Program Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Guru Penggerak adalah program menciptakan agen di dalam ekosistem pendidikan. Program ini akan menjadi syarat untuk membentuk pemimpin unit-unit pendidikan ke depan. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, mengatakan bahwa guru adalah kunci suksesnya pendidikan Indonesia. Menurutnya, mau sebaik apapun teknologi pendidikan, kurikulum, infrastruktur pendidikan di sekolah-sekolah, tapi tidak ada yang bisa menggantikan peran guru. Guru Penggerak berbeda dengan guru yang baik dimana mampu mendorong peningkatan prestasi akademik, mengajar dengan kreatif, dan mengembangkan diri secara aktif. Guru Penggerak harus memiliki karakter lebih dari guru yang baik, punya kemauan memimpin, berinovasi dan melakukan perubahan. Mendorong tumbuh kembang murid, tidak hanya di kelasnya melainkan di kelas-kelas lain untuk tumbuh secara holistik. Guru Penggerak tidak hanya pandai mengajar dan tidak akan hanya berpaku pada kurikulum yang diformalkan saja. Namun, seorang guru penggerak akan keluar dan termotivasi untuk menjadi mentor bagi guru-guru lain, di dalam sekolah bahkan di luar sekolah. Jika memperhatikan apa yang disampaikan Menteri Pendidikan, salah satunya adalah guru harus bisa menjadi mentor bagi guru-guru lain, maka Program Guru Penggerak dapat di kategorikan sebagai sebuah program pengembangan profesi yang berpendekatan mentoring. Sebelum adanya Program Guru Penggerak (PGP), pemerintah menyelenggarakan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Program PKB adalah upaya dalam meningkatkan profesionalisme guru agar memiliki kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau/seni. Berikutnya yaitu Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran, selanjutnya (PKP), merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa melalui pembinaan guru dalam merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS). Setelah itu Program Guru Pembelajar adalah program peningkatan kompetensi bagi guru yang melibatkan partisipasi publik meliputi pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, orang tua siswa, serta dunia usaha dan dunia industri, dalam bentuk kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat), kegiatan kolektif guru, dan kegiatan lain yang mendukung. Program diklat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan menggunakan 3 (tiga) moda pembelajaran, yakni: tatap muka, pembelajaran dalam jaringan (daring), dan pembelajaran kombinasi antara tatap muka dengan pembelajaran dalam jaringan (daring kombinasi). Dalam dunia pendidikan di sekolah-sekolah, guru memainkan peran yang sangat penting. Dalam proses pendidikan tersebut, guru sering diperhadapkan pada situasi yang penuh tuntutan standar pendidikan. Situasi tersebut dapat membuat guru terperangkap dalam rutinitas pekerjaan dan kehilangan panggilan luhurnya sebagai pendidik. Guru dapat merasa kering, burnout, mengajar dengan ala kadar nya. Bagaimana membangkitkan semangat dalam profesi guru? Salah satu cara dalam menangani hal tersebut adalah dengan mentoring. Seorang guru membutuhkan sahabat/sosok yang dapat mengarahkan dan menguatkan diri dan panggilan luhurnya. Sosok tersebut diharapkan bukan mempercakapkan soal tuntutan standar pendidikan, tetapi sebagai sahabat yang menopang dirinya. Menurut (Lunsford, 2014) Melalui dialog dan percakapan secara profesional, mentor guru dapat membantu mentee dalam meningkatkan pengajaran, kinerja dengan memfasilitasi diskusi praktik mengajar dari perspektif yang berbeda. Mentoring memiliki dampak besar pada proses pendampingan. Interaksi dialektis antara mentor dan mentee sangat penting karena dapat memberikan umpan balik yang positif terhadaap mentee (Asada, 2012). Dalam bukunya (Hoa, 2018) mentoring atau pendampingan teman sebaya dipandang sebagai proses di mana guru yang lebih mampu membantu untuk belajar dengan saling memberikan dukungan profesional dan emosional kepada guru lainnya. Dalam pelaksanaanya untuk menjadi mentor tidaklah mudah, tetapi harus mempunyai kompetensi profesional yang baik dibanding dengan guru yang menjadi menteenya. Kunci yang harus dimiliki oleh setiap pengajar adalah kompetensi (Pantić & Wubbels, 2010). Kompetensi adalah seperangkat ilmu serta ketrampilan mengajar guru di dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai seorang guru sehingga tujuan dari pendidikan bisa dicapai dengan baik (Creemers et al., 2013). Sementara itu, standard kompetensi yang tertuang ada dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional mengenai standar kualifikasi akademik serta kompetensi guru dimana peraturan tersebut menyebutkan bahwa guru profesional harus memiliki 4 kompetensi yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi kepribadian, profesional serta kompetensi sosial. Dari 4 kompetensi guru profesional tersebut harus dimiliki oleh seorang guru melalui pendidikan profesi selama satu tahun. Empat kompetensi guru profesional adalah: (a) Kompetensi Pedagogik. Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid; (b) Kompetensi Kepribadian. Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mem- punyai akhlak mulia untuk menjadi sauri teladan yang baik;(c) Kompetensi Profesional. Kompetensi profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh guru yaitu dengan cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud dengan pengusaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk pengusaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai; (d) Kompetensi Sosial. Kompetensi sosial ada lah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar (Undang-Undang-Nomor-14-Tahun- 2005.Pdf, n.d.). Guru Penggerak memiliki program untuk melatih potensi mentorship dan kepemimpinan mereka untuk mampu membantu guru-guru lain. Guru Penggerak memiliki tempat pelatihannya berbentuk sekolah, sehingga para guru yang lulus baru bisa menjadi Guru Penggerak. Jalur karir dari Guru Penggerak yaitu menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, serta instruktur pelatihan guru. Ketiga posisi tersebut membutuhkan skill kepemimpinan yang tinggi. Terlepas dari sejumlah persoalan yang dikemukakan di atas, patut diakui bahwa guru penggerak merupakan model pengembangan kompetensi guru yang relevan dengan tuntutan era sekarang. Indonesia telah melaksanan program tersebut dan terus akan mengembangkannya. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka penelitian ini digagas untuk mengungkap secara mendalam praktik mentoring yang dilaksanakn pada Program Guru Penggerak yang dilaksanakan pada tahun 2021. Untuk tahap pertama ini, penelitian akan difokuskan pada sikap, perilaku, dan tindakan guru penggerak sebagai mentoring yang terkait dengan asumsi dan filosofi, kesiapan kompetensi, dan strategi yang akan dilaksanakan dalam mentoring. Hasil wawancara terhadap tiga guru penggerak yang telah melakukan diseminasi, ternyata terdapat perbedaan pemahaman terhadap ruang lingkup kerja guru penggerak. Dari ketiga guru penggerak jangkauan kinerjanya ada yang satu kota, satu kecamatan, dan satu sekolah. Selain itu terdapat pemahaman yang berbeda juga tentang pola hubungan yang dibangun antara guru penggerakdan guru lain. Satu responden menyatakan bahwa pola hubungan yang dibangun adalah pola hubungan mentor dan sekaligus menjadi coach. Responden lainnya menyatakan bahwa pola hubungan yang dibangun adalah sebagai promotor dan sebagai action vigure dari program merdeka belajar. Melihat dari hasil wawancara tersebut tampak bahwa terdapat perbedaan pemahaman terhadap program guru penggerak itu sendiri. Program guru peggerak baru berjalan pada angakatan pertama, sedangkan pada angkatan kedua dan tiga masih dalam proses seleksi. Hal ini menjadikan program guru penggerak masih belum dipahami secara utuh oleh guru penggerak. Hasil dari kuisioner yang disebarkan kepada guru-guru malang raya secara acak menunjukkan bahwa pola hubungan yang ingin dibangun dengan guru penggerak adalah hubungan mentoring sejawat. Sebanyak 73% guru yang memberikan respon menginginkan kegiatan mentoring dari guru penggerak. Hal ini sejalan dengan analisis peneliti terhadap pola hubungan yang digambarkan oleh pemerintah terhadap program guru penggerak. Dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak, semua nara sumber sepakat bahwa keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan sosial dan komunikasi. Keterampilan ini sejalan dengan misi utama guru penggerak dalam mempengaruhi guru lain untuk mengikuti jejaknya dalam mengemban misi merdeka belajar. Melihat dari hasi wawancara ini maka tampak bahwasannya masih terdapat perbedaan pemahaman 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana kesiapan Guru Penggerak dalam rangka melaksanakan mentoring pada Program Guru Penggerak? 2. Kompetensi apa saja yang menjadi fokus pengembangan mentoring selama pelaksanaan PGP? 3. Strategi apa yang dilaksanakan oleh Guru Pengggerak dalam melaksanakan mentoring pada PGP?
DAFTAR PUSTAKA
Asada, T. (2012). Mentoring novice teachers in Japanese schools. International
Journal of Mentoring and Coaching in Education, 1(1), 54–65. https://doi.org/10.1108/20466851211231620 Creemers, B., Kyriakides, L., & Antoniou, P. (2013). Teacher professional development for improving quality of teaching. In Teacher Professional Development for Improving Quality of Teaching. https://doi.org/10.1007/978-94-007-5207-8 Hoa, D. T. X. (2018). Models of Mentoring in Language Teacher Education. In VNU Journal of Foreign Studies (Vol. 34, Issue 5). https://doi.org/10.25073/2525-2445/vnufs.4313 Lunsford, L. G. (2014). International Journal of Mentoring and Coaching in Education. International Journal of Mentoring and Coaching in Education Iss Library Review Journal of Documentation Iss Journal of Economic Studies, 3(20), 4–17. http://dx.doi.org/10.1108/IJMCE-02-2013- 0007%5Cnhttp://dx.doi.org/10.1108/LR-08-2013-0103%5Cnhttp:// dx.doi.org/10.1108/00220410310485677http:// Pantić, N., & Wubbels, T. (2010). Teacher competencies as a basis for teacher education - Views of Serbian teachers and teacher educators. Teaching and Teacher Education, 26(3), 694–703. https://doi.org/10.1016/j.tate.2009.10.005 Undang-Undang-Nomor-14-Tahun-2005.pdf. (n.d.).