MOSES POV
Your friends will know you better in the first minute you
meet than your acquaintances will know you in a
thousand years.
-Richard Bach, Illusions, The Adventures of a Reluctant
Messiah-
***
***
ADRIAN POV
"Hai, cantik."
Cewek itu mendongak, wajahnya merah padam karena
panas dan bersimbah keringat; membuatnya kelihatan
makin imut saja.
I hate monday!
***
Hari Senin selalu melelahkan. Pagi-pagi, saat semua
orang masih menguap dan pengin bersembunyi di balik
selimut untuk limaaaa menit saja tidur lagi, kami harus
mengikuti upacara bendera dan bermandikan cahaya
pukul tujuh pagi yang menyengat. Itu, diikuti dengan
pelajaran Pancasila yang super-duper membosankan,
lalu sorenya ada ekstrakurikuler yang menguras tenaga.
But two can always play the game. Maka, aku pun
berpaling kepadanya, memberikan pandangan paling
tegas saat aku menantangnya, "Masukin bola sepuluh
kali berturut-turut ke dalam ring, aku bakalan bilang
iya."
***
FREYA POV
Life is a box of chocolates, you never know what you're
gonna get.
-Forrest Gump-
***
Kami berpandangan.
***
MOSES POV
Hari ini hari Senin; hari saat aku akan meminta jawaban
Freya akan perasaanku. Mungkin, aku harus lari
keliling lapangan. Mungkin, aku akan tertawa menang.
Tidak ada yang tahu, dan ketidakpastian membuatku
sedikit gentar. Aku tidak suka segala sesuatu yang tidak
pasti.
"Jujur."
***
Adrian sudah menunggu di lapangan sepulang sekolah
dengan ransel di punggungnya. Dia tersenyum lebar
ketika melihatku. Sebelum dia sempat menyombongkan
diri, kutepuk pundaknya sekali.
Perubahan-Perubahan Itu
FREYA POV
"Freyaaa!!"
Aku sudah tahu siapa yang meneriakkan namaku
dengan begitu noraknya. Berikutnya sepasang tangan
kurus hampir mencekikku dari belakang.
"Di mana sisi tulusnya ketika yang gue liat cuma mata
keranjangnya?" sindirku, membuatnya terkekeh tak
jelas.
Strike.
***
ANGGIA POV
Life is wonderful
***
Bener nggak?
“Hei.”
“Hai, Yan.”
***
Telepon ditutup.
“Suka?”
“Mau coba?”
“Iya.”
“Judi bola?”
Nyaman.
FREYA POV
Aku pasrah.
“Hus.”
***
ADRIAN POV
***
Belakangan ini, gue ngerasa makin sering bohong sama
Anggia. Bukan bohong besar kayak selingkuh di
belakangnya atau bohong di hari ulang tahunnya kalau
gue sakit dan nggak bisa datang. Justru bohong-bohong
kecil yang muncul, dan ironisnya, bohong itu jadi
seperti gulali yang menghilang di ujung lidah begitu
diisap. Sekali sebut, lalu dilupakan. Dan, bohong kecil
lainnya mengikuti.
***
FREYA POV
***
“Hari ini yang ultah kan Keke, bukan gue. Kenapa gue
yang harus merombak penampilan?” Aku mencoba
mengelak, gagal membayangkan diriku sendiri dengan
warna dan potongan rambut baru. Aku tidak pernah
suka perubahan baru.
***
***
***
ANGGIA POV
***
MOSES POV
***
FREYA POV
***
***
Pelukan di Tengah Hujan
FREYA POV
Aku terhenyak.
"Yan."
Dia menoleh sekilas. Tersenyum, seakan tak terjadi
apa-apa. "Hai, Freya. Kok malam-malam ke sini?"
***
ANGGIA POV
***
MOSES POV
"Gimana Adrian?"
Freya mengangkat bahu. "Sedikit lebih baik. Tadi
waktu aku datang, dia nggak mau ngomong apa-apa."
"Ibunya?"
Kalau sekarang ada yang tanya sama gue, apa opini gue
mengenai seorang Freya, maka gue akan panjang-lebar
cerita tentang dia.
***
ANGGIA POV
"Anggia? Kenapa?"
"Hmmmm."
***
ADRIAN POV
Gue juga nggak tahu jelas kenapa gue bisa mengusir dia
seperti itu. Gue hanya tiba-tiba marah karena Anggia
kedengeran mirip Nyokap, melakukan hal-hal yang
biasanya Nyokap lakukan, dan semua itu mengingatkan
gue akan satu fakta yang menyakitkan: nyokap gue
udah tiada.
***
ERIK POV
Sabtu!!!!
Mungkin.
***
***
ADRIAN POV
***
Gue meraih telepon, lalu menekan nomor yang barusan
gue temukan di buku tahunan sekolah tahun lalu dengan
perasaan galau.
"Oh."
Oke. Freya ingin gue yang melanjutkan. Blank.
"Kenapa?"
Iya, kan?
ANGGIA POV
***
Namun, hari ini ada yang lain. Bukan hanya hari ini,
tapi beberapa minggu ini.
"Anggia."
"Iya."
***
ADRIAN POV
"Yan."
"Mmmm."
"Mmmm."
"Jangan pergi."
Kali ini, gue menoleh, nggak langsung menjawab.
Kedua matanya terpejam, tangannya menggenggam erat
tangan gue, benar-benar enggan melepaskan tautannya.
***
ERIK POV
Anggia.
HAH?
Shit.
***
FREYA POV
"Freya."
"Kok, murung?"
"Semalam Adrian nanya..., gimana kalau kami putus."
***
MOSES POV
"Maksudnya?"
"Hah?!"
"Gue tau."
"Mos?"
Pikiran semuku buyar. "Ya?"
"Kalau kamu?"
Aku mengangguk.
***
FREYA POV
Bukan dia.
***
Mereka yang Pergi
ANGGIA POV
***
FREYA POV
***
Jujur.
***
FREYA POV
***
ADRIAN POV
"Adrian?"
***
ANGGIA POV
***
ERIK POV
Gue sedang menenteng bola dan setengah berlari ke
arah lapangan ketika gue menangkap siluet Freya di
balik jendela kelas 3 IPS. Gue mengernyit; matahari
memang masih menyilaukan walau sudah sore. Tapi
bener, gue nggak salah lihat... itu Freya, berdiri di
samping Adrian dengan punggung yang membelakangi
lapangan. Gue nggak bisa melihat wajahnya, tetapi pasti
ada apa-apa. Gue menunggu di bawah tangga sampai
Freya melewatinya.
"Hai, Rik."
***
FREYA POV
***
***
MOSES POV
***
FREYA POV
***
ADRIAN POV
"Anggia."
Dia menoleh, lalu tersenyum. Dia sedang menangis,
tapi bibirnya menyunggingkan senyum.
***
MOSES POV
***
"Maaf."
"Untuk apa?"
"Freya."
***
FREYA POV
“Berhenti!”
“Berhenti!”
“Freya!”
***
ANGGIA POV
***
ADRIAN POV
***
MOSES POV
***
FREYA POV
***
“Thanks, Rik.”
“Apanya?”
“Nggi.”
***
Graduation
MOSES POV
***
ADRIAN POV
***
FREYA POV
Erik membuka tutup spidol dan dengan lincah
mencoretkan sepotong kalimat di atas seragamku.
***
ANGGIA POV
Iya, kan?
***
ERIK POV
***
[Epilog]
ANGGIA POV
“You mean he’s still in love with that girl, what’s her
name... Freya?”
***
FREYA POV
“Halo?”
“Freya?”
“Anggia?”
“Oh.”
***
ADRIAN POV
***
***
MOSES POV
Mos,
Anggia putusin gue.
Untuk Freya?
FREYA POV
“Buat apa?”
“Menyelesaikan semuanya.” Jawaban Moses singkat,
dan Erik setuju dalam diam.
“Freya.”
Suara itu.
***