Anda di halaman 1dari 8

Lutung Kasarung

Dahulu kala, di Kerajaan Pasir Batang, hiduplah seorang raja bernama Prabu Tapa Agung
beserta 7 putrinya, yaitu Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik,
Purbaleuih, dan Purbasari. 5 dari putri Raja Prabu Tapa Agung telah menikah. Menyisakan
Purbararang, si sulung dan Purbasari, si bungsu.

Pada suatu hari, Raja Prabu Tapa Agung yang sudah tua dan lama bertakhta,
memutuskan untuk menyerahkan tanggung jawabnya kepada salah satu dari dua putrinya.
Berdasarkan hukum adat yang ada, takhta seharusnya diberikan kepada Purbararang. Namun,
Sang Raja ragu, dikarenakan sifat Purbararang yang kasar, sombong, kejam dan iri hati kepada
siapapun. Berbeda dengan si bungsu, Purbasari yang lemah lembut, baik hati, manis budi, dan
suka menolong siapapun yang membutuhkannya.

Akhirnya, Sang Raja memutuskan untuk menyerahkan takhta kerajaan kepada


Purbasari. Purbararang tidak terima atas keputusan tersebut. Purbararang segera pergi
menemui tunangannya, Indrajaya, dan memintanya untuk menyiapkan rencana mengusir
Purbasari dari istana.

Purbararang : “Kakanda Indrajaya, bantulah aku untuk menyingkirkan adikku, Purbasari. Karena
sesungguhnya akulah yang lebih pantas menerima takhta kerjaan ini. Aku tidak
sudi bila Purbasari yang naik takhta menggantikan ayahanda.”

Indrajaya : “Tenanglah, Adinda. Sesungguhnya aku telah menyiapkan rencana untuk


Purbasari sedari lama. Karena dia selalu mengsahut ayahmu untuk menyerahkan
takhta kepadanya. Aku telah menemukan seorang dukun sakti yang bisa
membantu kita menyingkirkan Purbasari. Kau tak perlu khawatir.”

***

Keesokan harinya, Purbararang dan Indrajaya diam-diam mendatangi kediaman Si


Dukun Sakti. Setelah Purbararang dan Indrajaya menyampaikan maksud dan tujuannya, Si
Dukun Sakti pun mulai beraksi. Mulut Si Dukun komat-kamit membacakan mantra pada sebotol
air.

Dukun Sakti : “Berikanlah botol air yang sudah kubacakan mantra ini pada Purbasari. Pastikan
ia mandi dengan air yang telah dicampur dengan mantraku.”
Purbararang : “Baiklah Dukun Sakti, akan kujalankan apa yang kau katakan. Namun, awas saja.
Apabila rencana ini tak berhasil, kau yang akan kusalahkan dan menerima
akibatnya.”

Sepulang dari kediaman Si Dukun Sakti, Purbararang segera mendatangi Purbasari yang
saat itu sedang berada di pemandian kerajaan untuk mandi. Purbararang memberikan botol air
dari Si Dukun Sakti kepada Purbasari dengan dalih bahwa isi botol tersebut adalah sebuah
ramuan kecantikan dari salah seorang dayangnya.

Purbararang : “Adikku, Purbasari, tuanglah air dari dalam botol ini ke dalam bak mandi dan
gunakanlah airnya. Dayangkulah yang memberikannya padaku, ia mengatakan
bahwa air di botol ini adalah sebuah ramuan kecantikan, kulitmu akan menjadi
lebih sehat bila menggunakan ini,”

Purbasari : “Benarkah begitu Purbararang? Baiklah, akan segera kutuang air itu ke dalam bak
mandiku. Terima kasih karena engkau telah memberikannya padaku.”

Purbasari tanpa ragu menerima pemberian Purbararang dan segera menuangkan air
tersebut ke dalam bak mandinya. Betapa terkejutnya PurbasarI. Ia melihat seluruh tubuhnya
telah dipenuhi oleh bintik-bintik hitam. Tabib-tabib segera didatangkan dari tiap wilayah
kerajaan sampai ke pelosok. Namun, tak ada satu pun tabib yang dapat menyembuhkan
Purbasari walau satu bintik.

Purbararang dan Indrajaya merasa senang dan puas. Rencana mereka berjalan dengan
mulus. Purbararang segera menghampiri ayahnya, meminta agar Purbasari diusir dari kerajaan
karena penyakitnya.

Purbararang : “Ayahanda, saya merasa khawatir akan Purbasari. Salah seorang tabib yang
datang mengatakan bahwa penyakitnya disebabkan oleh kutukan karena
melanggar adat. Saya merasa malu akan hal itu. Saya ingin Purbasari diasingkan
ke sebuah pondok kecil di hutan sana. Saya takut kutukan yang ada pada
Purbasari akan menyebar ke seluruh kerajaan.”

Walau sempat ragu, pada akhirnya Sang Raja termakan omongan Purbararang. Segera
diperintahkannya Purbasari untuk diasingkan. Purbasari merasa amat kecewa dan terpukul,
berbeda dengan Purbararang dan Indrajaya yang merasa amat senang akan pengasingan
Purbasari.

Segera setelah Purbasari diasingkan, Purbararang pun naik takhta. Ia tak peduli sedikit
pun atas nasib adiknya di hutan.

***
Sementara itu, dalam pengasingan, di hutan …

Purbasari : (sambil menangis) “Mengapa tega sekali Ayahanda dan Purbararang


mengasingkanku ke hutan? Aku takut sendirian di hutan ini. Bagaimana caranya
agar aku bisa makan setiap harinya?”

Tiba tiba sebuah apel jatuh tepat di samping Purbasari yang tengah menangis. Ternyata
seekor tupai di atas pohon melemparnya ke bawah, memberikan apel itu kepada Purbasari.
Purbasari merasa senang. Ia menyadari bahwa di hutan ini, ia tidaklah sendirian

Semenjak itu, Purbasari berteman dekat dengan para hewan di hutan. Dari teman-
teman barunya, Purbasari belajar bercocok tanam hingga ia pun bisa membuat makanan untuk
sehari-hari.

***

Sementara itu, terjadi sebuah masalah di khayangan. Seorang pangeran bernama


Guruminda menolak untuk menikah dengan bidadari khayangan seperti yang diperintahkan
oleh ibundanya, Sunan Ambu.

Pangeran Guruminda hanya ingin menikah dengan perempuan bumi, yang memiliki
kecantikan yang setara dengannya. Sunan Ambu menyetujui hal tersebut, tetapi dengan satu
syarat.

Pangeran Guruminda : “Maafkan aku, ibunda. Namun, saya hanya ingin menikah dengan
perempuan bumi yang setara denganku kecantikannya. Saya mohon,
izinkanlah saya turun kebumi untuk mencari calon istri saya.”

Sunan Ambu : “Baiklah, anakku. Akan kuizinkan kau turun ke bumi. Namun, dengan
satu syarat. Turunlah engkau ke bumi dengan wujud seekor monyet
yang mengerikan. Lutung Kasarung namanya. Maka, kau akan tahu,
perempuan yang sungguh-sungguh mencintaimu. Bukan karena paras,
tapi karena perilaku dan adabmu.”

Pangeran Guruminda : “Baik, ibunda. Akan kujalankan syaratmu.”

***

Pangeran Guruminda kemudian pergi ke bumi. Segera setelah kakinya menginjak tanah,
Pangeran Guruminda berubah menjadi seekor monyet yang berwajah mengerikan. Pangeran
Guruminda kemudian pergi ke hutan karena akan berbahaya bila ia berkeliaran di tempat
penduduk. Pangeran hanya bisa berharap, agar bisa menemukan jodohnya di hutan sana.
Pada suatu hari, ketika sedang mengambil apel yang jatuh dari pohon, Purbasari tak
sengaja bertemu dengan Guruminda. Purbasari sangat terkejut dan takut melihat Guruminda
yang berwajah mengerikan.

Purbasari : “Siapa kau? Dengan maksud apa kamu ada di hutan ini? Pergilah!
Jangan kau macam-macam padaku dan teman-temanku! ”

Pangeran Guruminda : “Tenanglah, nona. Aku tidak bermaksud untuk macam-macam


kepadamu dan teman-temanmu. Aku adalah Pangeran Guruminda
dari khayangan. Tujuanku datang ke bumi adalah mencari seseorang
untuk dijadikan istriku. Jika boleh, saya ingin berkenalan dengan
nona.”

Purbasari : “Tentu saja, boleh, Pangeran. Maafkan aku karena telah salah paham.
Perkenalkan, aku adalah Purbasari, putri bungsu dari Raja Prabu Tapa
Agung. Aku telah tinggal di hutan ini cukup lama. Aku diasingkan oleh
Ayahanda dan kakak sulungku, Purbararang, karena penyakit
kulitku.”

Pangeran Guruminda : “Aku turut prihatin mendengarnya, Purbasari. Jika kau


memperbolehkan, aku bisa menemanimu sampai engkau sembuh
dari penyakitmu.”

Purbasari : “Tentu saja, Pangeran. Aku juga akan menemanimu, sampai engkau
mendapatkan calon istri yang kau mau.”

Semenjak itu, Purbasari dan Guruminda berteman dekat. Setiap harinya, Guruminda
membantu Purbasari bercocok tanam. Purbasari dan Guruminda juga seringkali bercerita
tentang hal-hal menyenangkan maupun buruk yang pernah mereka alami.

Hari demi hari berlalu. Rasa sayang telah tumbuh di antara Purbasari dan Guruminda.
Guruminda telah melupakan tujuan awalnya untuk menikahi perempuan yang cantiknya setara
dengan wujud manusianya. Guruminda begitu mencintai Purbasari apa adanya. Sama halnya
dengan Purbasari. Sifat tanggung jawab dan kecerdasan Guruminda membuat Purbasari jatuh
cinta kepadanya.

Sebagai bentuk rasa cintanya pada Purbasari, Guruminda meminta kepada ibundanya,
Sunan Ambu, agar dibuatkan sebuah taman yang indah dengan tempat pemandian untuk
Purbasari. Sunan Ambu lantas meminta para dewa dan para bidadari turun ke bumi untuk
mewujudkan keinginan dari putranya.
Purbasari : “Ya ampun, Pangeran! Lihatlah taman ini, begitu indah tampaknya. Bahkan
ada tempat pemandiannya juga. Siapa pula yang niat membuat taman yang
sangat indah seperti ini di tengah hutan belantara?”

Guruminda : “Akulah yang meminta pada ibundaku untuk membuatkan taman beserta
pemandian indah ini untukmu, Purbasari. Terimalah dan gunakanlah
sebaik-baiknya. Tempat ini kuhadiahkan sebagai tanda betapa aku
mencintaimu.”

Purbasari : “Terima kasih banyak, Pangeran. Aku akan menjaga dan menggunakan
tempat ini sebaik-baiknya.”

Purbasari teramat senang atas pemberian Guruminda. Sore harinya, Purbasari


memutuskan untuk membersihkan diri di pemandian taman. Segera setelah Purbasari menaruh
kedua kakinya di dalam air, secara ajaib bintik-bintik hitam di seluruh tubuhnya tiba-tiba
menghilang. Bahkan, paras Purbasari menjadi lebih cantik dari sebelumnya.

Purbasari : “Wah, bintik-bintik hitam itu telah hilang dari tubuhku! Aku sudah sembuh
dari penyakit yang kuderita! Aku harus memberitahu hal baik ini pada
Pangeran. Sepertinya pemandian pemberiannya adalah sebuah
pemandian yang ajaib.”

Setelah Purbasari selesai membersihkan diri, Purbasari segera menghampiri Guruminda


yang saat itu sedang mengambil buah apel yang telah berjatuhan.

Purbasari : “Pangeran, lihatlah aku! Aku telah sembuh dari penyakitku! Terima kasih
banyak, Pangeran. Pemandian yang kau hadiahkan kepadaku secara ajaib
telah menyembuhkan penyakitku.”

Guruminda : “Sama-sama, Purbasari. Aku turut senang mendengarnya. Namun,


sesungguhnya, engkau sendirilah yang menyembuhkan penyakit itu.
Pemandian ajaib yang kuberikan tidak dapat menyembuhkan penyakit,
namun mengubah paras orang yang berendam di dalamnya sesuai dengan
isi hatinya. Engkau adalah orang yang baik, lemah lembut, cantik dan indah
hatinya, maka parasmu yang sekarang, adalah sebuah gambaran isi
hatimu.”

Mendengar hal itu, Purbasari merasa amat bersyukur, karena tanpa sadar, dengan
bersikap baik dan suka menolong, ia telah menjaga isi hatinya sehingga Purbasari dapat sembuh
dari penyakitnya.
***

Berita mengenai Purbasari yang telah sembuh sudah terdengar sampai kerajaan. Sang
Raja yang sejak lama telah merindukan Purbasari, dengan segera memerintahkan seorang
pengawal kerajaan untuk menjemput putri bungsunya pulang ke kerajaan.

Berbeda halnya dengan Purbararang dan Indrajaya. Rasa bingung dan amarah
berkecamuk. Purbararang dan Indrajaya dengan cepat membuat rencana untuk menghentikan
Purbasari kembali naik takhta, untuk selama-lamanya.

Sesampainya di pondok tempat Purbasari tinggal, Si Pengawal Kerajaan langsung


menyampaikan maksud dan tujuannya mendatangi Purbasari. Awalnya, Purbasari menolak
untuk pulang ke kerajaan. Purbasari sudah merasa kerasan dan nyaman di rumah barunya di
hutan. Namun, setelah dibujuk oleh Guruminda dan Si Pengawal, akhirnya Purbasari
menyetujui hal tersebut, dengan syarat, Guruminda harus ikut dengannya. Guruminda pun
menyetujuinya.

***

Sesampainya di kerajaan, Purbasari langsung dihadapkan oleh rencana Purbararang dan


Indrajaya. Di depan para anggota dan rakyat kerajaan, Purbararang menjalankan rencananya.

Purbararang : “Walau Purbasari telah sembuh dan kembali ke kerajaan, aku tidak akan
menyerahkan takhta begitu saja. Aku ingin menantang Purbasari tiga hal,
yang menang mengambil alih takhta, yang kalah dihukum pancung,”

Purbararang amat percaya diri akan menang dari Purbasari. Sebaliknya, Purbasari
merasa ragu. Walau begitu, ia telah bertekad untuk menjalankan tantangan dari Purbararang
sebaik mungkin. Apapun hasilnya, ia akan menerima balasannya dengan ikhlas.

Purbasari : “Apa tantangan pertamanya, Purbararang?,”

Purbararang : “Tantangan pertama adalah bernyanyi. Barangsiapa yang mendapat tepuk


tangan lebih banyak dan lebih keras, maka ialah pemenangnya.”

Purbararanglah yang memulai tantangannya. Ia terlalu percaya diri. Purbararang tak


sadar bahwa nyanyiannya tidak lebih indah dari nyanyian burung kakak tua. Puluhan tepuk
tangan tertahan, tidak ada yang merasa puas dan terhibur dengan nyanyiannya.

Berbeda dengan Purbasari. Purbasari yang pandai bernyanyi, diperindah lagi


nyanyiannya oleh para bidadari dari khayangan yang tak terlihat wujudnya. Tidak ada yang tak
bertepuk tangan. Bahkan, Purbararang pun terperangah mendengarnya. Rasa amarah makin
memuncak.
Tantangan kedua segera dilaksanakan.

Purbararang : “Tantangan kedua adalah memasak. Barangsiapa yang paling cepat dan
paling enak masakannya, maka ialah pemenangnya.”

Purbasari merasa percaya diri. Hobinya sejak kecil adalah menemani para dayangnya
memasak. Seringkali ia meminta para dayang untuk mengajarinya. Purbasari memasak dengan
telaten dan lihai, dengan dibantu oleh para bidadari, kelezatannya bertambah berkali lipat.

Di satu sisi, Purbararang berusaha untuk lebih berhati-hati. Namun apa daya, sedari dulu
ia selalu menolak diajari memasak. Sifatnya yang manja dan pemalas ia gunakan untuk
menyuruh orang lain. Alhasil, ialah yang paling lama masaknya. Waktu terbuang sia-sia,
masakannya tidak enak.

Amarah purbararang sudah dipuncaknya. Kekalahannya membuat ia makin membenci


Purbasari. Purbararang yakin, ditantangan yang terakhir, ia tidak akan kalah dari Purbasari.
Maka dengan cepat dilanjutkanlah tantangan yang terakhir.

Purbararang : “Tantangan yang terakhir adalah adu ketampanan calon suami.


Barangsiapa yang calon suaminya paling tampan, maka ia memenangi
seluruh tantangan, terlepas dari dua tantangan sebelumnya.”

Purbararang dengan percaya diri, menarik calon suaminya ke depan para anggota dan
rakyat kerajaan. Kali ini, semuanya memberikan reaksi yang berbeda dari sebelumnya. Mereka
terperangah dengan ketampanan Indrajaya. Purbararang teramat senang melihatnya. Ia yakin
bahwa dirinyalah yang akan menang.

Purbasari paham ia tak akan mampu menang pada tantangannya kali ini. Namun rasa
sayangnya pada Lutung Kasarung membuatnya tegar. Kemudian Purbasari menggenggam
tangan Lutung Kasarung.

Purbararang : “Apa-apaan kau ini? Apakah sungguh, monyet ini adalah calon suamimu?
Tidak adakah yang bisa lebih jelek lagi daripada dia? Hahahaha!”

Purbasari : “Iya, Guruminda adalah calon suamiku, dan aku mencintai dia apa adanya.”

Bukan hanya Purbararang dan indrajaya, semua orang yang ada di sana pun ikut
tertawa. Menjadikan monyet sebagai calon suami adalah hal yang sangat konyol. Guruminda
merasa kesal dan marah. Ia tidak terima dirinya dan Purbasari ditertawakan.

Guruminda kemudian duduk bersila dengan mata terpejam. Mulutnya terlihat


menyebutkan mantra-mantra ajaib. Tiba-tiba asap tebal menyelimuti tubuhnya.
Dalam sekejap, asap tebal menghilang. Sosok Lutung Kasarung pun ikut menghilang,
digantikan sosok pangeran yang tampan dan gagah.

. Semua orang terperangah tidak percaya. Begitu pula dengan Purbararang. Ketampanan
Indrajaya bukanlah tandingannya. Guruminda berkali-kali lipat tampannya dari Indrajaya.
Dalam kondisi seperti itu, Purbararang tidak dapat menyangkal dan mau tidak mau mengakui
kekalahannya. Namun, tidak ada lagi yang dapat ia lakukan selain menyerahkan takhta Kerajaan
Pasir Batang kepada adiknya Purbasari.

Karena merasa kalah, Purbararang pun memohon ampun atas kejahatan yang telah
dilakukannya bersama Indrajaya. Karena memiliki hati yang baik, Purbasari memaafkan
kesalahan kakak sulungnya tersebut. Sejak saat itu, Purbasari kembali bertakhta sebagai Ratu.

Semua rakyat sangat bergembira menyambut ratu yang baru, dan sekaligus terlepas dari
belenggu pemerintahan Purbararang yang jahat. Mereka kemudian semakin berbahagia
mengetahui bahwa Ratu Mereka Purbasari menikah dengan Pangeran Guruminda. Purbasari
dan Pangeran Guruminda pun hidup bahagia selamanya.

Anda mungkin juga menyukai