Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program Guru Penggerak adalah program pendidikan kepemimpinan
bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Guru Penggerak adalah
program menciptakan agen di dalam ekosistem pendidikan. Program ini akan
menjadi syarat untuk membentuk pemimpin unit-unit pendidikan ke depan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim,
mengatakan bahwa guru adalah kunci suksesnya pendidikan Indonesia.
Menurutnya, mau sebaik apapun teknologi pendidikan, kurikulum, infrastruktur
pendidikan di sekolah-sekolah, tapi tidak ada yang bisa menggantikan peran
guru. Guru Penggerak berbeda dengan guru yang baik dimana mampu
mendorong  peningkatan prestasi akademik, mengajar dengan kreatif, dan
mengembangkan diri secara aktif. Guru Penggerak harus memiliki karakter lebih
dari guru yang baik, punya kemauan memimpin, berinovasi dan melakukan
perubahan. Mendorong tumbuh kembang murid, tidak hanya di kelasnya
melainkan di kelas-kelas lain untuk tumbuh secara holistik. Guru Penggerak
tidak hanya pandai mengajar dan tidak akan hanya berpaku pada kurikulum
yang diformalkan saja. Namun, seorang guru penggerak akan keluar dan
termotivasi untuk menjadi  mentor bagi guru-guru lain, di dalam sekolah
bahkan di luar sekolah. Jika memperhatikan apa yang disampaikan Menteri
Pendidikan, salah satunya adalah guru harus bisa menjadi mentor bagi guru-guru
lain, maka Program Guru Penggerak dapat di kategorikan sebagai sebuah
program pengembangan profesi yang berpendekatan mentoring.
Sebelum adanya Program Guru Penggerak (PGP), pemerintah
menyelenggarakan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
Program PKB adalah upaya dalam meningkatkan profesionalisme guru agar
memiliki kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau/seni. Berikutnya yaitu
Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran, selanjutnya (PKP), merupakan
program yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa melalui
pembinaan guru dalam merencanakan, melaksanakan, sampai dengan
mengevaluasi pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat
tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS). Setelah itu Program Guru
Pembelajar adalah program peningkatan kompetensi bagi guru yang melibatkan
partisipasi publik meliputi pemerintah daerah, organisasi kemasyarakatan, orang
tua siswa, serta dunia usaha dan dunia industri, dalam bentuk kegiatan pendidikan
dan pelatihan (diklat), kegiatan kolektif guru, dan kegiatan lain yang mendukung.
Program diklat sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan menggunakan 3
(tiga) moda pembelajaran, yakni: tatap muka, pembelajaran dalam jaringan
(daring), dan pembelajaran kombinasi antara tatap muka dengan pembelajaran
dalam jaringan (daring kombinasi).
Dalam dunia pendidikan di sekolah-sekolah, guru memainkan peran yang
sangat penting. Dalam proses pendidikan tersebut, guru sering diperhadapkan
pada situasi yang penuh tuntutan standar pendidikan. Situasi tersebut dapat
membuat guru terperangkap dalam rutinitas pekerjaan dan kehilangan panggilan
luhurnya sebagai pendidik. Guru dapat merasa kering, burnout, mengajar
dengan ala kadar nya.  Bagaimana membangkitkan semangat dalam profesi guru?
Salah satu cara dalam menangani hal tersebut adalah dengan mentoring. Seorang
guru membutuhkan sahabat/sosok yang dapat mengarahkan dan menguatkan diri
dan panggilan luhurnya. Sosok tersebut diharapkan bukan  mempercakapkan soal
tuntutan standar pendidikan, tetapi sebagai sahabat yang menopang dirinya.
Menurut (Lunsford, 2014) Melalui dialog dan percakapan secara
profesional, mentor guru dapat membantu mentee dalam meningkatkan
pengajaran, kinerja dengan memfasilitasi diskusi praktik mengajar dari
perspektif yang berbeda. Mentoring memiliki dampak besar pada proses
pendampingan. Interaksi dialektis antara mentor dan mentee sangat penting
karena dapat memberikan umpan balik yang positif terhadaap mentee (Asada,
2012).
Dalam bukunya (Hoa, 2018) mentoring atau pendampingan teman sebaya
dipandang sebagai proses di mana guru yang lebih mampu membantu untuk
belajar dengan saling memberikan dukungan profesional dan emosional kepada
guru lainnya. Dalam pelaksanaanya untuk menjadi mentor tidaklah mudah, tetapi
harus mempunyai kompetensi profesional yang baik dibanding dengan guru yang
menjadi menteenya.
Kunci yang harus dimiliki oleh setiap pengajar adalah kompetensi (Pantić
& Wubbels, 2010). Kompetensi adalah seperangkat ilmu serta ketrampilan
mengajar guru di dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai seorang guru
sehingga tujuan dari pendidikan bisa dicapai dengan baik (Creemers et al., 2013).
Sementara itu, standard kompetensi yang tertuang ada dalam peraturan Menteri
Pendidikan Nasional mengenai standar kualifikasi akademik serta kompetensi
guru dimana peraturan tersebut menyebutkan bahwa guru profesional harus
memiliki 4 kompetensi yaitu kompetensi pedagogik dan kompetensi kepribadian,
profesional serta kompetensi sosial. Dari 4 kompetensi guru profesional tersebut
harus dimiliki oleh seorang guru melalui pendidikan profesi selama satu tahun.
Empat kompetensi guru profesional adalah: (a) Kompetensi
Pedagogik. Kompetensi ini menyangkut kemampuan seorang guru dalam
memahami karakteristik atau kemampuan yang dimiliki oleh murid melalui
berbagai cara. Cara yang utama yaitu dengan memahami murid melalui
perkembangan kognitif murid, merancang pembelajaran dan pelaksanaan
pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan murid; (b)
Kompetensi Kepribadian. Kompetensi kepribadian ini adalah salah satu
kemampuan personal yang harus dimiliki oleh guru profesional dengan cara
mencerminkan kepribadian yang baik pada diri sendiri, bersikap bijaksana serta
arif, bersikap dewasa dan berwibawa serta mem- punyai akhlak mulia untuk
menjadi sauri teladan yang baik;(c) Kompetensi Profesional. Kompetensi
profesional adalah salah satu unsur yang harus dimiliki oleh guru yaitu dengan
cara menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Yang dimaksud
dengan pengusaan materi secara luas dan mendalam dalam hal ini termasuk
pengusaan kemampuan akademik lainnya yang berperan sebagai pendukung
profesionalisme guru. Kemampuan akademik tersebut antara lain, memiliki
kemampuan dalam menguasai ilmu, jenjang dan jenis pendidikan yang sesuai; (d)
Kompetensi Sosial. Kompetensi sosial ada lah salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik melalui cara yang baik dalam berkomunikasi
dengan murid dan seluruh tenaga kependidikan atau juga dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar (Undang-Undang-Nomor-14-Tahun-
2005.Pdf, n.d.).
Guru Penggerak memiliki program untuk melatih potensi mentorship
dan kepemimpinan mereka untuk mampu membantu guru-guru lain. Guru
Penggerak memiliki tempat pelatihannya berbentuk sekolah, sehingga para
guru yang lulus baru bisa menjadi Guru Penggerak. Jalur karir dari Guru
Penggerak yaitu menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, serta instruktur
pelatihan guru. Ketiga posisi tersebut membutuhkan skill kepemimpinan yang
tinggi.
Terlepas dari sejumlah persoalan yang dikemukakan di atas, patut diakui
bahwa guru penggerak merupakan model pengembangan kompetensi guru yang
relevan dengan tuntutan era sekarang. Indonesia telah melaksanan program
tersebut dan terus akan mengembangkannya. Atas dasar pertimbangan tersebut,
maka penelitian ini digagas untuk mengungkap secara mendalam praktik
mentoring yang dilaksanakn pada Program Guru Penggerak yang dilaksanakan
pada tahun 2021. Untuk tahap pertama ini, penelitian akan difokuskan pada sikap,
perilaku, dan tindakan guru penggerak sebagai mentoring yang terkait dengan
asumsi dan filosofi, kesiapan kompetensi, dan strategi yang akan dilaksanakan
dalam mentoring.
Hasil wawancara terhadap tiga guru penggerak yang telah melakukan
diseminasi, ternyata terdapat perbedaan pemahaman terhadap ruang lingkup kerja
guru penggerak. Dari ketiga guru penggerak jangkauan kinerjanya ada yang satu
kota, satu kecamatan, dan satu sekolah. Selain itu terdapat pemahaman yang
berbeda juga tentang pola hubungan yang dibangun antara guru penggerakdan
guru lain. Satu responden menyatakan bahwa pola hubungan yang dibangun
adalah pola hubungan mentor dan sekaligus menjadi coach. Responden lainnya
menyatakan bahwa pola hubungan yang dibangun adalah sebagai promotor dan
sebagai action vigure dari program merdeka belajar.
Melihat dari hasil wawancara tersebut tampak bahwa terdapat perbedaan
pemahaman terhadap program guru penggerak itu sendiri. Program guru peggerak
baru berjalan pada angakatan pertama, sedangkan pada angkatan kedua dan tiga
masih dalam proses seleksi. Hal ini menjadikan program guru penggerak masih
belum dipahami secara utuh oleh guru penggerak.
Hasil dari kuisioner yang disebarkan kepada guru-guru malang raya
secara acak menunjukkan bahwa pola hubungan yang ingin dibangun dengan guru
penggerak adalah hubungan mentoring sejawat. Sebanyak 73% guru yang
memberikan respon menginginkan kegiatan mentoring dari guru penggerak. Hal
ini sejalan dengan analisis peneliti terhadap pola hubungan yang digambarkan
oleh pemerintah terhadap program guru penggerak.
Dalam menjalankan peran sebagai guru penggerak, semua nara sumber
sepakat bahwa keterampilan yang dibutuhkan adalah keterampilan sosial dan
komunikasi. Keterampilan ini sejalan dengan misi utama guru penggerak dalam
mempengaruhi guru lain untuk mengikuti jejaknya dalam mengemban misi
merdeka belajar. Melihat dari hasi wawancara ini maka tampak bahwasannya
masih terdapat perbedaan pemahaman
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana kesiapan Guru Penggerak dalam rangka melaksanakan mentoring
pada Program Guru Penggerak?
2. Kompetensi apa saja yang menjadi fokus pengembangan mentoring selama
pelaksanaan PGP?
3. Strategi apa yang dilaksanakan oleh Guru Pengggerak dalam melaksanakan
mentoring pada PGP?

DAFTAR PUSTAKA

Asada, T. (2012). Mentoring novice teachers in Japanese schools. International


Journal of Mentoring and Coaching in Education, 1(1), 54–65.
https://doi.org/10.1108/20466851211231620
Creemers, B., Kyriakides, L., & Antoniou, P. (2013). Teacher professional
development for improving quality of teaching. In Teacher Professional
Development for Improving Quality of Teaching.
https://doi.org/10.1007/978-94-007-5207-8
Hoa, D. T. X. (2018). Models of Mentoring in Language Teacher Education. In
VNU Journal of Foreign Studies (Vol. 34, Issue 5).
https://doi.org/10.25073/2525-2445/vnufs.4313
Lunsford, L. G. (2014). International Journal of Mentoring and Coaching in
Education. International Journal of Mentoring and Coaching in Education
Iss Library Review Journal of Documentation Iss Journal of Economic
Studies, 3(20), 4–17. http://dx.doi.org/10.1108/IJMCE-02-2013-
0007%5Cnhttp://dx.doi.org/10.1108/LR-08-2013-0103%5Cnhttp://
dx.doi.org/10.1108/00220410310485677http://
Pantić, N., & Wubbels, T. (2010). Teacher competencies as a basis for teacher
education - Views of Serbian teachers and teacher educators. Teaching and
Teacher Education, 26(3), 694–703.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2009.10.005
Undang-Undang-Nomor-14-Tahun-2005.pdf. (n.d.).

Anda mungkin juga menyukai