Anda di halaman 1dari 9

URGENSI PENINGKATAN KOMPETENSI GURU DI SEKOLAH

Oleh: M. Harwansyah Putra Sinaga, M.Pd., Kons.

Kompetensi merupakan hal yang penting dimiliki oleh seorang professional dalam
bekerja. Citra pekerjaannya dinilai kompeten atau tidak berdasarkan ukuran baku dari profesi
yang dijalaninya. Begitu pun bagi seorang guru, ia wajib memiliki kompetensi dalam
memberikan pengajaran kepada para siswa di sekolah. Kompetensi yang dimaksud adalah
seperangkat pengetahuan, perilaku, keterampilan untuk mencapai tujuan setelah melalui
Pendidikan dan pelatihan (Juniantari, 2017; Hornby, 1982; Sahertian, 1990). Tentunya
kompetensi yang harus dimiliki oleh guru merupakan kompetensi yang menunjang kinerjanya
dalam memberikan pengajaran kepada para sisiwa. Hal ini dikarenakan proses mengajar
memerlukan seperangkat pengetahuan, keterampilan, perilaku terarah dan memiliki tujuan.
Untuk itu, seorang guru harus senantiasa meningkatkan kompetensi dirinya agar proses
pembelajaran yang diselenggarakan di kelas dapat mencapai tujuan sesuai yang diharapkan.
Secara sederhana, kompetensi guru yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran
mencakup merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi
pembelajaran. Tiga hal ini merupakan cerminan dari kompetensi seorang guru di sekolah.
Guru yang kompeten akan melaksanakan tugas mengajar di kelas dengan perencanaan yang
matang sehingga memperoleh hasil yang optimal dari proses pembelajaran tersebut (Novauli,
2015; Salmawati, Rahayu, dan Lestari, 2017). Di sisi lain, guru tersebut pun akan senantiasa
memperhatikan kualitas dirinya dan terus meningkatkan kompetensi dirinya dalam
pembelajaran. Hal ini dikarenakan tugas seorang guru adalah memberikan pengajaran kepada
seorang individu yang dinamis. Tanpa peningkatan kompetensi, maka upaya pengajaran akan
memiliki banyak masalah dan hambatan.
Setidaknya, guru professional memiliki empat kompetensi yakni kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional
(Juniantri, 2017; Lubis, 2018; Rosni, 2021; Mukhtar, 2018; Mukhtar dan Luqman, 2020).
Keempat kompetensi ini diperlukan oleh setiap guru. Tanpa keempat kompetensi tersebut
maka guru dinilai tidak kompeten.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik
yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Seorang guru diharapkan memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap umum kepada para peserta didik sehingga mereka dapat
menghadapi tantangan di masa yang akan data (Jannah, Iskandar, dan Sumitra, 2012).
Kompetensi ini biasanya berkaitan dengan pemahaman terhadap landasan kependidikan,
pemahaman tentang peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perencanaan
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, evaluasi, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Kusen dkk, 2019).
Kompetensi pedagogik merupakan kompetensi guru yang dirasakan langsung oleh
para peserta didik. Peserta didik umumnya dapat menilai keterampilan guru dalam
merencanakan dan melaksanakan pembelajar, melakukan evaluasi, dan pengembangan materi.
Untuk itu, setiap guru diharapkan benar-benar menguasai kompetensi pedagogik ini dengan
utuh. Penguasaan kompetensi ini pula selain mencegah dari penilaian buruk dari murid, juga
membantu guru menyelenggarakan pembelajaran yang membuat peserta didik dapat dengan
mudah menguasai materi pelajaran.
Selanjutnya adalah kompetensi kepribadian. Kompetensi ini berkaitan dengan
kepribadian diri pada seorang guru. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arifm dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia (Rurung, Siraj, dan Musdalifah, 2019). Kompetensi ini mendorong guru
untuk memiliki kematangan pribadi dan juga nilai religiusitas yang baik. Dikarenakan guru
adalah panutan, maka setiap guru harus memiliki kompetensi kepribadian yang baik yang
tercermin dalam proses pembelajaran sehari-hari.
Para siswa mendapatkan role model yang baik dari guru mereka sebab guru tersebut
memiliki kompetensi kepribadian yang baik. Sebaliknya seorang guru yang memiliki perilaku
yang tidak baik meski di kelas selalu menyampaikan nilai-nilai kebaikan, maka upaya
penyampaian nilai-nilai kebaikan tersebut tidak akan membuahkan hasil yang signifikan
disebabkan peserta didik cenderung meniru apa yang ditampilkan daripada mengikuti perintah
(nasihat) yang diberikan. Maka wajib bagi seorang pendidik (guru) untuk senantiasa memiliki
dan memperhatikan kompetensi kepribadian yang ia miliki.
Kemudian kompetensi sosial adalah kompetensi yang dimiliki oleh guru sehubungan
dengan kemampuan guru dalam membangun interaksi sosial baik di lingkungan sekolah
maupun di lingkungan masyarakat. Kompetensi sosial ini menjadi salah satu perwujudan dari
upaya guru dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang memiliki potensi dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Kompetensi sosial juga memandang guru sebagai bagian dari
masyarakat yang memerlukan interaksi sosial. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu seorang
guru diharapkan dapat menjalin komunikasi dengan berbagai elemen dengan baik, mampu
bergaul dengan baik, dan tentunya bekerja sama dengan teman sejawat.
Kompetensi sosial ini akan sangat bermanfaat bagi guru jika dapat dimanfaatkan
dengan baik. Sebab dengan adanya kompetensi sosial yang dimiliki oleh seorang guru maka
guru tersebut dapat bekerja sama dengan rekan sejawat, para orang tua, dan masyarakat
lainnya yang bisa membantu tercapainya tujuan pembelajaran. Bukan hanya itu, kompetensi
sosial ini juga penting dimiliki oleh guru dalam rangka membangun hubungan sosial yang
baik dengan para peserta didik sehingga antara peserta didik dan guru dapat menjalin
hubungan yang harmonis. Keharmonisan hubungan guru dan peserta didik ini yang akan
memudahkan guru dalam memberikan pengajaran di kelas dan membuat para peserta didik
senang untuk menerima pengajaran di kelas dari gurunya.
Kompetensi professional adalah kompetensi terakhir yang tidak kalah penting
dibandingkan dengan tiga kompetensi lainnya. Kompetensi ini terwujud dalam kinerja yang
baik dan kontiniu sebagai cerminan dari keprofesionalan. Kompetensi ini tentunya menuntut
seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh guru. Untuk mencapai
kompetensi ini, seorang guru tentunya sudah menyelesaikan rangkaian Pendidikan dan
pelatihan yang terprogram sesuai prasyarat profesionalisme.
Cerminan kompetensi professional pada seorang guru terlihat pada kepribadian yang
mantap dan stabil, dewasa, arif dan bijaksana, berwibawa, dan memiliki akhlak muliah.
Kepribadian yang mantap dan stabil berarti memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai
norma hukum, norma sosial, dan etika yang berlaku. Kepribadian dewasa berarti mempunyai
kemandirian untuk bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru.
Kepribadian arif dan bijaksana artinya bermanfaat bagi orang di sekitarnya khususnya para
peserta didik, elemen sekolah, dan masyarakat umum dengan menunjukkan keterbukaan
dalam berpikir dan bertindak. Kepribadian yang berwibawa artinya perilaku guru yang
disegani sehingga berpengaruh positif terhada peserta didik. Terakhir kepribadian berakhlak
mulia adalah perilaku yang dapat dijadikan panutan, teladan, dan bertindak dengan norma
agama, menjunjung tinggi kejujuran, ikhlas dalam bekerja, dan suka menolong terhadap
bersama.
Dengan keutuhan kompetensi professional tersebut diharapkan guru memiliki
kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diharapkan.
Sehingga guru tidak hanya berperan sebagai sosok yang mentransfer pengetahuan tetapi juga
mentranfer nilai-nilai kehidupan yang berguna bagi peserta didik. Dengan demikian,
terciptanya peserta didik yang menguasai kompetensi pelajaran dan juga berkarakter positif
yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kompetensi guru sangat berpengaruh terhadap profesionalisme seorang guru dan
proses pembelajaran. Guru yang kompeten akan mampu menyampaikan pembelajaran dengan
cara yang sesuai dengan profil kepribadian anak. Di samping itu, guru yang kompeten akan
senantiasa berinovasi dalam pembelajaran sehari-hari sehingga menciptakan proses
pembelajaran yang menyenangkan seluruh peserta didik. Peserta didik tidak merasa bosan,
tertekan, dan tentunya justru menikmati proses pembelajaran yang diberikan oleh guru.
Peningkatan kompetensi guru sangat penting bukan hanya dari aspek tersebut
melainkan juga sebagai seorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan yang berarti
belaja, maka proses belajar sepanjang hayat harus terus dilaksanakan. Kegiatan belajar
sepanjang hayat bukan hanya jargon yang dicetuskan untuk memotivasi para peserta didik
tetapi juga untuk diamalkan oleh guru sendiri. Sebab pengetahuan setiap guru akan memiliki
keterbatasan, pemahamannya terhadap konsep didasarkan pada fase ia mempelajari konsep
tersebut, dan metode yang ia gunakan dalam pembelajaran umumnya terpaku pada metode
umum yang ia pelajari sebelumnya di perguruan tinggi atau berdasarkan rekomendasi dari
para teman sejawat. Dengan adanya kegiatan belajar sepanjang hayat memungkinkan guru
unruk meluaskan pengetahuannya yang terbatas, mengembangkan konsep mutakhir sesuai
perkembangan zaman, dan menggunakan metode pembelajaran yang variative tentunya
berdasarkan potensi diri peserta didik.
Peningkatan kompetensi guru tidak bisa dipandang remeh bahkan salah satu ciri
sekolah unggul adalah adanya peningkatan kompetensi guru secara berkala dan
berkesinambungan. Sebab suatu sekolah akan menjadi unggul selain ditopang oleh kurikulum,
system, sarana prasarana yang baik juga harus didukung oleh kapasitan dari gurunya.
Kapasitas guru tersebut diukur berdasarkan kompetensi yang guru tersebut miliki. Andai guru
tersebut di saat ini memiliki kompetensi yang baik, belum tentu lima atau sepuluh tahun
kemudian kompetensi tersebut bertahan pada kriteria baik. Hal ini dikarenakan perubahan
budaya pada masing-masing generasi berbeda, bobot pembelajaran bertambah, dan inovasi
ilmu pengetahuan semakin banyak. Hal ini jika guru di suatu sekolah tidak ditingkatkan
kompetensinya, maka kemungkinan pola pembelajaran yang diterapkan adalah pola
pembelajaran yang konvensional, tidak mutakhir, dan kesulitan mencapai target
pembelajaran.
Belum lagi dilihat dari keprofesionalan guru dilihat dari aspek psikologisnya. Guru
yang senantiasa mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya sejatinya juga
terbantu dalam meningkatkan beban psikologis yang mereka hadapi. Beban psikologis bagi
guru umumnya seputar pemahaman karakteristik masing-masing peserta didik yang beragam,
tuntutan pencapaian target pembelajaran, keharusan membangun teamwork yang harmonis
dengan rekan sejawat, pengkomunikasian laporan pembelajaran baik kepada atasan maupun
kepada orang tua atau wali peserta didik. Semua beban psikologis itu tentu bisa saja
mempengaruhi profesionalisme seorang guru ketika ia tidak mampu menyelesaikan beban
tersebut dengan baik. Ketika profesionalisme seorang guru terganggu, maka proses
pembelajaran pun dapat terganggu. Jika proses pembelajaran terganggu atau mengalami
hambatan yang tak kunjung terselesaikan, maka capaian pembelajaran pun sulit terwujud.
Ketika capaian pembelajaran di sekolah sulit terwujud maka visi misi sekolah pun akan sulit
diwujudkan. Rentetan demi rentetan peristiwa tersebut akan mempengaruhi satu dan lainnya.
Berawal dari kompetensi guru yang tidak baik berdampak besar bagi capaian visi misi sekolah
itu sendiri.
Untuk itulah, setiap pimpinan di berbagai institusi pendidikan diharuskan senantiasa
memperhatikan kompetensi para guru mereka. Kompetensi para guru begitu penting sekali
dan sangat berdampak bagi sekolah. Kompetensi tersebut harus menjadi tugas rutin pimpinan
di berbagai instansi Pendidikan. Tentu ini bukan saja mutlak tugas pimpinan seorang, sebagai
tenaga pengajar dan juga sebagai guru, guru pun harus memiliki motivasi yang kuat untuk
meningkatkan kompetensi dirinya sendiri. Hal ini berarti sebagai seorang pendidik, seorang
guru pun bertanggung jawab berkaitan dengan kompetensi diri yang ia miliki. Ia bisa
mengikuti berbagai kegiatan di luar sekolah yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi
dirinya dengan catatan tidak meninggalkan pekerjaannya di sekolah dan atas seizin
pimpinannya (Rahmatullah, 2016). Kemudian, ia juga bisa mengajukan kepada pimpinan
untuk mengadakan berbagai aktivitas dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi para guru di sekolah. Bagi guru yang mendapatkan kegiatan peningkatan
kompetensi juga disarankan untuk membagikan pengetahuan serta keterampilan baru yang ia
peroleh kepada teman sejawatnya di sekolah.
Dikarenakan peningkatan kompetensi guru begitu penting maka upaya peningkatan
dapat dilakukan dengan banyak hal seperti mengikuti pelatihan peningkatan kompetensi,
melaksanakan penelitian tindakan kelas, dan juga melengkapai sarana dan prasarana sumber
belajar. Upaya-upaya tersebut adalah upaya yang paling umum ditempuh oleh berbagai
instansi pendidikan dalam meningkatkan kompetensi guru. Pelatihan adalah sarana awal
dalam memberikan pemahaman, keterampilan, dan wawasan baru bagi guru. Penelitian
Tindakan kelas (PTK) memberikan pengalaman belajar berdasarkan prinsip-prinsip berpikir
ilmiah dengan memecahkan permasalahan yang timbul dalam proses pembelajaran serta
menemukan konsep yang tepat dalam memberikan model pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan di kelas dan capaian kompetensi pembelajaran. Sementara sumber belajar adalah
upaya bersama dalam melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menjadi
sumber belajar. Dengan adanya sumber belajar yang mumpuni maka akan memudahkan para
guru untuk beraktualisasi berbagai model, keterampilan, dan teknik pembelajaran guna
memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan menyenangkan bagi peserta didik.
Dengan sumber belajar yang memadai tersebut juga para guru dan siswa dapat belajar secara
bersama-sama.
Raharjo (2014) dan Dudung (2018) menyebutkan pelatihan yang diberikan kepada
para guru guna meningkatkan kompetensi mereka adalah pelatihan dengan tema-tema yang
dibutuhkan oleh para guru tersebut. Pelatihan tersebut juga didesain tanpa mengganggu jam
operasional guru bertugas. Sebab pelatihan sejatinya adalah proses yang dimanfaatkan
organisasi untuk mengubah perilaku pekerja, yang berkontribusi pada keseluruhan misi orang
dan mengembangkan personal dan professional individu yang terlibat. Pelatihan tersebut
dapat dilaksanakan dengan sistem inservice dan outservice serta campuran. Sistem pelatihan
inservice adalah sistem pelatihan yang dirancang pelaksanaannya di dalam ruangan secara
klasikal. Instruktur dan peserta secara bersama membahas topik yang dikaji di kelas secara
bersama-sama. Kemudian sistem pelatihan outservice adalah sistem pelatihan yang dirancang
dimana instruktur dan peserta secara bersama-sama membahas, mengkaji, dan mendiskusikan
topik pelatihan dengan setting di luar kelas. Hal ini berarti peserta dan instruktur berada pada
situasi dan lingkungan yang sesuai dengan topik pelatihan yang didiskusikan. Sementara
model pelatihan dengan sistem campuran berarti sistem pelatihan yang dirancang dengan
menggabungkan dua sistem pelatihan baik inservice maupun outservice. Sistem pelatihan ini
bisa menggunakan inservice-outservice atau outservice-inservice. Inservice-outservice adalah
sistem pelatihan dimana instruktur dan peserta pelatihan secara bersama-sama mengkaji dan
membahas topik lalu mempelajari dan atau aplikasikan ke dalam situasi atau lingkungan
dimana situasi dan lingkungan itu sesuai dengan topik. Sebaliknya, outservice-inservice
adalah sistem pelatihan dimana peserta dan instruktur mengamati, mempelajari, dan mengkaji
situasi dan lingkungan dari topik yang dibahas lalu kemudian dianalisis di kelas pelatihan
bersama-sama. Kegiatan di luar kelas dari sistem penggabungan ini mencakup aplikasi
konsep, analisa konsep dan kondisi lapangan, pengumpulan data, uji coba dan kegiatan
lainnya yang berhubungan dengan keadaan di lapangan.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah bukan sekedar menemukan masalah dan
mencari solusinya, melainkan disini para guru berperan sebagai pengembang kurikulum sebab
guru yang menginisiasi langkah praktis dari berbagai permasalahan pembelajaran yang
ditemukan di kelas. Di samping menemukan langkah praktis penyelesaian persoalan
pembelajaran tanpa guru harus meninggalkan proses pembelajaran di kelas. Temuan dari PTK
tersebut dapat diimplementasikan dalam pelaksanaan pembelajaran dan juga media sosialisasi
dari manfaat inovasi yang sudah ditempuh dengan berbagai wacana yang bebas, terbuka, dan
penuh dengan nilai-nilai keilmiahan sehingga dituntut adanya pengkomunikasian hasil temuan
tersebut kepada berbagai pihak baik di sekolah juga masyarakat luas. Penelitian yang
dilakukan oleh guru secara tidak langsung akan meningkatkan keahlian dan potensinya yang
justru memberikan dampak yang besar terhadap sekolah dan kualitas pembelajaran di kelas.
Hal ini dikarenakan dengan PTK maka guru akan terbiasa mengidentifikasi berbagai
persoalan yang muncul dalam proses pembelajaran, mengkaji materi pembelajaran, dan juga
melaksanakan penelitian. Dengan begitu, inovasi demi inovasi pembelajaran akan selalu hadir
di kelas yang diselenggarakan oleh guru dan tentunya hal ini mendorong ketercapaian tujuan
kompetensi pembelajaran.
Terakhir cara peningkatan kompetensi guru adalah dengan pengadaan sumber belajar
yakni sarana dan prasarana belajar. Hal ini begitu penting karena elemen dalam pembelajaran
melibatkan adanya sarana dan prasarana yang mumpuni. Ketika peserta didik sudah siap
untuk belajar dan para guru sudah siap untuk mengajar namun sumber belajar masih terbatas,
maka hal ini akan mempengaruhi proses belajar itu sendiri. Sarana dan prasarana serta sumber
belajar menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam proses pembelajaran. Dengan
adanya sarana dan prasarana belajar, maka memungkinkan para guru untuk meningkatkan
kompetensi diri mereka. Sebagai contoh, ketika guru hendak menerapkan model pembelajaran
baru berdasarkan penelitian yang ia lakukan namun sarana dan prasarana belajar tidak
mendukung model tersebut maka model pembelajaran tersebut tidak akan dapat
diimplementasikan secara sempurna. Tidak hanya itu, ketika seorang guru memerlukan
berbagai perlengkapan administrasi, jaringan, komputer, printer, dan lain sebagainya untuk
menunjang pembelajaran di kelas dan ternyata itu semua tidak ada, maka akan membuat
proses pembelajaran menjadi terhambat. Dari sini dapat dipahami bahwa meningkatkan
kompetensi guru tidak bisa dilepaskan dari sumber belajar, sarana, dan prasarana belajar
(Rosdiana, 2013; Ferdiaz, 2014; Taniredja dan Abduh, 2016; Syamsinar dan Jabu, 2016).
Untuk itu, para guru dan pemangku kebijakan di sekolah hendaknya benar-benar
memahami bahwa peningkatan kompetensi guru secara berkala dan berkesinambungan adalah
hal yang sangat urgen dan perlu mendapatkan perhatian yang serius. Ketidakseriusan guru dan
pemangku kebijakan di sekolah dalam upaya meningkatkan kompetensi guru akan berakibat
pada timbulnya berbagai permasalahan yang terjadi selama proses pembelajaran di kelas.
Permasalahan yang muncul selama proses pembelajaran di kelas akan berakibat pada capaian
kompetensi yang tidak terwujud, hingga akhirnya visi misi dan tujuan sekolah yang tidak
tercapai. Meski kompetensi guru hanya mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi sosial,
kompetensi kepribadian, dan kompetensi professional namun sejatinya keempat kompetensi
tersebut masih memiliki penjabaran yang sangat luas untuk ditelaah dan akhirnya dapat
diterapkan oleh setiap guru di sekolah. Adapun hal-hal yang bisa dilakukan dalam rangka
meningkatkan kompetensi guru adalah dengan mengadakan pelatihan, pelaksanaan PTK, dan
menyediakan sumber belajar, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran.
Daftar Pustaka
Dudung, A. (2018). Kompetensi profesional guru. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga
Dan Pendidikan), 5(1), p. 9- 19

Ferdiaz, S. (2014). The role of teachers social competence in ELT. Indonesian Educational
Administration and Leadership Journal (IDEAL), 1(1), p. 61–70.

Hornby, A. S. W. (1982). Oxford Advance Dictionary of Current English. London: Oxford


University Press

Iskandar, S., & Sumitra, I. T. (2012). Pengaruh Potensi Guru Dan Prasarana Terhadap Kinerja
Guru Serta Implikasinya Pada Kualitas Pelayanan SMP Negeri 7 Bandung. Jurnal
Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship

Jannah, A., Iskandar, S., dan Sumitra, I. T. (2012). Pengaruh Potensi Guru Dan Prasarana
Terhadap Kinerja Guru Serta Implikasinya Pada Kualitas Pelayanan SMP Negeri 7
Bandung. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship, 6 (2), p. 77- 84

Juniantri, I. G. A. S. (2017). Pentingnya Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pencapaian


Hasil Belajar Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan. 1-11

Kusen, K., Hidayat, R., Fathurrochman, I., & Hamengkubuwono, H. (2019). Strategi Kepala
Sekolah dan Implementasinya dalam Peningkatan Kompetensi Guru. Idaarah: Jurnal
Manajemen Pendidikan.

Lubis, H. (2018). Kompetensi Pedagogik Guru Profesional. Biology Education Science &
Technology. 1 (2), p. 16-19

Mukhtar, A. (2018). The effect of competence and organization culture to work satisfaction
and employee performance of Sharia banks in Makassar city. International Journal of
Scientific and Technology Research, 7(10).

Mukhtar, A., Luqman, M. D. (2020). Pengaruh Kompetensi Guru terhadap Kinerja Guru dan
Prestasi Belajar Siswa di Kota Makassar. Jurnal Idaarah, IV (1), p. 1-15
Novauli. M, F. (2015). Kompetensi Guru dalam Peningkatan Prestasi Belajar Pada Smp
Negeri Dalam Kota Banda Aceh. Jurnal Administrasi Pendidikan: Program Pascasarjana
Unsyiah.

Raharjo, S. (2014). The Effect of Competence, Leadership and Work Environment Towards
Motivation and its Impact on The Performance of Teacher of Elementary School in
Surakarta City, Central Java, Indonesia. International Journal of Advanced Research in
Management and Social Science. 3 (6) p. 59-74

Rahmatullah, M. (2016). The Relationship between Learning Effectiveness, Teacher


Competence and Teachers Performance Madrasah Tsanawiyah at Serang, Banten,
Indonesia. Higher Education Studies, 6 (1), p.169.
Rosdiana, D (2013). Pengaruh Kompetensi Guru Dan Komitmen Mengajar Terhadap
Efektivitas Proses Pembelajaran Serta Implikasinya Pada Hasil Belajar Siswa Dalam
Mata Pelajaran Ekonomi. Jurnal Penelitian Pendidikan. 13 (2)

Rosni, R. (2021). Kompetensi Guru dalam Meningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah


Dasar. Jurnal Educatio (Jurnal Pendidikan Indonesia). 7 (2), p. 113-124

Rurung, R., Siraj, A., dan Musdalifah, M. (2019). Analisis Kompetensi Kepribadian Guru
Pada Madrasah Aliyah Assalam Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar. Idaarah:
Jurnal Manajemen Pendidikan.

Sahertian, A. (1990). Supervisi Pendidikan dalam Rangka Program Inservice Education.


Jakarta: PT. Rineka Cipta

Salmawati, Rahayu, T., dan Lestari, W. (2017). Kontribusi Kompetensi Pedagogik ,


Kompetensi Profesional dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja Guru Penjasorkes SMP di
Kabupaten Pati. Journal of Physical Education and Sports.

Syamsinar, S., & Jabu, B. (2016). The Problems in Professional Competence of Teachers in
Teaching English Subject at Vocational High Schools. ELT Worldwide: Journal of
English Language Teaching, 2(2), p. 95

Taniredja, T., & Abduh, M. (2016). Pedagogical, personality, social and professional
competence in correlation with teachers’ performance (Correlational study of junior
high school teacher at SMPN 3 Purwokerto). The 2nd International Conference on
Science, Technology, and Humanity, 264–272

Anda mungkin juga menyukai