mengikutinya (‘abada bih).
Jadi seseorang yang menghambankan diri kepada Allah maka ia harus
mengikuti, mengagungkan, memuliakan, mematuhi dan tunduk kepadaNya
serta bersedia untuk mengorbankan kemerdekaannya. Dengan demikian
Tauhid Uluhiyah merupakan keyakinan bahwa Allah Swt. adalah satu-
satunya Tuhan yang patut dijadikan ilah yang harus dipatuhi, ditaati, diagungkan
dan dimuliakan. Hal ini tersurat dalam ayat-ayat berikut ini : “Sesungguhnya Aku
ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah
shalat untuk mengingat-Ku” (Q.S. atThaha: 14).
d. Tauhid Ubudiyah.
Kata ubudiyah berasal dari akar kata ‘abada yang berarti menyembah,
mengabdi, menjadi hamba sahaya, taat, patuh, memuja, yang diagungkan (al-
ma’bud). Dari akar kata di atas maka diketahui bahwa Tauhid ubudiyah
adalah suatu keyakinan bahwasannya Allah Swt. merupakan Tuhan yang
patut disembah, ditaati, dipatuhi, dipuja manusia melainkan Allah semata.
Dia adalah tempat semua makhluk menghambakan diri dan beribadah
kepada-Nya. Tauhid Ubudiyah ini tercermin dalam ayat-ayat di bawah ini :
“hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkau (pula)
kami mohon pertolongan” (Q.S. Al-Fatihah : 5).
“dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah dan jauhilah taghut itu, maka di antara
56 | AQIDAH |
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antara orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang
yang mendustakan (Rasul-rasul)” (Q.S. an-Nahl : 36).
58 | AQIDAH |
Meskipun ayat suci itu menggambarkan kelakuan kalangan tertentu
dari Bani Israil (bangsa Yahudi), namun “the moral behind the story” jelas
berlaku untuk semua golongan. Pelajaran moral itu berada disekitar bahaya
penolakan kebenaran (kufr) karena kecongkakan (istikbar) dan sikap tertutup
karena merasa telah penuh berilmu (ghulf). Hanya dengan melawan itu semua
melalui proses pembebasan diri (self liberation) seseorang akan mampu
menangkap kebenaran itu seseorang akan dapat berproses untuk
pembebasan dirinya. Inilah sesungguhnya salah satu makna esensial kalimat
syahadat yang bersusunan negasi-konfirmasi “la ilah illa Allah” itu dipandang
dari sudut efeknya kepada peningkatan harkat dan martabat kemanusiaan
pribadi seseorang.
Pembebasan pribadi yang diperolehnya yang membuat seorang
manusia merdeka sejati, akan menghilangkan dari dirinya sendiri setiap
halangan untuk melihat yang benar adalah benar dan yang salah sebagai
salah. Bentuk-bentuk subyektifisme, baik yang positif ataupun negatif, yaitu
perasaan senang ataupun benci kepada kepada sesuatu atau seseorang, tidak
akan menjadikan pandangannya kabur dan kehilangan wawasan tentang apa
yang sungguh-sungguh benar atau salah, dan yang baik atau buruk. Orang
yang serupa itu mampu mengalahkan kekuatan tiranik (taghut), terutama
kecenderungan tiranik diri sendiri pada saat ia menjadi sombong karena
merasa tidak perlu kepada orang lain (Q.S. Al-Alaq: 7). Orang yang terbebas
itu juga selalu sanggup kembali kepada yang benar, tanpa terlalu peduli dari
mana datangnya kebenaran itu. Maka ia termasuk yang mendapatkan “kabar
gembira” (kebahagiaan) dan dinamakan “Ulul Albab”, ‘mereka yang berakal
pikiran’ atau kaum terpelajar
Konsep keesaan Tuhan atau tauhid di dalam Islam mempunyai
kedudukan tersendiri yang sangat penting. Ia mempunyai implikasi yang
sangat luas terhadap konsep dan ajaran Islam yang lain. Untuk dapat
memahami hak ini, kita harus memahami kedudukan Tuhan dalam Agama
Islam, berdasarkan pada keterangan dari kitab Alquran.
Paling tidak terdapat tiga pokok pikiran yang mendasar, sebagai
landasan pijak dalam memahami sentralisasi posisi Tuhan dalam ajaran
Alquran. Pertama bahwa segala sesuatu selain Tuhan, termasuk keseluruhan
alam semesta dengan segala aspek metafisis dan moral adalah tergantung
60 | AQIDAH |
Konsep tentang keesaan Tuhan ini, selanjutnya menurunkan konsep
tentang kesatuan ummat manusia sebagai sebuah komunitas yang tunggal.
Berulang kali Alquran menyebutkan bahwa manusia seluruhnya adalah
berasal dari satu keturunan, yang tentu saja mengisyaratkan bahwa seantero
umat manusia sebenarnya adalah saudara. Umat manusia itu pada
hakekatnya adalah satu (Q.S. 2: 213), meskipun secara lahiriah kondisi
manusia sangat beragam. Perbedaan yang terdapat bukan saja antar individu,
melainkan juga antar suku, ras dan antar bangsa-bangsa. Namun segala
macam perbedaan tersebut bukanlah menjadi halangan bagi kesatuan umat
manusia, justru, menurut Alquran sendiri, merupakan salah satu tanda
kekuasaan Tuhan yang harus dijadikan sebagai jalan menuju persatuan (Q.S.
30: 22). Sebab, bagaimanapun juga perbedaan yang ada hanyalah faktor luas,
yang perkembangannya lebih banyak disebabkan karena lingkungan yang
ditempati.
Kesatuan dan persaudaraan ini kemudian mensyratkan adanya
kesatuan hukum moral. Karena manusia itu secara keseluruhan adalah satu,
dan punya kedudukan primordial yang sejajar di hadapan Tuhan maka
ukuran-ukuran moral yang diberlakukan di kalangan umat manusia,
seharusnya adalah sama. Itulah sebabnya mengapa Islam sangat menekankan
kesamaan derajad antar umat manusia. Tidak ada orang yang mempunyai
derajad lebih tinggi dibanding yang lain di sisi Allah karena tingkat
ketaqwaannya. Kelebihan-kelebihan berupa wajah, harta, keturunan,
kekuasaan dan lain sebagainya tidak menjadikan hakekat kemanusiaan
seseorang menjadi lebih baik.
Demikianlah, karena kedudukan Tuhan dalam Agama Islam adalah
sentral, maka doktrin tentang ke-Esaan Tuhan menjadi makna yang sangat
mendasar. Keseluruhan bangunan ajaran Islam menjadi ‘Tuhan sentris’, sebab
tuhanlah yang menjadi tempat asal segala sesuatu dan tempat kembalinya.
Konsekuensi logis dari ajaran Islam tersebut adalah segala bentuk
penyimpangan terhadap prinsip dasar ini adalah sebuah kesalahan yang
mendasar. Islam menyebut penyimpangan terhadap prinsip keesaaan
keesaan Tuhan itu sebagai syirik, yaitu menduakan terhadap Tuhan. Syirik
bisa berbentuk tindakan langsung, yaitu dengan mengakui adanya sesuatu
yang mempunyai kedudukan, kekuasaan ataupun peran sejajar dengan
64 | AQIDAH |
bersujudlah kepada Allah yang menciptakan-Nya, jika kamu hanya
kepadaNya saja menyembah” (Q.S. Fushilat : 37).
A. SYARI’AH
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Syari’ah
a. Arti Syari’ah Menurut Istilah
Syari’ah merupakan aturan atau undang-undang Allah yang berisi
tata cara pengaturan prilaku hidup manusia dalam melakukan hubungan
dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitarnya untuk mencapai
keridhaan Allah yaitu keselamatan di dunia dan akherat. b. Ruang Lingkup
Syari’ah Islam mencakup dua persoalan pokok yaitu :
1) Ibadah khusus atau ibadah mahdhoh, yaitu ibadah yang pelaksanaannya
telah dicontohkan langsung oleh Nabi saw, seperti Shalat dan puasa.
2) Ibadah umum atau ibadah Ghairu mahdhah (muammalah) adalah
peribadatan yang pelaksanaannya tidak seluruhnya diberikan contoh
oleh Nabi saw. Beliau hanya meletakkan prinsip-prinsip dasar
sedangkan pengembangannya diserahkan kepada kemampuan dan
daya jangkau pikiran ummat.
4. Fungsi Syari’ah
a. Pedoman dan petunjuk bagi manusia didalam mengatur diri dan
masyarakat.
b. Alat penyeimbang antara unsur yang baik dan yang buruk dalam diri
manusia.
c. Alat untuk mendidik manusia suci lahir dan batin.
2. Lahirnya Demokrasi
Mohammad Abed Al-Jabiri, tahun 1997, mengatakan bahwa, secara
historis demokrasi berkaitan erat dengan kehancuran sistem kesukuan dan
pudarnya kekuasaan kepala suku, dan sebagai gantinya muncul fenomena
“masyarakat sipil” dan ide “warga negara”. Fenomena tu pertama kali muncul
di Yunani dan kemudian disusul oleh bangsa Romawi. Konflik terus menerus
terjadi dalam rangka membatasi kekuasaan raja atau kerajaan, dankonflik
kemudian melahirkan dewan-dewan lokal ataupun umum. Meskipun
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka,
mohonkan ampun bagi kereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu (berbagai hal urusan kehidupan di dunia seperti politik, ekonomi,
kemasyarakatan, peperangan dan lain-lain). Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Alquran 3: 159).
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu ciri dari orangorang yang
beriman adalah bermusyawarah di antara mereka mengenai apa saja yang
akan mereka lakukan dalam hal urusan dunia, seperti masalah politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain sebagainya. Selanjutnya, bila musyawarah
telah menghasilkan suatu kesepakatan, maka kita dianjurkan untuk
membulatkan tekad untuk melaksanakan kesepakatan itu.
Apabila kita kembali melihat pada unsur-unsur demokrasi, maka akan
terlihat jelas bagaimana hubungan Islam dengan demokrasi itu. Seperti telah
disebutkan di depan, unsur pertama demokrasi adalah bahwa golongan yang
menjadi pemimpin tidak lebih tinggi dari pada yang dipimpin. Unsur pertama
ini sangat sesuai dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa orang atau
kelompok yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa kepada
Allah (Alquran 49: 13).
2. Ijtihad Kontemporer
Ijtihad sebagaimana diutarakan diatas, ‘mencurahkan segala
kemampuan dalam segala perbuatan’; sementara itu, kontemporer berasal ari
kata ‘al-mu’âshir’, yakni masalah-masalah baru dan peoblem-problem sosial
modern. Apabila kata ijtihad dirangkaikan dengan kata ‘al-mu’âshir’, sehingga
menjadi kata majemuk (idhâfi), mengandung pengertian, mencurahkan segala
kemampuan untuk menentukan hukum terhadap masalah-masalah baru dan
problem-problem modern berdasarkan nash-nash hukum pokok dan kaidah-
kaidah hukum yang bersifat umum (Muhammad Ma’rûf al-Dawâlibi, 1959:
52) (Yusuf al-Qardhâwi, 1987: 52).
Ijtihad kontemporer menurut al-Qardhawi dapat dilakukan dengan
salah satu dari dua cara berikut ini: pertama ijtihad intiqâ’i. Ijtihad ini dilakukan
dengan cara menyeleksi pendapat ulama terdahulu yang dipandang lebih
sesuai dan lebih kuat. Para ulama terdahulu telah memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapinya; bukan berarti bahwa apa yang telah mereka
tetapkan atau hasilkan dalam ijtihad itu adalah suatu ketetapan final untuk
sepanjang masa, tetapi perlu diteliti kembali apakah sesuai dengan situasi dan
kondisi zaman sekarang ataukah sebaliknya, sudah tidak relevan lagi.
Sedangkan mujtahid sekarang dituntut untuk mengadakan studi
perbandingan di antara pendapat-pendapat itu dan diteliti dalil-dalil yang
dijadikan landasan, sehingga hal ini dituntut untuk menilai ulang
2. Sumber Akhlaq
Sumber akhlaq yang dimaksud di sini adalah standar yang menjadi
ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercelanya perilaku manusia.
Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam, sumber akhlaq adalah Alquran dan
Sunnah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat seperti halnya pada
konsep etika dan moral.
Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu dinilai baik atau buruk, terpuji atau
tercela, berdasarkan Alquran dan Sunnah sebagai acuannya. Misalnya sifat sabar,
syukur, pemurah, pemaaf, jujur dan sebagainya dinilai baik, karena syara’
menilai bahwa sifat-sifat yang demikian adalah baik. Demikian pula sebaliknya,
sifat dusta, pemarah, kikir, boros dan sebagainya dinilai dinilai buruk, karena
syara’ sudah menetapkan bahwa sifat-sifat itu adalah tidak baik.
Sekalipun demikian, Islam tidaklah begitu saja menafikan peran hati
nurani, akal dan pandangan masyarakat sebagai ukuran dalam menentukan baik
dan buruk. Dalam bahasa Alquran, hati nurani atau fitrah adalah anugerah Allah
yang memiliki kecenderungan untuk bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya (QS. Ar-
Rum 30:30). Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu
cenderung kepada kebenaran. Hati nuraninya selalu mendambakan dan
merindukan kebenaran, ingin mengikuti ajran-ajaran Tuhan, karena kebenaran
itu tidak akan didapat kecuali dengan Allah sebagai sumber kebenrana mutlak.
Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena
pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrah
hanyalah merupakan potensi dasar yang sudah barang tentu perlu dipelihara
dan dikembangkan. Betapa banyak manusia yang fitrahnya tertutup sehingga
hati nuraninya tidak lagi dapat menerima kebenaran. Oleh karena itu, ukuran
9 .: َ َ
َه َۦول ٱتقوا ٱللََ َ حق تقات ءامنوا
ت
موت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa
kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragma Islam” (QS. Ali Imran 3: 102).
َ´
٣ يلoleh Rasulullah
Artinya: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. ‘Ali Imran 3: 3).
Artinya: “…Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
َ َ َ
9 َ َ 12) َ َ َ َ ََ َ َ َ
QS. ل ََ . َ
َ َ
كف ر َ ر لَز َيد
إو ذ ت أ ذ ك م لش ك
َن تَم31: مو ن َ 9 ََ ئ َ ن
ك ن َنرب ت م
َ َ ( َ عذاLuqman
١ د بشَ َدي إن
َل
١ س َمي َع عل َي َم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-
Nya dan bertaqwalah kepada Allah., Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
162 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat 49: 1).
َ َ ه َ َ َ َ
berbicara keras di hadapan beliau, Firman لۥ ََب َََ ولَ ت
رو9
o
َ
ا
r َ َ ََ َ َ ك َ َ َ ََ
َ ل
َ9 ض أن ت َ َ ب ط أ َ 9 ب َٱ لق وَل هَر عضAllah:
َ 9 م كج ب َ م َ َل
َ
ع َ ك َ
م ََ ع
َ َ َ ت م َ وص َ 9 َ َ َ
164 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
عن د َ ي غ نأضو ََ ل َين
ه
َ َ َ r َ oَ r َ9
ََ
َ َ
َ وأجَع َظ ىَ َ ل ق لو َبََََ ت
٣ َم
َ َ
َ مغف رة9 َ َ 9
ر َ ه َم ه م قو
َل, ل
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
melebihi dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara
keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap sebagian yang
lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak
menyadari.”
“Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah
mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk
Artinya: Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran 3: 31).
َ َ َ 9 لم َ َ 9 َ َ
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 167
ول وَ أ َ بإ َذ َ َن لَ ل َ ََطا
ه
َ
r
ََ َ ٱل
ن َ ع
Apa saja yang datang dari Rasulullah saw. harus diterima, apa yang
َ
diperintahkannya diikuti, dan apa yang dilarangnya ditinggalkan. Allah
r
اrمَ
r ~
ََ ََ َ َ َ َ َ َ, َ َ َ
ر َل س ََ َأفَا ء ٱل ل
َل, ىه َ 9 َع َ ل
َو َل ََ َۦ َم ََن ر
سو9 فل
َل, و َ9َ ََ
َل,
أ ه َل ٱ ل قر
َ َ َ r َ rَ َ ل َ
َ
م َََس َكي وٱل ََت َ َ rَ 9 و ل ََ ََي ٱ
berfirَ ق َر ب
َن, َوٱل َم man:
-
بن 9َ َ َ َ َ
170 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
َ
كََ لَ ي9ك َ د َول
َةَ وٱبنَ ٱلسبي ل
َ~ َون
ٱلَغيَنَي
َا َ,ء
Artinya: “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang
dilrangnya bagimu maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya” (QS. Al-Hasyr 59: 7).
ع َ 9َ َ ََ َ َ َ م َ َ َ, َ
ٱلن ص هۥ لَ ك َ ت َ َل إو نس ل
r r َ م 9
ََ ي َو
ََ َ َ و اٱ ل
ل لو
َ َ, َ
ن َ
oleh Allah:
ََ َ َ
ب ََََ يأََيها ٱلَََين ءامنوا صلوا
َ عليه
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 173
َ
٢٥ َما َ تس
ل َي
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab 33: 56)
3. Akhlaq Pribadi
Menurut Imam Al Ghozali, “akhlaq adalah sebuah keadaan yang tetap dalam
jiwa yang darinya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan
pemikiran lagi”. Perilaku seseorang akan mencerminkan akhlaq yang baik manakala
selalu dilandasi dengan nilai-nilai yang secara universal sudah diterima baik
dalam pandangan manusia maupun dalam pandangan Allah Swt. Oleh karenanya
setiap muslim harus menginternalisasi nilai-nilai atau sifat-sifat itu ke dalam dirinya
sehingga menjadi bagian dari kepribadiannya. Nilai-nilai itu diantaranya shidiq,
amanah, istiqamah, iffah, tawadhu’, malu, sabar,
pemaaf dan sebagainya.
a. Shidiq
Shidiq artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau bohong.
Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin,
benar hati, benar perkataan dan benar perbuatan. Rasulullah
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 175
176 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
memerintahkan setiap muslim untuk selalu shidiq, karena sikap shidiq
membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan mengantarkannya ke sorga.
Sebaliknya, beliau melarang umatnya berbohong, karena kebohongan akan
membawa kepada kejahatan dan kejahatan akan berakhir di neraka. Sabda
Nabi:
“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa
kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke sorga. Seseorang yang selalu
jujur dan selalu mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orabf
yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan
membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka. Orang
yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah
sebagai pembohong (kadzdzab) (HR. Bukhori).
b. Amanah
Amanah artinya dipercaya, seakar dengan kata iman. Sifat amnah
lahir dari kekuatan iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar
pula sifat amanah pada dirinya. Antara keduanya terdapat kaitan yang sangat
erat, sabda Nabi saw: “Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah, dan
tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad).
Amanah dalam pengertian yang sempit adalah memelihara titipan
dan mengembalikannya kepada pemiliknya dalam bentuk semula.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, amanah mencakup beberapa
hal, diantaranya: Menyimpan rahasia orang, menjaga kehormatan orang
lain, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang diberikan
kepadanya, termasuk amanah yang paling utama adalah menjalankan
tugas-tugas yang dipikulkan oleh Allah kepada manusia (amanah taklif).
َ - o
َ 9 َr َ َ َ َ َ 9 َ َ َ ََ َ َ َ َ
َ
َ ك َ م يلَََ أ ن َم ا شََ مَث قل إن َم ا أن
َ َ ك َم َ َ, َrَ 9 ل ب
ا إل و حَ إ
ه
َ 9 َ َ
ت ج رون
Artinya: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya
kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan”. (QS. An-Nahl 16: 53).
ك
َ 9 rr ََ َ َ َ
َ
َصَلََََ ََ ه ك ل ن وف, َعَلَ وه
ن َر َۥف َ ع ََ َم َ ن9
َ َ
أ َن ٱ ش
9 َ َ َ َ َ َ r َ َ
١٤ ول َوَ َل َََ ََيكَ إلَََ ٱلمَ صي ر
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua ibu
bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah
kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada –Ku-lah
kembalimu.” (QS. Luqman 31: 14).
Dalam ayat diatas Allah menyuruh manusia untuk berbakti kepada ibu
bapak dengan cara mengajak manusia untuk menghayati pengorbanan yang
diberikan ibu ketika mengandung, melahirkan, merawat dan mendidik
a nakn
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 181
ya. Karena itu doa yang diajarkan Allah untuk o ra n g d iun gkapka
tua َ َ َ َn
9 َ
َ َ 9 َ َ َ رب َ َ َ َ
ََ ََ~ل َ أل ع ك ََ۞ وقض
-اهNya: ََ إي
َ واo َ, َد9 ت
إب
َ´ َ َ r َ ََ
ihsan,إما اsebagaimana Firmanإ حس ن
َ َوب َٱ لو َلَ ََين
9 9
َ َ َ َََ ك َ َل 9 َ َ - -
ََ ََ
َ~ َ -
ََ, َ َل َ د ك بَ أح د هما أو َ ي ب ل غن
istilah
تقل لهَما عن ٱل َك
َ َ
َ هما ف 9
ت
وقل َ 9
o َأ ف َ ول
َ َ o
َ
َ َ نه
َ 9 َ
ر هم ا
9
َ
& َ َ َ َ َ َ َ
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 177
ول ك َري ما هما ق ل
o 9 َ َo َ
َ . ش َ َ َ َ َ ََ 9 َ
َ ك وا9 َل تz ر ب ع ل َ ۞قلَ تعالوَا أت ل
ََ َ َ َ َ ما رم
م- ك ح ك
م
أ
َ َ
o9 َ ك وإي ه ََ َ َ َ َ َ َ rَ َ َ
َ َ ول r ر َ ن
قمن
تقربوا ََ َ 9 9 َ r إ َمَل
َ
180 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
أ و ل دَ ك م
َ ا َ ز قن ن َ
َم
م
9 ك ص َ ََ َ ق َ َ َ َ َ
ك َم ب َه ذ َٱللَ ََ إلََ َٱل
َۦ r
َََ َ َ َ r 9 ََ
َ
َك َ لََََ م ى ل عَ ل ب
َم
و r
- r
َ َ
َ9 َ
١٢١ َل و ن, ت عق
Artinya: “Katankalah: “Marilah kubacakan apa yang diharankan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak….” (QS. Al-
An’am 6: 151).
Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar, normal dan sangat logis
jika seorang anak dituntut untuk berbuat kebaikan sebaikbaiknya kepada kedua
orang tuanya, dan dilarang keras mendurhakai keduanya. Bahkan orang tua
(lebih-lebih ibu) harus mendapatkan prioritas utama untuk dibantu
dibandingkan dengan orang lain.
Sabdanya pula:
“Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua, dan kemarahan Rabb
(Allah) ada pada kemarahan orang tua.” (HR. Tirmidzi).
ت َ ف َ 9 َ َ
9
َ َ
وقل ول َ, َ َ َفل
o 9 َ
َ ََ َ تقل لهَما
َ نه
َ 9 َ أ
ر هما
186 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 187
9
َ َ َ َ َ َ َ َ
ل هما ق وَلَ ك َري ما
٠٣
Artinya: “…Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “uh”
dan janganlahkamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’ 17: 23).
Demikianlah ajaran Islam tentang tata cara berinteraksi dengan
kedua orang tua yang telah diabadikan oleh Allah Swt. dalam Alquran dan
telah dicontohkan oleh Nabi saw. sebagai pedoman bagi manusia dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
b. Akhlaq kepada Keluarga
Akhlak terhadap keluarga adalah mengembangkan kasih sayang di
antara anggota keluarga yang diungkapkan dalam bentuk komonikasi.
Komunikasi dalam keluarga diungkapkan dalam bentuk perhatian baik
melalui kata-kata, isyarat-isyarat maupun prilaku. Komunikasi yang
didorong oleh rasa kasih sayang yang tulus akan dirasakan oleh seluruh
anggota keluarga. Apabila kasih sayang telah mendasari komunikasi orang
tua dan anak, maka akan lahir wibawa pada orang tua. Demikian sebaliknya
akan lahir kepercayaan orang tua pada anak. Oleh karena itu kasih sayang
harus menjadi muatan utama dalam komunikasi semua pihak dalam
keluaraga.
Dari komunikasi semacam itu akan lahir saling keterikatan batin,
keakraban, dan keterbukaan di antara anggota keluarga dan menghapuskan
kesenjangan diantara mereka. Dengan demikian rumah bukan hanya
menjadi tempat menginap (house), tetapi betul-betul menjadi tempat tinggal
(home) yang damai dan menenangkan, menjadi surga bagi para
penghuninya. Melalui komunikasi itu pula dilakukan pendidikan dalam
keluraga, yaitu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak sebagai
landasan bagi pendidikan yang akan mereka terima pada masa-masa
selanjutnya.
Pendidikan yang ditanamkan dalam keluarga akan menjadi ukuran
utama bagi anak dalam menghadapi pengaruh yang datang kepada mereka
188 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
diluar rumah. Dengan dibekali nilai-nilai dari rumah, anak-anak dapat
menjaring segala pengaruh yang datang kepadanya. Sebaliknya anak-anak
َ
ن َ ََ
ل َ ل علَ َ م ن
Artinya: “Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk menjadi
rahmat bagi seluruh alam”. (QS. Al-Anbiya’ 21: 107).
r
ََ َ َ َ ََ ََ ض و َ َ َ
َر, ت غف عمر َي ست منل ر هو أن شأ كم
م 9 9 ها َ َ َoo ٱ
9 َو هٱفس ك م َ َ ََ
ف َ
َث ٱ
o
َ َ َ
ََه ََ إنَ ر ب ق َرَيب إ َل توبوا
٥١ مََيب
Artinya: “Dia menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian sebagai
pemakmurnya.” (QS. Hud 11: 61).
ف
a ng
r
a
se
ga
وأ
ح
,
َ
س
ن
b
e
n
tu
k
la
َ َ َ, َ
َ َ َ َ َ
ََ ول َ ف د ف , ََ َ, َ َأح ٱلل كماperbuatan
ب َ سا ََ َ ََ
َ ٱ, z ن
َ َ ل
ل س
غ ك إ
ت
َ 9 َ َ َ ي َ َ
١١ ب َ ٱل َفسن َٱل ر ََ ََ ض إنَ ٱللَ َ ل
َدي, 9 َ
م9 َ
َ
Artinya: “…dan berbuat baiklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. AlQashas 28: 77).
َ َ ََ 9َ َ َ َ r َ َ َ َ 9 َ ََ
َا إل وَتَ َ وٱلَرض وما يبَن همr َس م ل قن ا ٱل:ما خ
َ
ب َٱلَ ق
190 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
o
َ َ َ َ َ َ َ َ
Tuhan) menyangkut apa yang berada di sekitar َوٱل ََ ل مس م, وأ َج
(ي نmanusia. Firman Allah
9 mr anusiَ~ r
agar tercipta keseimbangan. Tujuan pluralisme itu sendiri adr ala- h agar a
ََ ََ َ ََ َ َ َ
salin g mengenal satu sama lain, sebagaimana firman Allah:
يأََيها ٱلناس إ
~ َنا
َ ََ ش َ َ َ َ َ ك9 من َ َ ك
َ,
وقبا ئ9 نوثََ وجَ ل َ َ خ ل قَن
َ َ عو9 َ- َ ك ذ َ
9
َل ن
ع َم َبا ر م
َ َ َ
o o
َ َ
َ
لَعارفوَا إنَ أكَرمكم عند ٱللََ َ أتقىكَم إن
194 | AKHLAQ DALAM ISLAM |
َ َ َ َ َ
ٱللَ ََ عل َي م خب َ ي
١٣
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu sekalian dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikanmu berbangsabangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…” (QS. AlHujurat: 13).
Hal ini sebagaimana tujuan Rasulullah diutus ke dunia ini, yang tidak
hanya diperuntukkan bagi sekelompok manusia saja, melainkan diutus untuk
menjadi rahmat bagi sekalian alam.
َª َ َ َ َ َ َ
َ
ن ٱل َ سبيل ر بكَ بٱلََ ك م وٱلم َو
َة, ع َة
س َ, ظ
ََ
ة
َ َ َ َ َ 9 r َ َ
r r
َ َ
أح سن إنَ رmasing. Firman Allah:ََ َت َٱل, وج َد َل ه
بك َ َم
ه ب
ََ,
َ 9 ضل عن َ 9 َ
َ عل م9 َ عل م ه وأ
ب سب َي َه َۦوه َو أ
ل َمن
َ o َ 9
o
َ
ب َٱل مَه ت َد َ َين
١٠٢ | AKHLAQ DALAM ISLAM |
196 Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya, dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapatkan petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 195
Dialog dengan cara yang baik juga bertujuan untuk menghindari
terjadinya benturan dan konflik antar pemeluk agama, sehingga hal ini
justru akan merusak kemuliaan dan keluhuran Islam itu sendiri.
9 9
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
َ
ل ََس بو ا دو َ لَ َ ن ي د عون َو ل ت س
َن
ََ في َمن َ َ
ٱل َي بو ا ٱ
َ َ َ َ َ
justru akan menjadi bumerang bagi َ م, ب َغ َ عل د ََ َٱلل
,
َ َ-
ي َر
9
و َا
ع
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki berhala-erhala yang mereka sembah selain
Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampauai batas
tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap
baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah, mereka
kembali, lalu Dia memberitahukan kepada mereka apa yang dulu mereka
kerjakan.” (QS. Al-An’am: 108).
ن r rَ َ ن َ َ َ َ 9 r َ ََ
َتَ َ ف ٱ َل ن َ َ َ ََن ل َ َي ن ىه كَ َ َ ل
- ََ ل م
و9 َل, ََ َي
ٱع ََ م ٱل9
ََ ي
9
ك مق
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang
yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari
A. ISLAM MODERAT
Dalam Islam, referensi beragama memang satu, yaitu Alquran dan al-
Hadits, namun fenomena menunjukkan bahwa wajah Islam adalah banyak. Ada
berbagai golongan Islam yang terkadang mempunyai ciri khas sendiri-sendiri
dalam praktek dan amaliah keagamaan. Tampaknya perbedaan itu sudah
menjadi kewajaran, sunatullah, dan bahkan suatu rahmat. Quraish Shihab
mencatat, bahwa
“Keanekaragaman dalam kehidupan merupakan keniscayaan yang
dikehendaki Alah. Termasuk dalam hal ini perbedaan dan
keanekaragaman pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan
keanekaragaman tanggapan manusia menyangkut kebenaran kitabkitab
suci, penafsiran kandungannya, serta bentuk pengamalannya”. (Quraish
Shihab, 2007 : 52).
4. Persiapan Nikah
Kenyataan bahwa perkawinan dalam Islam disebut ikatan,
menunjukkan bahwa sebelum nikah, kedua belah pihak harus merasa senang
bahwa masing-masing akan mendapat jodoh yang diidam-idamkan untuk
seumur hidup. Allah berfirman "kawinilah wanita yang agaknya baik bagi kamu"
(QS: 4:3). Diriwayatkan bahwa nabi Muhammad memberi perintah yang intinya
sebagai berikut: "jika salah seorang diantara kamu mengajukan pinangan untuk
menikah dengan seorang wanita, lihatlah lebih dahulu apa yang menariknya
untuk menikah dengan wanita tersebut".
Kitab Bukhari mencamtumkan pula sebuah bab yang berjudul: "melihat
wanita sebelum dinikahi". Kitab Muslim juga mencantumkan bab seperti itu: "seorang
laki-laki yang berniat kawin dengan seorang wanita hendaklah melihat muka dan
tangannya". Dalam bab itu diuraikan peristiwa seorang sahabat yang
َ
َ
َه َۦوٱلرحام ٱللَََ ٱلَََ ي تسََاءلون ب وٱتقوا
إن
َ َََ ك َ َ َ
١ ي ك م ي با ََ َٱلل
ن
َ-
رقع ل َ
Artinya: “Hai manusia bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari jenis yang sama, dan dari jenis itu pula Allah menciptakan
pasanganmu(isterimu), dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling membutuhkan dan saling meminta satu
sama lain. Dan (peliharalah) hubungan silaturrahmi. Sesunguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS 4: 1)
َ
َ إلَ ََهاsurat Al
َ َ, َ َ َ َ َ َ َ َ ََ ََ َ
r
َ ََف ذ لك ت c َو ورحَةَن
عل بن و ج
َ
ََ&
َي ََ ََ
َ كم
o د ة
ل َ م
َ
إ َ َ ي.
٠١ م يتفكرون, لقَو
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
umtukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih
Juga Hadis Nabi Muhammad saw, yang diriwayatkan Imam Bukhari Nikah
itu sunnahku (jalan hidupku), barang siapa membenci pernikahan, maka ia
bukan termasuk golongan/umatku (HR Bukhari).
2. Hukum Pernikahan
Hukum dasar/asal hukum nikah adalah mubah atau boleh. Hukum dasar
ini dapat berubah sesuai dengan keadaan dan situasi orang yang
melaksanakannya. Oleh karena itu hukum dasar dapat berubah menjadi sunnat,
makruh, haram, bahkan dapat berubah menjadi wajib.
Hukum nikah dapat berubah menjadi makruh apabila orang yang
melaksanakannya belum mempunyai bekal materi sama sekali, kecuali hanyalah
berbekal kemampuan pisik belaka. Hukum nikah dapat berubah menjadi haram,
apabila orang yang melaksanakannya bertujuan untuk menguasai dan menyakiti
baik pisik maupun mental dari calon pasangannya pasangannya. Hukum nikah
dapat berubah menjadi wajib, apabila orang yang melaksanakannya sudah
mempunyai bekal yang cukup, dan mereka dikhawatirkan terjerumus ke dalam
perzinahan. Umumnya atau kebanyakan hukum nikah itu berubah menjadi
sunnat, apabila orang yang melaksanakannya sudah mempunyai bekal yang
cukup, dan mereka bertujuan untuk mengikuti danmelestarikan sunnah nabi
Muhammad saw.
3. Tujuan Pernikahan
Pernikahan dalam ajaran Islam berada pada tempat yang tinggi, suci, dan
mulia. Oleh karena itu Islam menganjurkan agar pernikahan itu dipersiapkan
secara matang dan sempurna, sebab pernikahan bukan sekedar mengesahkan
hubungan badan antara laki-laki dan perempuan saja, atau hanya untuk
memuaskan hasrat nafsu biologis belaka, namun ia memiliki arti yang luas, tinggi
dan mulia. Dari perkawinan yang sah akan lahir generasi penerus yang shaleh
dan shalehah, yang mampu berbakti kepada kedua orang tuanya, bangsa,
Negara, dan agamanya.
َ َ َ 9 9 َ َ َ
ا َ َمن-لنFur’qan ayat 74 yang وٱل ََين قول ون ربنا
berbunyi: هب ي
َ َ َ َ 9 َ r َ َ َ َ
sebagaimana firman ا ع لن َع أ زوج َنا و ذ
ي9 َ 9 َr َ rr َ َ
َ
وٱجini َة أ ر ريَتََََ ََ َنا ق
َن
Allah dalam surat Al
” َ
َ َ r
ل َلَ م َتق َن إ َم
ا ما
١٤
Artinya: “Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami isteri-isteri, anak, dan
cucu (keturunan) yang akan menjadi cahaya mata (pelipur lara)” (QS
25: 74).
Demikian juga tujuan pokok dari pernikahan ini dipertegas oleh sabda
Nabi Muhammad saw yang
| PENDIDIKAN AGAMA ISLAM | 221
“Nikahilah perempuan yang engkau cintai dan yang dapa memberikan
keturunan, karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya umatku di
Adapun tujuan antara atau tujuan sekusder dari pernikahan itu antara
lain:
a. Untuk memnuhi hasrat naluriah yakni kebutuhan biologis secara syah.
Sudah menjadi fitrah manusia untuk tertarik dan saling mencintai
pada lawan jenis dan mempunyai keinginan yang kuat untuk mengadakan
hubungan biologis. Karena itu Islam menganjurkan untuk cepat-cepat
َ َ
ما ك تب ٱلل َََ لكَم وكَوا وٱبتغوا
وٱشَبوا
Artinya: “Dan nikahilah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orangorang
yang layak dinikahi dari hamba-hamba sahayamu (baik laki- laki maupun
perempuan). Jika kamu miskin Allah akan mencukupkan
4. Hikmah Pernikahan
Allah menciptakan makhluk di dunia ini berpasang-pasangan,
menjadikannya manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan dan
betina, begitu pula tumbuh-tumbuhan dan lain sebagainya.
Hikmahnya ialah agar supaya manusia itu hidup berpasangpasangan,
hidup bersuami-isteri, membangun dan membentuk rumah tangga yang damai
tenteram, teratur yang dilandasai dengan cinta kasih sayang di antara keduanya.
Untuk itu haruslah diadakan suatu ikatan dan pertalian yang kokokh, kuat dan
tidak mudah putus dan diputuskan, yakni ikatan akad nikah atau ijab qabul
dalam perkawinan.
Bila akad nikah telah dilangsungkan, maka mereka telah berjanji
dihadapan Allah dan di hadapan manusia bahwa mereka bersedia membangun
dan membentuk suatu rumah tangga yang harmonis, damai dan teratur; mereka
berjanji akan sehidup dan semati, sesakit dan sesenang, merunduk sama
bungkuk, melompat sama patah sehingga mereka menjadi satu kesatuan dalam
rumah tangga.
Dalam pada itu, mereka akan melahirkan suatu keturunan yang syah dan
shaleh/shalehah dalam masyarakat. Kemudian keturunan itu akan membangun
pula rumah tangga yang baru dan keluarga yang baru pula, dan begitulah
seterusnya. Dari beberapa keluarga dan rumah tangga itu berdirilah kampung,
dan dari beberapa kampung berdirilah desa, dan dari beberapa desa berdirilah
kecamatan, dan dari beberapa kecamatan berdirilah kabupaten, dan dari
beberapa kabupaten berdirilah propinsi, dan dari beberapa propinsi berdirilah
Negara, dan dari beberapa Negara berdirilah dunia.
Inilah hikmahnya Allah menjadikan Adam sebagai khalifah di muka
bumi, sehingga anak cucunya berkembang biak meramaikan, memakmurkan,
dan melestarikan bumi yang luas in. Dalam pada itu Allah menjadikan segala
sesuatu yang ada di muka bumi ini untuk kebaikan dan kemaslahatan anak cucu
Adam tersebut.
Agama Islam mengatur dan menetapkan bahwa untuk membangun dan
membina rumah tangga yang damai dan tenteram, teratur dan harmonis
6. Poligami
a. Konsep Poligami
Poligami adalah seorang laki-laki mempunyai isteri lebih dari satu.
Sedangkan kebalikannya adalah poliandri, yaitu seoran wamita
mempunyai suami lebih dari satu.
Pada dasarnya, Islam hanya mengakui monogamy sebagai bentuk
perkawinan yang sah. Hanya dalam keadaan darurat saja seorang laki-laki
boleh mempunyai isteri lebih dari satu. Sedangkan seorang wanita yang
sudah menikah tidak sah melakukan perjanjian atau pernikahan lagi dengan
laki-laki lain. Hal tersebut dengan mudah kita pahami jika kita
memperhatikan kewajiban kaum laki-laki dan kaum wanita dalam
mengelola dan mengasuh anak atau keturunannya. Dalam hal ini kodrat
alam telah membagi sendiri-sendiri kewajiban kaum pria dan kewajiban
َ9 ََ َ
٢١ دون ٱلن سَا َ لَ أن و مسَ َف ون
9
َ ت َم مقr َ, َ~
ءo
َ َ
َ ََ
ب
Artinya: “Dan (Kami utus) Luth ketika itu ia berkata kepada kaumnya: Hai kaumku!
Pantaskah kamu berbuat kejahatan yang belum pernah diperbuat oleh orang
terdahulu sebelum kamu di muka bumi ini? Sesungguhnya kamu mencintai
laki-laki dan bukan perempuan, sungguh kamu adalah kaum yang melampaui
batas (QS 7: 80-81).
235 |
| DAFTAR PUSTAKA