Anda di halaman 1dari 40

PROSES PENGECORAN (SAND CASTING)

A. Pengertian Pengecoran Logam


Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan logam dan
menuangkan cairan logam tersebut ke dalam rongga cetakan. Proses ini dapat digunakan
untuk membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat besar
dan sangat sulit atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat diproduksi masal
secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam seperti, besi, baja
paduan tembaga (perunggu, kuningan, perunggu alumunium dan lain sebagainya), paduan
ringan (paduan alumunium, paduan magnesium, dan sebagainya), serta paduan lain,
semisal paduan seng, monel (paduan nikel dengan sedikit tembaga), hasteloy (paduan
yang mengandung molibdenum, chrom, dan silikon), dan sebagainya.
Pada pengecoran logam, dibutuhkan pola yang merupakan tiruan dari benda yang
hendak dibuat dengan pengecoran. Pola dapat terbuat dari logam, kayu, stereofoam, lilin,
dan sebagainya. Pola mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari ukuran benda yang akan
dibuat dengan maksud untuk mengantisipasi penyusutan selama pendinginan dan
pengerjaan finishing setelah pengecoran. Selain itu, pada pola juga dibuat kemiringan
pada sisinya supaya memudahkan pengangkatan pola dari pasir cetak.
Cetakan adalah rongga atau ruang di dalam pasir cetak yang akan diisi dengan logam
cair. Pembuatan cetakan dari pasir cetak dilakukan pada sebuah rangka cetak. Cetakan
terdiri dari kup dan drag. Kup adalah cetakan yang terletak di atas, dan drag cetakan yang
terletak di bawah. Hal yang perlu diperhatikan pada kup dan drag adalah penentuan
permukaan pisah yang tepat.
Rangka cetak yang dapat terbuat dari kayu ataupun logam adalah tempat untuk
memadatkan pasir cetak yang sebelumnya telah diletakkan pola di dalamnya. Pada proses
pengecoran dibutuhkan dua buah rangka cetak yaitu rangka cetak untuk kup dan rangka
cetak untuk drag. Proses pembuatan cetakan dari pasir dengan tangan.

B. Proses Pengecoran
Ada beberapa tahapan pada proses pengecoran sebagai berikut :
 Pembuatan cetakan
 Persiapan dan peleburan logam
 Penuangan logam cair ke dalam cetakan :
a) Untuk cetakan terbuka (lihat gambar 2.1.a) logam cair hanya dituang hingga
memenuhi rongga yang terbuka
b) Untuk cetakan tertutup (lihat gambar 2.1.b) logam cair dituang hingga memenuhi
sistem saluran masuk :

 Setelah dingin benda cor dilepaskan dari cetakannya


 Untuk beberapa metode pengecoran diperlukan proses pengerjaan lanjut :
a) Memotong logam yang berlebihan
b) Membersihkan permukaan
c) Memeriksa produk cor
d) Memperbaiki sifat mekanik dengan perlakuan panas (heat treatment),
e) Menyesuaikan ukuran dengan proses pemesinan.

C. Cetakan Logam
Cetakan Logam adalah sebuah media pembentuk logam di dalam proses pengecoran
logam.
1) Bagian-Bagian Cetakan Logam
Secara umum cetakan harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut:
 Cavity (rongga cetakan), merupakan ruangan tempat logam cair yang dituangkan
kedalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda kerja yang akan dicor.
Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.
 Core (inti), fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Inti dibuat
terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan.
 Gating sistem (sistem saluran masuk), merupakan saluran masuk kerongga cetakan
dari saluran turun.
 Sprue (Saluran turun), merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi vertikal.
Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan yang
diinginkan.
 Pouring basin, merupakan lekukan pada cetakan yang fungsi utamanya adalah
untuk mengurangi kecepatan logam cair masuk langsung dari ladle ke sprue.
Kecepatan aliran logam yang tinggi dapat terjadi erosi pada sprue dan terbawanya
kotoran-kotoran logam cair yang berasal dari tungku kerongga cetakan.
 Raiser (penambah), merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam mengisi
kembali ruangan cetakan.

2) Bahan–Bahan Cetakan
Ada beberapa jenis bahan yang biasanya digunakan untuk bahan cetakan, hal
ini tergantung atas benda produksi yang akan dicetak, jens dari bahan– bahan cetakan
yang dimaksud adalah :
 Pasir
 Keramik
 Plaster
 Logam.
Dalam pembuatan logo cetakan Politeknik Negeri Sriwijaya ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan antara lain :
 Rongga cetakan harus dirancang lebih besar dari pada produk cor yang akan
dibuat, hal ini berfungi untuk mengimbangi penyusutan logam.
 Setiap logam memiliki koefisien susut yang berbeda (dalam merancang suatu
cetakan biasanya digunakan mistar susut).
3) Jenis–Jenis Cetakan :
 Cetakan Tidak Permanen (Expendable Mold)
Cetakan tidak permanen (Expendable mold) hanya dapat digunakan satu kali
saja. Contoh : Cetakan pasir (sand casting), cetakan kulit (shell mold casting), dan
cetakan presisi (precisian casting).
 Cetakan Permanent (Permanent Mold)
Cetakan permanen (permanent mold) dapat digunakan berulang-ulang
(biasanya dibuat dari logam). Permanent mold casting adalah pembuatan logam
dengan cetakan yang dipadukan dengan tekanan hidrostastik. Cara ini tidak
praktis untuk pengecoran yang berukuran besar dan ketika menggunakan logam
dengan titik didih tinggi. Logam bukan baja seperti alumunium, seng, timah,
magnesium, perunggu bila dibuat dengan cara ini hasilnya baik.
Cetakan ini terdiri atas dua atau lebih bagian yang digabung dengan sekrup,
klam, plat atau alat lain yang dapat dilepas setelah produk mengeras. Pada
umumnya, permanent molds dibuat dari close-grain dan dijepit satu sama lain.
Cetakan ini biasanya dilapisi dengan bahan perekat tahan panas (heatresistingwet
mixture) dan jelaga yang akan menjaga cetakan agar tidak lengket dan
mengurangi efek dingin pada logam.
Setelah cetakan disiapkan, kemudian ditutup dan seluruh bagian inti atau
bagian yang bebas dikunci ditempat. Kedua biji besi dan biji baja dapat digunakan
dalam cetakan jenis ini. Untuk mengantisipasi suhu logam dilakukan dengan
menuangkan air kedalam cetakan melalui pintu yang terbuka. Setelah hasil
cetakan cukup dingin, bagian yang bebas ditarik dan cetakan dibuka dan hasil
cetakan diangkat. Cetakan tersebut kemudian dibersihkan dan susun kembali
bagian-bagian cetakan, cetakan pun siap dituangi lagi (digunakan lagi).
Permanent mold casting termasuk otomatis, sehingga dapat diperoleh
produk yang cukup banyak.
Contoh Permanent Mold :
 Gravity permanent mold casting
 Pressure die casting
 Centrifugal die casting

D. Keuntungan Dan Kerugian Pembentukan Dengan Pengecoran


a) Keuntungan pembentukan dengan pengecoran :
 Dapat mencetak bentuk kompleks, baik bentuk bagian luar maupun bentuk bagian
dalam
 Beberapa proses dapat membuat bagian (part) dalam bentuk jaringan
 Dapat mencetak produk yang sangat besar, lebih berat dari 100 ton
 Dapat digunakan untuk berbagai macam logam
 Beberapa metode pencetakan sangat sesuai untuk keperluan produksi massal
b) Kerugian Pembentukan Dengan Pengecoran
Setiap metode pengecoran memiliki kelemahan sendiri-sendiri, tetapi secara
umum dapat disebutkan sebagai berikut :
 Keterbatasan sifat mekanik
 Sering terjadi porositas
 Dimensi benda cetak kurang akurat
 Permukaan benda cetak kurang halus
 Bahaya pada saat penuangan logam panas
 Masalah lingkungan

E. Pencairan Logam
Logam dapat dicairkan dengan jalan memanaskan hingga mencapai temperature
1300°C. Berat jenis logam cair besi cor 6,8 gr/cm3 sampai 7,0 gr/cm3 , paduan
alumunium (2,2–2,3) gr/cm3 , paduan timah (6,6–6,8) gr/cm3 . Karena berat jenis logam
tinggi maka aliran logam memiliki kelembaban dan gaya tumbuk yang besar.
Kekentalan logam tergantung temperaturnya, semakin tinggi temperature
kekentalannya semakin rendah. Berikut daftar kekentalan berbagai macam logam.

F. Pembekuan Logam
Proses pembekuan logam cair dimulai dari bagian logam cair yang bersentuhan
dengan dinding cetakan, yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga
bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sampai titik beku. Selama
proses pembekuan berlangsung, inti-inti kristal tumbuh. Bagian dalam coran mendingin
lebih lambat daripada bagian luarnya sehingga kristal-kristal tumbuh dari inti asal
mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal tersebut berbentuk panjang-
panjang seperti kolom. Struktur ini muncul dengan jelas apabila gradien temperature yang
besar terjadi pada permukaan coran besar. Akibat adanya perbedaan kecepatan
pembekuan, terbentuklah arah pembekuan yang disebut dendritik. Proses pembekuan
logam cair diilustrasikan sebagaimana pada gambar berikut :

Gambar 2.4. Pembekuan logam coran dalam cetakan


Permukaan logam hasil coran yang halus merupakan efek dari logam yang
mempunyai daerah beku yang sempit, sedangkan permukaan logam hasil cor yang kasar
merupakan efek dari logam yang mempunyai daerah beku yang lebar. Cetakan logam
akan menghasilkan hasil coran dengan permukaan yang lebih halus dibandingkan dengan
cetakan pasir. Alumunium murni membeku pada temperatur tetap, tetapi panas
pembekuan yang dibebaskan pada waktu membeku begitu besar sehingga permukaan
bagian dalam menjadi kasar apabila dicor pada cetakan pasir, sedangkan pada baja karbon
dengan kadar karbon rendah mempunyai daerah beku yang sempit.
Logam yang dicairkan akan mengalami pembekuan atau mengeras di dalam cetakan
atau terjadi solidifikasi. Cepat atau lambatnya terjadinya solidifikasi dipengaruhi oleh
sifat-sifat termal logam tersebut dan bahan cetakan, volume dan luas permukaan bidang
kontak logam-dinding cetakan serta bentuk pola. Selain itu, ukuran, bentuk dan komposisi
kimia logam yang di cor berpengaruh juga pada proses solidifikasi. Proses solidifikasi
logam cair di dalam cetakan ditunjukkan pada Gambar 2.5

G. Cacat Hasil Pengecoran


Cacat hasil coran telah diberi nama dan dikategorikan dalam tujuh kelompok jenis
cacat oleh International Commitee of Foundry Technical Associations/ICFTA. Tujuh
kategori jenis cacat coran adalah:
 Metallic projections.
 Caviti - Diskontinyuitas
 Permukaan defective.
 Coran incomplete.
 Ukuran/bentuk tidak tepat.
 Inclusions.
Hasil coran sering terlihat sempurna secara makro tetapi kenyataanya muncul
cacat-cacat terutama jenis kaviti dan cacat permukaan serta inklusi gas. Contoh cacat
coran yang sering terjadi dapat dilihat pada gambar 2.6
PROSES METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY)

A. Metalurgi Serbuk

Proses produksi logam secara metalurgi serbuk sudah cukup dikenal sekitar abad ke
18. Metalurgi serbuk adalah suatu kegiatan yang mencakup pembuatan benda komersial,
baik yang jadi atau masih setengah jadi (disebut kompak mentah), dari serbuk logam
melalui penekanan. Proses ini dapat disertai pemanasan akan tetapi suhu harus berada
dibawah titik cair serbuk. Pemanasan selama proses penekanan atau sesudah penekanan
yang dikenal dengan istilah sinter menghasilkan pengikatan partikel halus.

Serbuk logam jauh lebih mahal harganya dibandingkan dengan logam padat dan
prosesnya, yang hanya dimanfaatkan untuk produksi massal sehingga memerlukan die
dan mesin yang mahal harganya. Harga yang cukup mahal ini dapat dibenarkan berkat
sifat-sifat khusus yang dimiliki benda jadi. Beberapa produk hanya dapat dibuat melalui
proses serbuk; produk lainnya mampu bersaing dengan proses lainnya karena ketepatan
ukuran sehingga tidak diperlukan penyelesaian lebih lanjut. Serbuk emas dan perak serta
yang lainnya telah lama dikenal dan penemuan pres tekan lainnya menggalakkan
perkembangan metalurgi serbuk

Metalurgi serbuk merupakan proses pembuatan serbuk dan benda jadi dari serbuk
logam atau paduan logam dengan ukuran serbuk tertentu tanpa melalui proses peleburan.
Energi yang digunakan dalam proses ini relative rendah sedangkan keuntungan lainnya
antara lain hasil akhirnya dapat langsung disesuaikan dengan dimensi yang diinginkan
yang berarti akan mengurangi biaya permesinan dan bahan baku yang terbuang. Yang
menjadi masalah utama untuk memanfaatkan hasil serbuk tersebut adalah perlakuan-
perlakuan terhadap serbuk logam tersebut dengan sebaikbaiknya, sehingga menjadi
sebuah benda yang mempunyai nilai yang tinggi (Rusianto, 2009).

B. Sifat-Sifat Khusus Serbuk Logam

Sifat khusus serbuk (Pramono & Junus, 2011) adapun ukuran partikel, bentuk dan
distribusi ukuran serbuk logam, mempengaruhi karakter dan sifat fisis dari benda yang
dimampatkan. Serbuk dibuat menurut spsifikasi antara lain bentuk, kehalusan, distribusi
ukuran partikel, mampu alir (flowability), sifatkimia, mampu tekan (compressibility),
berat jenis semu dan sifat-sifat sinter.

1. Bentuk

Bentuk partikel serbuk tergantung pada cara pembuatannya, dapat bulat, tidak
teratur, dendritik, pipih atau bersudut tajam. Bentuk dari partikel tergantung pada
cara pembuatannya, bentuk partikel ini akan mempengaruhi packing, aliran (flow)
dan kompresitas(German, 1994). Bentuk partikel ada bermacam-macan seperti :

Gambar bentuk-bentuk partikel serbuk

2. Ukuran partikel serbuk (Kehalusan)

Kehalusan berkaitan erat dengan ukuran butir dan ditentukan dengan


mengayak serbuk dengan ayakan standar atau dengan pengukuran mikroskop.
Ayakan standar berukuran mesh 36 – 850 µm digunakan untuk mengecek ukuran
dan menentukan distribusi ukuran pertikel dalam daerah tertentu. Ukuran partikel
dan distribusi ukuran partikel, keduanya memiliki pengaruh yang signifikan dalam
mampu alir dan sifat lainnya, seperti bulk density, angle of repose dan
compressibility dari bulk solids. Perubahan kecil pada ukuran partikel bisa
menyebabkan perubahan yang signifikan dalam menghasilkan 9 mampu alir. Ukuran
partikel juga mempunyai peranan penting dalam compressibility serbuk karena
meningkatnya ukuran partikel biasanya menyebabkan meningkatnya
compressibility.
3. Sebaran Ukuran Partikel

Dalam memproduksi serbuk logam ukuran partikel yang dihasilkan tidaklah


seragam, terdapat daerah ukuran partikel serbuk. Ukuran partikel yang terkumpul
tersebut lalu dianalisa distribusi ukuran partikelnya kemudian distribusi ukuran
partikel dibuat dalam bentuk histogram atau frekuensi yang menunjukkan jumlah
dari serbuk pada tiap-tiap ukuran. Pengaruh distribusi ukuran partikel ini pada
mampu alir, appereant density, densitas dan porositas produk

4. Mampu Alir (flowability)

Mampu alir merupakan karakteristik yang menggambarkan sifat alir serbuk


dan kemampuan memenuhi ruangan cetak. Kemampuan alir serbuk berkaitan erat
dengan sifat kohesi antar partikel sehingga partikel yang memiliki kemampuan
pemadatan (packability) bagus akan memiliki kemampuan alir yang bagus juga.

5. Sifat Kimia

Terutama menyangkut kemurnian serbuk logam, jumlah oksida yang


diperbolehkan dan kadar elemen lainnya yang berpengaruh terhadap kualitas produk
yang dihasilkan.

6. Kompresibilitas

Kompresibilitas adalah perbandingan volume serbuk semula dengan volume


benda yang ditekan. Jika volume serbuk mula-mula didefinisikan V0 dan volume
benda yang sudah ditekan didefinisikan V1, maka compresibility sama dengan
V0/V1. Nilai ini berbeda-beda dan dipengaruhi oleh distribusi ukuran dan bentuk
butir. Kekuatan tekan mentah tergantung pada kompresibilitas.

7. Berat Jenis Curah

Berat jenis curah atau berat jenis serbuk dinyatakan dalam kilogram per meter
kubik atau gram per centi meter kubik. Harga ini harus tetap, agar jumlah serbuk
yang mengisi cetakan setiap waktunya tetap sama. Serbuk yang ditempatkan pada
sebuah silinder yang sudah diketahui volumenya lalu berat serbuk yang memenuhi
silinder tersebut ditimbang beratnya.
8. Kemampuan Sinter

Sinter adalah proses pengikatan partikel melalui proses pemanasan.

C. Produksi Serbuk Metal

Umumnya produsen serbuk metal berbeda dengan pembuat part-part dari metal
serbuk.
Secara prinsip metode pembuatan serbuk metal melalui :

1. Atomisasi (Atomization)
Atomisasi adalah proses mengkonversi cairan logam melalui penyemprot
bertekanan sehingga partikel-partikel tersebut berubah menjadi serbuk. Material
cair dapat dijadikan powder (serbuk) dengan cara menuangkan material cair
dilewatkan pada nozzel yang dialiri air bertekanan, sehingga terbentuk butiran
kecil-kecil. Proses ini paling banyak digunakan untuk memproduksi serbuk metal.
Dapat diaplikasikan ke hampir semua jenis logam baik paduan maupun murni.
Proses atomisasi dengan metode :

 Gas/ udara kecepatan tinggi.

 Air kecepatan tinggi ; kelemahannya mudah terjadi oksidasi pada permukaan


partikel, sehingga umumnya air diganti dengan oli sintetik.

 Sentrifugal ; Melalui putaran dari piringan mekanis

Pada proses atomisasi dengan metode gas atau air ; ukuran partikel di
kendalikan dari kecepatan aliran fluida, ukuran partikel berbanding terbalik
dengan kecepatan.

2. Kimiawi (chemical)
Dengan reaksi kimia maka unsur-unsur logam akan terpisahkan dari
oksidanya menggunakan unsur-unsur pereduksi seperti hydrogen atau karbon
monoksida (unsur-unsur pereduksi akan mengikat oksigen yang ada di dalam
elemen-elemen logam. Proses ini digunakan untuk memproduksi serbuk besi,
tungsten, & tembaga. Proses kimiawi lainnya misalkan dengan mendekomposisi
besi pentakarbonil untuk menghasilkan partikel-partikel berbentuk bola (spherical)
dengan kemurnian yang tinggi. Prosesnya dapat diamati menggunakan photo
micrograph (diameter 0,25 – 3,0 μm).

3. Elektrolisa (electrolytic)
Pembutan serbuk dengan cara proses elektrolisis yang biasanya
menghasilkan serbuk yang sangat reaktif dan brittle. Untuk itu material hasil
electrolytic deposition perlu diberikan perlakuan annealing khusus. Bentuk butiran
yang dihasilkan oleh electolitic deposits berbentuk dendritik. Di dalam sel
elektrolisa logam / metal yang akan diurai berfungsi sebagai anoda. Dengan diberi
tegangan secara perlahan anoda akan terurai & melalui larutan elektrolite akan
mengendap di kutub kathoda. Endapan dipindahkan/ diangkat, dibersihkan & di
keringkan sehingga di dapat metal serbuk dengan kemurnian sangat tinggi. Teknik
ini digunakan untuk memproduksi serbuk berilium, tembaga, besi, perak, titanium.

4. Decomposition
Terjadi pada material yang berisikan elemen logam. Material akan
menguraikan/memisahkan elemen-elemenya jika dipanaskan pada temperature
yang cukup tinggi. Proses ini melibatkan dua reaktan, yaitu senyawa metal dan
reducing agent. Kedua reaktan mungkin berwujud solid, liquid, atau gas.

5. Mechanical Processing of Solid Materials


Pembuatan serbuk dengan cara menghancurkan material dengan ball
milling atau dengan proses pengikisan dengan mechanical grinding. Material yang
dibuat dengan Mechanical processing harus material yang mudah retak seperti
logam murni, bismuth, antimony, paduan logam yang relative keras dan britlle,
dan keramik.

Terdapat 3 mekanisme pencampuran serbuk, yaitu [R.M. German, 1984]:

A. difusi: terjadinya pencampuran karena gerak antar partikel serbuk yang dihasilkan
oleh putaran drum;

B. konveksi: terjadinya pencampuran karena ulir didalam kontainer berputar pada


porosnya sehingga terjadi pencampuran.partikel yang berat akan cenderung turun
ke bawah;

C. geser: terjadinya pencampuran karena menggunakan suatu media pengaduk.

D. Proses Metalurgi Serbuk

1. Penggilingan/ penghalusan (blending) & pencampuran serbuk (mixing).


Blending dilakukan pada serbuk dari komposisi kimia yang sama tetapi
umumnya dari ukuran partikel yang berbeda. Ukuran partikel berbeda sering
digiling untuk mengurangi porositas.
Mixing dilakukan untuk mengkombinasikan serbuk dari sifat-sifat kimia
yang berbeda. Salah satu keuntungan teknik metalurgi serbuk adalah
dimungkinkannya untuk mencampurkan berbagai logam ke dalam paduan yang
sangat sulit atau tdk mungkin di lakukan oleh proses lain.
Gambar proses penggilingan / penghalusan

Gambar mixer tipe-V dan kerucut ganda

Ada 2 macam pencampuran, yaitu:

1) Pencampuran basah (wet mixing)


Yaitu proses pencampuaran dimana serbuk matrik dan filler dicampur
terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material
(matrik dan filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan
pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuaran
material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak
berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada
material yang digunakan.

2) Pencampuran kering (dry mixing)


Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut
untuk membantu melarutkan dan dilakukan di udara luar. Metode ini dipakai
apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.

2. Pembentukan (Compaction).
Proses kompaksi adalah suatu proses pembentukan logam dari serbuk logam
dengan mekanisme penekanan setelah serbuk logam dimasukkan ke dalam
cetakan (die). Proses kompaksi pada umumnya dilakukan dengan penekanan satu
arah dan dua arah. Pada penekan satu arah penekan atas bergerak kebawah.
Sedangkan pada dua arah, penekan atas dan penekan bawah saling menekan
secara bersamaan dalam arah yang berlawanan. Jenis dan macam produk yang
dihasilkan oleh proses metalurgi serbuk sangat ditentukan proses kompaksi dalam
membentuk serbuk dengan kekuatan yang baik.
Bahan bahan dengan kekerasan rendah, seperti aluminium, kuningan, dan
perunggu memerlukan tekanan pemadatan yang rendah. Bahan-bahan dengan
kekerasan tinggi seperti besi, baja, dan nikel paduan memerlukan tekanan
pemadatan yang tinggi. Semakin tinggi tekanan pemadatan akan menaikkan berat
jenis hingga kondisi optimum. Di atas tekanan optimum tersebut, peningkatan
tekanan tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kenaikan
massa jenis.
Penekanan terhadap serbuk dilakukan agar serbuk dapat menempel satu
dengan lainnya sebelum ditingkatkan ikatannya dengan proses sintering. Dalam
proses pembuatan suatu paduan dengan metode metalurgi serbuk, terikatnya serbuk
sebagai akibat adanya interlocking antar permukaan, interaksi adesikohesi, dan
difusi antar permukaan. Untuk yang terakhir ini (difusi) dapat terjadi pada saat
dilakukan proses sintering.

Bentuk benda yang dikeluarkan dari pressing disebut bahan kompak mentah,
telah menyerupai produk akhir, akan tetapi kekuatannya masih rendah. Kekuatan
akhir bahan diperoleh setelah proses sintering. Tekanan pemadatan yang
diperlukan tergantung pada jenis bahan serbuk yang berkisar antara 70 Mpa (10
ksi) hingga 800 Mpa (120 ksi) (Kalpakjian,1989).
Table Tekanan Kompaksi pada Berbagai Macam Serbuk Logam

Cara – cara pembentukan serbuk:


a. Cara Penekanan (Pressing)
b. Dengan peningkatan kepadatan secara sentrifugal
c. Cetakan slip
d. Cara ekstrusi
e. Cara sinter gravitasi
f. Dengan mengerol

3. Pemanasan (Sintering).

Proses sinter merupakan metode pembuatan produk dari bahan serbuk


yang sebelumnya dilakukan proses kompaksi(cetak) kemudian dengan
memanaskan matrial dibawah titik leburnya sehingga partikel partikelnya
berikatan satu sama lain. Pada proses sinter, benda padat terjadi karena terbentuk
ikatan-ikatan antar partikel. Panas menyebabkan bersatunya partikel dan
efektivitas reaksi tegangan permukaan meningkat dengan perkataan lain, proses
sinter menyebabkan bersatunya partikel sedemikian rupa sehingga kepadatan
bertambah. Selama proses ini terbentuklah batas-batas butir, yang merupakan
tahap permulaan rekristalisasi.
Di samping itu, gas yang ada menguap dan temperatur sinter umumnya
berada di bawah titik cair unsur serbuk utama selama proses sinter terjadi
perubahan dimensi, baik berupa pengembangan maupun penyusutan tergantung
pada bentuk dan distribusi ukuran partikel serbuk, komposisi serbuk, prosedur
sinter dan tekanan pemampatan (German, 1994). Setelah dilakukan proses
sintering terhadap sample yang sebelumnya telah dilakukan proses kompaksi
maka ikatan antar serbuk akan semakin kuat. Meningkatnya ikatan setelah proses
sintering ini disebabkan timbulnya liquid bridge (necking) sehingga porositas
berkurang dan bahan menjadi lebih kompak. Dalam hal ini ukuran serbuk juga
berpengaruh terhadap kompaktibilitas bahan, semakin kecil ukuran serbuk maka
porositas kecil dan luas kontak permukaan antar butir semakin luas.

Pressure-assisted sintering merupakan teknik baru, pemberian tekanan


selama proses sinter sangat berguna untuk memproses material yang tidak reaktif
daripada menggunakan siklus proses sinter konvensional, contohnya material
komposit dan intermetalik temperatur tinggi. Apabila tekanan yang diberikan
rendah, menghasilkan pemadatan yang dikontrol oleh diffusional creep .
Kemungkinan lain, pemadatan pada tekanan tinggi dipercepat apabila tegangan
efektif melebihi kekuatan luluh material. Tekanan yang diberikan biasanya
hidrostatik ( hot isostatic pressing) atau uniaksial (forging dan hot pressing).

Tahapan proses sinter

Pada proses sinter terdapat beberapa tahapan yang dialami oleh partikel-
partikel serbuk, yakni :

1. Initial stage
Tahap awal (initial stage) secara umum ditandai dengan penyusunan
kembali formasi leher, yang meliputi penyusunan kembali partikel dan formasi
leher awal di titik kontak antar partikel, penyusunan kembali formasi partikel
setelah mengalami pergerakan untuk meningkatkan jumlah titik kontak dan
pada akhirnya membentuk ikatan pada titik kontak tersebut, dengan
pergerakan material terjadi dengan energi permukaan tertinggi.
Gambar tahap awal proses sinter (a) partikel awal, (b) penyusunan Kembali,
(c) terbentuknya formasi leher

2. Intermediate stage
Tahap kedua (intermediate stage) pertumbuhanleher terus berlanjut,
yang diikuti dengan pertumbuhan butir dan pertumbuhan pori. Perubahan fisik
selama tahap kedua adalah sebagai berikut pertumbuhan ukuran leher antar
partikel, porositas menurun atau berkurang, pusat partikel bergerak semakin
dekat secara bersama-sama, penyusutan setara dengan jumlah berkurangnya
porositas, batas butir mulai berpindah sehingga butir mulai bertumbuh,
terbentuknya saluran yang saling berhubungan(continuous channel) dan
berakhir ketika porositas terisolasi. Penyusutan secara maksimal terjadi pada
tahap kedua.

Gambar tahap kedua (a) pertumbuhan leher dan volume penyusutan,


(b) perpanjangan dari batas butir, (c) pertumbuhan butir berlanjutdan batas butir
meluas, volume penyusutan dan pertumbuhan butir
3. Final stage
Tahap Ketiga (Final Stage) ditandai dengan hilangnya struktur pori dan
munculnya batas butir. Perubahan fisik selama tahap akhir meliputiporositas
mengalami pergerakan terakhir dan pertumbuhan butir terjadi.

Gambar tahap ketiga (a) pertumbuhan leher dengan discontinues pore-phase,


(b) pertumbuhan butir dengan pengurangan porositas (c) pertumbuhan butir

Benda yang dihasilkan dalam proses sinter lebih berpori dibandingkan


dengan material yang sepenuhnya padat. Kepadatan produk tergantung pada
kapasitas pemadatan, suhu sintering, tekanan kompresi, dll. Terkadang, produk
tidak memerlukan kepadatan tinggi dan produk hasil sintering langsung dapat
digunakan sebagai produk akhir. Tetapi terkadang, untuk produk yang
membutuhkan kepadatan tinggi memerlukan operasi sekunder untuk mendapatkan
kepadatan tinggi dan akurasi dimensi yang lebih baik. Operasi sekunder dalam
proses metalurgi serbuk yang paling umum digunakan adalah sizing, coining,
infiltration, impregnation, hot forging, dll.
a. Infiltration
Infiltration adalah proses yang digunakan untuk meningkatkan
kekuatan, kepadatan dan kekerasan. Proses infiltration dilakukan dengan
menempatkan slug paduan tembaga di atas bagian metalurgi serbuk selama
proses sintering. Paduan tembaga tersebut meleleh dan masuk kedalam pori-
pori kecil di bagian bagian logam.
b. Sizing dan Coining
Dalam operasi sizing dan coining, bagian yang disinter ditekan dalam
cetakan untuk meningkatkan kekuatan dan kepadatan dengan proses kerja
dingin (cold working). Selain itu toleransi pada ukuran menjadi lebih dekat
dan ukuran menjadi lebih akurat.
c. Impregnation
Dalam proses impregnation, bagian yang disinter (jika diperlukan)
diresapi dengan gemuk atau oli dengan pemanasan suhu sekitar 100 ° C dalam
minyak atau pelumas selama 10–15 menit. Bagian yang terimpregnasi oli atau
gemuk seperti itu menghasilkan sifat pelumas.
d. Heat Treatment (perlakuan panas)
Bagian logam metalurgi serbuk juga dapat diberi perlakuan panas
seperti penempaan atau bagian logam cor untuk meningkatkan struktur butir,
kekuatan dan kekerasan pada hasil akhir logam tersebut.

E. Pengolahan Pasca
Perawatan setelah sintering dapat mengadopsi berbagai metode sesuai dengan
kebutuhan produk yang berbeda. Seperti finishing, oil immersion, machining, heat
treatment dan electroplating, steam treatment, dll. Selain itu, dalam beberapa tahun
terakhir, beberapa proses baru seperti rolling dan forging juga telah diterapkan pada
pengolahan bahan metalurgi serbuk setelah sintering, dan telah mencapai hasil yang
ideal.
 Impregnasi
Gunakan fenomena kapiler porositas bagian yang disinter untuk
direndam dalam berbagai cairan. Untuk tujuan pelumasan, dapat direndam
dalam minyak pelumas; untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan anti-
korosi, dapat direndam dalam larutan tembaga; untuk perlindungan
permukaan, dapat direndam dalam resin atau pernis.
 Perawatan uap
Karena adanya pori-pori pada produk metalurgi serbuk, hal ini
menyebabkan kesulitan pada perlindungan permukaan. Perawatan kebiruan
uap sangat penting untuk meter, industri militer dan produk metalurgi serbuk
dengan persyaratan anti-korosi, dan dapat meningkatkan ketahanan karat dan
celah kedap udara dari bagian metalurgi serbuk.
 Tekanan permukaan dingin
Untuk meningkatkan akurasi dimensi bagian dan mengurangi
kekasaran permukaan, dapat digunakan pembentukan; untuk meningkatkan
kepadatan bagian, beberapa penekanan dapat digunakan; untuk mengubah
bentuk bagian, pengepresan halus dapat digunakan.
 Perawatan panas
Karena adanya pori-pori, produk dengan porositas lebih besar dari
10%, karburasi cair atau pemanasan penangas garam tidak boleh digunakan
untuk mencegah larutan garam masuk ke dalam pori-pori dan menyebabkan
korosi internal; untuk produk dengan porositas kurang dari 10%, dapat
digunakan dengan baja umum Metode perlakuan panas yang sama, seperti
pendinginan keseluruhan, pendinginan karburasi, pendinginan karbonitriding,
dll. perlakuan panas dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan produk
berbasis besi.

F. Contoh Produk Hasil Proses Metalurgi Serbuk

Gambar Roda gigi


Produk dari serbuk logam
Gambar Fastener

Gambar Bearing
Berikut ini merupakan beberapa aplikasi dan produk akhir yang dihasilkan
dalam proses metalurgi serbuk :

 Untuk menghasilkan produk berpori.


 Untuk memproduksi roda gigi pompa oli untuk mobil.
 Untuk memproduksi alat pemotong, cetakan wire drawing dan cetakan deep
drawing.
 Untuk menghasilkan komposit logam tahan api, misalnya: tungsten,
molibdenum, tantalum.
 Untuk pembuatan kawat tungsten untuk filamen di industri lampu.
 Alat impregnasi berlian dihasilkan dari campuran serbuk besi dan debu
berlian dengan proses metalurgi serbuk.
 Untuk memproduksi beberapa alat kelistrikan seperti, circuit breaker, relai
dan elektroda las resistansi.
 Untuk memproduksi komponen dan suku cadang mobil, pesawat terbang,
turbin gas, jam listrik dan senjata api yang membutuhkan tingkat akurasi
tinggi dan bentuk yang rumit.

G. Kelebihan dan Kekurangan Proses Metalurgi Serbuk

1. Kelebihan

 Secara alamiah dari material awalnya, part-part MS memiliki tingkat


porositas spesifik yg dpt dibuat sesuai keinginan. Porositas logam diperlukan
utk menyimpan kandungan pelumas (oil) misal pada part bantalan (bearing)
& roda gigi (gear).

 Metalurgi serbuk hanya menghasilkan sedikit sekali bagian material yg


terbuang (waste), ± 97 % dari serbuk awal akan menghasilkan produk jadi.
Ini dpt dibandingkan dng proses pengecoran yg memiliki saluran tuang
(sprue), saluran masuk (runners) & saluran keluar (risers) yg merupakan
material terbuang (waste).
 Mengurangi bahkan menghilangkan proses pemesinan lanjut. Hal ini
dikarenakan produk yang diproduksi dengan metode metalurgi serbuk
memiliki dimensi yang akurat dan permukaan yang halus.

 Laju produksi yang tinggi. Hal ini dikarenakan setiap tahapan yang ada pada
metode metalurgi serbuk sangat mudah dan sederhana. Kebutuhan akan
tenaga kerja pun sangat rendah, dan produk yang dihasilkan memiliki tingkat
keseragaman yang tinggi.

 Mampu memproduksi benda dengan ukuran yang rumit, seperti roda gigi.

 Memungkinkan dicampurkannya berbagai komposisi material untuk


menghasilkan produk dengan karakteristik yang khas dan sesuai kebutuhan.

 Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material

 Mempunyai presisi yang tinggi

 Selama pemrosesan menggunakan suhu yang rendah

 Sangat ekonomis karena tidak ada material yang terbuang selama


pemrosesan

 Serbuk yang murni akan menghasilkan produk yang murni.

 Memungkinkan untuk mencapai sifat bahan tertentu. Sifat khas seperti


densitas, porositas, permeabilitas, keausan, dll dapat dikontrol dengan baik
menggunakan metode metalurgi serbuk.

2. Kekurangan

 Sulitnya penempatan, penyimpanan & penanganan serbuk metal.

 Serbuk metal tidak dapat mengalir secara lateral pada cetakan selama proses
pressing, sehingga diperlukan kelonggaran untuk mengeluarkan part dari
cetakan (dies) setelah pressing.
 Bervariasinya kerapatan (density) material dari part merupakan problem MS,
khususnya utk bentuk-bentuk geometris yg rumit

 Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan serbuk


logam tidak mampu mengalir ke ruang cetakan

 Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata

 Biaya pembuatan alat mahal. Hal ini dikarenakan alat akan menerima
tekanan saat proses kompaksi sehingga material penyusunnya harus mampu
menahan beban.

 Material serbuk mahal jika dibandingkan dengan material logam lembaran


atau logam pejal.

 Keterbatasan ukuran dan bentuk benda. Benda yang diproduksi ukuran dan
bentuknya terbatas pada benda-benda yang dapat dikeluarkan dengan mudah
dari cetakan.

 Dimensi benda berubah saat sintering sehingga diperlukan percobaan untuk


mendapat nilai penyusutan yang optimal.

 Sulit untuk mendapatkan densitas yang seragam.


PROSES PRODUKSI POLIMER (POLYMER PROCESSING)

A. Proses Produksi Polymer


Polimer atau dikenal sebagai plastik oleh kebanyakan orang adalah material non
logam yang terdiri dari molekul-molekul yang menyertakan rangkaian satu atau lebih
dari satu unit monomer. Polimer memiliki sifat yang khas dibandingkan material lain
yaitu polimer jauh lebih ringan, tahan korosi, cukup kuat, murah dan mudah di bentuk
menjadi bentuk komplek. Dengan sifat ini banyak produk dibuat dengan memakai
material polimer sebagai subtitusi bahan logam.
Tipe polimer secara garis besar dapat dibedakan antara polimer termoplastik,
polimer termoset dan polimer elastomer. Polimer termoplastik bersifat lunak dan viskos
(viscous) pada saat dipanaskan dan menjadi keras dan kaku (rigid) pada saat di dinginkan
secara berulang-ulang. Sedangkan polimer termoset hanya melebur pada saat pertama
kali di panaskan dan selanjutnya mengeras secara permanent pada saat
didinginkan.polimer jenis elastomer, misalnya karet alam, memiliki daerah elastis non
linear yang sangat besar.
Umumnya produk dengan bahan polimer dibuat dengan menggunakan proses cetak
tekan (injection molding), ekstruksi (proses ditekan panas melalui sebuah orifice), Blow
molding (diekstruksi membentuk pipa kemudian ditiup di dalam cetakan) ataupun
thermoforming (lembaran polimer yang dipanaskan ditekan kedalam suatu cetakan ).
PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT PROCESS)

A. Perlakuan Panas

Perlakuan panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan


dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan dalam
keadaan padat, dalam upaya untuk memperoleh sifat-sifat tertentu ( Donny dan
Rizky, 2013). Biaya pembuatan memang tinggi; hal ini disebabkan lamanya
waktu yang diperlukan untuk membuat perkakas itu serta upah yang tinggi dari
tenaga yang terampil dan perlengkapan-perlengkapan presisi yang diperlukan.
Dalam hal ini ada suatu jaminan untuk tidak gagal terlalu awal, yaitu
penggunaan material yang baik sesuai dengan Jenis perkakas yang dibuat dan
yang tidak kalah pentingnya ialah perlakuan panas yang benar dari material
tersebut.

Mengeraskan suatu perkakas memang mudah, tetapi memberikan kekerasan


yang paling sesuai untuk fungsi suatu perkakas adalah sulit. Untuk memperoleh
sifat-sifat yang paling baik dari baja yang dipilih dengan benar memang
diperlukan perlengkapan yang memadai. Sekurang-kurangnya harus ada
temperature control yang bekerja dengan baik pada dapur-dapur pemanasnya.
Selanjutnya diperlukan pula fasilitas pengujian kekerasan untuk benda-benda
yang sudah diproses perlakuan panas.

Perlakuan panas (Heat treatment) secara umum meliputi:

1. Pemanasan sampai suhu dan kecepatan tertentu.

2. Mempertahankan suhu untuk waktu tertentu sehingga temperaturnya


merata antara permukaan dan inti.

3. Pendinginan dengan media pendingin (air, minyak, atau udara/ media


pendingin yang lain).

Ketiga hal tersebut tergantung dari sifat-sifat yang diinginkan.

Syarat-syarat perlakuan panas (heat treatment) yang harus dipenuhi:

1. Suhu pemanasan harus naik secara teratur dan merata.


2. Alat ukur suhu hendaknya seteliti mungkin

3. Laju pendinginan sesuai dengan jenis perlakuan panas yang dilakukan

B. Klasifikasi Proses Perlakuan Panas

Secara umum perlakuan panas (heat treatment) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Annealing

2. Normalising

3. Hardening

4. Tempering

Gambar 1. Diagram Suhu Perlakuan Panas (Heat Treatment) Untuk Baja Karbon

1. Annealing

Annealing adalah salah satu proses perlakuan panas (heat treatment)


yang digunakan untuk.

a. Mengurangi kekerasan.

b. Menghilangkan tegangan sisa.

c. Memperbaiki kekuatan.

d. Memperbaiki ductility.

e. Menghaluskan ukuran butiran.


Macam-macam proses annealing:

a. Full annealing.

Full Annealing bertujuan untuk mengubah bentuk lapisan sementit di


dalam pearlit dan sementit pada batasan-batasan butiran dari baja
karbon tinggi menjadi bentuk spheroidical (bentuk bola).

Proses Full Annealing adalah sebagai berikut:

1) Baja hypoeutectoid (<0,83% C). Baja dipanaskan 30 - 60°C (50


- 100°F) di atas temperatur A3, kemudian ditahan beberapa
saat, baru didinginkan di dalam dapur dengan kecepatan

pendinginan 10 - 30°C/jam sampai temperatur 30 oC di bawah


A1, kemudian didinginkan di udara.

2) Baja hyper eutectoid (>0,83%C). Pada dasarnya sama dengan


baja hypo eutectoid, kecuali pada permulaan pemanasan hanya
sampai daerah austenit + sementit, yaitu pada temperatur
sekitar 30 – 60°C di atas A1.

b. Recrystallisation annealing.

Tujuan Recrystallisation Annealing adalah melunakkan baja hasil


pengerjaan, karena adanya rekristalisasi dan pengembangan bentuk
strukturnya. Recrystallisation Annealing digunakan untuk baja hasil
pengerjaan dingin yang berat. Baja dipanaskan pada suhu kira-kira
700°C (sedikit di bawah temperatur A1), tahan pada temperatur
tersebut untuk mencapai kelunakan, kemudian didinginkan dengan
kecepatan tertentu (biasanya di udara).

Hasil dari Recrystallisation Annealing ini adalah :

1) Menghasilkan baja/benda kerja dengan permukaan yang halus


(tidak bersisik).

2) Mempermudah pengerjaan cold working tanpa ada keretakan.

c. Stress relief annealing.


Stress-Relief Annealing merupakan Annealing untuk
menghilangkan tegangan dalam. Tujuan dari Annealing ini adalah
untuk menghilangkan tegangan sisa (tegangan dalam) dalam baja
tuang yang tebal, juga pada logam yang sudah mengalami penjelasan.

Proses dari Annealing ini adalah benda kerja dipanaskan sampai suhu

di bawah Al (550-650)oC dipertahankan beberapa saat kemudian


didinginkan perlahan. Annealing ini memperbaiki sifat mampu di
mesin.

d. Spheroidization, dan lain-lain.

Spheroidization bertujuan membentuk/ menghaluskan struktur sementit


dengan menghancurkan bentuk sphreoids (bulatan kecil) dalam
kandungan ferrit.

Proses Spheroidization adalah sebagai berikut :

1) Memperpanjang waktu pemanasan pada suhu tepat di bawah A 1,


diikuti dengan pendinginan yang lambat.

2) Memperpanjang periode di sekitar suhu A1 yaitu sedikit di atas


dan di bawahnya.

3) Untuk tool steel dan high alloy steel, pemanasan antara 750 - 8000
atau lebih tinggi dan dipertahankan pada suhu tersebut untuk
beberapa jam, diikuti oleh pendinginan yang perlahan-lahan.
2. Normalizing
Normalizing bertujuan untuk mendapatkan struktur butiran yang halus dan
seragam, juga untuk menghilangkan tegangan dalam. Pemakaian
normalizing adalah untuk baja-baja konstruksi, baja rol, material yang
mengalami penempaan, tidak mempunyai . struktur yang sama karena
jumlah beban tidak sebanding dan karena perubahan bentuk pada tahap-
tahap pendinginan yang tidak merata untuk benda yang ketebalannya tidak
sama.
Proses normalizing ini adalah memanaskan sampai sedikit di atas suku kritis

(± 60oC di atas suhu kritis atas), kemudian setelah suhu merata didinginkan
di udara. Hasil yang diperoleh adalah sifat mampu di mesin.

Gambar 3. Diagram Suhu-Waktu untuk Proses Normalizing


Sumber : Purwanto, 2016

3. Hardening

a. Direct Hardening
Umumnya hanya disebut hardening, bertujuan untuk merubah
struktur baja sedemikian rupa sehingga diperoleh struktur martensit
yang keras dari permukaan hingga inti benda kerja. Proses dari Direct
Hardening ini adalah baja dipanaskan sampai Suhu tertentu antara 770–
830°C (tergantung dari kadar karbon) kemudian ditahan pada suhu
tersebut, beberapa saat, kemudian didinginkan secara mendadak dengan
mencelupkan dalam air oli atau media pendingin yang lain. Dengan
pendinginan yang mendadak, tak ada waktu yang cukur bagi austenit
untuk berubah menjadi perlit dan ferit atau perlit dan sementit.
Pendinginan yang cepat menyebabkan austenit berubah menjadi
martensit. Hasilnya adalah kekerasan tinggi, kekenyalan (ductility)
rendah

Gambar 4. Diagram Suhu-Waktu untuk Proses Hardening


Sumber : Purwanto, 2016

b. Pengerasan Permukaan (Case Hardening)


Seringkali komponen-komponen baja di inginkan hanya keras
pada permukaannya saja sedangkan inti atau porosnya tetap lunak, hal
ini memberikan kombinasi yang serasi antara permukaan yang
tahan pakai dan poros yang ulet. Tujuan Case Hardening ini adalah
menghasilkan lapisan permkaan yang keras pada baja yang dianggap
lunak dan ulet. Umumnya, pengerasan permukaan dibagi menjadi tiga
proses:

1) Carburizing/penambahan karbon
Proses carburizing didasarkan atas kemampuan baja

untuk menyerap karbon pada temperatur antara 900 - 9 50 oC.


Carburizing adalah salah satu metoda yang digunakan untuk
menghasilkan permukaan keras padat baja yang berkadar
karbon rendah (0,3 %). Dengan proses ini didapat lapisan baja
dengan kadar karbon 0,3-1%, dengan tebal antara 0,1-2,5 mm
tergantung lamanya pemanasan.

Proses Carburizing adalah baja yang akan diproses


dimasukkan ke dalam peti yang berisi arang kayu atau batu
bara dan barium karbonat. Setelah suhu dan waktu pemanasan
tercapai (tergantung ketebalan dan kekerasan yang
diinginkan), dapur kemudian dimatikan, setelah mencapai

suhu kira-kira 350oC, kotak kemudian dikeluarkan dan


selanjutnya didinginkan di udara.

2) Flame hardening
Proses ini sangat cepat untuk menghasilkan permukaan keras
dari baja yang kandungan karbonnya lebih dari 0,4%.
Permukaan baja dipanaskan dengan Cepat hingga suhu
kritisnya dengan perantaraan semburan api Flame atau dengan
induction coil frekuensi tinggi, kemudian diquenching untuk
mendapatkan struktur martensit. Setelah quenching,
perambatan panas dari inti ke permukaan baja sudah cukup
untuk tempering lapisan permukaan. Proses ini banyak
digunakan terutama untuk mempererat poros- poros
pendukung.

Gambar 7. Prinsip Flame Hardening

Sumber : Purwanto, 2016


3) Nitriding/penambahan nitrogen
Baja yang dinitriding adalah baja paduan rendah yang
mengandung chromium dan molibdeniuril dan kadang-kadang
disertai kandungan nikel dan vanadium. Beberapa baja
nitriding mengandung kira-kira 1 % aluminium. Baja tersebut

dipanaskan pada 500oc. Selama 40 hingga 90 jam dalam kotak


gas yang diisi sirkulasi gas ammonia. Permukaan baja akan
menjadi sangat keras karena terbentuknya nitrida, sedangkan
inti bahan tetap tidak terpengaruh.

Gambar 8. Dapur Nitriding


Sumber : Purwanto, 2016

4. Tempering
Tempering adalah memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan
untuk menghilangkan tegangan dalam dan mengurangi kekerasan.
Prosesnya adalah memanaskan kembali berkisar pada suhu 150 - 650°C dan
didinginkan secara perlahan-Iahan tergantung sifat akhir baja tersebut.
Tempering dibagi dalam:
a. Tempering pada suhu rendah (150 - 300°C). Tujuannya hanya untuk
mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja. Proses ini
digunakan untuk alat-alat kerja yang tak mengalami beban yang berat,
seperti misalnya alat-alat potong, mata bar yang dipakai untuk kaca dan
lain-lain.
b. Tempering pada suhu menengah (300 - 500°C). Tujuannya, menambah
keuletan, dan kekerasannya menjadi sedikit berkurang. Proses ini digunakan
pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, seperti palu, pahat,
pegas-pegas.
c. Tempering pada suhu tinggi (50C - 650°C)· Tujuannya, untuk memberikan
daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasan menjadi agak rendah.
Proses ini digunakan pada roda gigi, poros, batang penggerak dan lain-
lain.

Gambar 9. Diagram Suhu-Waktu untuk Proses Hardening dan Tempering

Sumber : Purwanto, 2016

C. Diagram T - T - T (Pendinginan)
Pelaksanaan perlakuan panas terhadap: baja melibatkan penggunaan
bermacam-macam kecepatan pendinginan. Meskipun pengaruh waktu tidak
terlihat secara jelas pada diagram besi-zat arang dengan demikian studi tentang
phenomena transformasi menjadi penting dan phase transformasi untuk
bermacam-macam, baja dicatat dengan hubungannya terhadap perubahan waktu
dan temperatur. Hal ini disajikan dengan diagram transformasi isothermal, Gambar
10 untuk suatu baja perkakas. Diagram ini disebut curva TTT untuk pendinginan
(waktu temperatur-transformasi) atau kadang- kadang juga disebut curva s
sesuai dengan bentuk garisnya.
D. Perlengkapan untuk Proses Perlakuan Panas
1. Dapur Pemanas
Dapur pemanas digunakan untuk pemanasan, baik untuk preheating ataupun untuk
final heating pada proses perlakuan panas.

Gambar 12. Mufle Furnace, Gambar 13. Fluidesed Bed Furnace


2. Media untuk Quenching
Media untuk Quenching ada bermacam-macam:
a. Air
b. Oil
c. Udara
d. Salt Bath
e. Polimer dan lain-lain.

Gambam 14. Bak untuk Quenching

3. Dapur Tempering
Dapur tempering digunakan untuk pemanasan ulang yang bertujuan:
a. Mengurangi stress yang timbul selama quenching
b. Menambah sifat yang terpenting, yaitu keuletan.
c. Pada Hot Work Steel & High Speed Steel, kadang untuk menaikkan
kekerasan.
PROSES PERAKITAN (ASSEMBLY PROCESS)

Anda mungkin juga menyukai