Anda di halaman 1dari 8

Pelepasan Informasi Rekam Medis Rumah Sakit Kepada Asuransi

Kesehatan Ditinjau Dari Aspek Hukum

Elvi Indahwati
UniversitasSriwijaya, FakultasEkonomi, JurusanManajemen. Indonesia. Email: elviindahwati@gmail.com
_____________________________________________________________________________

ABSTRAK

Tujuan Penelitian – Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien yang harus dijaga kerahasiaannya. Pelepasan informasi rekam medis di rumah
sakit sebagai proses untuk pembayaran tagihan klaim adalah hal yang lumrah dilakukan di
rumah sakit sebagai mitra perusahaan asuransi kesehatan. Namun, tidak menjamin keamanan di
kemudian hari dimana peminta pertama dapat meneruskan informasi kepada pihak lain tanpa
otorisasi pasien lagi. Permasalahan yang diangkat pada tulisan ini mengenai pelepasan
informasi rekam medis rumah sakit kepada asuransi kesehatan ditinjau dari aspek hukum.

Desain/Metodologi/Pendekatan – Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini


adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis adalah suatu pendekatan yang mengacu
pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pendekatan normatif
adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
terhadap asas-asas hukum serta studi kasus.

Temuan – Pelepasan informasi rekam medis diatur dalam dalam Permenkes RI No.
269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10 tentang Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Kerahasiaan Rekam Medis. Pelepasan informasi rekam medis kepada pihak ketiga, dalam hal
ini asuransi kesehatan, harus disertai adanya surat kuasa dari pasien. Dalam menjalakan
kerjasama dengan asuransi kesehatan, rumah sakit juga harus memahami isi dari kontrak
kerjasama antara asuransi kesehatan dengan pasien sebelumnya, terutama yang mengatur
perjanjian pelepasan informasi medis pasien ke pihak asuransi terkait oleh pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan. Jika dibutuhkan, rumah sakit dapat memperkuat dasar pelepasan informasi
rekam medis dengan menggunakan formulir persetujuan pelepasan informasi dokumen rekam
medis.

Keterbatasan Penelitian – Penulisan dilakukan dengan pendekatan pada beberapa bahan


pustaka dan undang-undang, serta belum dilakukannya penelitian pada studi kasus.

Originality – Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif terhadap data kepustakaan yang
bersumber dari peraturan perundang-undangan dan dokumen resmi meliputi isi dan struktur
hukum positif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau
makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum.

Keywords: Rekam medis, pelepasan informasi, asuransi, aspek hukum


_______________________________________________________________________

PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO), rumah sakit merupakan bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan menyediakan pelayanan paripurna
(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah
sakit disebutkan bahwa rumah sakit mempunyai kewajiban pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai standar
pelayanan rumah sakit. Dalam proses pelayanan kesehatan terdapat unit rekam medis yang
menunjang proses pelayanan kesehatan yaitu mengelola data-data kemudian diolah menjadi
sebuah dokumen yang dapat digunakan menjadi dasar aspek informasi yang sangat penting oleh
pihak eksternal maupun internal rumah sakit dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
rumah sakit harus mendokumentasikan setiap tindakan dan pengobatan yang telah diberikan
kepada pasien dalam suatu dokumen rekam medis
Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas
pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain
yang diberikan kepada pasien. Catatan merupakan tulisan-tulisan yang dibuat oleh dokter atau
dokter gigi mengenai tindakan-tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pelayanan
kesehatan. Salah satu penilaian dari pelayanan kesehatan dapat kita lihat dari pencatatan rekam
medis atau rekam kesehatan. Dari pencatatan rekam medis dapat menggambarkan kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan pada pasien, serta meyumbangkan hal penting dibidang
hukum kesehatan, pendidikan, penelitian dan akreditasi rumah sakit (Thalal & Hiswani, 2009).
Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan
rekam medis dimuat di dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1992 Kesehatan, Undang-Undang
No 29 tahun 2014 tentang Praktek Kedokteran, dan Permenkes (2008). Selain itu juga terdapat
ketentuan perundang-undangan di bidang wajib simpan rahasia kedokteran yang berhubungan
dengan penyelenggaraan Manajemen Informasi Kesehatan (MIK), seperti pasal KUHP rahasia
jabatan/pekerjaan, PP No. 10 tahun 1966 tentang Wajib simpan rahasia Kedokteran, dan kedua
Undang-Undang di atas (Firdaus, 2008).
Menurut Permenkes 269/MENKES/PER/III2008 yang mengatur masalah kerahasiaan
suatu informasi medis pasien pada pasal 10: Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga
kerahasiaanya dan pasal 13 ayat 1 berisikan pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:
(a) Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien (b) Alat bukti proses penegakan hukum (c)
Keperluan pendidikan (d) Dasar pembiayaan pelayanan kesehatan (e) Data statistik kesehatan.
Rekam Medis hanya dapat dikeluarkan berdasarkan otoritas Rumah Sakit yang
berwenang, dan kerahasiaan isinya dikeluarkan berdasarkan izin dari pasien yang bersangkutan,
sehingga informasi yang terdapat didalamnya dapat dipertanggung jawabkan. Sarana pelayanan
kesehatan berkewajiban menjaga kerahasiaan informasi yang terkandung di dalam berkas rekam
medis dan tidak diperbolehkan melepaskannya pada orang/institusi yang tidak bertanggung
jawab. Kompleksitas dapat muncul karena pelayanan rumah sakit menyangkut berbagai fungsi
pelayanan, pendidikan, dan penelitian, serta mencakup berbagai tingkatan maupun jenis
disiplin, dimana rumah sakit mampu melaksanakan fungsi yang profesional baik dibidang teknis
medis maupun administrasi kesehatan. Rumah sakit dengan kompleksitas tinggi memiliki resiko
tinggi pula terhadap beberapa kemungkinan masalah/kasus yang akan terjadi (Rustiyanto,
2009).
Sarana kesehatan bertanggung jawab untuk melindungi informasi kesehatan yang
terdapat di dalam rekam medis terhadap kemungkinan hilang, rusak, pemalsuan dan akses yang
tidak sah. Menjaga keamanan informasi, keakuratan informasi dan kemudahan akses informasi
menjadi tuntunan pihak organisasi pelayanan kesehatan dan praktisi kesehatan serta pihak
ketiga yang berwewenang. Sedangkan pihak yang membutuhkan informasi harus senantiasa
menghormati privasi pasien. Secara keseluruhan, keamanan (security), privasi (privacy),
kerahasian (confidentiality), dan keselamatan (safety) adalah perangkat yang membentengi
informasi dalam rekam medis.
Pelepasan informasi rekam medis, khususnya di rumah sakit, adalah suatu hal yang
lumrah dilakukan. Rumah sakit sebagai mitra perusahaan asuransi kesehatan adalah pihak yang
berwewenang dalam hal pelepasan informasi rekam medis. Sebagai pemilik informasi dalam
rekam medis, rumah sakit harus memiliki prosedur pelepasan informasi rekam medis, di
antaranya harus disertai dengan izin tertulis dari pasien, begitu pula dengan pemaparan isi
rekam medis, haruslah dokter yang merawat pasien tersebut. Pelepasan informasi kepada pihak
lain (secondary release) sering muncul sejak era komputerisasi informasi kesehatan. Suatu
permintaan yang sah yang dapat diproses untuk pembayaran tagihan klaim, tetapi tidak
menjamin keamanan di kemudian hari. Peminta pertama dapat meneruskan informasi kepada
pihak lain tanpa otorisasi pasien lagi (Hatta, 2014).
Bertolak dari hal inilah perlu dibahas lebih lanjut bagaimana tinjauan hukum dalam
pelepasan informasi rekam medis pasien kepada pihak ketiga, khususnya di rumah sakit, dalam
proses pengajuan klaim kepada asuransi kesehatan.

METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis
normatif. Pendekatan yuridis adalah suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pendekatan normatif adalah pendekatan yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder terhadap asas-asas hukum.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan. Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber
dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian.
Metode Analisa Data
Metode analisa data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data
primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang
dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kajian Aspek Hukum Kerahasiaan Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.
Rekam Medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam tentang identitas,
anamneses,pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosia serta segala pelayanan dan tindakan
medis yang di berikan kepada pasien, dan pengobatan baik yang di rawat inap, rawat jalan
maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat (Depkes RI, 2006).
Rekam medis adalah data-data yang terdapat didalam berkas rekam medis itu bersifat
rahasia. Karena hubungan dokter - pasien bersifat pribadi dan khusus, maka segala sesuatu
yang dipercayakan pasien kepada dokternya harus dilindungi terhadap pengungkapan lebih
lanjut. Hal ini sejak zaman Hippokrates sudah dirasakan demikian dan terdapat
perlindungan dan pengaturan, baik dalam bidang Etika maupun Hukum Medis (Guwandi 2005).
Tujuan rekam medis adalah untuk menunjung tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Menurut Depkes RI (2006)
Kegunaan Rekam Medis dapat dilihat dalam beberapa aspek, antara lain:
a. Aspek administrasi yaitu, rekam medis mempunyai peranan penting di dalam pengelolaan
rumah sakit. Pihak administrator tenaga kesehatan 9 sesungguhnya baru dapat menjalankan
kegiatan pelayanan kesehatan dengan baik jika dilengkapi dengan rekam medis.
b. Aspek hukum yaitu, rekam medis memiliki kegunaan sebagai alat bukti bagi pasien maupun
bagi tenaga kesehatan di depan sidang pengadilan, karena ia berisikan tentang siapa, kapan,
bagaimana tindakan medis itu berlangsung.
c. Aspek keuangan yaitu, catatan yang ada di dalam rekam medis tersebut memiliki nilai
keuangan karena isi rekam medis dapat di jadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya
pembayaran pelayanan yang didapatkan selama pelayanan didapatkan, Sebab tanpa adanya
bukti catatan, tindakan atau pelayanan maka pembayaran tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
d. Aspek penelitian yaitu, semua penyakit dan perjalanannya serta pengaruh pengobatan dan
lain-lain berasal dari data yang diambil dari rekam medis yang dapat dipergunakan untuk
kepentingan penelitian.
e. Aspek pendidikan yaitu, rekam medis juga dapat digunakan sebagai alat dalam pendidikan.
Karena catatan yang terkandung di dalam rekam medis terdapat catatan yang lengkap serta
terurut berdasarkan waktu (jelas secara kronologis) hingga catatan tersebut dapat dipakai
sebagai bahan kajian.
f. Aspek dokumentasi yaitu dengan adanya catatan yang baik dan lengkap dalam rekam medis
maka rekam medis akan menjadi suatu alat dokumentasi atausumber ingatan yang baik dan
dapat berguna di kemudian hari sebagai bahan pertanggung jawaban rumah sakit.
Dapat disimpulkan bahwa rekam medis mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena
tidak hanya menyangkut pasien dan pemberi pelayanan kesehatan saja. Keamanan, privasi,
kerahasiaan dan keselamatan adalah perangkat yang membentengi data/informasi dalam rekam
kesehatan (format kertas maupun elektronik). Semua pihak yang terkait dalam pelayanan
kesehatan baik itu dokter, dokter gigi, perawat, bidan dan praktisi kesehatan lain termasuk
petugas rekam medis serta pihak yang meminta data atau informasi harus menjaga keamanan
data atau informasi milik pasien (Yusuf & Masturoh, 2015).
Sumber informasi utama dari kegiatan administrasi di sarana pelayanan kesehatan
dimulai dari catatan rekam medis, oleh karena itu catatan ini dapat digunakan sebagai alat dasar
pembuktian dan alat pembelaan yang sah jika sewaktu waktu terjadi berbagai masalah gugatan
terhadap pemberi jasa maupun sarana pelayanan kesehatan itu sendiri. Rekam medis
mempunyai nilai hukum karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum
atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti
untuk menegakkan keadilan.
Hukum kesehatan mencakup segala peraturan dan aturan yang secara langsung
berkaitan dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan yang terancam atau kesehatan yang
rusak. Hukum kesehatan mencakup penerapan hukum perdata dan hukum pidana yang berkaitan
dengan hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan.Menjaga keamanan dalam menyimpan
informasi, unsur keakuratan informasi dan kemudahan akses menjadi tuntutan pihak.organisasi
pelayanan kesehatan, praktisi kesehatan serta pihak ketiga yang berwenang.
Sedangkan pihak yang membutuhkan informasi harus senantiasa menghormasti privasi
pasien. Secara keseluruhan, keamanan, privasi, kerahasiaan dan keselamatan adalah perangkat
yang membentengi informasi dalam rekam medis. Dengan begitu berbagai pihak yang
berwenang yang membutuhkan informasi yang lebih rinci sesuai dengan tugasnya senantiasa
menjaga keempat unsur diatas.
Dalam konsep pelayanan kesehatan, dikenal istilah privasi, kerahasiaan, dan keamanan,
yaitu sebagai berikut (Hatta, 2014).
a. Privasi adalah hak seseorang untuk mengontrol akses informasi atas rekam medis
pribadinya.
b. Kerahasiaan adalah proteksi terhadap rekam medis dan informasi lain pasien dengan cara
menjaga informasi pribadi pasien dan pelayanannya. Dalam pelayanan kesehatan, informasi
itu hanya diperuntukkan bagi pihak tenaga kesehatan yang berwenang.
c. Keamanan adalah perlindungan terhadap privasi seseorang dan kerahasiaan rekam medis.
Dengan kata lain, keamanan hanya memperbolehkan penggunan yang berhak untuk
membuka rekam medis. Dalam pengertian yang lebih luas , keamanan jugatermasuk
proteksi informasi pelayanan kesehatan dari rusak, hilang atau pengubahan data akibat ulah
pihak yang tidak berhak.
Aspek hukum rekam medis juga tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
no. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, seperti dalam pasal 51 “Dokter atau dokter gigi
dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan medis
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien,
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia”.
Kajian Aspek Hukum Pelepasan Informasi Rekam Medis Kepada Pihak Asuransi
Kesehatan
Dalam mengkaji aspek hukum pelepasan informasi rekam medis, perlu dipelajari
dahulu tentang dasar kepemilikan dari rekam medis itu sendiri. Kepemilikan rekam medis
tercantum dalam UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 47 ayat
(1) menyatakan “Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis
merupakan milik pasien”. Sedangkan dalam Pasal 47 ayat (2) menyatakan bahwa “Rekam
medis sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya
oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan”.
Selain itu sesuai dengan Permenkes no. 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis, pada
pasal 12 tentang kepemilikan, pemanfaatan, dan tanggung jawab dijelaskan bahwa:
a. Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.
b. Isi rekam medis merupakan milik pasien, isi rekam medis disini dalam bentuk ringkasan
rekam medis.
c. Ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau dicopy oleh pasien atau orang yang
diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga pasien yang berhak untuk
itu. 
Informasi yang terdapat dalam rekam medis sifatnya rahasia dan harus dijaga
kerahasiaannya oleh dokter maupun tenaga profesi kesehatan lainnya. Dalam etika dan hukum
di bidang kesehatan mengatakan bahwa di Indonesia tidak menganut paham kewajiban
menyimpan rahasia kedokteran secara mutlak, namun terdapat pengecualian bahwa rahasia
kedokteran dapat dibuka berdasarkan beberapa alasan yaitu (Soeparto dkk., 2006):
a. Karena Daya Paksa Pasal 48 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa melakukan sesuatu
perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dapat dipidana”. Dengan adanya pasal tersebut,
maka tenaga kesehatan terpaksa membuka rahasia pasien karena pengaruh daya paksa untuk
melindungi:
1) Kepentingan umum
2) Kepentingan orang yang tidak bersalah
3) Kepentingan pasien
4) Kepentingan tenaga kesehatan itu sendiri tidak dapat dipidana.
b. Karena Menjalankan Perintah Undang-Undang (Pasal 50 KUHP). Seorang tenaga kesehatan
yang dipanggil sebagai saksi ahli atau saksi dalam sidang pengadilan, kewajiban untuk
menyimpan rahasia pasien dapat gugur atas perintah hakim yang memimpin sidang (Pasal
170 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
c. Karena Perintah Jabatan (Pasal 51 KUHP) Seorang tenaga kesehatan yang diperintahkan
untuk membuka rahasia pasien oleh atasannya yang berhak untuk itu, tidak dapat dipidana.
d. Karena Untuk Mendapatkan Santunan Asuransi. Seorang dokter wajib mengisi formulir
yang diperlukan oleh pasien atau keluarganya untuk mendapat santunan asuransi. Dalam hal
ini kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran menjadi gugur, karena berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga Kerja, tanpa keterangan dari dokter yang
merawat, maka santunan asuransi tenaga kerja tidak akan dapat diberikan kepada yang
bersangkutan.
Hal pembukaan rahasia kedokteran dipertegas kembali dalam Permenkes RI No.
269/MENKES/PER/III/2008 BAB IV Pasal 10:
Ayat (2) “ Informasi tentang identitas, diagnosa, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan
riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:
a. untuk kepentingan kesehatan pasien;
b. memenuhi permintaan aperatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas
perintah pengadilan;
c. permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri;
d. permintaan istitusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan; dan
e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan audit medis sepanjang tidak menyebutkan
identitas pasien.
Ayat (3) “Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan”
Pelepasan informasi rekam medis haruslah dengan persetujuan atau otorisasi pasien,
misalnya informasi kesehatan untuk kepentingan asuransi kesehatan, perusahaan, pemberi kerja
dan lain-lain. Dalam hal ini harus diingat prinsip minimal, relevan dan cukup dalam menjawab
pertanyaan (Hatta, 2014).
Dalam hal pelepasan informasi atau data rekam medis diperlukan adanya Standar
Prosedur Oprasional (SPO) yang berlaku untuk permintaan data atau informasi rekam medis di
setiap sarana pelayanan kesehatan. Dalam memberikan dan memaparkan isi rekam medis milik
pasien kepada orang lain atau pihak tertentu kita sebagai petugas rekam medis harus mengetahui
alur dan prosedur dalam memberikan dan memaparkan isi dokumen rekam medis milik pasien.
Karena jika sewaktu waktu terjadi kesalahan dalam prosedur pelepasan isi rekam medis
pasien,bisa-bisa kita dapat dituntut ke pengadilan oleh pihak pasien, karena pasien merasa
rahasia tentang penyakitnya di sebarkan atau diketahui oleh pihak lain/orang lain (Rustiyanto,
2015).
Beberapa ketentuan – ketentuan yang dapat dijadikan pedoman bagi rumah sakit
maupun institusi kesehatan lainnya dalam memberikan informasi medis, yaitu:
a. Setiap informasi data medis yang dimiliki oleh rumah sakit tidak boleh disebarkan oleh
petugas, kecuali ada persetujuan dari pimpinan rumah sakit.
b. Dokter tidak boleh memberikan persetujuan kepada pihak asuransi atau badan lain untuk
memperoleh data rekam medis.
c. Informasi data rekam medis hanya boleh dikeluarkan dengan surat kuasa yang
ditandatangani dan diberi tanggal oleh pasien atau keluarganya.
d. Informasi data rekam medis boleh diperlihatkan kepada perwakilan rumah sakit yang sah
untuk melindungi kepentingan rumah sakit dalam hal – hal yang bersangkutan dengan
pertanggungjawaban.
e. Bila suatu saat rekam medis dibutuhkan untuk dibawa ke pengadilan, maka yang dibawakan
salinan foto statik rekam medis, apabila hakim membutuhkan yang asli maka perlu ada
tanda terima yang harus diminta dan disimpan di folder.
Walaupun informasi yang terkandung dalam rekam medis dapat dibuka, namun
pelepasan informasi tersebut harus melalui persetujuan atau izin tertulis dari pasien
ataupun kuasa pasien itu sendiri. Ini dimaksudkan untuk melindungi hak privasi pasien
dan melindungi sarana pelayanan kesehatan dalam tindak hukum perlindungan hak
kerahasiaan informasi pasien.
Ijin tertulis atau persetujuan pelepasan informasi medis ini harus dilengkapi
dengan tanda tangan pasien. Selanjutnya Huffman, 1994 menyebutkan bahwa formulir
pelepasan informasi setidaknya memuat unsur-unsur yang meliputi (Huffman, 1994):
a. Nama institusi yang akan membuka informasi.
b. Nama perorangan atau institusi yang akan menerima informasi.
c. Nama lengkap pasien, alamat terakhir dan tanggal lahir.
d. Maksud dibutuhkannya informasi.
e. Jenis informasi yang diinginkan termasuk tanggal pengobatan pasien.
f. Tanggal yang tepat, kejadian, kondisi hingga batas waktu ijin yang ditetapkan.
g. Pernyataan bahwa ijin dapat di cabut dan tidak berlaku bagi masa lampau maupun
mendatang.
h. Tanggal ijin di tanda tangani.
i. Tanda tangan pasien/kuasa.
Kemudian WHO dalam medical record manual menjelaskan apabila suatu
permintaan dibuat untuk pelepasan informasi, permintaan tersebut harus mengandung
hal-hal sebagai berikut (WHO, 2006):
a. Nama lengkap pasien, alamat dan tanggal lahir.
b. Nama orang atau lembaga yang akan meminta informasi.
c. Tujuan dan kebutuhan informasi yang diminta.
d. Tingkat dan sifat informasi yang akan dikeluarkan, termasuk tanggal keluar informasi.
e. Ditandatangani oleh pasien atau wakilnya yang sah (misalnya orang tua atau anak).
Dengan kata lain, pemberian informasi rekam medis kepada pihak ketiga harus ada
surat kuasa dari pasien. Pemegang kuasa harus menunjukkan identitas diri, kemudian harus
memperoleh ijin dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan setelah disetujui oleh
bagian komite medis dan rekam medis. Dalam menjalakan kerjasama dengan asuransi
kesehatan, rumah sakit juga harus memahami isi dari kontrak kerjasama antara asuransi
kesehatan dengan pasien sebelumnya, terutama yang mengatur perjanjian pelepasan informasi
medis pasien ke pihak asuransi terkait oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, dalam hal
ini rumah sakit. Jika dibutuhkan, rumah sakit dapat memperkuat dasar pelepasan informasi
rekam medis dengan menggunakan formulir persetujuan pelepasan informasi dokumen rekam
medis.

KESIMPULAN
Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya. Pelepasan
informasi rekam medis kepada pihak ketiga harus ada surat kuasa dari pasien. Dalam
menjalakan kerjasama dengan asuransi kesehatan, rumah sakit juga harus memahami isi dari
kontrak kerjasama antara asuransi kesehatan dengan pasien sebelumnya, terutama yang
mengatur perjanjian pelepasan informasi medis pasien ke pihak asuransi terkait oleh pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan. Jika dibutuhkan, rumah sakit dapat memperkuat dasar
pelepasan informasi rekam medis dengan menggunakan formulir persetujuan pelepasan
informasi dokumen rekam medis.

KETERBATASAN DAN FUTURE RESEARCH


Keterbatasan pada penelitian ini adalah penulisan dilakukan dengan pendekatan pada
beberapa bahan pustaka dan undang-undang, serta belum dilakukannya penelitian pada studi
kasus. Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan untuk menelaah lebih lanjut kasus yang
pernah terjadi terkait adanya tuntutan hukum dari pasien terkait pelepasan informasi rekam
medis pada asuransi kesehatan.

REFERENSI
Depkes RI. (2006). Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Firdaus, S. U. (2008). Rekam Medis dalam Sorotan Hukum dan Etika. Surakarta: LPP UNS dan
UNS Press.
Guwandi, J. (2005). Rahasia Medis. Jakarta: Graha Ilmu.
Hatta, G. R. (2014). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pelayanan
Kesehatan. Jakarta: UI Press.
Huffman, E. K. (1994). Health Information Maangement (Tenth Edition). Berweyn, Illnois:
Physcians Record Company
M Thalal dan Hiswani. (2018). Aspek Hukum Dalam Pelayanan Kesehatan. Administrasi
Fakultas Tehnik USU. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 Tahun 2008 Rekam Medis. 12
Maret 2008. Jakarta.
Rustiyanto, E. (2009). Etika Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Rustiyanto, E. (2015). Etika Profesi dan Hukum Kesehatan dalam Manajemen Rekam Medis.
Yogyakarta: Permata Indonesia Press.
Soeparto, P., Hariadi, R., Koeswadji, H. H., Daeng, B. H., Sukanto, H., Atmodirono, A. H.
(2006). Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan (Edisi II). Jakarta : Airlangga University
Press.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. 31 Desember 1981. Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran. 6 Oktober
2004. Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116. Jakarta.
World Health Organization. (2006). Medical Records Manual A Guide For
Developing Countries. Geneva: WHO.
Yusuf & Masturoh. (2015). Tinjauan Pelepasan Informasi Rekam Medis: Studi Kasus Aspek
Hukum di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Jurnal Persada Husada
Indonesia, 2(6).

TENTANG PENULIS
Penulis merupakan mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sriwijaya. Penulis meraih gelar Sarjana Kedokteran dan gelar Dokter dari Fakultas
Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Umum Universitas Sriwijaya. Topik penilitian
yang dikaji penulis adalah hukum bisnis dalam bidang kesehatan. Email yang dapat dihubungi
adalah elviindahwati@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai