Anda di halaman 1dari 10

© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.

Vol.1, No.1, pp.232-241.

Penerapan Smart Environment Di Pemukiman Kumuh di


Kelurahan Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang

Derlina Siregar1 & Eki Darmawan2*


1,2
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Indonesia
*Email Korespondensi: ekidarmawan@umrah.ac.id

Article Info ABSTRACT


Tanjung Unggat merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan
Article history:
Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia.
Received September 19, 2022 Lokasinya yang berada di pinggir laut membuat sebagian besar
Revised September 28, 2022 masyarakatnya bekerja sebagai nelayan yang memanfaatkan hasil
Accepted October 7, 2022 laut. Ada beberapa daerah kawasan kumuh di Tanjungpinang, dan
Tanjung Unggat merupakan salah satu kawasan kumuh diantara
Kampung Bugis, Senggarang, Pelantar Sulawesi, Lembah Purnama,
Keywords: Kampung Baru dan Sungai Nibung Angus. Lokasi Tanjung Unggat
Smart Environment dipilih karena lokasinya yang masih berada di kawasan pusat Kota
Penataan Lingkungan Tanjungpinang. Hal ini, menjadi perhatian khusus karena kondisi
pemukiman Kumuh lingkungannya yang memprihatinkan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui adalah untuk mengetahui penyebab Tanjung Unggat
dikategorikan sebagai pemukiman kumuh. Metode yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis
metode penelitian deskriptif. Dalam mengatasi permasalahan
lingkungan ini penerapan smart environment sangat cocok dalam
mengatasi persamalahan lingkungan kelurahan Tanjung Unggat untuk
menjadikan Tanjung Unggat menjadi daerah layak pemukiman sama
seperti daerah. Dengan peran masyarakat setempat, peran pemerintah
Kota Tanjungpinang dalam penataan lingkungan kumuh atau
peremajaan bangunan kembali, serta melengkapi fasilitas public yang
lebih layak, dan pemberdayaan dan pembinaan terhadap masyarakat
tentang pentingnya menjaga lingkungan.

This is an open access article under the CC BY-SA license.

How to Cite:
Siregar, D., & Darmawan, E. (2022). Penerapan Smart Environment Di Pemukiman Kumuh di
Kelurahan Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang. Social Issues Quarterly, 1(1): 232-241.

232
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

PENDAHULUAN
Melihat perkembangan dunia yang semakin pesat, tentunya akan ada sisi positif dan
negative yang di dapatkan. Hal ini mencakup dalam segala aspek, baik dalam bidang ekonomi,
pekerjaan, pemerintahan maupun lingkungan. Pertumbuhan penduduk yang setiap tahunnya
meningkat membuat kepadatan penduduk semakin meningkat. Dan jika kepadatan penduduk
semakin meningkat, maka komsumsi sampah akan meningkatkan apalagi sampah rumah tangga,
bukan hanya persoalan penduduk tapi perubahan iklim yang drastis juga menjadi perhatian khusus
dewasa ini. Perubahan iklim yang drastis setiap tahunnya juga menjadi hal yang banyak
diperbincangkan tentang bagaimana seharusnya manusia lebih peduli akan lingkungan yang setiap
tahunnya memprihatinkan.
Kondisi lingkungan yang memprihatinkan ini tidak lepas juga dari ulah manusia yang
kurang bertanggungjawab dan tingkat peduli yang rendah terhadap lingkungan. Hal ini dapat
dilihat dari sampah yang setiap tahunnya semakin meningkatkan, salah satu contohnya adalah
sampah rumah tangga tahun 2020 terdiri dari 275 kabupaten/kota se-indonesia untuk timbunan
sampah sebanyak 33.171.983.20 ton/tahun, untuk pengurangan sampah 4.469.348.36 ton/tahun,
penanganan sampah 15.238.399.56 ton/tahun, sampah terkelola 19.707.748.92 ton/tahun, dan
sampah tidak terkelola 13.464.235.28 ton/tahun (Sumber: SIPSN).
Oleh karena itu diperlukan suatu system dalam mengatur daerahnya, dalam hal ini yang
dimaksud adalah kota. Dalam mengendalikan atau mengatur suatu daerah dikenal dengan sistem
smart city. Smart city sendiri terdapat beberapa aspek di dalamnya, sebagaimana menurut
Giffinger meliputi 6 (enam) dimensi, yaitu smart living, smart smart mobility, smart governance,
smart people, smart economy, environment (Rahmawati, 2018). Jadi, smart City dapat diartikan
sebagai kota pintar yang memanfaatkan teknologi demi perkembangan suatu kota dan berpengaruh
terhadap segala aspek. Dalam buku Executive Summary Tanjungpinang Kota Cerdas Smart City
bertujuan untuk mengurangi tantangan yang akan dihadapi kota-kota baik dalam sumber daya
energy, kesehatan, pemukiman, insfratruktur dan pendidikan (Tim Teknis Smart City Kota
Tanjungpinang, 2019).

233
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

Smart City ini sudah banyak diterapkan di Indonesia, karena Indonesia berkeyakinan
dengan menerapkan smart city pemerintah daerah akan lebih baik dalam mengelolah dan
menghadapi tantangan di daerah perkotaan. Smart city ini juga akan membawa perkotaan yang
tertata dan lebih baik kedepannya. Salah satu kota yang menerapkan smart city ialah Kota
Tanjungpinang pada tahun 2019, hal ini tercipta karena kerjasama Diskominfo bersama
kementerian lain untuk mendorong Gerakan Menuju 100 smart city tahun 2019 dan Tanjungpinang
terpilih sebagai salah satu diantara 25 kota ketiga menjadi perintas smart city (Tim Teknis Smart
City Kota Tanjungpinang, 2019). Dalam buku tersebut juga ditegaskan bahwa pemerintah Kota
Tanjungpinang mendukung pembangunan nasional untuk mewujudkan smart nation yang
dirangkai dari smart cities kota Tanjungpinang melakukan akselerasi pembangunan dengan
konsep pemanfaatan teknologi informasi dalam mengembangkan Tanjungpinang Smart City (Tim
Teknis Smart City Kota Tanjungpinang, 2019).
Hal ini sejalan dengan Visi Tanjungpinang smart city 2019-2023, yaitu “Tanjungpinang
sebagi Kota yang Maju, Berbudaya dan Sejahtera dalam Harmoni Kebhinkeaan Masyarakat
Madani” (Tim Teknis Smart City Kota Tanjungpinang, 2019). Dalam visi ini ada harapan bahwa Kota
Tanjungpinang akan menjadi kota yang maju tanpa melupakan budaya yang ada serta tingkat
ekonomi masyarakat yang tinggi dan kualitas hidup yang lebih baik. Kepentingan dan
keberlangsungan hidup suatu kota dimasa depan sangat bergantung pada perubahan iklam dan
sumber daya energi, untuk itu penting sekali dalam memarhatikan dan merawat lingkungan yang
lebih baik lagi (Executive Summary, 2019).
Dalam hal ini yang menjadi pembahasan penulis kali ini adalah smart enviroment yang
merupakan bagian dari smart city. Menurut Van Basten & Olinda (2019), menerangkan smart
environment disini diartikan sebagai lingkungan cerdas atau lingkungan yang pintar dalam
mengelola lingkungan. Lingkungan yang pintar berarti lingkungan yang memberikan
kenyamanan, keberlanjutan sumber daya, keindahan fisik maupun non fisik, visual maupun tidak
visual (Koy & Rodrigues, 2019).
Smart Environment merupakan pengelolaan lingkungan yang cerdas yang diterapkan
dalam suatu kota, smart environment disini dilihat dari bangunan tata kota, ruang lingkup,

234
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

pembangunan kota dan kebersihan lingkungannya. Menurut Priskadini (2017), jika dilihat dari sisi
penggunaan bangunan yang terjadi suatu kota, smart environment sendiri diterapkan untuk
mencegah kerusakan lingkungan serta menjaga dan mengelola sumber daya alam yang di miliki
suatu wilayah (Priskadini, 2017).
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman Perumahan, menjelaskan bahwa kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman,
baik perkotaan maapun perdesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum
sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Dalam undang-undang ini menegaskan,
penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman ialah perencanaan, pembangunan,
penyelenggaraan, pendanaan, pemeliharaan dan peran masyarakat. Kemudian dalam Peraturan
Pemerintah 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang
menjelaskan adanya PP ini untuk mewujudkan ketertiban dalam penelenggaran perumahan dan
kawasan permukiman, memberikan kepastian hukum, dan yang terakhir memberikan keadilan
bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Kemudian jika melihat dalam UU Permendagri No. 1 Tahun 2007 tentang penaatan ruang,
30 % lahan perkotaan harus difungsikan untuk ruang terbuka hijau baik yang private maupun
public, yang merupakan upaya dalam menciptakan lingkungan pintar. Ada beberapa indikator
penerapan lingkungan yang pintar antara lain pengelolaan lingkungan yang berbasis teknologi,
pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berbasis teknologi juga, dan yang terakhir dan
engembangan sumber energy terbaru.
Ada beberapa wilayah yang termasuk dalam kawasan kumuh ,yaitu Kampung Bugis,
Senggarang, Tanjung Unggat, Pelantar Sulawesi, Lembah Purnama, Kampung Baru dan Sungai
Nibung Angus (Limahekin, 2018). Namun yang menjadi fokus penulis ialah Tanjung Unggat yang
merupakan kelurahan yang berada di Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Kepulauan
Riau. Penerapam smart environment ini sangat cocok dalam mengatasi permasalahan lingkungan
yang dihadapi oleh Tanjung Unggat. Tanjung Unggat dipilih karena wilayahnya masuk ke

235
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

pemukiman kumuh dan lokasinya yang berada di pinggir laut dan masih berada pusat kota menjadi
hal menarik untuk di bahas lebih mendalam.

METODE
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Dengan jenis
metode penelitian deskriptif. Menurut Conny R. Semiawan (2010) dalam Priyo Sudibyo,
menjelaskan, penelitian kualitatifi adalah penelitian yang dapat menjelaskan dan menganalisis
fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi atau pengertian seseorang.
Selanjutnya, dapat mendeskripsikan penelitian yang dibuat secara mendalam. Pendekatan
deskriptif bertujuan memperoleh data yang dikumpul berupa kata-kata dan gambar dalam berupa
angka-angka, seperti pada metode penelitian kuantitatif. Dengan demikian, hasil penelitian hanya
berupa kutipan-kutipan, pengertian untuk menggambarkan hasil penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dalam penerapannya, e-government diharapkan tidak hanya menjadi alat bantu dan sebagai
alat perangkat saja, namun diharapkan secara kepentingan menjadi unsur bagian dalam pengadaan
serta proses pelayanan itu sendiri dan lebih jauhnya sebagai pengembangan operasional pula.
Dalam hal aktualnya dimana keterkaitan antara pengaruh e-government terbilang cukup
memberikan dampak besar terhadap kinerja karyawan, yang terbilang terdapat koorelasi anatara
kedua hal tersebut dan saling bersinggungan serta membentuk pola ketergantungan peningkatan
SDM. Maka kinerja pegawai juga menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan e-government. Pada
akhirnya aplikasi e-government juga diperuntukan untuk meningkatan kinerja dan kesejahteraan
para pegawai atau karyawan pemerintah yang bekerja disejumlah institusi sebagai pelayan
masyarakat (Indrajit 2006).
Smart environment sendiri memiliki 3 tahapan, dan hal inilah yang menjadi sasaran smart
environment. Pertama mengembangkan program proteksi lingkungan (protection), hal ini
mencakup membangun ruang terbuka hijau, mengembangkan system tata kelola perlindungan

236
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

sumber daya tanah, air dan udara dengan pemanfaatan teknologi. Kedua, mengembangkan tata
kelola sampah dan limbah (waste), hal ini mencakup pengelolaan limbah atau sampah masyarakat,
limbah industry, limbah perkantoran. Dan yang ketiga mengembangkan tata kelola energy yang
bertanggungjawab, meliputi pemanfaatan energi, pengembangaan energi yang ramah lingkungan
(bimakota.go.id).
Permasalahan yang biasanya terjadi dalam suatu daerah terutama dalam segi lingkungan
yaitu, lajunya pertumbuhan penduduk namun tidak memikirkan tempat pemukiman, kurangnya
kesadaran masyarakat setempat dalam menjaga lingkungan sehingga menyebabkan pemukiman
tersebut tergolong dalam pemukiman kumuh. Pemukiman kumuh adalah suatu pemikuman yang
sudah mengalami proses penurunan kulaitas hidup baik dari segi fisik, sosial ekonomi dan juga
dalam hal budaya yang kondisi tempat tinggalnya membahayakan penghuninya atau bahkan sudah
tidak layak untuk dihuni lagi (Nofita, 2020).
Pemukiman kumuh ini bisa terjadi karena kepadatan penduduk, hal ini bisa terjadi karena
urbanisasi yaitu perpindahan dari masyarakat desa ke kota. Masyarakat yang tinggal di pemukiman
kumuh biasanya terdapat dibantaran sungai atau lahan yang dekat dengan pinggir kali atau pinggir
laut, masyarakat yang tinggal disana adalah masyarakat yang tidak mempunyai lahan untuk
membangun rumah di tanah layaknya bangunan rumah pada umumnya.
Menurut Budi Arifin (2015), menjelaskan Tanjungpinang mempunyai kawasan kumuh
selus 150,041 hektar yang meliputi Pantai Impian di Kelurahan Kampung Baru dengan luas 12,6
hektar, Lembah Purnama di Kelurahan Tanjungayun Sakti dengan dengan luas 5,99 hektar, Sungai
Nibung Angus di Kelurahan Tanjungpinang Timur dengan luas 14,6 hektar, Kelurahan Tanjung
Unggat seluas 31,64 hektar, Pelantar Sulawesi dengan luas 51,85 hektar, dan Kampung Bugis
dengan luas 18,92 hektar, serta yang terakhir ialah Senggarang dengan luas 14,81 hektar (Budi,
2015).
Kemudian, menurut pemko Tanjungpinang, pada tahun 2018 Kota Tanjungpinang
memiliki kawasan kumuh seluas 150,41 hektar dan mengahabiskan anggaran Rp4 milliar dengan
rincian Rp1 milliar untuk kelurahan senggarang dan 1,5 milliar untuk Tanjung Unggat Rp1 milliar,
dan Kembajo sebesar Rp1,5 milliar. Namun setelah di tinjau lebih lanjut tahun 2019 bertambah

237
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

menjadi 239,22 Ha (www.tanjungpinangkota.go.id). Dengan capaian pengurangan luas kawasan


kumuh yakni 2017 berhasil mengurangi kawasan kumuh seluas 47,78 hektar, lalu pada tahun 2018
berhasil ditangani seluas 42,4 hektar kemudian 2010 seluas 20,83 hektar.
Salah satu pemukiman kumuh yang terdapat di Kota Tanjungpinang ialah Tanjung Unggat.
Lokasi Tanjung Unggat yang berada di pinggir laut, dan rumah-rumah yang menumpuk
menggambarkan tatanan kota yang kurang diperhatikan atau di tata, belum lagi banyak sampah
yang naik kedaratan sehingga menimbulkan bau dan pemandangan yang kurang nyaman untuk
dilihat. Berdasarkan program nasional penanggulangan kemiskinan (PNPM) Tanjung Unggat
memiliki beberapa titik pemukiman kumuh yaitu, RW 1, Jl. Gudang Minyak, RW 2, Jl. Bigjend
Katamso, RW 3, Jl. Sultan Mahmud, RW 5, Jl. Sultan Mahmud, Gang Kayu Are Dalam, RW 6,
Jl. Sultan Mahmud, Gang Bluntas (Budi, 2015).
Ada beberapa faktor yang menjadikan Tanjung Unggat kawasan kumuh yaitu, masyarakat
membangun rumah atau pemukiman di atas air, kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga
lingkungan, padatnya penduduk akibat urbanisasi (perpindahan dari masyarakat desa ke kota).
Selain itu, Tanjung Unggat menjadi pemukiman kumuh dikarenakan padatnya penduduk yang
mencapai lebih dari 420 jiwa/hektar, selain itu tingkat pendidikan dan pendapatan yang relative
rendah menjadi pemicu (Sulaiman, 2005). Selain itu kurangnya kesadaran masyarakat dalam
menjaga lingkungan menjadi pemicu utama juga, seperti membuang sampah sembarangan ke laut,
limbah yang masih dibuang ke laut dan hal lainnya.
Dikutip dalam laman tanjungpinangkota.go.id, menjelaskan bahwa selain kepadatan
penduduk yang menjadikan Tanjung Unggat pemukiman kumuh ialah kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap lingkungan, infrastruktur yang tidak layak. Selain itu, permasalahan air bersih
juga masih menjadi kendala di kelurahan Tanjung Unggat, hal ini terjadi karena sebagian besar
masyarakat tidak memiliki septictank sehingga pembuangan limbah langsung ke laut yang dapat
mencemari lingkungan begitu juga dalam hal membuang sampah masih dibuang ke laut (Widhia,
2018).
Menurut Widhia Harianti (2018), ada tiga aspek yang harus di perhatikan dipemukiman
kumuh yaitu, ketersedian sarana proteksi kebakaran, aspek drainase perkotaan dan yang terakhir

238
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

aspek bangunan gedung yaitu ketidakteraturan bangunan. Mata pencarian masyarakat Tanjung
Unggat pun berasal dari laut, karena mayoritas masyarakatnya adalah nelayan yang mengambil
hasil laut sekitaran laut Tanjung Unggat. Untuk itu menjaga lingkungan tentunya sangat penting
untuk dilakukan. Dalam hal ini peran masyarakat dan pemerintah harus bekerja dalam
meningkatkan kualitas hidup agar Tanjung Unggat tidak masuk lagi dalam kawasan kumuh.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah kota Tanjungpinang dalam mengatasi
permasalahan lingkungan di Tanjung Unggat, yaitu dengan penerapan smart environment ini
kualitas hidup dan ekonomi Tanjung Unggat dapat meningkat terlebih lagi dengan bantuan
pemerintah sebagaimana masyarakat menjadi subjek pembangunan dan pemerintah memberikan
dukungan seperti kebijakan, subsidi pembangunan, sosialisasi dan pemberdayaan dan pembinaan
terhadap masyarakat bahwa menjaga lingkungan dan memanfaatkan teknologi menjadi satu paket
yang penting.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang
Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, menerangkan bahwa
pembinaan perumahan dan kawasan permukiman adalah upaya yang dilakukan oleh Menteri,
gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenanganya. Artinya dalam peraturan ni menerangkan
bahwa peran pemerintah daerah, dimana disini kepala daerah sangat berperan pentingan dalam
mengatasi permasalahan lingkungan ini melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan.
Dikutip dalam buku Masterplan Tanjungpinang (2019), lingkungan kota Tanjungpinang
pernah mendapat predikat peringkat ke dua se-Indonesia dalam kategori kualitas udara. Namun
produksi sampah mecapai 168 ton/tahunnya. Komitmen pemerintah dalam melaksanakan SDS’s
dengan program sectoral 100 0 100 (sanitasi, kumuh, air bersih) dan kota tanpa kumuh adalah
motivasi dalam membangun Kota Tanjungpinang lebih maju lagi, dalam penerapannya ini ialah
smart environment (Tim Teknis Smart City, 2019).
Ada tiga tahapan yang di perhatikan, pertama Program proteksi lingkungan (protection)
dengan menguatkan pengawasan dan penindakan pencemaran lingkungan oleh dunia usaha dan
msayarakat secara kolaboratif, kedua tata kelola sampah dan limbah, tujuannya meningkatkan
kapasitas pengelolaan sampah berbasis pengelohaan daur ulang dan pemanfaatan teknologi untuk

239
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

mewujudkan zero waste, dan yang terakhir ialah tata kelola energy dengan meningkatkan
efesisensi pemanfaatan energy secara partisipatif didukung pengembangan energy alternative.
(Masterpalan Smart City Kota Tanjungpinang, 2019).Jika dari semua kalangan mau bekerjasama
dalam mewujudkan 6 aspek diatas, bukan tidak mungkin Tanjung Unggat akan menjadi daerah
yang maju dan berubah apalagi di dukung dengan penataan ulang seperti revitalisasi, rehabilitasi,
renovasi dan juga rekontruksi.

PENUTUP
Penerapan smart environment di Kelurahan Tanjung Unggat ini adalah sala satu cara yang
paling cocok dalam mengatasi permasalahan lingkungan, bukan hanya di Kelurahan Tanjung
Unggat smart environment juga menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Jika
dilihat dari kondisi lapangan, salah satu penyebab Tanjung Unggat pemukiman kumuh ialah
kurangnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkunga. masyarakat Dengan menerapkan
smart environment masyarakat tempat akan mendapatkan tempat tinggal yang lebih layak,
pemukiman yang lebih tertata, air bersih, dan kualitas hidup yang lebih baik lagi. Smart
environment bisa tercapai ketika semua elemen masyarakat mau bekerjasama dalam
mewujudkannya, pemerintah yang lebih peduli terhadapa permasalahan ini dengan mengeluarkan
kebijakan-kebijakan yang dapat membantu dan mengatasi masalah lingkungan ini dan masyarakat
yang mau bekerjasama dan meningkatkan kepeduliannya terhadap lingkungan dimulai dengan
membuang sampah pada tempatnya bukan ke laut. Jika masyarakat dan pemerintah, penggiat
lingkungan bekerjasama maka hal diatas akan bisa diwujudkan.

DAFTAR PUSTAKA
Budi, A. (2015). Partisipasi Masyarakat Dalam Penataan Pemukiman Kumuh Di Kelurahan
Tanjung Unggat Kota Tanjungpinang. Naskah Publikasi

Koy, V. B. M. F., & Rodrigues, O. (2019). Pengembangan smart environment di Kampung Wisata
Jetisharjo RW. 07, Yogyakarta. Jurnal Teknik Arsitektur, 4(1).

240
© Copyright: Derlina Siregar & Eki Darmawan.
Vol.1, No.1, pp.232-241.

Limahekin, T. (2018). Pemukiman Kumuh Masih Banyak, Pemko Tanjungpinang Segera Lakukan
Penataan. Diakses pada laman https://batam.tribunnews.com

Nofita, D. (2020).Penerapan Smart Environment pada Pemukiman Kumuh di Bantaran Kali Code
Kota Yogyakarta. Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 13(1).

Peraturan Pemerintah 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan


Permukiman

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Pembinaan


Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

Priskadini. (2017). Mewujudkan Kota Responsif Melalui Smart City. PUBLISA (Jurnal Ilmu
Administrasi Publik). 2(1).

Priyo, S. Perbedaan Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif. Makalah Pembelajaran

Rachmawati, R. (2018). Pengembangan Smart Village Untuk Penguatan Smart City dan Smart
Regency. Jurnal Sistem Cerdas, 1(2):12-18)

Sulaiman. (2005). Proses Partisipasi Mayarakat Dalam Program Penataan Lingkungan


Pemukiman Kumuh Di Kelurahan Tanjung Unggat.TesisProgram Pascasarjana Magister
Teknik Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro

Tim Teknis Smart City Kota Tanjungpinang. (2019). Executive Summary Tanjungpinang Kota
Cerdas.Tanjungpinang. Hal 2

Tim Teknis Smart City. (2019). Masterplan Smart City Kota Tanjungpinang. Kota Tanjungpinang
hal. 29.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Perumahan

UU Permendagri No. 1 Tahun 2007 Tentang Penaatan Ruang


Widhia, H. (2018). Tingkat Kekumuhan Permukiman Di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan
Riau. Universitas Pendidikan Indonesia. Repository.upi.edu.perpustakaan.upi.edu

241

Anda mungkin juga menyukai