Anda di halaman 1dari 83

SKRIPSI

PEMETAAN WILAYAH LAHAN KERING MENGGUNAKAN


PENGINDERAAN JAUH-DI KOTA KUPANG

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana Sains Pada Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknik

OLEH :

TIO GABRIEL NIKSON MOOY


1706060065

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : “PEMETAAN WILAYAH LAHAN KERING


MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DI
KOTA KUPANG”
Nama : Tio Gabriel Nikson Mooy
NIM : 1706060065
Semester : IX (Sembilan)
Program Studi : Fisika

Fakultas : Sains dan Teknik

Mengetahui
Tim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Frederika Rambu Ngana, S.Si., M.Eng. Albert Zicko Johannes, S.Si., M.Si.
NIP.19730408199802 2 001 NIP. 198310272014041001

Menyetujui
Koordinator Program Studi Fisika
Fakultas Sains Dan Teknik

Andreas Christian Louk, S.Si., M.Sc.


NIP. 198507312008121005

i
PENGESAHAN PENGUJI

Telah diterima oleh panitia ujian sarjana Program Studi Fisika Fakultas
Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana dalam ujian sarjana yang telah
diselenggarakan pada:

Hari/Tanggal : Selasa, 14 Desember 2021


Media Daring : E-learning
Dinyatakan : LULUS

DEWAN PENGUJI

1. Frederika Rambu Ngana, S.Si., M.Eng (….....................................)


NIP. 19730408199802 2 001

2. Albert Zicko Johannes, S.Si., M.Si (…....................................)


NIP. 198310272014041001

3. Jehunias Leonidas Tanesib, S.Si.,M.Sc (… ..................................)


NIP. 197109202005011003

MENGETAHUI

Dekan Fakultas Sains dan Teknik Koordinator Program Studi Fisika


Universitas Nusa Cendana Universitas Nusa Cendana

Dr. Drs. Hery L. Sianturi, M.Si Andreas C.h. Louk, S.Si., M.Sc
NIP. 19651205199103 1 006 NIP. 19850731200812 1 005

ii
MOTTO

”Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah

bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan

diberikan kepadamu.”

Markus 11 : 24

Skripsi ini saya persembahkan kepada:


1. Tuhan Yesus Kristus.
2. Keluarga terkasih : Bapak (Alm) Djonny Stefanus Imanuel Mooy dan Ibu
Olce Sarlota Kase, Opa Lukas Kase, Oma Lebrina Kase, Kakak Rezky
Mooy dan Dede Mooy, adik Gery Mooy dan Marvin Mooy.
3. Teman-teman seperjuangan angkatan 2017.
4. Almamater tercinta, Universitas Nusa Cendana.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, bimbingan dan penyertaan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Judul skripsi ini adalah “Pemetaan Wilayah Lahan Kering
Menggunakan Penginderaan Jauh Di Kota Kupang”
Skripsi ini berisi tentang penggunaan data penginderaan jauh untuk
memetakan daerah lahan kering. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar sarjana Sains.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak pihak yang telah membantu


penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Ibu Frederika Rambu Ngana, S.Si., M.Eng. selaku Dosen Pembimbing I,


yang telah meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan kesabaran dalam
membimbing penulis selama proses penulisan dan penelitian berlangsung,
serta selalu memotivasi dan mengarahkan penulis dari awal penelitian sampai
terselesainya skripsi ini.
2. Bapak Albert Zicko Johannes, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga, dalam membimbing penulis
hingga terselesainya skripsi ini.
3. Bapak Jehunias L. Tanesib, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Penguji yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga, serta turut memberikan masukan dan
saran untuk menyempurnakan skripsi ini.
4. Dr. Drs. H. L. Sianturi, M.Si. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknik,
Universitas Nusa Cendana.
5. Bapak Andreas Ch. Louk, S.Si., M.Sc. selaku Koordinator Program Studi
Fisika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana yang telah
memfasilitasi penulis selama menuntut ilmu.
6. Bapak dan ibu dosen Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknik,
Universitas Nusa Cendana: Bapak Prof. Dr. Drs. B. Pasangka, M.Si; Dr. Drs.
H. L. Sianturi, M.Si; Bapak Zakarias Seba Ngara, S.Si, M.Si., Ph.D; Bapak
Jehunias L. Tanesib, S.Si, M.Sc; Bapak Ali Warsito, S.Si, M.Si; Bapak Abdul

iv
Wahid, S.Si, M.Si; Bapak Jonhson Tarigan, S.Si., M.Sc; Bapak Hadi Imam
Sutaji, S.Si, M.Si; Bapak Andreas Ch. Louk, S.Si, M.Sc; Bapak Minsyahril
Bukit, S.Si, M.Si; Bapak Bernadus, S.Si, M.Si; Bapak Redi K. Pingak, S.Si,
M.Sc; Ibu Laura A.S. Lapono, S.Si, M.Sc; Bapak Albert Zicko Johannes,
S.Si. M.Si; Ibu Juliani N. Muhamad, S.Si, M.Sc; Ibu Frederika Rambu
Ngana, S.Si., M.Eng; Bapak Harti Umbu Mala, S.Si., M.Si; Ibu Lila Dilak,
S.Pd, yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga selama masa
studi penulis.
7. Kepala Dinas Pertanian Kota Kupang serta jajarannya yang telah bersedia
menerima dan meluangkan waktu untuk memberikan ilmu kepada penulis.
8. Keluarga tercinta: Mama Olce Sarlota Kase, Opa Lukas Kase, Oma Lebrina
Kase, Aka, Dede, Gery, Koko, Amora, Ma Seli, To’o Maksi, Ma Ani, Mam
to’o Leni, Om Jon, Putri, Rio, Ela, Dista, yang selalu mendoakan,
mendukung, dan memfasilitasi semua kebutuhan penulis selama menuntut
ilmu hingga penyelesaian skripsi ini.
9. Teman dan Sahabat: Mei, Erson, Riky, Thea, Tilda, Caca, Bela, Rizky,
Chychy, Sela, Echa, Lando, Meny, Febri, Yuven, Ora, Elsa, Dewi, Isak dan
Misbah yang selalu memberikan dukungan, motivasi, serta meluangkan
waktunya kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan penyelesaian
skripsi ini.
10. Teman-teman bidang kepeminatan Geofisika dan teman-teman seperjungan
Phositron’17: Ipang, Febri, Meny, Rizky, Lando, Yuven, Angky, Misbah, Tio
Ora, Rocky, Alvin, Chychy, Sela, Sandra, Ruth, Jelita, Mercis, Ocin, Elin,
Wasthy, Santy, Any, Elsa, Risna, Dewi, Ady, Ina, Daud, Fhinsen, Andri,
Irma, Esri, Isak, Lius, Jhon, Jhony, Andi, Efan, Nelis, Yona, Ica, Dela, Vita,
Jeny, Soly, Carles, Elga, Gerda, Tuty, Amanda, Joice, Aqni, Sary, Marce,
Ivon, Iven, , Sindy, Joy, Ordi, Nelia, Ransi, Ega, Novi, Mia, Dinda, Yeni,
Eka, Ita, Duran, Aira, Lersi, Linda, Astin, Eti, Osi, yang selalu membantu,
memberikan dukungan dan memotivasi dari awal penelitan hingga
terselesainya skripsi ini.
11. Persekutuan Mahasiswa Kristen KTB Fisika FCB (Friendship Carry
Peacefull): Ka Hendrik dan Lando yang selalu memberikan motivasi dan doa
kepada penulis.

v
12. Kakak-kakak dan adik-adik semester Program Studi Fisika angkatan:
Phasifik’14, Phoseidon’15, Photon’16, Physioner’18 dan Alphard’19 yang
telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama masa
perkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menuntut ilmu di
Universitas Nusa Cendana.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis juga membutuhkan kritik dan saran
sehingga dapat menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat diterima serta bermanfaat untuk
semua pihak yang membutuhkan.

Kupang, November 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


PENGESAHAN PENGUJI .................................................................................. ii
MOTTO ................................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
ABSTRACT ......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 4

1.3 Batasan Masalah ........................................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5


2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .......................................................................................... 5

2.2 Lahan Kering ................................................................................................................ 7

2.3 Penginderaan Jauh ...................................................................................................... 11

2.4 Citra Landsat 8 ............................................................................................................ 16

2.5 Pemetaan Tutupan Lahan ............................................................................................ 18

2.6 Klasifikasi Citra Landsat............................................................................................. 19

2.6.1 Klasifikasi Terbimbing .................................................................................... 20


2.6.2 Klasifikasi Tidak Terbimbing .......................................................................... 25
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 31
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................................... 31

3.1.1 Lokasi Penelitian .............................................................................................. 31

vii
3.1.2 Prosedur penelitian........................................................................................... 31
3.3 Pengumpulan Data ...................................................................................................... 32

3.3.1 Pengumpulan Data Penginderaan jauh............................................................. 32


3.3.2 Peta RBI digital Wilayah Kota Kupang ........................................................... 32
3.3.3 Data GPS .......................................................................................................... 33
3.4 Analisis Data ............................................................................................................... 33

3.4.1 Pre Processing Citra ......................................................................................... 33


3.4.2 Pengolahan Data Lapangan .............................................................................. 34
3.4.3 Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification) ........................................ 34
3.5 Diagram Alir ............................................................................................................... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 39


4.1 Pemrosesan Citra Landsat ........................................................................................... 39

4.2 Klasifikasi Peta Penggunaan Lahan ........................................................................... 40

4.3 Klasifikasi Peta Lahan Kering .................................................................................... 45

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 50


5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 50

5.2 Saran ........................................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 51


LAMPIRAN ......................................................................................................... 54

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Energi yang dipantulkan dan dipancarkan oleh sensor penginderaan
jauh (Syah, A. F., 2010) ....................................................................12
Gambar 2.2 Komponen Gelombang Elektromagnetik (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015) ................................................................................13
Gambar 2.3 Spektrum Elektromagnetik (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2015) ....14
Gambar 2.4 Spektrum GEM yang digunakan dalam penginderaan jauh (Syah,
2010) .................................................................................................14
Gambar 2.5 Selected multispectral sensor measurements made along one scan
line. Sensor covers the following spectral bands: 1, blue; 2, green; 3,
red; 4, near infrared; 5, thermal infrared (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015) ................................................................................21
Gambar 2.6 Tahapan dasar dalam klasifikasi terbimbing (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015) ................................................................................22
Gambar 2.7 Cara kerja SVM (Firmansyah, 2019) .................................................24
Gambar 2.8 Kelas spectral dalam dua chanel data pada citra (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015) ................................................................................26
Gambar 2.9 Proses multistage klasifikasi tidak terbimbing (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015) ................................................................................28
Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian ..........................................................................30
Gambar 4.1 Citra Landsat 8 (a) band 7. (b) band 5. (c) band 3. (d) band 4 .........38
Gambar 4.2 Hasil composite metode 1 dan metode 2 Citra Landsat 8 ..................39
Gambar 4.3 Peta penggunaan lahan dengan metode 1 ...........................................40
Gambar 4.4 Penggunaan lahan berdasarkan jumlah piksel citra dengan metode 1 42
Gambar 4.5 Peta penggunaan lahan dengan metode 2 ...........................................45
Gambar 4.6 Penggunaan lahan berdasarkan jumlah piksel dengan metode 2 .......45
Gambar 4.7 Diagram perbandingan lahan kering ..................................................47
Gambar 4.8 Peta lahan kering di Kota Kupang dengan metode 1 .........................48
Gambar 4.9 Peta lahan kering di Kota Kupang dengan metode 2 .........................48

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Luas Luas Lahan Tegal/Kebun, Ladang/Huma, dan Lahan yang
Sementara Tidak Diusahakan Menurut Provinsi (Hektar) (BPS, 2015)9
Tabel 2.2 Penggunaan Lahan Kering di Kota Kupang dari tahun 2016-2020
(Hektar) (Dinas Pertanian Kota Kupang) ............................................10
Tabel 2.3 Perbandingan Band Pada Cita Lansat 7 dan Landsat 8 (Purwanto,
2015)....................................................................................................17
Tabel 3.1 Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ................31
Tabel 4.1 Luas penggunaan lahan metode 1 dan metode 2 ...................................30
Tabel 4.2 Perbandingan penggunaan lahan kering ................................................45
Tabel 4.3 Tabel luas lahan kering di Kota Kupang ................................................46

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tipe tutupan lahan kering di Kota Kupang ........................................51


Lampiran 2 GPS Garmin 76 Csx ...........................................................................52
Lampiran 3 Pengambilan data lapangan ................................................................52
Lampiran 4 Tahapan kerja pemetaan pada SAGA GIS 7.9.0 ................................56
Lampiran 5 Training area tiap jenis tutupan lahan ................................................65
Lampiran 6 Surat penelitian pengambilan data ......................................................68

xi
ABSTRAK

Lahan kering merupakan sumber daya yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan, baik untuk tanaman pertanian, hortikultura, perkebunan maupun
peternakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui lokasi lahan
kering dengan bantuan data penginderaan jauh dan menghitung luas lahan kering
di Kota Kupang. Penelitian ini menggunakan citra satelit Landsat 8 yang
diklasifikasikan dengan metode Support Vector Machine (SVM) untuk
memetakan wilayah lahan kering. Dua metode dari band komposit yang berbeda
digunakan untuk mengklasifikasikan tutupan lahan. Tutupan lahan kering di Kota
Kupang terdiri dari lahan tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan, ditanami
pohon/hutan rakyat, padang penggembalaan, hutan, sementara tidak diusahakan,
dan lain-lain. Hasil pemetaan menunjukan bahwa Kota Kupang memiliki potensi
wilayah lahan kering berdasarkan hasil klasifikasi metode 1 (false color composite
band 7,5,3) adalah 7.727,76 ha dan metode 2 (color infrared band 5,4,3) memiliki
luas 7.874,91 ha. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa penginderaan jauh dapat
digunakan untuk memetakan potensi wilayah lahan kering yang ada di Kota
Kupang.
Kata Kunci : Lahan Kering, Penginderaan Jauh, Landsat 8, Support Vector
Machine (SVM).

xii
ABSTRACT

[MAPPING DRY LAND AREA USING REMOTE SENSING IN KUPANG


CITY]. Dryland is a resource that has great potential for agriculture
development, both for crops, horticulture, plantations, and livestock. This study
aims to map and calculate the area of dryland in Kupang City using remote
sensing. This study uses Landsat 8 satellite imagery for mapping the dryland
using the Support Vector Machine (SVM) method. Two methods of two different
band composites were used to classify the landcover maps. The landcover maps
were divided into dry fields/gardens, farms/Huma, plantations, planted
trees/people's forest, pastures, state forests, while not being cultivated, and others.
The result shows that Kupang city has the potential dryland based on the
classification results of method 1 (false-color composite bands 7.5.3) is 7,727.76
ha, and the classification result of method 2 (color infrared bands 5.4.3) is
7,874.91 ha. These results show that remote sensing can be used to map the
potential dryland in Kupang city.
Keywords : dryland, remote sensing, landsat 8, Support Vector Machine (SVM)

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan kering didefinisikan sebagai hamparan lahan yang tidak pernah
digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani
A, 2019). Lahan kering merupakan salah satu sumber daya yang mempunyai
potensi besar untuk pembangunan pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan (Abdurachman, 2008). Istilah lahan kering sendiri
seringkali digunakan untuk padanan upland yang menunjukkan lahan yang berada
di suatu wilayah berkedudukan lebih tinggi yang diusahakan tanpa penggenangan
air seperti lahan padi sawah, dry land atau unirrigated land yang digunakan
sebagai lahan untuk tadah hujan (Wahyunto dan Shofiyati, 2012).
Indonesia sebagai negara tropis memiliki dataran dengan 148 juta ha lahan
kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan basah (22%). Sedangkan luas lahan kering
di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 3.852.726 ha yang tersebar di
beberapa kabupaten dan kota. Kota Kupang memiliki luas wilayah lahan kering
yang terkecil sebesar 7.284 ha (BPS, 2019). Sebagai provinsi yang beriklim
kering, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi lahan kering yang sangat
menjanjikan, maka itu lahan kering di Nusa Tenggata Timur (NTT) perlu
mendapatkan perhatian yang serius. Di Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri,
lahan kering mampu menjadi potensi yang lebih besar apabila dibandingkan
dengan lahan sawah, hal ini dapat terjadi karena dengan suhu udara yang cukup
tinggi oleh penyinaran matahari yang terjadi disepanjang tahun.
Menurut Dinas Pertanian Kota Kupang (2020), lahan kering di Kota
Kupang terdiri dari lahan yang bukan sawah. Dengan klasifikasi yaitu terdiri dari
lahan tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan, ditanami pohon/hutan rakyat,
padang penggembalaan/padang rumput, hutan, sementara tidak diusahakan dan
lahan lainnya (tambak, kolam, empang dan lain-lain). Kota Kupang memiliki luas
lahan kering pada tahun 2020 seluas 6.660 ha (36,94 %) dari total luas lahan di
Kota Kupang. Sebagian besar penduduk Indonesia sendiri masih menggantungkan

1
kehidupan ekonominya pada sektor pertanian, sehingga membuat sektor pertanian
menjadi tumpuan bagi perkembangan perekonomian di Indonesia. Dengan
kekayaan alam yang sangat berlimpah dan juga dilengkapi dengan iklim tropis
maka hal ini tentu saja dapat menunjang Indonesia unutk berbagai macam aktifitas
pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan
peternakan) (Wibowo, 2012).
Penginderaan jauh merupakan ilmu untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah, atau gejala dengan cara analisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah atau gejala
tersebut (Lillesand and Kiefer, 1979). Penginderaan jauh menjadi bagian dari citra
digital pada bidang Sistem Infromasi Geografis yang dimana dengan tersedianya
suatu data yang diolah agar memperoleh suatu infromasi, dengan memanfaatkan
citra satelit yang mempunyai resolusi spasial tinggi sebagai salah satu data
penginderaan jauh yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
permukaan bumi. Penggunaan teknik interpretasi dengan memanfaatkan citra
satelit, dimana salah satu jenis citra yang umumnya dapat digunakan yaitu
Landsat. Dengan sumber data Landsat yang ada, maka untuk mendapatkan data-
data lapangan lebih efektif apabila dibandingkan dengan cara terrestrial atau
manual. Waktu dan tenaga yang dibutuhkan akan relatif lebih sedikit, karena citra
Landsat tersebut mampu menyajikan kenampakan keruangan pada permukaan
bumi secara menyeluruh dan akurat. Teknologi citra satelit telah berperan besar
dalam perkembangan aplikasi ilmu penginderaan jauh, termasuk dalam
penggunaannya untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan yang terjadi
selama kurun waktu tertentu. Hasil penelitian Koto (2017) di Kecamatan
Wonosari, Kabupaten Boalemo, Propinsi Gorontalo menunjukan bahwa data
penginderaan jauh dapat digunakan untuk memetakan wilayah lahan kering. Pada
penelitian tersebut Koto menggunakan citra Landsat 8 dengan klasifikasi
supervised metode Support Vector Machine (SVM).
Kota Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi
suatu wilayah pemusatan berkembangnya kegiatan sosial, budaya dan ekonomi.
Perkembangan suatu perkotaan ditandai dengan perkembangan populasi manusia

2
yang dapat berpengaruh terhadap penggunaan lahan pada wilayah tersebut. Kota
Kupang merupakan kota yang sedang mengalami perkembangan, hal itu
menyebabkan luas areal permukiman karena adanya pembangunan perumahan
dan bangunan lain akan mengakibatkan berkurangnya lahan. Perencanaan tata
ruang yang kurang baik, akan mengakibatkan berbagai dampak negatif, seperti
berkurangnya lahan yang berubah menjadi permukiman.
Kebutuhan akan lahan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
waktu, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan pertambahan
jumlah penduduk. Tekanan kebutuhan penduduk terhadap lahan menyebabkan
pemanfaatan lahan melampaui daya dukung dan kemampuannya sehingga terjadi
kelelahan tanah (soil fatigue) dan kerusakan lahan (Nurdin SP, 2011).
Pembangunan yang terjadi dari waktu ke waktu pada suatu daerah dipengaruhi
oleh faktor penduduk dan faktor kegiatan fungsional masyarakat tersebut, hal
tersebut menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan. Pesatnya
pembangunan khususnya pada daerah perkotaan menyebabkan tingginya
perubahan pola penggunaan lahan, yang sebelumnya merupakan lahan yang
dipergunakan sebagai lahan pertanian oleh masyarakat, pada akhirnya telah
banyak mengalami perubahan fungsi menjadi lahan terbangun.
Pada penelitian ini, peneliti akan memetakan lahan kering yang ada di
Kota Kupang. Pemetaan lahan kering di Kota Kupang perlu dilakukan bertujuan
untuk melihat kenyataan yang ada dilapangan dengan hasil klasifikasi dari citra
satelit penginderaan jauh. Hal ini bermanfaat karena teknologi penginderaan jauh
menjadi salah satu cara efektif yang dapat digunakan untuk memonitoring
penggunaan lahan yang terjadi pada suatu wilayah, begitu juga pada lahan kering
di Kota Kupang. Karena belum adanya peta lahan kering di Kota Kupang, maka
peta lahan kering ini akan membantu pemerintah Kota Kupang untuk dapat
mengetahui lokasi lahan kering dan luas lahan kering di Kota Kupang. Sehingga
berdasarkan uraian diatas, maka penulis mengangkat judul “Pemetaan Wilayah
Lahan Kering Menggunakan Penginderaan Jauh di Kota Kupang”.

3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dikemukakan rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana memetakan wilayah lahan kering dengan bantuan data
penginderaan jauh?
2. Berapakah luas wilayah lahan kering di Kota Kupang?
3. Dimanakah wilayah lahan kering di Kota Kupang?

1.3 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dari penelitian ini, yaitu :

1. Penelitian hanya dilakukan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).


Tepatnya di Kota Kupang.
2. Penelitian ini menggunakan data sekunder penginderaan jauh.
3. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data citra satelit yang diambil
pada citra Landsat 8.
4. Pengolahan data citra satelit dilakukan dengan metode klasifikasi supervised
menggunakan Support Vector Machines (SVM).
5. Parameter pemetaan yang digunakan yaitu tutupan lahan.

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Memetakan wilayah lahan kering di Kota Kupang dengan menggunakan data
penginderaan jauh.
2. Menganalisis luas lahan kering yang ada di wilayah Kota Kupang pada tahun
2020.
3. Mengetahui di mana saja lokasi lahan kering yang ada di Kota Kupang.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari hasil penelitian ini adalah memberikan informasi kepada
pemerintah daerah setempat mengenai luas lahan kering yang ada di wilayah Kota
Kupang, sehingga dapat digunakan sebagai suatu acuan dalam menentukan
kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan kering yang ada.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


Kota Kupang merupakan ibukota Nusa Tenggara Timur. Secara geografis,
Kota Kupang berada pada 10o36’14”-10o39’58” LS dan 123o32’23”–123o37’01”
BT; dengan luas wilayah 180,27 Km2. Bagian Wilayah Utara Kota Kupang
berbatasan dengan Teluk Kupang, bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten
Kupang, bagian Barat berbatasan dengan Selat Semau dan Kabupaten Kupang,
sedangkan bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kupang; dengan jumlah
penduduk 434.972 jiwa; dengan wilayah administrasi terdiri dari 4 kecamatan,
dan 49 kelurahan (Dinas Pekerjaan Umum Kota Kupang, 2016).
Secara topografi Kota Kupang terdiri atas daerah pantai yang tersebar di
bagaian Utara dan berbatasan dengan teluk Kupang dengan kemiringan antara 0%
sampai 2%, daerah dataran rendah merupakan kawasan di bagian pesisir, dengan
kemiringan antara 2- 5%, dataran rendah yang terletak pada ketinggian 0-50 meter
dari permukaan laut dan perbukitan dengan daerah tertinggi terletak di bagian
selatan dengan ketinggian antara 100-350 meter dari permukaan laut. Dataran
rendah yang terdapat di Kota Kupang telah digunakan lahannya untuk berbagai
kegiatan usaha oleh masyarakat seperti lahan persawahan, perkebunan dan semak
belukar. Wilayah dataran tinggi seperti perbukitan terdapat di bagian Barat Daya
dan Selatan dan merupakan wilayah yang dilindungi dengan penghijauan
(reboisasi) yang berfungsi sebagai daerah tangkapan (cacthmant area) untuk
menjaga kebutuhan air tanah di Kota Kupang (Dinas Pekerjaan Umum Kota
Kupang, 2016).
Produksi komoditi pangan di Kota Kupang didominasi oleh jagung,
kacang tanah, kedele, padi sawah, padi ladang, ubi jalar, dan ubi kayu. Produksi
padi sawah di Kota Kupang tersebar di 5 kecamatan kecuali kecamatan Kota
Lama (Dinas Pekerjaan Umum Kota Kupang, 2016). Pada tahun 2020 Kota

5
Kupang menghasilkan gabah kering 603,52 ton dan beras 378,64 ton pada
produksi padi sawah diatas lahan panen seluas 108 Ha. Pada kecamatan Alak dan
kecamatan Maulafa menghasilkan gabah kering 120,80 ton dan beras 75,79 ton
pada produksi padi ladang diatas lahan panen seluas 33 Ha. Produksi pangan
lainnya di Kota Kupang pada tahun 2020 adalah jagung 2.199,50 ton, kacang
tanah 15,60 ton, kacang hijau 1 ton dan ubi kayu 433,65 ton. Pada tahun 2020
Kota Kupang tidak memproduksi kedelai dan kacang hijau seperti tahun-tahun
sebelumnya, untuk produksi pangan ini yang tertinggi adalah jagung dan ubi
(BPS, 2020).
Komoditi tanaman pangan hortikultura dengan produksi terbanyak di Kota
Kupang untuk sayur-sayuran adalah : kangkung, bayam, cabe besar, cabe rawit,
bawang, sawi, kacang panjang, tomat, terung, buncis, ketimun. Diantaranya
produksi terbanyak beruturut-turut : kangkung, bayam, sawi dan cabe rawit.
Komoditi tanaman pangan hortikultura buah-buahan yang paling banyak
diproduksi di Kota Kupang berturut-turut adalah : pisang, pepaya, sukun, sirsak,
nangka dan mangga. Untuk produksi perkebunan yang dominan di Kota Kupang
adalah kelapa. Pada tahun 2019 sendiri Kota Kupang memproduksi kelapa 91 ton
dengan luas areal 197 ha. Namun di tahun 2020 produksi kelapa mengalami
penurunan menjadi 86,5 ton dengan luas areal yang justru bertambah menjadi 199
Ha. Wilayah areal terluas adalah kecamatan Alak dengan 89 ha memproduksi 46
ton, dan terendah di kecamatan Kota Lama dengan produksi 0.5 ton (BPS, 2020).
Wilayah Kota Kupang musim kemarau terjadi pada periode pada bulan
Juni sampai dengan September dan musim hujan terjadi pada bulan Desember –
Maret. Keadaan seperti ini terjadi setiap setengah tahun setelah melewati masa
peralihan pada periode bulan Mei–Juni dan bulan November–Desember. Wilayah
Kota Kupang meiliki iklim dan curah hujan yang tidak merata, hal ini
menyebabkan curah hujan pada daerah-daerah tertentu relatif lebih rendah. Rata-
rata suhu udara minimum di Kota Kupang pada tahun pada 2020 adalah 21,5°C –
25,9°C dan rata-rata suhu udara maximum adalah 31,7°C – 34,7°C. Dengan
kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Maret (86,1%) dan terendah pada bulan
September (66%) dengan kelembaban udara tahunan rata-rata adalah 77,67 %.

6
Dan Rata-rata curah hujan selama tahun 2020 tertinggi adalah pada bulan Januari
(308 mm) dan terendah (0 mm) adalah bulan Juni, Juli, Agustus dan September.

2.2 Lahan Kering


Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau
digenangi air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani A,
2019). Lahan kering umumnya berada dari dataran rendah (0-700 m dpl) hingga
dataran tinggi (> 700m dpl). Indonesia sedniri mempunyai total daratan 189,1 juta
ha, dengan 148 juta ha merupakan lahan kering (78%) dan 40,20 juta ha lahan
basah (22%).
Lahan kering umumnya terdapat di dataran tinggi (daerah pegunungan)
yang ditandai dengan topografinya yang bergelombang dan merupakan daerah
penerima dan peresap air hujan yang kemudian dialirkan ke dataran rendah, baik
melalui permukaan tanah (sungai) maupun melalui jaringan air tanah.
Kondisi iklim lahan kering dibedakan menjadi 2, yaitu; (a) lahan kering
iklim basah dan (b) lahan kering iklim kering:
(a) Lahan Kering Beriklim Basah
Lahan kering beriklim basah merupakan daerah yang mempunyai curah
hujan yang tinggi (>2000 mm/tahun) dan cukup lama tanpa kemarau yang jelas,
sehingga air cukup tersedia dan peluang masa tanam cukup lama (8-12 bulan).
Akan tetapi tingginya curah hujan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
pencucian sebagian besar kation/hara dalam tanah yang cukup intensif, sehingga
kesuburan fisik-kimia tanah menjadi rendah. Berdasarkan rejim kelembaban
tanahnya, iklim basah termasuk kedalam “udik” atau “perudik”, sedangkan iklim
kering termasuk “ustik” atau peralihan “ustik” ke “aridik” (Wahyunto dan Sofiyati
R, 2012). Wilayah beriklim basah di Indonesia sebagian besar tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku dan Papua.
Kendala yang paling menonjol pada daerah lahan kering beriklim basah
adalah tingkat produktivitasnya yang rendah. Dimana tanah di wilayah ini
umumnya didominasi oleh Ultisols dan Oxisol yang merupakan jenis-jenis tanah
bereasksi asam (pH rendah) dan miskin unsur hara, kadar bahan organik juga
tergolong rendah, sedangkan kandungan besi dan mangan tinggi, sehingga pada

7
wilayah ini sering mengandung aluminium yang melampaui batas toleransi
tanaman. Jenis tanah di iklim basah ini juga peka terjadi erosi.
(b) Lahan Kering Beriklim Kering
Lahan kering beriklim kering merupakan daerah yang mempunyai jumlah
curah hujan tahunan rendah dengan musim kemarau panjang dan mempunyai sifat
fisik-kimia tanah yang umumnya lebih baik apabila dibandingkandengan lahan
kering beriklim basah sehingga akan sering terjadi defisit air. Pada wilayah
beriklim kering ini juga terdapat kandungan hara dan basa tinggi dengan pH netral
sampai alkalis, dengan curah hujan yang rendah juga menyebabkan pencucian
hara relatif rendah. Pada lahan kering beriklim kering, kendala yang sering
muncul adalah ketersediaan air yang terbatas, akibat dari curah hujan yang rendah
dan musim kemarau yang panjang, dimana hal tersebut akan menyebabkan
terjadinya penguapan yang lebih besar. Hal inilah yang menimbulkan alkalinitas
dan salinitas serta keseimbangan hara terganggu. Pada musim hujan di wilayah
beriklim kering kepekaan tanah terhadap erosi meiliki nilai cukup besar dengan
intensitas yang tinggi meski terjadi dalam jangka waktunya tidak lama, sehingga
dapat mendispersi partikel-partikel tanah. Keadaan iklim yang kering jika
dibandingkan dengan bulan basah akan lebih pendek dengan jangka waktu 3-4
bulan, sedangkan bulan kering akan lebih panjang dengan jangka waktu 6-9 bulan
serta flutuasi curah hujan yang tinggi dan juga tidak menentu merupakan kendala
yang dapat menggagalkan panen karena waktu tanam yang pendek. Apabila
ketersediaan air mencukupi, serta dengan pengelolaan tanah yang cukup baik,
maka produktivitas lahan kering pada topologi lahan ini termasuk tinggi
(Wahyunto dan Sofiyati R, 2012).
Wilayah beriklim kering tersebar di sebagian Aceh bagian utara, sebagian
wilayah Jawa Timur, sekitar lembah Palu, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Maluku
dan sebagian wilayah Merauke.
Berdasarkan penggunaan lahannya untuk pertanian, secara umum lahan
kering dikelompokkan menjadi pekarangaan, tegal/kebun/ladang/huma, padang
rumput, tanah sementara tidak diusahakan, tanah untuk kayu-kayuan dan

8
perkebunan (BPS, 2015). Dengan penyebaran pada setiap provinsi disajikan pada
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Luas Luas Lahan Tegal/Kebun, Ladang/Huma, dan Lahan yang
Sementara Tidak Diusahakan Menurut Provinsi (Hektar) (BPS, 2015)
Sementara
No Provinsi Tegal/Kebun Ladang/Huma Tidak
Diusahakan
1 Aceh 359.661 251.331 327.698
2 Sumatera Utara 593.174 353.059 279.281
3 Sumatera Barat 350.576 139.740 217.887
4 Riau 444.389 158.241 353.269
5 Jambi 359.474 256.761 305.799
6 Sumatera Selatan 377.243 203.102 530.440
7 Bengkulu 173.311 67.577 89.261
8 Lampung 749.097 - 69.920
Kepulauan Bangka
9 125.570 33.018 82.345
Belitung
10 Kepulauan Riau 38.581 24.946 106.079
11 D.K.I. Jakarta 955 8 80
12 Jawa Barat 596.917 182.490 10.093
13 Jawa Tengah 712.111 18.546 3.611
14 D.I. Yogyakarta 103.786 - 888
15 Jawa Timur 1.112.267 43.785 12.678
16 Banten 157.546 76.562 13.236
17 Bali 124 289 - 402
18 Nusa Tenggara Barat 245.564 82.677 33.749
19 Nusa Tenggara Timur 527.397 346.588 811.925
20 Kalimantan Barat 608.531 228.851 1.019.956
21 Kalimantan Tengah 588.541 160.132 1.863.794
22 Kalimantan Selatan 237.044 108.625 154.237

9
23 Kalimantan Timur 200.005 162.510 695.145
24 Kalimantan Utara 37.753 32.164 112.417
25 Sulawesi Utara 179.498 166.656 68.805
26 Sulawesi Tengah 413.208 173.976 423.915
27 Sulawesi Selatan 526.681 106.717 83.041
28 Sulawesi Tenggara 213.009 136.245 203.925
29 Gorontalo 151.484 59.878 54.121
30 Sulawesi Barat 137.131 92.908 44.487
31 Maluku 718.142 397.483 890.552
32 Maluku Utara 278.060 87.130 20 591
33 Papua Barat 6.523 662.818 2.087.099
34 Papua 399.436 357.978 975.000
Sementara menurut Dinas Pertanian Kota Kupang (2021), Lahan kering di
Kota Kupang merupakan pertanian bukan sawah yang diklasifikasikan menjadi
lahan tegal/kebun, ladang/huma, perkebunan, ditanami pohon/hutan rakyat,
padang penggembalaan/padang rumput, hutan, sementara tidak diusahakan dan
lahan lainnya (tambak, kolam, empang dan lain-lain). Berikut tabel penggunaan
lahan kering dari tahun 2016-2020 di Kota Kupang.
Tabel 2.2 Penggunaan Lahan Kering di Kota Kupang dari tahun 2016-
2019 (Hektar) (Dinas Pertanian Kota Kupang)
Penggunaan Lahan Luas Lahan Kering (Ha)
No
Kering 2016 2017 2018 2019
1 Tegal/Kebun 724 629 614,50 611
2 Ladang/Huma 406 300 298,00 298
3 Perkebunan 63 57 57,00 57
Ditanam pohon/ Hutan
4 1.330 1.491 1.479 1.478
rakyat
Padang penggembalaan/
5 1.142 1.164 1.160 1.155
Padang rumput
6 Hutan 347 145 145 145
Sementara tidak
7 1.076 1.071 1.063 1.053
diusahakan
8 Lainnya 2.837 2.596 2.595 2.487
Jumlah Lahan Kering 7.925 7.453 7.411,50 7.284

10
2.3 Penginderaan Jauh
Menurut Lillesand and Kiefer (1979) Penginderaan Jauh adalah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan proses
menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak
langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji.
Teknologi penginderaan jauh menjadi salah satu metode alternatif yang
sangat menguntungkan apabila digunakan pada suatu negara dengan wilayah yang
sangat luas seperti Indonesia. Berikut ini keuntungan penggunaan teknologi
penginderaan jauh, antara lain yaitu (Syah, 2010):
1. Citra dapat menggambarkan setiap karakteristik secara mirip, relatif lengkap,
permanen dan dapat meliputi daerah yang sangat luas yang dimiliki oleh objek,
daerah dan gejala yang berada di permukaan bumi sesuai dengan wujud dan
letak objek tersebut dengan permukaan bumi.
2. Data dapat diambil dalam jumlah yang sangat banyak dalam waktu sekali
pengambilan data.
3. Pengambilan data dapat dilakukan berulang-ulang pada wilayah yang sama
sehingga analisis data dapat dilakukan tidak saja berdasarkan variasi spasial
tetapi juga berdasarkan variasi temporal.
4. Citra dapat merekam dengan tepat sesuai kenampakan pada permukaan bumi,
bahkan pada wilayah yang secara teresterial sangat sulit untuk dijangkau.
5. Merupakan satu-satunya cara untuk memetakan daerah bencana.
6. Periode pembuatan citra relatif pendek
Teknologi penginderaan jauh memiliki beberapa kelemahan yaitu (Syah,
2010):
1. Tidak dapat mendeteksi semua parameter misalnya kelautan dan wilayah
pesisir. Hal ini disebabkan karena teknologi penginderaan jauh tidak dapat
menembus benda padat yang tidak transparan dan daya tembus terhadap air
juga terbatas.
2. Jika dibandingkan dengan cara pendataan lapangan (survey in situ) akurasi data
lebih rendah.

11
3. Sifat gelombang elektromagnetik memiliki keterbatasan terhadap jarak yang
jauh antara sensor dengan benda yang diamati.
Secara umum sistem penginderaan jauh meliputi 2 proses utama, yaitu :
1. Perolehan data berupa sumber energi, perolehan energi melalui atmosfer,
interaksi objek dengan sensor, wahana (baik berupa pesawat terbang atau
satelit) dan output (baik yang berupa grafis atau numerik).
2. Analisis data, dimana alat interpretasi dan pengamatan mengalisis atau
melakukan proses pemisahan dengan menarik batas tertentu sehingga dapat
dipisahkan setiap jenis objek pada citra. Kemudian energi elektromagnetik
yang di pancarkan dan di pantulkan di permukaan bumi akan direkam oleh
sensor.
Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang
elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, akan
tetapi gelombang elektromagnetik yang terpenting pada penginderaan jauh adalah
sinar matahari (Syah, 2010). Sensor yang memanfaatkan energi dari pantulan
cahaya matahari atau energi bumi disebut dengan sensor pasif, sedangkan sensor
yang memanfaatkan energi dari sensor itu sendiri disebut dengan sensor aktif.

Gambar 2.1 Energi yang dipantulkan dan dipancarkan oleh sensor


penginderaan jauh (Syah, 2010)
Penginderaan jauh memerlukan kamera untuk menangkap pantulan sinar
dari suatu objek, untuk alasan inilah kamera yang diluncurkan ke angkasa luar dan
sering disebut sebagai satelit. Kamera tersebut menjadi indera penglihatan satelit
yang melakukan perekaman terhadap permukaan bumi ketika beredar mengitari
bumi menurut garis edarnya. Pada kamera terdapat sensor yang dapat mendeteksi

12
informasi permukaan bumi dengan cara mengekstrak energi radiasi matahari yang
dipantulkan oleh permukaan kepada satelit, data energi pantulan radiasi ini lalu
akan berubah menjadi gejala listrik dan akan mengirim data ke stasiun pengolahan
satelit yang ada di bumi. Dalam sistem penginderaan jauh terdapat 4 komponen
utama yaitu: sumber energi, interaksi energi dengan atmosfer, sensor sebagai alat
mendeteksi informasi dan objek yang menjadi sasaran pengamatan.
Sumber dari energi dalam penginderaan jauh berasal dari radiasi
gelombang elektromagnetik (GEM) (Syah, 2010). Radiasi GEM merupakan
bagian dari spectrum yang kontinyu dari energi yang hanya dapat diamati melalui
interaksinya dengan suatu objek dengan wujud energi dikenal sebagai sinar
tampak, sinar X, inframerah dan gelombang mikro.

Gambar 2.2 Komponen Gelombang Elektromagnetik (Lillesand, Kiefer &


Chipman, 2015)
Gelombang memiliki dualisme sifat yakni model gelombang dan model
partikel, dimana GEM sebagai gelombang bergerak dengan kecepatan tertentu
yang bergantung kepada panjang gelombang (λ). Pada setiap gelombang
elektromagnetik berlaku persamaan berikut:
C = f .λ (2.1)
Dimana:
C = kecepatan gelombang elektromagnetik (m/dtk) = 3 x 108 m/det
f = frekuensi (1/det)
λ = panjang gelombang (m)

13
Besar nilai persentase dari pantulan suatu objek akan mencerminkan warna
dari objek tersebut. Setiap benda memiliki struktur partikel yang berbeda-beda,
baik mikro maupun makro, apabila pada luasan tertentu terdapat beberapa jenis
benda, maka masing-masing dari benda tersebut akan memberikan pantulan dan
atau pancaran elektromagnetik yang dapat diterima oleh suatu sensor. Perbedaan
struktur ini yang akan mempengaruhi pola respons elektromagnetiknya.
Gelombang elektromagnetik sendiri terdiri atas sekumpulan saluran dengan
wilayah dan julat (range) panjang gelombang tertentu yang disebut dengan
spektrum.

Gambar 2.3 Spektrum Elektromagnetik (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2015)


Namun dalam penginderaan jauh tidak semua spectrum akan digunakan.
Spektrum yang digunakan oleh penginderaan jauh adalah spektrum ultraviolet
fotografik (0,3 µm–0,4 µm), spektrum visible (0,4 µm–0,7 µm), inframerah dekat
(0,7 µm–3 µm), middle infrared (3,0 µm–8,0 µm), inframerah termal (8,0 µm–
1000 µm ) dan gelombang mikro (01 mm – 100 cm) (Syah, 2010).

Gambar 2.4 Spektrum GEM yang digunakan dalam penginderaan jauh (Syah,
2010)

14
Meskipun banyak karakteristik radiasi elektromagnetik yang paling mudah
dijelaskan oleh teori gelombang, terdapat teori lain tentang bagaimana energi
elektromagnetik berinteraksi dengan materi. Dimana dalam teori Planc
menjelaskan gelombang elektromagnetik dipancarkan dalam bentuk diskrit yang
disebut quanta dan photon (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2015). Energi tersebut
ditulis dalam persamaan :
𝐸 = ℎ. 𝑓 (2.2)
dimana:
E = energi kuantum (J)
h = konstanta Plank’s (6.624x10-24 Joule.detik)
f = frekuensi pancaran (Hz)
Hubungan antara model teori gelombang dan teori kuantum dari GEM
dengan mensubstitusi persamaan 2.1 dan 2.2 dituliskan sebagai berikut :
ℎ .𝑐
𝐸= (2.3)
𝜆
Objek pada permukaan bumi merupakan sumber radiasi, besar tenaga yang
diradiasikan oleh suatu objek merupakan suatu fungsi suhu permukaan dari obyek
tersebut. Sifat ini dinyatakan oleh hukum Stefan–Boltzmann, yang menyatakan
bahwa:
𝑊 = 𝜎 𝑇4 (2.4)
dimana:
W = jumlah tenaga yang dipancarkan dari permukaan obyek (Wm-2)
𝜎 = Tetapan Stefan Boltzman (5.6697x10-8 W m-2 K-4)
T = Suhu absolut obyek (K)
Ketika energi elektromagnetik terjadi pada suatu permukaan di muka
bumi, maka dapat terjadi tiga interaksi energy tersebut dengan benda yaitu
dipantulkan, diserap atau di transmisikan. Dengan menerapkan hukum kekekalan
energi, hubungan timbal balik antara tiga jenis interaksi tersebut dapat dinyatakan
sebagai:
EI (λ) = ER (λ) + EA (λ) + ET (λ)

15
dimana :
EI = tenaga yang mengenai benda
ER = tenaga yang dipantulkan
EA = tenaga yang diserap
ET = tenaga yang ditransmisikan

2.4 Citra Landsat 8


Data Landsat merupakan data citra yang dihasilkan oleh satelit Landsat
yang dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.
Landsat 8 diluncurkan pada 11 Februari 2013 dan telah menjadi kelanjutan dari
misi Landsat 1. Satelit Landsat pertama kali diluncurkan pada 23 Juli 1972
dengan misi sebagai satelit pengamat bumi, awalnya satelit landsat 1 diberi nama
Earth Resources Technology Satellite 1 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari
1978. Satelit Landsat 2 kemudian menjadi penerus dari satelit Landsat 1 yang
diluncurkan pada 22 Januari 1975 dan beroperasi sampai 22 Januari 1981.
Kemudian pada 5 Maret 1978 Landsat 3 diluncurkan dan beroperasi sampai 31
Maret 1983, Landsat 4 kemudian diluncurkan pada 16 Juli 1982 dan beroperasi
hingga 16 Juli 1993. Pada 1 Maret 1984 Landsat 5 diluncurkan oleh Nasa dan
terus beroperasi hingga November 2011, namun satelit ini resmi dinonaktifkan
pada tanggal 5 Juni 2013. Landsat 6 diluncurkan pada 5 Oktober 1993, namun
berbeda dengan generasi-generasi pendahulunya yang berhasil mengorbit, Landsat
6 justru gagal mencapai orbit. Sementara pada 15 April 1999, Landsat 7
diluncurkan oleh Nasa dan masih terus berfungsi sampai saat ini, walau sejak Mei
2003 satelit ini sedikit mengalami kerusakan (Purwanto, 2015).
Landsat 8 merupakan satelit dengan karakteristik yang mirip dengan
Landsat 7, baik itu resolusinya (spasial, temporal, spektral), metode koreksi,
ketinggian terbang maupun karakteristik sensor yang dibawa. Namun pada
Landsat 8 terdapat beberapa tambahan yang menjadi titik penyempurnaan dari
Landsat 7 seperti jumlah band, rentang spektrum gelombang elektromagnetik
terendah yang dapat ditangkap sensor serta nilai bit (rentang nilai Digital Number)
dari tiap piksel citra. Satelit Landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational

16
Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal
sebanyak 11 buah. Diantara kanal-kanal tersebut, 9 kanal (band 1-9) berada pada
OLI dan 2 lainnya (band 10 dan 11) pada TIRS. Sebagian besar kanal memiliki
spesifikasi mirip dengan Landsat 7. Satelit Landsat 8 terbang dengan ketinggian
705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x 183 km
(mirip dengan Landsat versi sebelumnya). NASA sendiri menargetkan satelit
Landsat 8 ini dapat mengemban misi selama 5 tahun beroperasi (sensor OLI
dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Namun tidak menutup kemungkinan
umur produktif Landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang dicanangkan
sebagaimana terjadi pada Landsat 5 (TM) yang awalnya ditargetkan hanya
beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi
(Yuliara, 2014).
Informasi data kerapatan vegetasi dan perubahannya, luas lahan, dan
keadaan dilapangan dapat dideteksi dari teknik penginderaan jauh dengan
menggunakan citra satelit, salah satunya adalah Landsat 8. Landsat 8 mempunyai
ukuran rentang yang berbeda dari frekuensi sepanjang spektrum elektromagnetik
warna, meskipun tidak selalu warna terlihat dengan mata manusia. Setiap rentang
disebut sebuah band, dan Landsat 8 memiliki 11 band. Jenis kanal, panjang
gelombang dan resolusi spasial setiap band pada Landsat 8 dibandingkan dengan
Landsat 7 seperti tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Perbandingan Band Pada Cita Lansat 7 dan 8 (Purwanto, 2015)
Landsat 7 Landsat 8
Band Name Bandwich Resolution Band Name Bandwich Resolusion
Band 1 0,43-0,45 30
Coastal
Band 1 Blue 0,45-0,52 30 Band 2 Blue 0,45-0,51 30
Band 2 Green 0,52-0,60 30 Band 3 0,53-0,59 30
Green
Band 3 Red 0,63-0,69 30 Band 4 Red 0,64-0,67 30
Band 4 NIR 0,77-0,90 30 Band 5 NIR 0,85-0,88 30
Band 5 SWIR 1,55-0,75 30 Band 6 1,57-0,65 30
1 SWIR 1
Band 7 SWIR 2,09-2,35 30 Band 7 2,11-2,29 30
2 SWIR 2
Band 8 Pan 0,52-0,90 15 Band 8 Pan 0,50-0,68 15
Band 6 TIR 1,36-1,38 30/60 Band 9 1,36-1,38 30

17
Cirrus
10,40- Band 10 10,6- 100
12,50 TIRS 1 11,19
Band 11 11,5- Band 11 11,5- 100
TIRS 2 12,51 TIRS 2 12,51

2.5 Pemetaan Tutupan Lahan


Penggunaan lahan dan penutupan lahan adalah dua parameter yang sering
digunakan untuk berbagai macam kegiatan yang erat kaitannya dengan
perencanaan dan pengelolaan mengenai apa yang ada di permukaan bumi.
Penutupan lahan berhubungan dengan jenis kenampakan yang ada dipermukaan
bumi, sedangkan penggunaan lahan berhubungan dengan berbagai kegiatan
manusia pada suatu bidang lahan tertentu (Nilda, 2014).
Perubahan tutupan lahan merupakan bergesernya jenis tutupan lahan dari
jenis satu ke jenis lainnya yang kemudian akan diikuti dengan berubahnya fungsi
lahan pada kurun waktu yang berbeda. Data perubahan tutupan lahan yang terjadi
di suatu wilayah pada umumnya sangat bervariasi dan jumlahnya cukup banyak.
Variasi pada perubahan tutupan lahan antara lain yaitu; semak menjadi sawah,
sawah menjadi pemukiman, sawah menjadi jalan dan perubahan-perubahan
tutupan lahan lainnya (Batubara, 2013).
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah
faktor sosial ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan kebutuhan hidup
manusia terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tersebut.
Semakin tinggi kepadatan penduduk pada suatu wilayah akan mendorong
penduduk untuk membuka lahan baru untuk pemukiman ataupun lahan budidaya,
misalnya yang terjadi di Sumatera Utara yang berkaitan dengan penggunaan lahan
yaitu penggunaan lahan hutan. Hal ini mengakibatkan perubahan penggunaan
lahan yang menjadi tidak terkendali, baik pada perubahan penggunaan lahan dari
sawah menjadi pemukiman, ataupun hutan yang berubah alih fungsinya menjadi
perkebunan kelapa sawit dan lahan kritis akibat penebangan (ilegal logging)
maupun kebakaran hutan (forest fire) yang terjadi di beberapa daerah di Sumatera
Utara (Ginting, 2017).

18
Berdasarkan hasil penelitian Yusuf (2018), yang dilakukan pada Desember
di wilayah DAS Sei Ular. Hasil klasifikasi dan interpretasi citra Landsat 7 TM
tahun 2007 dan Landsat 8 OLI tahun 2017, menunjukan adanya perubahan luas
dari 9 kelas tutupan lahan yaitu badan air, hutan lahan kering, lahan
terbuka, mangrove, pemukiman, perkebunan, sawah, semak dan tambak kelas.
Dimana pada tahun 2007 kelas tutupan lahan dengan luasan terbesar adalah hutan
lahan kering, diikuti lahan terbuka dan sawah. Mangrove merupakan luas tutupan
lahan terkecil, diikuti badan air. Sedangkan hasil klasifikasi citra Landsat 8 OLI
tahun 2017, menunjukan kelas tutupan lahan dengan luasan terbesar adalah hutan
lahan kering, diikuti lahan terbuka dan perkebunan. Tambak merupakan tutupan
lahan dengan luas terkecil. Pada semua kelas tutupan lahan terjadi perubahan
penutupan lahan tahun 2007 dan tahun 2017 di kawasan DAS Sei Ular. Dimana
tutupan lahan yang mengalami penambahan luas terbesar adalah pemukiman,
diikuti perkebunan, akan tetapi pada hutan lahan kering terjadi penurunan luas
terbesar yang diikuti dengan semak. Semakin meningkatnya luas pemukiman dari
tahun 2007 ke tahun 2017 ini dapat terjadi seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dari tahun ke tahun sehingga mendorong penduduk di wilayah tersebut
untuk membuka lahan lahan yang ada sebagai lahan pemukiman.

2.6 Klasifikasi Citra Landsat


Klasifikasi citra satelit merupakan proses mengelompokkan piksel gambar
pada citra ke dalam kelas yang serupa, dimana kelas-kelas tersebut dapat
didasarkan pada jenis lingkungan tutupan lahan. Dalam klasifikasi data citra
terdapat dua pendekatan dasar yaitu klasifikasi terbimbing (supervised
classification) dan klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification).
Pendekatan ini dapat diperluas untuk memanfaatkan banyak jenis data
tingkat piksel lainnya. Misalnya, citra radar polarimetri dapat diklasifikasikan
menggunakan pengenalan pola polarisasi; citra multitemporal jenis apa pun dapat
diklasifikasikan menggunakan pengenalan pola temporal; citra multi-sudut seperti
yang dari MISR dapat diklasifikasikan berdasarkan pola reflektansi dua arah; Dan
seterusnya.

19
Pengenalan pola spasial adalah pendekatan yang sangat berbeda, yang
melibatkan kategorisasi piksel gambar berdasarkan hubungan spasialnya dengan
piksel yang mengelilinginya. Pengklasifikasi spasial mungkin mempertimbangkan
aspek-aspek seperti tekstur gambar, kedekatan piksel, ukuran fitur, bentuk, arah,
pengulangan, dan konteks. Jenis pengklasifikasi ini mencoba untuk mereplikasi
jenis sintesis spasial yang dilakukan oleh analis manusia selama proses
interpretasi visual. Oleh karena itu, mereka cenderung jauh lebih kompleks dan
intensif komputasi daripada prosedur pengenalan pola spektral.
Secara historis, pendekatan spektral telah membentuk klasifikasi
multispektral (walaupun dengan ketersediaan skala besar data resolusi tinggi saat
ini, ada peningkatan penggunaan prosedur berorientasi spasial). Dalam klasifikasi
klasifikasi terbimbing, analis citra “diarahkan” proses kategorisasi piksel dengan
menetapkan, ke algoritma komputer, deskriptor numerik dari berbagai jenis
tutupan lahan yang ada dalam sebuah area. Untuk melakukan ini, sampel
representatif dari jenis penutup yang diketahui, yang disebut area pelatihan
(training areas), digunakan untuk menyusun "kunci interpretasi" numerik yang
menggambarkan atribut spektral untuk setiap jenis fitur yang diminati. Setiap
piksel dalam kumpulan data kemudian dibandingkan secara numerik dengan
setiap kategori dalam kunci interpretasi dan diberi label dengan nama kategori
yang "paling mirip".
Dalam pendekatan tanpa pengawasan, data gambar pertama-tama
diklasifikasikan dengan menggabungkannya ke dalam pengelompokan spektral
alami, atau kluster, yang ada pada citra. Kemudian analis citra menentukan
identitas tutupan lahan dari kelompok spektral tersebut dengan membandingkan
data citra terklasifikasi dengan data referensi lahan.

2.6.1 Klasifikasi Terbimbing


Klasifikasi terbimbing merupakan proses klasifikasi dengan pemilihan
kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk tiap kategori
yang mewakili sebagai kata kunci. Citra Landsat 8 OLI diolah secara digital
dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).
Klasifikasi terbimbing digunakan data penginderaan jauh multispektral yang

20
berbasis numerik, maka pengenalan polanya merupakan proses otomatik dengan
bantuan komputer.
Keunggulan supervised classification adalah memiliki kontrol terhadap
informational classes berdasarkan training sampel, dan adanya kontrol terhadap
keakuratan klasifikasi. Kekurangannya adalah interpretasi data dipaksakan,
pemilihan training sampel belum tentu representatif, dan adanya kelas spektral
yang tidak teridentifikasi (Septiani, 2019).
Metode klasifikasi supervised pada umumnya diawali dengan menentukan
beberapa sampel dari tiap kelas peruntukan lahan (training set). Algoritma pada
perangkat lunak yang digunakan kemudian akan menggunakan sampel (training
area) tersebuat untuk mengklasifikasi seluruh citra yang diinginkan. Algoritma
tersebut menggunakan karakteristik spektral sesuai yang telah ditentukan sampel,
kemudian akan dilakukan pencarian karakterisitik spektral yang paling
menyerupai pada masing-masing kelas.

Gambar 2.5 Selected multispectral sensor measurements made along one scan
line. Sensor covers the following spectral bands: 1, blue; 2, green; 3, red; 4, near
infrared; 5, thermal infrared (Lillesand, Kiefer & Chipman, 2015).

Gambar 2.5 menunjukkan lokasi satu baris data yang dikumpulkan untuk
contoh citra di atas lanskap yang terdiri dari beberapa jenis tutupan. Untuk setiap
piksel yang ditampilkan di sepanjang garis ini, sensor telah mengukur pancaran
pemandangan dalam hal DNs yang direkam di masing-masing dari lima pita

21
spektral penginderaan: biru, hijau, merah, inframerah dekat, dan inframerah
termal. Di bawah garis pindai, DNs tipikal yang diukur pada enam jenis tutupan
lahan yang berbeda ditampilkan. Bilah vertikal menunjukkan nilai abu-abu relatif
di setiap pita spektral. Lima keluaran ini mewakili deskripsi kasar dari pola
respons spektral dari berbagai fitur medan di sepanjang garis pemindaian. Jika
pola spektral ini cukup berbeda untuk setiap jenis fitur, mereka dapat membentuk
dasar untuk sebuah klasifikasi citra.

Gambar 2.6 Tahapan dasar dalam klasifikasi terbimbing (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015)

Gambar 2.6 merangkum tiga langkah dasar dalam prosedur klasifikasi


terbimbing (supervised clasiification). Pada tahap pelatihan (1), analis
mengidentifikasi area pelatihan yang representatif dan mengembangkan deskripsi
numerik dari setiap atribut-atribut spektral dari setiap jenis tutupan lahan yang
telah diamati di lapangan. Selanjutnya, pada tahap klasifikasi (2), setiap piksel
dalam kumpulan data citra dikategorikan ke dalam kelas tutupan lahan yang
mempunyai kemiripan. Jika piksel tidak cukup mirip dengan kumpulan data
pelatihan apa pun, biasanya diberi label “tidak diketahui”. Setelah semua piksel
pada citra masukan telah dikategorikan, hasilnya disajikan pada tahap keluaran
(3). Karena bersifat digital, hasilnya dapat digunakan dalam beberapa cara
berbeda. Tiga bentuk khas dari produk keluaran adalah peta tematik, tabel statistik
untuk berbagai kelas tutupan lahan, dan file data digital yang dapat dimasukkan ke
dalam GIS. Dalam kasus terakhir ini, klasifikasi “output” menjadi “input” GIS.

22
a. Klasifikasi Terbimbing dengan Saga GIS
Ada enam langkah utama klasifikasi terbimbing menggunakan software
SAGA GIS:
1. Tampilkan data citra pada SAGA
2. Melakukan segmentasi
3. Tampilkan ‘area latihan’ dan tetapkan kelas tutupan lahan
4. Supervised Classification
5. Edit hasil klasifikasi
6. Tampilkan statistic area.
b. Klasifikasi Support Vector Machine (SVM)
Support Vector Machine (SVM) adalah klasifikasi terbimbing non-
parametrik yang sering digunakan untuk mengkelaskan citra satelit, yang
diperuntukkan untuk berbagai macam pemetaan (Firmansyah, 2019). Support
Vector Machine (SVM) merupakan algoritma yang bekerja menggunakan
pemetaan nonlinier untuk mengubah suatu data asli ke dimensi yang lebih tinggi.
Dalam hal ini dimensi baru, akan mencari hyperplane untuk memisahkan secara
linier dan dengan pemetaan nonlinier yang tepat ke dimensi lebih tinggi, data dari
dua kelas atau lebih selalu dapat dipisahkan dengan hyperplane tersebut (Ritonga,
2018).

Pada problem optimasi hyperlane klasifikasi linier SVM dirumuskan :

1
min 2 ‖𝜔‖2 (2.5)

Subject to

𝑦𝑖 (𝑤𝑥𝑖 + 𝑏) ≥ 1, 𝑖 = 1, … . , 𝜆 (2.6)

Dimana 𝑥𝑖 adalah data input, 𝑦𝑖 adalah keluaran dari data 𝑥𝑖 , 𝑤, 𝑏 adalah


parameter-parameter yang akan dicari nilainya. Dengan memperhatikan pembatas

[(𝑤 . 𝑥𝑖 ) + 𝑏] ≥ 1 untuk 𝑦𝑖 = +1 (2.7)

atau

[(𝑤 . 𝑥𝑖 ) + 𝑏] ≤ −1 untuk 𝑦𝑖 = −1 (2.8)

23
Dalam beberapa kasus yang tidak feasible (infeasible) dimana beberapa
data mungkin tidak bisa diklasifikasikan secara benar, maka formulasi
matematikannya dapat ditulis:

1 𝜆
min 2 ‖𝜔‖2 + 𝐶∑𝑖=1 𝑡𝑖 (2.9)

Subject to

𝑦𝑖 (𝑤𝑥𝑖 + 𝑏) + 𝑡𝑖 ≥ 1 (2.10)

𝑡𝑖 ≥ 0, 𝑖 = 1, … . , 𝜆 (2.11)

Dimana 𝑡𝑖 adalah variabel slack. Dengan formulasi ini kita ingin


memaksilmalkan margin antara dua kelas dengan meminimalkan ‖𝜔‖2 . Dalam
formulasi ini kita berusaha meminimalkan kesalahan klasifikasi
(missclassification error) yang dinyatakan dengan adanya variabel slack 𝑡𝑖 ,
sementara dalam waktu yang sama kita memaksimalkan margin ‖𝜔‖2 .
Penggunaan variabel slack 𝑡𝑖 adalah untuk mengatasi kasus ketidaklayakan
(infeasibility) dari pembatas (constraints) 𝑦𝑖 (𝑤𝑥𝑖 + 𝑏) ≥ 1 dengan cara memberi
pinalti untuk data yang tidak memenuhi pembatas tersebut. Untuk meminimalkan
𝑡𝑖 ini, kita berikan pinalti dengan menerapkan konstanta C. Vektor w tegak lurus
terhadap fungsi pemisah: wx + b = 0. Konstanta b menentukan lokasi fungsi
pemisah relatif terhadap titik asal (Ritonga, 2018). Prinsip kerja SVM disajikan
pada gambar 2.3.

Gambar 2.7 Cara kerja metode SVM (Samsudin, 2019)

24
SVM dapat bekerja pada data non-linier dengan menggunakan pendekatan
kernel dimana dimensi awal (dimensi yang lebih rendah) himpunan data dipetakan
ke dalam dimensi baru (dimensi yang relatif lebih tinggi) yang dikenal dengan
Fungsi Kernel. Dua persamaan Fungsi Kernel diantaranya (Octaviani, 2014):

1. Kernel Gaussian Radial Basic Function (RBF)


2
‖𝑥𝑖 −𝑥𝑗 ‖
𝐾 (𝑥𝑖 , 𝑥𝑗 ) = exp (− ) (2.12)
2𝜎2

2. Kernel Polymniminal
𝑑
𝐾 (𝑥𝑖 , 𝑥𝑗 ) = ((𝑥𝑖 , 𝑥𝑗 ) + 𝑐) (2.13)

Dimana 𝑥𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝑥𝑗 adalah pasangan dua data training. Parameter 𝜎, 𝑐, 𝑑 >


0 merupakan konstanta.

2.6.2 Klasifikasi Tidak Terbimbing


Klasifikasi tidak terbimbing memberikan keleluasaan pada komputer
untuk mengklasifikasikan citra berdasarkan jumlah kelas yang ditentukan oleh
pengguna. Klasifikasi tidak terbimbing juga membantu dalam menentukan titik
ground check untuk klasifikasi terbimbing dan uji akurasi. Umumnya, satu-
satunya masukan dari pengguna ke dalam proses kelas piksel adalah memilih band
gambar yang akan digunakan dalam proses pengelompokkan dan jumlah kelas
output akhir, cara ini biasa disebut sebagai unsupervised classification (Lillesand,
Kiefer & Chipman, 2015).

Klasifikasi tidak terbimbing ini tidak menggunakan data pelatihan sebagai


dasar untuk klasifikasi. Sebaliknya, pengklasifikasi ini melibatkan algoritme yang
memeriksa piksel yang tidak diketahui dalam citra dan menggabungkannya ke
dalam sejumlah kelas berdasarkan pengelompokan atau klaster alami yang ada
dalam nilai citra tersebut. Premis dasarnya adalah bahwa nilai-nilai dalam jenis
penutup yang diberikan harus berdekatan dalam perhitungan ruang, sedangkan
data di kelas yang berbeda harus dipisahkan secara komparatif.
Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi tidak terbimbing (usnsupervised
classification) adalah kelas spektral. Karena hanya didasarkan pada
pengelompokan alami dalam nilai citra, identitas dari kelas spektral pada awalnya

25
tidak akan diketahui. Analis harus membandingkan data yang telah diklasifikasi
dengan beberapa bentuk data referensi (seperti citra skala besar atau peta) untuk
menentukan identitas dan nilai informasi kelas spektral. Jadi, dalam pendekatan
terbimbing ini dapat mendefinisikan kategori informasi yang dapat dipakai dan
kemudian dilakukan pemisahan setiap spektralnya; dalam pendekatan tidak
terbimbing ditentukan kelas yang dapat dipisahkan secara spektral dan kemudian
menentukan utilitas informasinya.
Pendekatan tidak terbimbing diilustrasikan dengan cara
mempertimbangkan kembali kumpulan data dua saluran. Pengelompokan spektral
alami dalam data dapat diidentifikasi secara visual dengan memplot diagram
pencar. Misalnya, pada Gambar 2.7 dibawah ini dilakukan plot nilai piksel yang
diperoleh di atas area hutan. Tiga pengelompokan terlihat dalam diagram pencar
tersebut. Setelah membandingkan data citra terklasifikasi dengan data referensi
tanah, selanjutnya memungkinkan untuk dapat menemukan bahwa satu klaster
sesuai dengan pohon yang telah gugur, satu dengan konifer, dan satu dengan
pohon dari kedua jenis (ditunjukkan oleh D, C, dan S pada Gambar 2.7).

Gambar 2.8 Kelas spectral dalam dua chanel data citra (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015)

26
Dalam pendekatan yang termbimbing, disini mungkin tidak
mempertimbangkan pelatihan untuk kelas "tekanan". Ini menyoroti salah satu
keuntungan utama klasifikasi tidak terbimbing: Pengklasifikasi mengidentifikasi
kelas spektral berbeda yang ada dalam data gambar. Banyak dari kelas-kelas ini
mungkin awalnya tidak terlihat oleh analis yang menerapkan pengklasifikasi
terbimbing. Demikian pula, kelas spektral dalam sebuah citra mungkin sangat
banyak sehingga akan sulit untuk melatih semuanya. Dalam pendekatan tidak
terbimbing mereka akan dapat ditemukan secara otomatis.

Ada banyak algoritma pengelompokan yang dapat digunakan untuk


menentukan pengelompokan spektral alami yang ada dalam kumpulan data. Salah
satu bentuk umum dari pengelompokan, yang disebut pendekatan K-means, akan
menerima dari analis jumlah cluster yang akan ditempatkan dalam data. Algoritme
kemudian secara otomatis "menyemai," atau menempatkan, sejumlah pusat cluster
di ruang pengukuran multidimensi. Setiap piksel dalam citra kemudian ditugaskan
ke cluster yang dimana nilai vektor rata-rata arbitrernya paling mendekati. Setelah
semua piksel diklasifikasikan dengan cara ini, vektor rata-rata yang direvisi untuk
setiap cluster dihitung. Revisi berarti kemudian digunakan sebagai dasar untuk
mengklasifikasi ulang data citra tersebut. Prosedur berlanjut sampai tidak ada
perubahan signifikan pada lokasi vektor rata-rata kelas antara iterasi algoritma
yang berurutan. Setelah titik ini tercapai, analis menentukan identitas tutupan
lahan dari setiap kelas spektral tersebut.

Varian yang banyak digunakan pada metode K-means untuk unsupervised


clustering adalah algoritma yang disebut Iterative Self-Organizing Data Analysis
Techniques A, atau ISODATA. Algoritma ini memungkinkan jumlah cluster
berubah dari satu iterasi ke berikutnya, dengan menggabungkan, memisahkan, dan
menghapus cluster.

Proses umum mengikuti yang dijelaskan di atas untuk K-means. Namun,


dalam setiap iterasi, setelah pemisahan piksel ke cluster, statistik yang
menggambarkan setiap cluster dievaluasi. Jika jarak antara titik rata-rata dua
cluster kurang dari jarak minimum yang telah ditentukan, kedua cluster

27
digabungkan bersama. Di sisi lain, jika satu cluster memiliki standar deviasi
(dalam satu dimensi) yang lebih besar dari nilai maksimum yang telah ditentukan,
cluster dibagi menjadi dua. Cluster dengan jumlah piksel lebih sedikit dari yang
ditentukan akan dihilangkan. Akhirnya, seperti varian K-means lainnya, semua
piksel kemudian direklasifikasi ke dalam set cluster yang direvisi, dan prosesnya
berulang, sampai tidak ada perubahan signifikan dalam statistik cluster atau
jumlah iterasi maksimum tercapai.

Data dari daerah pelatihan (trainig area) terbimbing terkadang digunakan


untuk menambah hasil prosedur pengelompokan di atas ketika kelas tutupan lahan
tertentu kurang terwakili dalam analisis murni tidak terbimbing. Demikian juga,
dalam beberapa pengklasifikasi yang tidak terbimbing, urutan di mana jenis fitur
yang berbeda ditemukan dapat menghasilkan representasi yang buruk dari
beberapa kelas. Misalnya, jumlah kelas maksimum yang ditentukan analis dapat
dicapai dalam citra jauh sebelum dilakukan seluruh proses klasifikasi. Seringkali
pendekatan multistage digunakan dengan klasifikasi tidak terbimbing untuk
meningkatkan representasi kelas-kelas tertentu yang terdiferensiasi tidak
sempurna dalam proses klasifikasi awal. Dalam pendekatan ini, dua atau lebih
pengelompokan digunakan untuk mempersempit fokus pada suatu kelas tertentu.

28
Gambar 2.9 proses multistage klasifikasi tidak terbimbing (Lillesand, Kiefer &
Chipman, 2015)
Urutan umum ditunjukkan pada Gambar 2.9 dimana:

1. Initial unsupervised classifiaction. Pada klasifikasi pertama, satu kelas


spektral ini terlalu luas; termasuk juga piksel yang seharusnya termasuk
dalam kelas spektral lainnya.
2. Masking of problem class. Citra baru dibuat di mana hanya piksel dari kelas
"problem" yang akan tetap dipertahankan; semua piksel yang lain disetel ke
nilai tanpa data.
3. Second-stage classification of problem class. Klasifikasi tanpa pengawasan
kedua dilakukan, hanya menggunakan piksel dari kelas "problem".
4. Recode output from second-stage classification. Subkelas spektral dari
langkah 3 dipindahkan ke kelas yang ada dari klasifikasi awal pada langkah 1,
atau ke kelas baru.

29
5. Penggabungan hasil klasifikasi (Merger of classification results). Hasil dari
recoded output klasifikasi tahap kedua dimasukkan kembali ke dalam gambar
output dari klasifikasi awal.

Hasil dari prosedur ini adalah klasifikasi modifikasi yang identik dengan
aslinya, kecuali bahwa satu kelas spektral over-broad telah dipecah menjadi dua
atau lebih kelas lainnya. Jika perlu, lebih dari satu kelas "problem" dapat dipecah
dengan cara ini, baik secara bersamaan atau seri.

Berikut ini 4 tahapan utama yang dilakukan dalam klasifikasi tidak


terbimbing menggunakan software SAGA GIS :

1. Load dan tampilkan citra


2. Lakukan unsupervised classification
3. Klasifikasi ulang kelas unsupervised menjadi kelas tutupan lahan
4. Tampilkan statistic tutupan lahan.

30
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian


3.1.2 Prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juli 2021 sampai dengan
September 2021. Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alat
pengambilan data dan alat analisis data. Alat pengambilan data lapangan yang
digunakan antara lain:
a) GPS (Global Positioning System) untuk menentukan titik lokasi.
b) Kamera digital untuk mendokumentasikan penutupan lahan yang terdapat di
lapangan.
c) Alat tulis untuk mencatat data dan informasi yang terdapat di lapangan.

31
Analisis data menggunakan perangkat lunak (Software) yaitu SAGA GIS 7.9.0
dan QGIS 3.16.8.
Serta data primer dan data sekunder antara lain disajikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian
No Nama Data Jenis Data Sumber Tahun
1. Data survey lapangan Data primer GPS dan Kamera 2021
(Ground check)
2. Citra Landsat 8 OLI Data www.earthexplorer.u 2020
TIRS sekunder sgs.gov

3. Peta RBI digital wilayah Data tanahair.indonesia.go.id 2021


administrasi Kota sekunder
Kupang, Nusa Tenggara
Timur

3.3 Pengumpulan Data


3.3.1 Pengumpulan Data Penginderaan jauh
Data penginderaan jauh adalah data hasil perekaman objek dengan
menggunakan sensor buatan. Sampel data disesuaikan dengan jenis data yang
akan digunakan pada penelitian ini, data citra yang digunakan adalah Landsat 8
dari situs www.earthexplorer.usgs.gov.
3.3.2 Peta RBI digital Wilayah Kota Kupang
Peta RBI ini merupakan format data untuk menyimpan data spasial non-
topologis berbasis vektor. Data ini kemudian digunakan untuk menyimpan data
peta digital pada sistem informasi geografis, dengan format data yang telah
dikembangkan oleh ESRI.
Format data ini mampu menyimpan berbagai data spasial seperti bidang
(untuk menyimpan data pulau, wilayah provinsi), garis (untuk menyimpan data
jalan, sungai), titik (untuk menyimpan lokasi kota, bangunan, bangunan) dan
informasi mengenai ketiga data spasial tersebut (untuk menyimpan nama suatu
kota, jenis suatu jalan, dll).

32
Format data ini berbasis vektor. Jadi, data spasial seperti titik, garis dan
bidang disimpan dalam bentuk kumpulan titik. Untuk data garis, disimpan titik-
titik sudutnya. Sedangkan untuk bidang, juga disimpan titik-titik sudutnya. Peta
RBI yang digunakan pada penelitian ini dapat didownload dari Indonesia
Geospatial Portal dalam bentuk file shp.

3.3.3 Data GPS


Pengambilan data GPS merupakan cara dan teknik pengumpulan data
dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala
atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Pada penelitian ini Pengumpulan
data GPS dilakukan untuk mengetahui, mencatat dan mendokumentasikan gejala-
gejala tipe tutupan lahan yang ada di lapangan (Kota Kupang).

3.4 Analisis Data


Penginderaan jauh mengacu pada berbagai teknik yang dikembangkan
untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut
khusus berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari
permukaan bumi. Dalam penelitian ini terdapat 2 tahapan garis besar skema
analisis dan pengolahan data dengan penginderaan jauh (remote sensing) yaitu
citra Landsat 8 dan sistem informasi geografis yaitu SAGA GIS. Berikut ini
tahapan-tahapan dalam analisis data :
3.4.1 Pre Processing Citra
Citra Landsat 8 OLI tahun 2020 yang telah didownload dari situs
www.earthexplorer.usgs.gov merupakan citra yang sudah diseleksi terlebih
dahulu yaitu pada bulan Agustus 2020. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
gangguan yang terjadi pada citra akibat pengaruh atmosfer, dimana bulan yang
dipilih merupakan bulan dengan curah hujan terendah dalam setahun pada
wilayah penelitian tersebut dan juga memiliki tutupan awan yang rendah yaitu
kurang dari 10%.
1. Penggabungan Citra

33
Dari data citra yang didownload, dipilih 3 buah kanal atau band yang
dikombinasikan sesuai dengan karakteristik spektral masing-masing kanal dan
disesuaikan dengan tujuan dari penelitian. Penelitian mengenai pemantauan
kondisi perubahan tutupan lahan pada penelitian ini dipilih kanal 7, 5 dan 3 untuk
metode 1 dan kanal 5, 4 dan 3 untuk metode 2 pada citra Landsat 8 OLI.
2. Pemotongan Citra (Cliping)

Dlakukan pemotongan citra dengan tujuan untuk mendapatkan area efektif


lokasi penelitian yang lebih spesifik. Pemotongan citra dilakukan dengan Software
SAGA GIS 7.9.0 menggunakan data shapefile Kota Kupang yang diperoleh dari
situs resmi Indonesia Geospatial Portal.
3.4.2 Pengolahan Data Lapangan
Data hasil survei lapangan yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan
pengecekkan. Pengecekan kelas tutupan lahan di lapangan hasil menggunakan
Google Earth engine. Dengan masing-masing kelas tutupan lahan diwakili dengan
minimal dua titik observasi, kemudian pada setiap titik sampel yang diambil
disimpan dalam bentuk file KML agar dapat dibaca dalam SAGA.
3.4.3 Klasifikasi Terbimbing (Supervised Classification)
Citra Landsat 8 OLI tahun 2020 diolah secara digital dengan
menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Dalam
penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Support Vector Machine
(SVM). Metode SVM ini bekerja dengan melakukan klasifikasi terhadap dua kelas
atau lebih dengan mencari hyperlane terbaik yang memanfaatkan data pada titik
pemisah (super vector) bahkan untuk jumlah sampel yang terbatas.
1. Klasifikasi Kelas Tutupan Lahan
Analisis dan pengolahan data yang dipakai untuk kelas tutupan lahan pada
penelitian ini adalah pada bulan Agustus tahun 2020.
Adapun proses pembuatan peta tutupan lahan, dilakukan dengan tahapan-
tahapan sebagai berikut:
a) Menginput data raster citra Landsat 8 yang telah di download pada software
SAGA. Data citra Landsat 8 yang dipakai pada penelitian kali ini adalah data

34
citra yang terekam pada bulan agustus 2020 yang di download pada website
www.earthexplorer.usgs.gov
b) Memilih Coordinate System output yang sesuai wilayah penelitian (UTM
South).
c) Menginput data polygon vector untuk batas administrasi Kota Kupang ke
dalam SAGA.
d) Pemotongan data citra Landsat 8, pemotongan dilakukan sesuai dengan batas
administrasi kota Kupang menggunakan tools ‘Clip’.
e) Dilakukan combine band 7-5-3 untuk metode 1 dan ban 5-4-3 untuk metode 2
pada citra Landsat 8 yang telah dipotong (clip) sebelumnya, untuk
mendapatkan warna false color composite.
f) Menginput data sampel titik-titik koordinat tutupan lahan yang telah
diperoleh dari lapangan ke dalam SAGA. Titik-titik koordinat tersebut
diambil sesuai dengan tutupan lahan yang ada di Kota Kupang dengan
menggunakan GPS.
g) Menggabungkan citra Landsat 8 Kota Kupang dengan data titik-titik tutupan
lahan.
h) Membuat polygon baru untuk training area pada citra Landsat 8. Proses ini
menggunakan tools Shapes kemudian Construction dan memilih Create new
shapes layer.
i) Melakukan training area dengan memanfaatkan titik-titik koordinat tutupan
lahan yang telah diperoleh dari lapangan. Sampel-sampel tutupan lahan
dibuat dalam bentuk polygon sesuai dengan titik-titik yang diperoleh di
lapangan.
j) Sampel training area tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi 11 kelas
jenis tutupan lahan, yaitu; ditanami pohon, hutan, ladang/huma, perkebunan,
padang penggembalaan, tegal/kebun, tidak diusahakan, lahan bukan pertanian
(pemukiman), sawah, tubuh air dan lainnya, pada menu attributes lalu show.
2. Pemetaan Lahan Kering
Dari kelas klasifikasi tutupan lahan, selanjutnya dapat dilakukan
klasifikasi penggunnan lahan. Kelas klasifikasi penggunaan lahan diekstrak

35
berdasarkan klasifikasi tutupan lahan dan pengetahuan lapangan. Selanjutnya
dapat diperoleh penentuan potensi lahan kering dari hasil analisis penggunaan
lahan tersebut.

Klasifikasi peta penggunaan lahan di Kota Kupang dengan mengolah citra


Landsat 8 menjadi 11 jenis penggunaan lahan, dimana 8 jenis diantara merupakan
lahan kering yaitu; ditanami pohon, hutan, ladang/huma, perkebunan, padang
penggembalaan, tegal/kebun, tidak diusahakan, lahan bukan pertanian
(pemukiman), sawah, tubuh air dan lainnya. Klasifikasi ini didasarkan pada tabel
2.2. Dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
a) Setelah dilakukan klasifikasi tutupan lahan. Setiap sampel training area yang
telah mewakili semua kelas tutupan lahan kemudian dapat dilakukan proses
klasifikasi (Supervised Classification). Proses ini menggunakan tools Imagery
lalu Classification kemudian memilih Machine Learning dan memilih
Support Vector Machine Classification (Open CV).
b) Dari hasil klasifikasi metode Support Vector Machine Classification, maka
didapatkan peta penggunaan lahan yang ada di Kota Kupang.
c) Dari peta hasil klasifikasi SVM, dapat dilihat penggunaan lahan berdasarkan
jumlah piksel yang disajikan dalam bentuk histogram. Kemudian histogram
tersebut dapat dikonversikan ke bentuk tabel untuk meilhat luas area setiap
kelas penggunaan lahan hasil klasifikasi dengan tool convert to table.
d) Dari peta hasil klasifikasi kelas penggunaan lahan tersebut kemudian dapat
dilakukan pemetaan wilayah lahan kering
e) Untuk mengklasifikasi potensi lahan kering, diperlukan mempersempit kelas
apa yang ingin disertakan berdasarkan apa yang ingin ditemukan. Karena data
yang telah dikerjakan adalah penggunaan lahan, maka yang dilakukan adalah
untuk melihat seberapa luas daerah lahan kering. Jadi, dari 11 kelas
penggunaan lahan yang telah diklasifikasi sebelumnya, selanjutnya
dipersempit menjadi tiga kelas yaitu; lahan kering, lahan non kering dan
pemukiman.

36
f) Untuk mempermudah dalam proses klasifikasi, dapat ditetapkan nomor untuk
setiap kelas; lahan kering diidentifikasi sebagai 1, lahan non kering
diindentifikasi sebagai 2, dan pemukiman diidentifikasi sebagai 3.
g) Penentuan potensi lahan kering pada peta dilakukan dengam tool Grid lalu
Values lalu pilih Change Grid Values. Dalam proses ini, terdapat parameter
yang perlu diatur dalam change grid values. Sistem grid dan Grid akan
bergantung pada tampilan peta, serta apa yang diberi nama. Namun, grid akan
menjadi produk dari klasifikasi penggunaan lahan sebelumnya.
h) Selanjutnya didapatkan peta baru yang telah dibuat. Akan terlihat bahwa peta
tersebut itu muncul dalam warna bertingkat, selanjutnya di pengaturan,
diubah warnanya menjadi ‘classified’.
i) Buka tabel di bawah classified, maka akan dilihat bahwa hanya ada dua kelas
yang muncul, dalam warna merah dan hitam. Kemudian ditambahkan kelas
baru dengan ‘add’, dan ganti nama semua kelas dengan label yang sesuai,
serta ubah kelas satu minimum dan maksimum untuk kelas 1, lahan kering,
menjadi 1, untuk kelas 2 lahan non kering, menjadi 2, dan kelas 3
pemukiman menjadi 3. Kemudian diubah warna pada setiap kelas.
j) Selanjutnya dapat dilihat histogram untuk peta lahan kering, ini dapat
dilakukan dengan mengklik kanan pada peta yang diklasifikasikan, dan
memilih histogram.
k) Selanjutnya dapat melihat data dalam bentuk tabulasi dengan memilih convert
to table saat histogram terbuka. Tabel tersebut akan muncul di tab data, yang
kemudian dapat dibuka untuk melihat luas area setiap kelas lahan kering,
lahan non kering dan pemukiman dalam meter persegi.

37
3.5 Diagram Alir

Mulai

Data Landsat 8 Data SHP Wilayah Data GPS


Kota Kupang

False color Color infrared


band 753 band 543

Konversi ke koordinat
UTM South

Cliping data Landsat 8 sesuai


wilayah Kota Kupang

Klasifikasi Terbimbing
Metode SVM

Peta Tutupan Lahan

Perhitungan Luas Lahan Kering

Peta Lahan Kering dan


Luas Lahan Kering

Selesai

38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemrosesan Citra Landsat
Citra Landsat 8 yang diperoleh masih terdiri atas saluran-saluran
tersendiri. Penggabungan saluran menjadi satu file citra dilakukan dengan tujuan
agar dapat dilakukan klasifikasi citra secara digital dengan menggunakan SAGA
GIS . Untuk dilakukan analisis secara visual, citra dapat dibuat dalam komposit-
komposit warna yang diinginkan dengan menggunakan saluran-saluran dari hasil
perekaman citra seperti pada gambar di bawah ini.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4.1 Citra Landsat 8 (a) band 7. (b) band 5. (c) band 3. (d) band 4.

Pemotongan (clip) citra selanjutnya dilakukan dengan overlay peta


administrasi wilayah Kota Kupang, dari hasil ini maka akan diperoleh citra khusus
wilayah Kota Kupang. Klasifikasi tutupan lahan dan penggunaan lahan pada
wilayah penelitian kali ini mengacu berdasarkan tabel 2.2 laporan penggunaan

39
lahan kering Dinas Pertanian Kota Kupang, serta menggunakan dua kombinasi
citra yaitu false color composite (753) untuk metode 1 dan color infrared (543)
untuk metode 2.

Gambar 4.2 Hasil composite metode 1 dan metode 2 Citra Landsat 8


Penggunaan komposit citra ini bertujuan untuk proses klasifikasi, dalam
klasifikasi peta tutupan lahan diperlukan saluran-saluran dengan karateristik atau
fungsi yang baik dalam menempakan objek tutupan lahan. Untuk metode 1 hasil
kombinasi false color composite dengan menggabungkan band 7 yaitu short
wavelength infrared (SWIR-2), band 5 yaitu near-infrared (NIR), dan band 3 yaitu
green akan nampilkan warna alami dan umumnya digunakan dalam bidang
pertanian. Untuk metode 2 hasil kombinasi color infrared dengan menggabungkan
band 5 yaitu near-infrared (NIR), band 4 yaitu visible red dan band 3 yaitu visible
green akan lebih mempertegas warna vegetasi sehingga color infrared lebih baik
digunakan dalam studi vegetasi.
4.2 Klasifikasi Peta Penggunaan Lahan
Berdasarkan klasifikasi dan interpretasi citra landsat 8 menggunakan
metode SVM menghasilkan sebelas (11) jenis penggunaan lahan di Kota Kupang,
yaitu; ditanami pohon, hutan, ladang/huma, perkebunan, padang penggembalaan,
tegal/kebun, tidak diusahakan, pemukiman, sawah, tubuh air dan lainnya.
Klasifikasi penggunaan lahan kering dengan metode 1 (false color composite
7,5,3) dan metode 2 (color infrared 5,4,3) ini disajikan pada Tabel 4.1 dan peta
penggunaan lahan false color composite 753 ini disajikan pada Gambar 4.3. Kota

40
Kupang memiliki daerah terendah terletak pada ketinggian 0-50 mdpl, sedangkan
untuk daerah tertinggi terletak di bagian selatan dengan ketinggian antara 100-350
mdpl.
Tabel 4.1 Luas penggunaan lahan metode 1 dan 2
Metode 1 Metode 2
Keterangan
Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Ditanami Pohon 578,52 3,79% 984,42 6,45%
Hutan 272,7 1,79% 173,97 1,14%
Pemukiman 7.233,93 47,41% 7.053,66 46,22%
Ladang/Huma 194,31 1,27% 208,26 1,36%
Sawah 151,47 0,99% 191,79 1,26%
Lainnya 1571,85 10,30% 1.107,09 7,26%
Perkebunan 221,58 1,45% 141,66 0,93%
Padang Penggembalaan 2.406,87 15,77% 2.706,03 17,73%
Tidak diusahakan 2.092,05 13,71% 1.872,45 12,27%
Tubuh air 146,25 0,96% 139,05 0,91%
Tegal/Kebun 389,88 2,56% 681,03 4,46%
Total 15.259,41 100,00% 15.259,41 100,00%

Gambar 4.3 peta penggunaan lahan dengan metode 1

41
Penggunaan lahan ditanami pohon memiliki luas wilayah 578,52 ha.
Lahan ditanami pohon merupakan lahan yang berdiri di atas tanah milik
masyarakat, dimana lahan tersebut terdiri atas pepohonan yang berada di daerah
datar dan cenderung berada dekat dengan pemukiman.

Hasil klasifikasi penggunaan lahan dengan metode SVM, tubuh air terdiri
atas sungai dan air dangkal. Air dangkal terdapat pada daerah yang memiliki
potensi air seperti aliran sungai, cekdam, tambak, kolam, empang, rawa dan lain-
lain yang diklasifikasikan sebagai tanah yang tergenang air. Tubuh air menempati
luas wilayah terkecil, yaitu 146,25 ha. Perkebunan yang terdapat di wilayah
penelitian berupa tanaman kelapa dan kacang mete. Perkebunan menempati luas
wilayah pada Kota Kupang yaitu sebesar 221,58 ha.

Penggunaan lahan tegal/kebun merupakan lahan bukan sawah (lahan


kering) yang ditanami tanaman semusim atau tahunan dan terpisah dengan
halaman sekitar rumah atau pemukiman serta penggunaannya tidak berpindah-
pindah. Ladang/huma adalah lahan bukan sawah (lahan kering) yang biasanya
ditanami tanaman musiman dan penggunaannya hanya semusim atau dua musim,
kemudian akan ditinggalkan bila sudah tidak subur lagi (berpindah-pindah).
Dimana beberapa tahun kemudian lahan ini kemungkinan akan dikerjakan
kembali jika sudah subur. Komposit citra false color composite 753 pada lahan
tegal/kebun dan ladang/huma nampak memiliki warna yang mirip namun lahan
tegal/kebun memiliki kenampakan warna hijau kecoklatan dan menempati luas
wilayah 389,88, sedangkan ladang/huma memiliki kenampakan hijau keabu-abuan
serta menempati luas wilayah 194,31 ha.

Penggunaan lahan sawah memiliki luas wilayah 151,47 ha. Kenampakan


lahan persawahan pada citra Landsat 8 berupa lahan relatif datar, lahan
persawahan nampak berupa tanaman padi yang baru tumbuh, dan pada beberapa
lahan masih tergenang air. Komposit citra false color composite 753 lahan
persawahan nampak berwarna ungu tua. Hutan menempati luas wilayah 272,7 ha.
Hutan di wilayah penelitian dimasukkan dalam kategori hutan lebat dan berada

42
pada wilayah ketinggian 300 mdpl keatas. Komposit citra false color composite
753 lahan pada hutan nampak berwarna hijau tua.

Gambar 4.4 penggunaan lahan berdasarkan jumlah piksel dengan metode 1

Klasifikasi padang penggembalaan menempati luas wilayah 2.406,87 ha.


Padang penggembalaan merupakan penggunaan lahan terluas setelah pemukiman
yang didominasi tanaman padang rumput dan tempat dilepasnya ternak
peliharaan. Tutupan lahan yang sementara tidak diusahakan memiliki luas
2.092,05 merupakan lahan kosong. Penggunaan lahan lainnya yang merupakan
jenis lahan kering di kota kupang memiliki luas 1.571,85 ha dan memiliki
kenampakan warna biru pekat.
Klasifikasi pemukiman (lahan bukan pertanian) merupakan wilayah
dengan penggunaan lahan terluas di Kota Kupang. Pemukiman mempunyai luas
wilayah 7.233,93 ha yang terdapat di hampir diseluruh wilayah Kota Kupang.
Menggunakan citra komposit FCC 753, pemukiman nampak berwarna ungu
dengan nilai pantulan yang tinggi. Diagram jumlah piksel untuk tiap penggunaan
lahan citra false color composite 753 di Kota Kupang disajikan pada Gambar 4.4.
Sedangkan hasil klasifikasi penggunaan lahan dengan metode SVM color
infrared (543). Tubuh air masih menempati luas wilayah terkecil, yaitu 139,05 ha.
Perkebunan menempati luas wilayah pada Kota Kupang sebesar 141,66 ha.

43
Penggunaan lahan yang ditanami pohon memiliki luas wilayah 984,42 ha. Lahan
yang ditanami pohon memiliki kenampakan komposit citra infrared 543 berwarna
merah. Lahan tegal/kebun memiliki kenampakan warna merah muda dan
menempati luas wilayah 681,83, sedangkan ladang/huma memiliki kenampakan
coklat serta menempati luas wilayah 208,26 ha.
Klasifikasi padang penggembalaan menempati luas wilayah 2.706,03 ha,
memiliki kenampakan warna hijau. Penggunaan lahan sawah memiliki luas
wilayah 191,79 ha. Komposit citra color infrared 543 lahan persawahan nampak
hijau seperti lahan padang penggembalaan namun memiliki intesnsitas warna
yang lebih rendah. Hutan menempati luas wilayah 173,97 ha. Komposit citra color
infrarede 543 lahan pada hutan nampak berwarna merah kecoklatan.
Tutupan lahan yang sementara tidak diusahakan memiliki luas 1.872,45
ha, memiliki kenampakan komposit color infrared 543 berwarna coklat muda.
Dan lahan lainnya yang merupakan jenis lahan kering di kota kupang memiliki
luas 1.107,09 ha dan memiliki warna abu-abu. Sama seperti hasil klasifikasi citra
komposit FCC 753, pada citra komposit color infrared 543, pemukiman (lahan
bukan pertanian) merupakan wilayah dengan penggunaan lahan terluas di Kota
Kupang. Pemukiman mempunyai luas wilayah 7.053,66 ha yang terdapat di
hampir diseluruh Kota Kupang. Pemukiman nampak berwarna biru dengan nilai
pantulan yang tinggi. Peta penggunaan lahan komposit citra color infrared 543
disajikan pada gambar 4.5 dan diagram jumlah piksel untuk tiap penggunaan
lahan di Kota Kupang disajikan pada Gambar 4.6.

44
Gambar 4.5 Peta penggunaan lahan dengan metode 2

Gambar 4.6 penggunaan lahan berdasarkan jumlah piksel dengan metode 2

4.3 Klasifikasi Peta Lahan Kering


Budidaya pertanian tanaman pangan dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu pertanian lahan basah (sawah) dan pertanian lahan kering. Klasifikasi lahan
kering dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak pengolah citra SAGA

45
GIS 7.9.0. Berdasarkan laporan penggunaan lahan kering di Kota Kupang tahun
2019 dibagi menjadi 8 jenis tutupan lahan yaitu; ditanami pohon, hutan,
ladang/huma, perkebunan, padang penggembalaan, tegal/kebun, tidak diusahakan,
dan lainnya. Tabel 4.2 menyajikan perbandingan lahan kering hasil klasifikasi
metode 1, metode 2 dan laporan penggunaan lahan kering di Kota Kupang oleh
Dinas Pertanian Kota Kupang pada tahun 2019.
Tabel 4.2 Perbandingan penggunaan lahan kering
Penggunaan lahan
kering di Kota Kupang
Metode 1 Metode 2 (Laporan Dinas
Keterangan
Pertanian Kota Kupang
2019)
Luas (Ha) % Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Ditanami Pohon 578,52 7,49% 984,42 12,50% 1.478 20,29%
Hutan 272,7 3,53% 173,97 2,21% 145 1,99%
Ladang/Huma 194,31 2,51% 208,26 2,64% 298 4,09%
Lainnya 1571,85 20,34% 1.107,09 14,06% 2.487 34,14%
Perkebunan 221,58 2,87% 141,66 1,80% 57 0,78%
Padang
2.406,87 31,15% 2.706,03 34,36% 1.155 15,86%
Penggembalaan
Tidak diusahakan 2.092,05 27,07% 1.872,45 23,78% 1.053 14,46%
Tegal/Kebun 389,88 5,05% 681,03 8,65% 611 8,39%
Total 7.727,76 100,00% 7.874,91 100,00% 7.284 100,00%

Berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan, maka dapat disimpulkan bahwa


wilayah lahan kering bukan merupakan wilayah pemukiman, pertanian lahan
basah (sawah) dan tubuh air. Hasilnya yaitu peta lahan kering dalam bentuk raster,
yang terbagi atas tiga kelas yaitu lahan kering, lahan non kering (sawah, tubuh air)
dan pemukiman. Lahan kering diklasifikasikan terdiri atas 8 tutupan lahan yaitu
ditanami pohon, hutan, ladang/huma, perkebunan, padang penggembalaan,
tegal/kebun, tidak diusahakan dan lainnya. Luas total lahan kering di Kota

46
Kupang berkisar pada 7.727,76 ha untuk metode 1 dengan komposit citra false
color composite 753, sedangkan metode 2 dengan komposit citra color infrared
memiliki luas total berkisar 7.874,91 ha. Gambar 4.7 menyajikan diagram
perbandingan penggunaan lahan kering hasil klasifikasi metode 1, metode 2 dan
laporan penggunaan lahan kering di Kota Kupang oleh Dinas Pertanian Kota
Kupang pada tahun 2019.

Gambar 4.7 Diagram perbandingan lahan kering


Wilayah lahan kering terdapat hampir pada seluruh Kota Kupang dan
didominasi pada topografi yang relatif tinggi, umunya diantara 100-300 mdpl.
Luas lahan kering, lahan non kering dan pemukiman disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Tabel luas lahan kering di Kota Kupang

Metode 1 Metode 2
Keterangan
Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Lahan Kering 7.727,76 50,64% 7.874,91 51,61%
Lahan Non Kering 297,72 1,95% 330,84 2,17%
Pemukiman 7.233,93 47,41% 7.053,66 46,22%
Total 15.259,41 100,00% 15.259,41 100,00%

Menurut data BPS luas Kota Kupang adalah 18.027 ha. Terdapat
perbedaan luas berdasarkan hasil klasifikasi total luas wilayah Kota Kupang yang

47
di dapat, karena pada penelitian ini peneliti menggunakan polygon shp RBI dari
Indonesia Geospatial Portal yang luasnya adalah 15.259,41 ha. Peta wilayah lahan
kering disajikan pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.8 Peta lahan kering di Kota Kupang dengan metode 1


Dari hasil layout peta maka didapatkan hasil peta dengan lahan kering
berwarna warna merah, lahan non kering berwarna hijau dan pemukiman
berwarna abu-abu. Dengan luas presentasi lahan kering 50,64% untuk metode 1
dan 51,61% untuk metode 2 yang tersebar di sebagian wilayah penelitian, maka
dapat diketahui bahwa Kota Kupang masih memiliki potensi wilayah lahan kering
yang belum digunakan. Dengan hasil peta lahan kering ini, pemerintah khususnya
Dinas Pertanian Kota Kupang dapat lebih memaksimalkan penggunaan lahan
kering yang ada untuk dapat digunakan dalam kegiatan pengelolaan sumberdaya
lahan.

48
Gambar 4.9 Peta lahan kering Kota Kupang metode 2

49
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa data penginderaan jauh dapat
digunakan untuk memetakan wilayah lahan kering yang ada di Kota Kupang.
Lahan kering tersebar pada sebagian wilayah Kota Kupang dan memiliki luas
7.727,76 ha untuk metode 1 dan 7.874,91 ha untuk metode 2. Kedua metode ini
menunjukan hasil yang berbeda untuk pemetaan wilayah lahan kering di Kota
Kupang. Tetapi hasil pemetaan dari kedua metode ini dapat menunjukkan luas
potensi wilayah lahan kering di kota Kupang. Dimana luas wilayah lahan kering
dari hasil pemetaan lebih besar dari luas lahan kering berdasarkan laporan
penggunaan lahan kering Dinas Pertanian Kota Kupang. Hal ini menunjukkan
bahwa wilayah kota Kupang masih memiliki potensi luas lahan kering yang
belum digunakan.

5.2 Saran
Penelitian ini mengambil lokasi training samples untuk 11 sampel lokasi
tutupan lahan di Kota Kupang. Untuk penelitian selanjutnya di sarankan untuk
mengambil lebih banyak training samples Sehingga luas lahan kering yang di
peroleh lebih akurat.

50
DAFTAR PUSTAKA

Batubara, W. S. 2013. Perubahan Penutupan Lahan Hutan di Cagar Alam Dolok


Sibuabuali Tahun 2006 dengan 2013. Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

BPS. 2015. Luas Lahan Menurut Penggunaan.

BPS. 2019. Luas Penggunaan Lahan Sawah dan Lahan Kering Menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (Hektar).

BPS. 2020. Kota Kupang Dalam Angka

Dinas Pertanian Kota Kupang. 2021. Penggunaan Lahan Kering di Kota Kupang
dari tahun 2016-2020 (Hektar).

Dinas Pekerjaan Umum Kota Kupang. 2016. Review Rencana Terpadu dan
Program Investasi Infrastruktur Jangka Memenengah Kota Kupang Tahun
2017-2021.

Firmansyah, S. dkk. 2019. Perbandingan Klasifikasi SVM dan Decision Tree


untuk Pemetaan Mangrove Berbasis Objek Menggunakan Citra Satelit
Sentinel-2B di Gili Sulat, Lombok Timur. Mayor Teknologi Kelautan,
FPIK. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ginting, A.P. 2017. Analisis Perubahan Penutupan Lahan Taman Alam dan Lahan
Agroforestry di Desa Sembahe dan Desa Batu Mbelin. [Skripsi].
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera
Utara.

Koto, A. G. 2017. Pemetaan Wilayah Lahan Kering Menggunakan Data


Penginderaan Jauh. Program Studi Geografi Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
Lillesand, T., Kiefer, R. W., & Chipman, J. 2015. Remote sensing and image
interpretation: John Wiley & Sons.

51
Mulyani A, Mamat H.2019.Pengelolaan lahan kering beriklim kering untuk
pengembangan jagung di Nusa Tenggara. Jurnal sumberdaya
lahan.13(1):41-52.

Mulyani, A dan Sarwani, M. 2013 Karakteristik dan Potensi Lahan Sub Optimal
untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Badan Litbang Pertanian di
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan: Bogor.

Nilda, 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya Terhadap


Hasil Air Di Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu. Program Studi
Magister Ilmu Lingkungan. Universitas Udayana Bali.

Nurdin, S. P. 2011. Penggunaan Lahan Kering Di Das Limboto Provinsi


Gorontalo Untuk Pertanian Berkelanjutan. Program Studi Agroteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.

Octaviani, P. A. 2014. Penerapan Metode Klasifikasi Support Vector


Machine (SVM) Pada Data Akreditasi Sekolah Dasar
(SD) Di Kabupaten Magelang. Jurusan Statistika Fsm Undip. Jurnal
Gaussian, Volume 3, Nomor 4, Halaman 811 – 820.

Purwanto, A. 2015. Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Normalized


Difference Vegetation Index (NDVI) Di Kecamatan Silat Hilir Kabupaten
Kapuas Hulu. Program Sudi Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Pendidikan
dan Pengetahuan Sosial IKIP PGRI: Pontianak.

Ritonga, A. S dan Purwaningsih, E. S. 2018 Penerapan Metode Support Vector


Machine (SVM) Dalam Klasifikasi Kualitas Pengelasan Smaw (Shield
Metal Arc Welding). Universitas Wijaya Putra. Surabaya. Jurnal Ilmiah
Edutic /Vol.5.

Samsudine. 2019. Penjelasan Sederhana tentang Apa Itu SVM? Available from:
https://medium.com/@samsudiney/penjelasan-sederhana-tentang-apa-itu-
svm-149fec72bd02.

52
Syah, A. F. 2010. Penginderaan Jauh Dan Aplikasinya Di Wilayah Pesisir Dan
Lautan. Jurnal Kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan. Universitas Trunojoyo.

Wahyunto dan Sofiyati, R. 2012. Wilayah Potensial Lahan Kering Untuk


Mendukung Pemenuhan Kebutuhan Pangan Di Indonesia. Dalam publikasi
Prospek Pertanian Lahan Kering Dalam Mendukung Ketahanan Pangan,
Bab V, Halaman 297-315. Badan Litbang Pertanian: Jakarta.

Wibowo, Larasati. 2012. Analisis Efisiensi Alokatif Faktor-Faktor Produksi dan


Pendapatan Usahatani Padi di Desa Sambirejo, Kecamatan Saradan,
Kabupaten Madiun. Malang. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.

Yuliara, I. M. 2014. Analisis Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Tanaman


Cengkeh
di Kabupaten Buleleng Bali. Jurusan Fisika. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Udayana: Bali.

Yusuf, M. 2018. Analisis Daerah Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Sei Ular
[Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas
Sumatera Utara.

53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Tipe tutupan lahan kering di Kota Kupang

Tegal/Kebun Ladang/Huma

Perkebunan Jambu Mete Ditanami Pohon/Hutan Rakyat

Padang Penggembalaan/Padang
Hutan
Rumput

54
Sementara tidak diusahakan Tubuh air dan lainnya

Lampiran 2. GPS Garmin 76 Csx

Lampiran 3. Pengambilan data lapangan


Koordinat GPS Jenis
No penggunaan tutupan lahan Elevasi
x Y lahan
1. 0563883 8866376 Huma Kacang turis 236

2. 0564284 8866312 Perkebunan Jambu mete 258


Sawah tadah
3. 0563692 8866464 Padi 238
hujan
4. 0565391 8865523 Perkebunan Kelapa 297

55
Tegal
5. 0566695 8864801 Sayur 334
(Tlointafena)
6. 0565495 8869226 Tegal Sayur 236

7. 0564818 8868337 Padang Rumput Savana 259

8. 0564846 8868334 Lainnya Lahan terbuka 260

9. 0566095 8866568 Ditanami pohon Pohon 323

10. 0564416 8866232 Kebun Jambu Mete 263

11. 0563306 8874734 Tubuh air Rawa 72

12. 0563181 8874354 Tubuh air Cekdam 95

13. 0567379 8874876 Sawah oebufu Padi 115

14. 0562998 8873838 Hutan Jati 107


Padang
15. 0558746 8875162 Rumput 32
Pengembalaan
Sementara
16. 0566354 8870523 Tidak Ilalang 242
Diusahakan
17. 0566894 8868128 Ladang Ubi Kayu 303
Perkebunan
18. 0567113 8867911 Pohon Mangga 296
Campur
19. 0566565 8865259 Ditanami Pohon Pohon 318
Hutan Kali
20. 0567580 8867286 Hutan 348
Kupang
21. 0564289 8873828 Ladang Jagung 127

22. 0565125 8872967 Perkebunan Kelapa 143

56
Lampiran 4. Tahapan kerja pemetaan pada SAGA GIS 7.9.0
1. Input data citra Landsat 8 ke SAGA GIS

2. Memilih file dan koordinat system citra

3. Input data vector ke SAGA GIS

57
4. Memilih data shp wilayah penelitian

5. Clip data citra dengan polygon Kota Kupang

6. Input data citra yang ingin diclip

58
7. Tampilan kotak clip grid with polygon

8. RGB Composite untuk kombinasi band

9. Citra composite band 753

59
10. Input file kml data lapangan ke SAGA GIS

11. Add data lapangan ke citra composite

12. Membuat polygon untuk training area

60
13. Tampilan kotak create new shapes layer

14. Klasifikasi tutupan lahan pada citra

15. Dilakukan polygon baru untuk training area pada citra

61
16. Polygon training area pada citra

17. Tabel kelas tutupan lahan

18. Tahapan klasifikasi citra (SVM Classification)

62
19. Kotak SVM Classification

20. Peta penggunaan lahan hasil klasifikasi band 753

21. Histogram penggunaan lahan

63
22 Tabel luas wilayah penggunaan lahan

23 Tabel klasifikasi lahan kering

24 Change Grid Values

64
25 Peta hasil Lahan kering

26 Tabel hasil reclasifikasi dan tabel perubahan variabel warna dan nilai

27 Histogram lahan kering

65
28 Tabel luas area wilayah lahan kering

Lampiran 5. Training area tiap jenis tutupan lahan

No Jenis tutupan Kenampakan pada citra Kenampakan pada citra


. lahan komposit 7,5,3 komposit 5,43

1 Tegal/kebun

2 Ladang/huma

66
3 Perkebunan

Ditanami
4
pohon

Padang
5 penggembalaa
n

6 Hutan

Sementara
7 tidak
diusahakan

67
8 Lainnya

68
Lampiran 6. Surat penelitian pengambilan data

69

Anda mungkin juga menyukai