𝓾𝓷𝓽𝓾𝓴
𝓜𝓪𝓻𝓲𝓼𝓼𝓪
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan penulisan novel Arissa Untuk Marissa.
Dalam penyusunan Arissa Untuk Marissa, penulis telah berusaha semaksimal mungkin
sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari
kesalahan dan kekhilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata Bahasa.
Kami menyadari tanpa arahan dari guru pembimbing, Pak Fajar Sidik, serta
masukan-masukan dari berbagai pihak tidak mungkin kami bisa menyelesaikan novel ini.
Novel Arissa Untuk Marissa dibuat sedemikian rupa semata-mata untuk persembahan
kepada semua warga sekolah SMP NEGERI 2 BUDURAN tahun 2019 dan sebagai sarana
untuk menyampaikan gagasan dengan pesan secara tersirat maupun tersurat. Untuk itu
penulis hanya bisa menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat,
terutama dari Pak Fajar Sidik yang menjadi sumber inspirasi terbesar pembuatan novel ini.
Demikian novel ini dapat bermanfat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.
Penulis
𝐃𝐀𝐅𝐓𝐀𝐑 𝐈𝐒𝐈
Halaman Judul……………………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………………….. ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………………………… iii
Mimpi Itu Lagi
“Jangan, jangan bawa aku pergi Paman. Kakak tolong aku Kak, aku nggak mau
pergi!” tangan mungilnya berusaha menggapai sosok anak laki-laki berumur 8 tahun,
dengan air mata yang bercucuran.
Dengan sekuat tenaga anak laki-laki itu berusaha mencapai seorang gadis kecil
yang menangis sesenggukan dalam gendongan pria bertubuh kekar, menggunakan
penutup muka berwarna hitam. Beberapa langkah lagi sebelum ia menggapai tangan
mungil itu, sebuah peluru bersarang tepat didadanya.
Dor..
Dor..
“KAKAK!”
Sekuat tenaga ia mencoba melepaskan diri dari gendongan pria itu, mencoba
peruntungan dengan menggigit tangan yang masih menggenggam pistol dengan siaga.
Dan, yah, akhirnya dia berhasil terlepas dari gendongan pria itu dengan bantuan
seorang anak laki-laki berbaju biru.
“Dasar anak sialan!” matanya perih akibat kelakuan anak kecil berbaju biru yang
sengaja menyiratkan pasir ke matanya.
“Ayo pergi, cepatlah sebelum paman itu menangkapmu lagi,” gadis kecil itu tetap
berdiri ditempatnya, tidak menghiraukan apa yang dikatakan anak lelaki itu.
“Tapi bagaimana dengan kakak?” telunjuknya mengarah ke tubuh anak laki-laki
yang kini tubuhnya bersimbah darah.
“Nanti saja, cepatlah sebelum penculik itu menangkapmu lagi,” tangannya
berusaha menarik gadis kecil itu agar mau meninggal tempat ini, tapi tak ada yang
dilakukan gadis kecil itu kecuali tetap bergeming dengan air mata yang masih tetap
mengalir.
***
“Assalamualaikum,” ucap Arissa saat masuk ke area perpustakaan.
“Waalaikumussalam, sini Rissa ayo masuk,” kata bu Ari yang sudah duduk manis
dipojok ruangan dengan seorang gadis berkacamata.
“Maaf telat bu, tadi ada hal penting,”
“Jadi, olimpiade ini bagimu nggak penting sama sekali?” tanya bu Ari dengan
wajah yang dibuat seserius mungkin.
“Kebahagiaan itu akan selalu ada, jika kita selalu mensyukuri apa yang kita miliki.
Tanpa, membandingkan apa yang orang lain miliki.”
~Arissa untuk Marissa
Jawaban Pertanyaanku
Hari ini adalah hari terakhir Arissa pergi ke sekolah sebelum menghadapi libur
weekend, hari Jum’at. Menguncir rambutnya dengan gaya ponytail, atau gaya rambut
kuncir kuda. Mengoleskan bedak bayi dengan tipis, dan liptint agar terlihat lebih segar.
Turun ke lantai bawah, dia menemukan sang Bunda sedang mengambilkan
sarapan untuk Ayahnya. Sedangkan, Ayahnya sendiri sedang menyeruput kopi dan
membaca berita pagi ini lewat koran langganan. Menyapukan pandangannya ke sekitar,
Arissa tak menemukan kakaknya yang selalu bersemangat membuat keributan setiap
pagi.
“Selamat pagi Yah, Bund,” mencium pipi kanan Bunda dan Ayah, Arissa langsung
mengambil piring dan menyendok nasi goreng yang masih mengepulkan asapnya ke
piring.
“Pagi juga princess,”
“Hmmm,”
Jawaban seperti itu sudah terbiasa ia dengar dari mulut Ayah dan Bundanya,
Ayahnya akan menjawab dengan senang hati, dan Bundanya akan selalu cuek saat
menjawab. Terkadang, ia selalu iri dengan kakaknya, setiap pagi kakaknya akan
mendapatkan ciuman dari Bundanya. Seperti sekarang ini,
“Selamat pagi Ayah, Bunda,” mencium pipi kanan Ayah dan Bundanya, Marissa
mengambil kursi disamping Bundanya.
Melipat korannya, pak Adi, Ayah Arissa dan Marissa menyeruput kopi dan
berkata, “Selamat pagi juga princess,”
Sedangkan Bundanya langsung mencium pipi kiri Marissa, “Selamat pagi juga
princess Bunda,” membuat Arissa langsung berpura-pura tak melihat kejadia itu.
“Dek, ambilin selai stroberi dong,” mendengar itu Arissa langsung kesal,
bagaimana tidak kesal kalau selai itu berada tepat didepan Marissa.
Arissa untuk Marissa |11
“Itu kan udah didepan kakak, ambil sendiri lah gak lihat kalau adek lagi makan,”
pura-pura tak mendengar, Arissa meneruskan sarapannya.
“Tangan kakak lagi sakit nih, sekalian olesin juga ke rotinya,” Marissa tetap
keukeh menyuruh adiknya membuat sarapan untuknya.
Belajar dari kejadian sebelum-sebelumnya dan kekeras kepalaan sang kakak,
bukannya menuruti kemauan Marissa, Arissa malah memanggil pembantunya, “Mbok
Sri, kesini sebentar tolong buatin roti buat kak Marissa,”
Mendengar seruan nona mudanya, Mbok Sri datang tergopoh-gopoh, “Iya non,
ada apa?”
“Itu tolong oleskan selai stroberi ke rotinya kak Marissa” sambil menunjuk ke
piring kakaknya.
Seketika darah Marissa langsung mendidih saat mendengar perkataan adiknya
yang melemparkan tugas yang ia berikan ke Mbok Sri, “kok malah nyuruh Mbok Sri? Kan
aku nyuruh kamu dek,”
“Gak lihat aku lagi makan, lagian masih ada Mbok Sri kok” kata Arissa dengan
sinis.
Wajah Marissa seketika langsung berubah merah padam mendengar ucapan sang
adik, “Kakak kan nyuruh kamu dek, bukan Mbok Sri”
Menyelesaikan sarapannya Arissa membersihkan mulutnya dan berkata “Inget ya
kak, Arissa disini tuh statusnya adik kak Marissa, bukan pembantu rumah ini,”
Menyampirkan tasnya kebahu, Arissa langsung melenggang pergi, “Arissa pamit
ke sekolah dulu, assalmualikum,” namun beberapa langkah kemudian Arissa berhenti,
berbalik dan menatap langsung ke mata kakaknya dan berkata, “Oh ya kakakku tercinta,
kak Marissa nanti lebih baik jangan ke sekolah, minta sama Ayah dan Bunda nganterin
ke rumah sakit, siapa tahu penyakit kakak sekarang nyerang tangan” tanpa menunggu
jawaban Marissa, Arissa langsung melenggang pergi.
Melihat itu Ayahnya hanya menghela nafas untuk yang kesekian kalinya melihat
kelakuan kedua putrinya, sedangkan sang Bunda mengusap pundak Marissa bemaksud
menenangkan kemarahannya.
***
Arissa untuk Marissa | 12
Mood Arissa setiap pagi selalu buruk, saat dia sudah menginjakkan kakinya di
sekolah, Arissa menjadi seorang gadis yang terkenal cuek dengan semua orang kecuali
dua orang sahabatnya, Nesa dan Mira. Banyak teman-temannya dari kelas yang lain
ingin berteman dengannya, tapi tak semuanya bisa berteman dengannya. Hanya
segelintir orang yang bisa , dan itupun mereka semua tidak tahu kehidupan asli seorang
Arissa.
Semua anak-anak yang bisa menjadi orang terdekatnya meski sebatas teman,
adalah anak-anak yang murni memiliki niat untuk menjadikannya tanpa memandang
semua piala yang ia bawa untuk menjunjung tinggi nama sekolahnya.
Melewati koridor sekolah banyak anak yang tersenyum ke arah Arissa, meski
Arissa dikenal cuek jika ada yang tersenyum kepadanya, maka ia akan membalasnya
dengan senyum juga. Karena, dulu saat ia masih berumur lima tahun, di gazebo halaman
belakang rumahnya. Bundanya pernah berkata kepadanya,
“Princess Elin-nya Bunda, ke sini sebentar sayang, Bunda mau bicara,”
mendengar itu Arissa yang dulunya dipanggil Elin langsung berlari kecil ke arah
pangkuan sang Bunda.
“Iya, Bunda?” tanya Elin, sudah duduk manis dipangkuan sang Bunda.
Melihat pipi chubby Elin, tak kuasa sang Bunda mencium kedua pipinya, gelak
tawa geli Elin pun menggema di halaman belakang, “Elin tadi marah yah sama Ayah?”
Dengan polos Elin mengangguk, dan Bundanya lagi-lagi mencium pipinya, “Ayah
tadi tersenyum ke arah Elin, tapi Elin nggak senyum ke Ayah?” masih sama, Elin hanya
mengangguk dan mendengarkan kata Bundanya.
Pura-pura berfikir Bundanya mengetuk-ngetuk dagunya, lalu berkata, “Gini
sayang, besok-besok kalau Elin marah sama orang. Lalu, orang itu meminta maaf dan
tersenyum kea rah Elin, Elin harus melakukan apa?”
“Elin harus menerima maafnya, Bunda, terus Elin juga harus tersenyum. Betul
nggak Bunda?”
“Betul itu sayang, Allah nggak suka sama orang yang nggak mau maafin
seseorang. Allah juga memerintahkan semua orang untuk tersenyum meski kita sedang
marah sama seseorang, karena senyum itu ibadah sayang,” kata sang Bunda
kepadanya.
Arissa untuk Marissa | 13
Ingatan itu pun secara tak sadar membuat bibir Arissa membentuk kurva,
membuat wajahnya semakin cantik jika dipandang. Tiba-tiba dari arah belakangnya,
Marissa dengan sengaja menabrak dan membuatnya jatuh, anak-anak yang berada lebih
dekat dengannya langsung membantunya berdiri. Berbeda terbalik dengan Marissa dan
ketiga temannya yang hanya menertawakan Arissa tanpa membantu.
“Hahahahahahaha….”
“Kamu gak papa kan Arissa, atau mau dibawa ke UKS?” tanya salah satu anak
yang membantunya.
“Gak papa kok, cuma lecet sedikit dibagian lutut, kalian kembali aja ke aktivitas
masing-masing,” pada dasarnya Arissa tak ingin, pertengkarannya dengan Marissa
menjadi tontonan umum.
Mendengar perkataan Arissa, semua anak-anak yang tadi mengelilinginya
langsung bubar, kembali ke aktivitas semula. Tanpa repot-repot meladeni kelakuan
Marissa dan teman-temannya, Arissa langsung saja pergi. Setelah lima langkah, salah
satu anak buah Marissa yang memakai lipstick merah menyala mencegah Arissa pergi,
memasang badannya didepan Arissa dengan kedua tangan yang bersedekap.
“Enak aja lo mau pergi gitu aja, tuh bos gue. Princess Marissa tercantik seantero
sekolah mau bicara beberapa hal,” katanya dengan telunjuk yang mengarah ke
belakangnya.
“Maaf saya terlalu sibuk, kalau anda ingin membicarakan sesuatu yang nggak ada
faedahnya sama sekali,” melewati gadis itu, Marissa tak tinggal diam dan langsung
menarik tangan Arissa, sehingga Arissa langsung menghadap ke arah Marissa.
“Eitsss Arissa si pandai mau kemana nih? Gue ingin ngomong sesuatu sama lo,”
mencengkeram tangan Arissa dengan kuat, kuku-kuku jari Marissa membuat goresan
luka yang sangat kentara.
Meski begitu Arissa tetap diam, tak ingin menunjukkan rasa sakitnya didepan
gadis yang sangat kejam, “Anda tidak bisa melihat saya yang ingin ke kelas?” nada
bicaranya terdengar formal dan begitu meremehkan seorang Marissa.
“Gak penting urusan itu---
Menepati Janji
Hari ini adalah weekend, Arissa masih terbaring nyenyak dibalik selimut tebalnya.
Setelah melaksanakan sholat subuh Jam menunjukkan pukul 10.00 Arissa masih enggan
untuk bangun, tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar diiringi teriakan sang bunda.
Tok….
Tok…
Tok…
“Arissa bangun kamu, ini udah jam 10,” ucap sang bunda sambil terus mengetuk
pintu kamar Arissa.
“Buka pintunya Arissa” lanjut sang bunda. Arissa yang sedang tidur pun
terbangun karena suara teriakan bundanya dengan malas ia membuka pintu untuk
bundanya.
“kenapa sih bun?” tanya Arissa dengan mata yang masih tertutup.
“Bunda sama Ayah mau pergi sebentar, terus Mbok Sri juga mau ke pasar sama
Mbak Asih. Nanti teman-teman Marissa mau kerumah jadi kamu tolong bantuin bantuin
Marissa dan turutin semua kemauan Marissa. Nanti kamu bisa nunjukkin bahwa kamu
benar-benar anak Bunda yang nepatin janjinya,” sang Bunda mengusap lembut puncak
kepala Arissa setelah mengatakan hal tersebut. Arissa yang mendengar perintah
Bundanya pun dibuat kesal, namun urung setelah sang Bunda mengusap puncak
kepalanya. Dia hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Setelah sang Bunda pergi meninggalkan kamarnya, ia langsung menutup pintu,
mengambil handuk dan pakaian ganti sebelum masuk ke kamar mandi. Tubuhnya sudah
lengket, dan perutnya juga sudah berbunyi dari tadi.
Tiga puluh menit kemudian dia sudah menuruni anak tangga, di ruang keluarga
terlihat Marissa dan ke tiga temannya sedang serius menonton film.
Arissa untuk Marissa | 21
Salah satu teman Marissa yang ia ketahui bernama Cellin menatap ia sambil
bertanya, “Eh, Sa kok si dia bisa ada di rumah lo sih? Jangan-jangan kalian berdua tinggal
serumah,” tanyanya dengan nada heran.
“Eh iya, gue lupa bilang sesuatu sama kalian. Jadi gini, sebenarnya tuh Arissa anak
dari pembantu gue, trus dia diangkat jadi anak sama bokap gue. Tapi, gue ogah
saudaraan sama dia, meski Cuma saudara angkat,” kata Marissa dengan nada sinis dan
merendahkan, ditambah matanya yang memandang jijik ke arah Arissa.
Arissa yang mendengar itu hanya bisa menahan emosinya dan tetap sabar, dia
juga berdoa kepada tuhan agar ia dapat memiliki stok kesabaran yang berlimpah saat
menghadapi orang seperti Marissa. Ia tetap berdiri di anak tangga terakhir sebelum
pergi ke dapur.
“Eh, iya kalian mau minum apa? Biar Arissa yang buatin,” kata Marissa yang
melihat Arissa menuju ke dapur.
“Kita mau jus jeruk aja deh, kayaknya seger banget kalau minum,” kata Cia
dengan bibir merahnya berkata dengan kencang, dimaksudkan agar Arissa bisa
mendengar hal itu. Cellin dan Caira pun mengiyakan perkataan Cia.
“Oke, tunggu sebentar yah gue bilang dulu ke orangnya. Arissa tolong buatin kita
jus jeruk yang enak, cepet yah jangan pakek lama gue sama temen-temen gue pada
kehausan,” Marissa mengatakan itu dengan suara yang cukup keras, sambil
menggerakkan tangannya seakan-akan menyuruh Arissa pergi.
Arissa yang mendengar itu hanya menghela napas dan langsung pergi ke dapur
untuk membuat jus jeruk. Marissa dan ke tiga temannya itu melanjutkan menonton film
‘Joker’.
“Gila yah tuh film hampir muntah gue lihatnya,” kata cia dengan memegang
perutnya, yang langsung di balas gelak tawa oleh ke tiga temannya.
“Ekhemm ini jus nya,” kata Arissa yang membawa nampan berisi minuman
ditangannya. “Lama banget sih bikin minumannya,” kata Marissa yang kesal dengan
Arissa. Arissa yang mendengar itu hanya bisa diam lalu berbalik dan melangkah pergi.
Tapi baru 2 langkah Marissa memanggilnya dan berkata “Eh, Arissa ambilin kita cemilan
didapur yah,” mau tak mau Arissa harus kembali kedapur untuk mengambil cemilan.
Sang Penyelamat
Sinar mentari memasuki jendela kamar Arissa melalui celah-celah gorden, tak
lama kemudian dia pun bergegas untuk berangkat kesekolah.
Arissa pun berjalan keluar kamar dan menuruni tangga dia melihat kedua orang
tuanya dan Marissa yang sedang sarapan pagi dimeja makan. Arissa pun bergabung
dengan mereka untuk sarapan pagi
Papa Arissa pun menyapa Arissa dengan mengucapkan "Selamat pagi sayang,"
"Selamat pagi juga papa," Arissa pun menjawabnya
Tetapi mama Arissa selalu menatap sinis jika ketemu dengannya tetapi Arissa pun
selalu memberikan senyuman kepadanya
Arissa pun menuangkan segelas susu segar kedalam gelasnya dan mengoleskan
selai cokelat diselembar roti. Setelah sarapan telah selesai Arissa dan Marissa pun minta
pamit kepada kedua orang tuanya untuk berangkat kesekolah tetapi mereka berdua
tidak berangkat bersama, Arissa bersama supir pribadinya sedangkan Marissa berangkat
bersama papanya.
Setelah sampainya didepan gerbang sekolah Arissa dan Marissa pun turun
bersama dari mobil yang berbeda dan memasuki sekolah bersama tetapi mereka tidak
satu kelas.
Setelah berpisah arah dengan Marissa, Arissa pun berjalan ke kelasnya yang
melewati Ruang Tata Usaha dan Arissa meliat ada seorang laki-laki yang tampan dan
tinggi didalam ruang tersebut. Dan sebelumnya Arissa tidak pernah mengenal dan
melihat laki-laki itu.
Arissa hanya berpikir "oh mungkin itu anak baru yang baru pindah dari sekolah
lain."
***
Jam menunjuk kan pukul tujuh lebih sepuluh menit yang artinya kegiatan belajar
mengajar akan dimulai
Arissa untuk Marissa | 24
Arissa pun menyiapkan buku yang akan dipelajarinya pada jam pertama ini yaitu
pelajaran Fisika, tak lama kemudian Bu Ari pun memasuki ruang kelas arissa dan
memberi salam kepada murid-murid "Assalamualaikum, selamat pagi anak-anak,"
Murid-murid pun menjawab "Waaalaikumsalam bu,"
Dan tak lupa Bu Ari menanyakan kabar kepada muridnya "Bagaimana kabarnya?,"
"Alhamdulillah baik," murid-murid pun menjawabnya dan tak luput juga
menanyakan kabar Bu ari "bagaimana kabar Bu Ari?,"
"Alhamdulillah sehat," jawab Bu Ari
"Pertemuan kemarin Ibu sudah bilangkan kalau pertemuan ini waktunya ulangan
harian," kata Bu Ari
"Iyaaa bu," kata Nesa teman Arissa
"Yauda sekarang masukkan buku LKS dan buku catatan didalam tas masing-
masing dan keluarkan lembar untuk ulangan," kata Bu Ari
Murid-murid setelah mengeluarkan selembar kertas ulangan Bu Ari pun langsung
memberikan lembar soal untuk murid-murid, disana terdapat dua puluh soal yang harus
dijawab oleh murid-murid tersebut.
"Waktunya sampai pukul sembilan ya anak-anak," kata Bu Ari
Semua murid pun pusing mengerjakan soal yang sangat sulit tersebut tetapi
berbeda dengan Arissa karena dia adalah salah satu anak yang memiliki anugrah
kepintaran.
Ada seorang anak yang bernama Rico yang selalu memanggil Arissa pada saat
mengerjakan ujian agar Arissa memberikan jawaban yang ia kerjakan kepada Rico "Sa
Arissa gue liat dong nomer 3," kata Rico, tetapi Arissa selalu mengabaikannya.
Waktu menunjukan kurang sepuluh menit semua murid belum tuntas menjawab
soal tersebut kecuali Arissa, Nesa, dan Mira mereka sudah selesai.
"Sudah selesai?" kata Bu Ari
"Sudah bu," kata Arissa, Mira dan Nesa bersamaan tetapi,
"Belumm buu.." ucap murid lainnya
Arissa untuk Marissa | 25
"Yang sudah selesai bisa dikumpulkan dimeja guru," kata Bu Ari
"Iyaa bu," ucap Mira
Tak lama kemudian waktu telah selesai semua murid mengumpulkan lembar
jawaban walaupun banyak soal yang belum ia kerjakan.
"Oke anak-anak ini sekalian kita korekasi bersama-sama ya supaya ibu bisa
mengisi daftar nilai kalian," kata Bu Ari
"Arissa tolong bantu ibu membagikan lembar jawaban ulangan agar dikoreksi
oleh teman-teman kamu," kata bu Ari
"Oh iya buu," kata Arissa
Arissa pun membagikan lembar jawaban tersebut selagi Bu Ari menuliskan
jawaban yang benar dipapan tulis.
Setelah murid-murid mengoreksi dan menghitung nilainya, Bu Ari pun mulai
memasukan nilai ulangan dibuku nilainya. Ternyata Arissa mendapatkan nilai 100 alias
soal yang ia kerjakan betul semua, sedangkan Nesa dan Mira teman Arissa mendapatkan
nilai 90 keatas semua mereka cuman salah satu sampai dua soal saja.
Setelah itu bel istirahat berbunyi,
Kringg…
Kringg…
Kringg...
Arissa pun mengajak kedua temannya kekantin "Mir, Nes kantin yuk.."
"Ayok laper nih aku," kata Nesa sambil memegang perutnya
"Ayo, kalian pada mau beli apa?" tanya Mira
"Entar aja liat ada apa dikantin," kata Nesa sambil menarik ke dua tangan
temannya agar segera kekantin.
Mereka bertiga pun berjalan menuju kantin sekolah, setelah sampai dikantin
tidak seperti biasanya kantin sekolah tidak seramai sebelumnya. Ternyata setelah dilihat
ada seorang cowok senior baru yang tadi pagi Arissa liat di Ruang Tata Usaha, banyak
sekali anak perempuan yang deketin anak cowok itu dan meminta nomer WhatsApp.
Arissa untuk Marissa | 26
Ternyata anak senior cowok itu bernama KEENAN ALEXANDER VINCENT yang
sering dipanggil Keenan dia adalah anak memiliki prestasi membikin puisi dan jago
bermain bola basket. Dia masuk sekelas XII IPS 1 dan dia pindahan dari luar negeri yaitu
Belanda, maka dari itu banyak cewek yang pada deketin keenan.
"Parah rame banget nih kantin, tau gini mending nggak ke kantin deh, tapi aku
udah laper mau balik ke kelas nanggung," kata Arissa dengan malas.
"Yaelah kalau gini mah nggak papa aku ngantri beli makan soalnya ada cogan
guys," kata Mira sambil menatap melongo ke arah cowok baru itu.
"Iya kamu bener Mir dia cogan tapi..." Nesa menggantungkan kalimatnya dan
membuat ke dua temannya penasaran.
"Tapi kenapa?" kata Arissa dan Mira bersamaan
“Nggak mungkin dia suka sama aku," kata Nesa
Arissa dan Mira pun tertawa mendengar perkataan Nesa "Hahahaha"
Arissa pun bertanya "Jadi beli ga?"
"Aku sih beli," kata Mira
"Aku ngikut aja," kata Nesa
"Oke, aku titip kamu aja ya. Aku males banyak orang," kata Arissa dengan malas
"Yaleah, yauda sini mau titip apa?" kata Mira
"Roti bakar dua, satu keju satunya lagi cokelat ya," kata Arissa
"Iyeee, udah sana tunggu in ditempat biasanya," kata Nesa sambil menyuruh
Arissa pergi.
Setelah sampai ditempat biasanya Arissa pun menunggu kedua temennya sambil
membaca Wattpad karya ElfanoAS.
Sepuluh menit kemudian Nesa dan Mira pun datang menghampirinya sambil
membawa makanan yang mereka beli dari kantin. Mereka pun langsung memakan
makanan yang sudah mereka pesan.
"Ih gila kak keenan ganteng pakek banget," kata Mira sambil terus melihat ke
arah keenan terus.
Arissa untuk Marissa | 27
"Biasa aja dong Mir," kata Arissa
"Ganteng tau Ris," kata Nesa sambil melihat ke arah keenan.
"Iya iya," kata Arissa sambil memutar bola matanya keatas dengan malas lalu
melanjutkan makannya.
Tak lama kemudian bel masuk untuk pelajaran selanjutnya telah berbunyi.
Kringg…
Kringg…
Kringg...
Mereka bertiga pun cepat-cepat menuju kekelas karena sekarang waktunya
pelajaran matematika, yang gurunya bernama Pak Imam kebanyakan murid pada takut
kepadanya karena dia galak, memiliki postur tubuh yang gagah, dan memiliki kumis yang
tebal.
Setelah beberapa menit pak Imam pun memasuki kelas Arissa, pada saat itu pak
imam memberikan catatan kepada murid-murid.
"Oke anak-anak keluarkan buku catatan matematikanya, pak imam akan
memberikan catatan kepada kalian," ucap pak Imam
"siap pakk..." jawab anak satu kelas
"sekretaris kelas silahkan maju untuk menuliskan catatan yang sudah saya tulis
dibuku ini," ucap pak Imam.
Fatin pun maju kedepan untuk mengambil buku catatan pak Imam dan
menuliskannya dipapan dan sambil mengatakan "iya pakk.." kata Fatin
Ternyata yang dicatatkan oleh pak Iman sangat banyak sekali sampai membuat
tangan para murid-murid serasa mau copot, belum lagi ada soal latihan dan biasanya
jika diberi soal latihan oleh pak Imam harus dikumpulkan pada saat akhir pelajaran telah
selesai jika tidak dikumpulkan akan mendapatkan hukuman dan diberikan nilai kosong
oleh pak Imam.
Netizen
Jam menunjukkan pukul 06.30, Arissa sedang menyusuri koridor yang tak begitu
ramai, saat ia sedang jalan ia bertemu dengan Bu Ari, “Selamat pagi Bu,” sapa Arissa
ramah.
“Pagi juga Arissa, kamu tidak lupakan? Kalau nanti pulang sekolah ada jam
tambahan khusus buat kamu untuk olimpiade,” balas Bu Ari, sekalian mengingatkan
Arissa tentang bimbingan belajar untuk Olimpiade.
“Eh… iya Bu, hampir aja saya lupa untung Ibu ingatkan hehehe,” kata Arissa
dengan tampang ‘Watados’ nya.
“Kamu itu selalu hampir lupa, ya sudah ibu mau ke kantor dulu dan kamu belajar
yang bener biar menang olimpiadenya,” kata Bu Ari dengan tegas.
“Siap bu, insyaallah jika Allah menghendaki Bu,” kata Arissa dengan ekspresi gaya
cengiran khasnya. Bu Ari hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala dan tersenyum
sambil melangkah pergi melihat anak didiknya yang satu itu.
Setelah Bu Ari pergi, Arissa melangkahkan kakinya untuk segera ke kelas, tetapi
baru beberapa langkah sudah ada yang memanggilnya. “Arissa tunggu Arissa,” teriak
seseorang itu dari belakang Arissa.
“hmm,” jawab Arissa yang berhenti tanpa menengok ke belakang. “Aku antar ke
kelas yah?ayo,” kata Keenan yang langsung menarik tangan Arissa tanpa menunggu
jawaban dari sang pemilik tangan. Ah iya yang tadi memanggil Arissa adalah Keenan.
“Lepasin tangan Arissa kak,” kata Arissa sambil berusaha melepaskan tangannya
dari genggaman Keenan. Tapi bukannya dilepas Keenan malah berganti merangkul
Arissa dari samping.
“Kak lepasin nggak tangan lo dari bahu gue, lo nggak sadar apa kita jadi pusat
perhatian sekarang?” tanya Arissa kepada Keenan dengan kesal karena sekarang
mereka jadi pusat perhatian semua murid yang ada di koridor, apa lagi para fans fanatik
Keenan yang alaynya Naudzubillah
“Eh eh lihat tuh masak Keenan ngerangkul Arissa sih,”
“Omaygat Keenan romantis yah, jadi pengen di gituin sama Keenan,”
Arissa untuk Marissa | 40
“Culun kayak gitu aja di deketin, cantikan juga aku,”
“Mereka berdua cocok ya,”
“Cocok apanya, cocokan juga sama aku,”
“Enak yah jadi Arissa hidupnya kayaknya bahagia mulu, gue pengen deh jadi dia,”
Arissa yang mendengar itu hanya bisa menghelai napas, “Udah ga usah di
dengerin mereka mah, mereka itu cuman iri sama kamu yang bisa deket sama seorang
Keenan Alexander Vincent yang gantengnya ngalahin BTS,” kata Keenan dengan percaya
diri tingkat dewa.
“Nggak jelas banget,” balas Arissa dengan nada sinisnya sambil meloloskan diri
dari rangkulan Keenan dan langsung lari ke kelas. Keenan yang melihat Arissa berlari
menjauh darinya hanya bisa pasrah dan mulai melangkah pergi ke kelasnya.
Sesampainya di kelas Arissa buru-buru duduk di kursinya karena sebentar lagi
guru Mapel sejarah akan mengisi jamnya.
***
Kring...
Kring…
Kring…
Bel istirahat pertama berbunyi menandakan jam mengajar telah selesai dan
waktunya semua murid berhamburan keluar kelas lalu menuju kantin untuk
mendapatkan tempat duduk dan memesan makanan, berbeda dengan murid lainnya
Arissa, Mira dan Nesa masih berada di dalam kelas, menyelesaikan catatan mereka.
“Akhirnya selesai juga nyatet ini pelajaran,” kata Mira dan Nesa bersamaan
“Parah yah tuh guru untung kita sabar, eh Ris kamu kenapa diem aja dari tadi?”
tanya Nesa kepada Arissa yang sedari tadi diam saja.
“Nggak papa, udah ayo mau ke kantin nggak? nggak baik tau ngomongin guru
ntar ilmunya hilang lagi,” kata Arissa sambil menggandeng kedua temannya keluar kelas
dan menuju kantin.
Arissa untuk Marissa | 41
Selama perjalanan ke kantin banyak pasang mata yang melihat ke arah Arissa dan
ke dua temannya, bahkan ada juga yang berbisik
“Eh eh ada Arissa tuh lihat,”
“Tahu ga? Tadi pagi dia tuh dirangkul sama Keenan,”
“Duh, mau aja Keenan sama dia,”
Arissa yang mendengar itu hanya bisa sabar, berbeda dengan Mira yang
langsung menyahut “Heh kalian, jangan suka ngomongin orang dibelakang dong, kalau
berani sini didepan orangnya, mumpung ada orangnya nih,”
“Kenapa lo yang sewot sih? Arissa nya aja diem,” balas salah satu cewek yang tadi
menghujat Arissa.
“Ya itu karena dia males berurusan sama kalian, untung aja dia sabar sama kalian
yang model nya kayak ondel-ondel,” kata Mira dengan nada kesal karena menghadapi
mereka.
“Arissa Hidup lo enak banget sih, udah cantik, pinter, disayang banyak orang gue
pengen jadi lo deh rasanya,” celetuk salah satu murid perempuan yang lewat.
“Udah Mir udah,” kata Arissa yang berusaha melerai mereka. “Udah deh Mir
nggak usah ngurusin mereka, lagiaan nggak penting juga, mending kita langsung ke
kantin aja,” celetuk Nesa yang langsung menarik tangan Mira menuju kantin dan diikuti
Arissa dibelakang mereka.
Sesampainya di kantin mereka memilih duduk di meja yang paling pojok. Arissa
dan Mira menunggu Nesa yang sedang memesan makanan, sebenarnya Mira lah yang
seharusnya memesankan mereka makanan tetapi melihat antrian yang panjang Mira
menolak mentah-mentah. Tiba-tiba saat mereka berdua tengah asik bermain hp,
Keenan dan kedua temannya langsung duduk didepan Arissa dan Mira, “Hai Arissa,
kalian berdua udah pesen makanan belum? Apa mau sekalian aku pesenin?” tanya
Keenan kepada Arissa dan Mira.
“Kakak kak Keenan ya?murid baru yang bikin heboh satu sekolah karena
nolongin Arissa dari bullyan Marissa?” kata Mira dengan spontan karena tak menduga ia
akan bertemu dengan Keenan lagi, Arissa yang mendengar itu langsung melotot ke arah
Mira dan menginjak kaki Mira.
“Aduh… aduh,” jerit Mira dengan spontan saat Arissa menginjak kakinya.
Arissa untuk Marissa | 42
“Eh kenapa?” tanya Keenan dengan heran saat melihat Mira berteriak.
“Eh nggak papa kok kak, tadi itu cuman ngetes suara buat praktek nyanyi
doang,” kata Mira sambil tersenyum ke arah Keenan agar Keenan percaya.
“Oh yaudah kirain kenapa, eh iya kalian udah pesen makanan belum?” tanya
Keenan sekali lagi.
“Udah kak, tuh Nesa lagi ngantri buat pesen makanan,” kata Mira sambil
menunjuk Nesa yang sedang baris mengantri makanan.
“Yaudah, eh Zhain pesenin makanan dong, lo kan baik hati dan tidak sombong,”
perintah Keenan kepada zhain. Zhain yang sedang bermain hp pun langsung menengok
ke arah Keenan.
“Giliran mesen makanan aja gue, napa nggak si Raden aja sih?” kata Zhain
dengan kesal sambil melangkah menuju antrian makanan.
“Yang sabar ya, abang Zhain hahaha,” teriak Raden kepada Zhain saat Zhain mulai
menjauh.
Setelah Zhain pergi memesan makanan hanya ada keheningan yang menyelimuti
mereka, sampai tak lama kemudian Nesa datang dengan Zhain di sampingnya yang
membawa nampan berisi makanan di tangannya sedangkan Nesa membawa nampan
berisi minuman di tangannya.
“Lama banget sih Nes pesennya, aku udah laper banget nih,” kata Mira kepada
Nesa yang langsung mengambil makanannya dan memakannya.
“Kamu ga lihat tuh antriannya Panjang banget, kan seharusnya kamu yang
ngantri bukan aku, untung aja ada kak zhain yang bantuin aku jadi cepet, makasih ya
kak,” kata Nesa dengan kesal kepada Mira dan berubah senyum ketika ia berterima
kasih kepada Zhain.
“Iya sama-sama Nes, untung aja tadi ada babang Zhain yang gantengnya
kelewatan ini bantuin Nesa kalau enggak kalian pasti kelaparan sekarang,” kata Zhain
dengan PD nya.
“Ganteng dari hongkong? Udah ah mana makanannya laper nih,” balas Raden
dengan sinis karna muak dengan omongan Zhain plus ia sudah lapar.
“ nggak semua bahagia yang kita lihat pada orang lain nyata dalam hidupnya.”
Terpilih
Pagi ini mentari bersinar dengan senyum merekah, Arissa yang berangkat sekolah
di antar sopir rumahnya turun saat jam yang melingkari tangannya menunjukkan jam
06.30. Cukup pagi baginya untuk datang ke sekolahan, dengan sedikit berlari kecil Arissa
menghampiri Mira yang menunggunya di pos satpam.
Mereka berdua menyusuri koridor sekolahan yang masih sepi dengan
berbincang-bincang kecil. Saat mereka sudah tiba di kelas, mereka berdua melihat Nesa
yang melamun padahal hari masih pagi, seketika ide jahil Arissa dan Mira muncul di
kepala untuk mengagetkannya.
“Heiiii!!” menggebrak meja, mereka berdua berhasil mengageti Nesa.
“Astaghfirullah,” kata Nesa sambil mengurut dadanya.
“Ih Nesa pagi-pagi udah ngelamun aja,” kata Arissa.
“Tau tuh, entar kesambet nggak ada yang nolongin baru tahu rasa,” tambah Mira.
“Ihhh ya jangan gitu dong, masa’ sam temen sendiri ngasih do’a yang jelek-jelek,”
keluh Nesa.
“Mangkanya jangan ngelamun, lagian kamu mikirin apa sih Nes?” tanya Mira
penasaran.
“Hmmmm… aku Cuma nggak paham sama fansnya Kak Keenan, kenapa mereka
selalu ngehujat Arissa, padahal kan Arissa nggak salah,” jawab Nesa.
“Udahlah biarin Nes, aku yang dihujat biasa aja kok,” kata Arissa dengan nada
lembut.
“Tapi tuh kita perhatian sama kamu, kita nggak mau kalau kamu kenapa-napa
gara-gara fansnya Kak Keenan,” Mira menyahut dengan nada sewot sambil meletakkan
tasnya.
“Udah nggak papa, tenang aja, hati aku kan buatan Allah yang nggak bakalan
rusak, beda lagi ceritanya kalau buatan ‘made in china’ mungkin udah rusak dari dulu,”
kata Arissa dengan sedikit candaan agar bisa meredam amarah kedua sahabatnya.
“Yakin nih?” tanya Nesa memastikan.
Arissa untuk Marissa | 52
“Iya aku yakin kok, kalau ada apa-apa sama kamu pasti kalian tahu,” kata Arissa
sambil menganggukkan kepalanya.
Menyelesaikan ucapannya, Arissa membuka buku yang akan di pelajari. Tapi,
sudah beberapa menit guru jam pertama mereka belum juga datang, padahal bel sudah
berbunyi. Seisi kelas yang tadinya rapi seketika berubah riuh saat melihat tanda-tanda
jam kosong. Dhava selaku ketua kelas langsung menghentikan kekacauan itu dengan
sebuah pengumuman.
“Assalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh,” seketika kelas yang tadinya
riuh gak jelas menjadi sunyi dan hanya terdengar jawaban salam Dhava.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab seisi kelas.
“Tadi saya dapat pengumuman dari ketua Osis kita, Kak Muhammad Aqya
meminta kita untuk berbaris di lapangan guna mendengarkan sebuah pengumuman
tentang event yang akan di adakan sekolahan ini. Barisan kelas nanti seperti biasanya,
satu banjar, laki-laki di depan dan perempuan di belakang. Paham?” kata Dhava yang di
akhiri pertanyaan.
“Paham,” sekali lagi jawab seisi kelas dengan serentak.
“Oh iya sebelum saya mengakhiri pengumuman ini, apaka ada pertanyaan?”
Tanya Dhava.
Dio dengan semangat mengangkat tangan kanannya dan berkata penuh
semangat, “Ada event apa nih?”
“Eventnya tentang bulan Bahasa,” jawab Dhava.
“Kapan? Dimana? Siapa bintang tamunya? Bisa pulang pagi nggak? Bisa tidur
nggak?” sekarang Ramdhani yang bertanya, membuat seisi kelas menoleh ke arahnya.
Dhava menggelengkan kepalanya mendengar pertanyaan salah satu anggota
kelasnya itu, “Untuk waktunya belum diketahui kapan pastinya, karena nanti yang
mengumumkannya adalah Kak Aqya. Sekolahan akan menyewa gedung untuk event ini,
tamunya nanti dari luar negeri yang namanya masih dirahasiakan pihak Osis, lalu
dua pertanyaan terakhir jawabannya adalah tidak,”
“Nggak seru kalau nggak bisa pulang pagi sama tiduran,” keluh Ramdhani.
“Iya nih, bolos boleh nggak?” Ferdian yang duduk di samping Dio pun ikut-ikutan.
Arissa untuk Marissa | 53
“Boleh kok, kata siapa nggak boleh. Nanti saya tinggal minta Fatin nulis ‘A’
didaftar hadir khusus Ferdian, Bayu, Dio, sama Ramdhani,” saat mengatakan itu, wibawa
seorang pemimpin menguar dari tubuh seorang Dhava.
“Dhav jangan berbuat sesuka udelmu, aku kan gak ikut-ikut kok didaftarin ‘A’ sih,”
protes Bayu dengan logat jawanya yang membuat seisi kelas tertawa.
“Hahahahahaha…”
“Bukannya nggak ikut-ikutan tapi belum ikut-ikutan, jadi saya sebagai ketua kelas
hanya bisa mengikuti pepatah sedia payung sebelum hujan. Sekarang kalian semua bisa
berbaris rapi dilapangan setelah saya mengucapkan salam. Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,” tutup Dhava.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,”
***
Semua kelas sudah berbaris rapi di lapangan sekolah, sinar mentari yang cerah
membuat semua murid berebut dibagian belakang, berniat mendapatkan teduhan dari
pohon yang ada disekitar lingkungan mereka. Tapi, itu hanyalah khayalan mereka saja,
karena nyatanya anggota Osis bagian ketertiban mengusir mereka.
Gerutuan yang lebih mirip disebut suara kawanan lebah seketika hilang, saat
seorang pemuda dengan hidung bangir berdiri tegap didepan mikrofon, menghadap
hamparan lapangan yang sudah sesak diisi dengan semua siswa-siswi yang ada di
sekolahan.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, dan selamat pagi semua,” kata
ketua Osis.
“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab semua murid yang
muslim.
Sedangkan murid yang beragama non-muslim menjawabnya dengan ucapan,
“Selamat pagi juga,”
“Demi mempercepat waktu, saya Muhammad Aqya selaku ketua Osis sekolahan
ini mewakili guru-guru kami yang sedang rapat diluar sekolahan akan mengumumkan
beberapa hal mengenai event bulan bahasa yang akan datang.
Terbongkar
Setelah tadi melaksanakan shalat dhuhur dan mandi, Arissa sekarang sudah rapi
dengan gaya casual. Memakai t-shirt berwarna peach yang dipadukan dengan celana
jeans putih, dengan sneakers yang sama dengan warna celananya, dan tak lupa jaket
bomber motif bunga-bunga. Turun dari lantai atas dia menemukan sang Bunda di ruang
makan yang sedang memakan makan siangnya, sang Bunda yang melihat Arissa turun
langsung memanggilnya untuk makan siang sebentar sebelum berangkat,
“Arissa berangkat sekarang, nak?” tanya Bunda Karina setelah menelan
makanannya.
Arissa yang tadinya ingin langsung berangkat berhenti sebentar untuk menjawab
pertanyaan sang Bunda, “Iya Bun, soalnya Mira sama Nesa udah OTW,”
“Sini sebentar, makan dulu baru berangkat. Nanti kalau keseringan makan diluar
nggak baik, banyak MSGnya,” Bunda Karina menunjuk kursi yang kosong didepannya.
“Yaudah nanti Arissa beli roti aja Bun,” keukeh Arissa yang masih sedikit
canggung saat berada didekatnya.
Bunda Karina langsung saja mengambil piring yang masih bersih, mengambil nasi
dan lauk pauknya, lalu meletakkannya di depan kursi kosong yang ada di depannya,
“Udah makan dulu, Mira sama Nesa pasti nggak bakal marah sama kamu, nanti
kalaupun marah bilang aja Bunda yang nyuruh kamu makan dulu,”
Melihat Arissa yang masih bergeming, Bunda Karina menatap kursi didepannya
lalu menatap Arissa seakan-akan menyuruhnya duduk di kursi itu, “Yaudah Arissa makan
dulu baru berangkat,” kata Arissa setengah terpaksa, setengah senang. Terpaksa
menyuruh Mira dan Nesa menunggunya, senang karena dia dan Bundanya bisa duduk
satu meja tanpa orang lain.
Duduk di depan Bundanya, Arissa langsung memakan makanannya, sesekali
melihat ke arah Bundanya dengan tatapan tak percaya. Beberapa menit kemudian sang
Bunda sudah menyelesaikan acara makannya, tapi belum juga beranjak dari tempat
duduknya, sang Bunda malah mengupas buah apel yang ada di meja sambil
Arissa untuk Marissa | 60
memperhatikan Arissa yang sedang makan. Arissa yang ditatap sedemikian rupa
membuatnya sedikit berhati-hati saat memakan makannya. Seolah-olah jika ada sedikit
kesalahan saat ia makan, maka akan ada hukuman yang setia menantinya.
“Udah nggak usah canggung gitu makan sama Bunda, ini salah Bunda yang
membuat kamu jadi seperti ini, dan juga salah Bunda yang masih sempat-sempatnya
nyalahin kamu padahal semuanya adalah takdir yang harus diterima setiap orang,”
Bunda Karina mulai membuka pembicaraan.
“Uhukk.. uhuk..,” Arissa yang mendengar perkataan sang Bunda langsung saja
tersedak, ia tak menyangka jika sang Bunda akan mengatakan hal itu.
Bunda Karina yang melihat Arissa tersedak langsung sigap menuangkan air putih
yang ada di teko ke dalam gelas yang kosong, lalu menyerahkannya ke Arissa, “Ini,
minum dulu, hati-hati kalau makan itu kan nantinya nggak sampek ada kejadian kamu
keselek kayak gini,” omel sang Bunda.
Kan kalau Bunda gak tiba-tiba ngomong gitu ke Arissa saat makan, Arissa juga
nggak bakalan keselek Bun, gerutu Arissa dalam hati.
“Hehehehe iya Bun,” dan itu adalah kata yang keluar dari mulutnya, ia tak berani
merusak hari bahagianya sendiri.
Sang Bunda kembali duduk ke tempatnya dan melanjutkan pembicarannya,
“Bunda ingin kita menjadi Ibu dan anak seperti pada umumnya, Bunda ingin Arissa
maafin semua kesalahan Bunda,” kata sang Bunda sambil menatap dalam-dalam kea rah
mata Arissa yang juga menatapnya.
Arissa melihat kesungguhan dalam mata Bundanya, sungguh benar jika ada orang
yang berkata bahwa ‘Setiap hati manusia berada digenggaman Allah, dan Allah akan
mudah sekali untuk membolak-balikkan hati manusia.’
“Arissa udah maafin Bunda dari dulu kok, Arissa juga ingin Bunda maafin semua
kesalahan Arissa selama ini,” kata Arissa sungguh-sungguh.
“Berarti kita baikan?” sang Bunda menunjukkan jari kelingking kanannya ke arah
Arissa yang langsung disambut kelingking kanan Arissa.
“Baikan,” seru Arissa semangat. Lalu, detik berikutnya mereka berdua tertawa
bersamaan karena kelakuan mereka seperti anak kecil,
“Hahahahaha…”
Arissa untuk Marissa | 61
“Kamu nggak jadi pergi sama Nesa dan Mira?” tanya sang Bunda setelah
menormalkan tawanya.
Menepuk jidatnya, Arissa langsung menengadahkan tangannya ke arah sang
Bunda, “Oh iya Bun, yaudah Arissa mau pamit berangkat dulu,”
“Mau minta uang jajan sama Bunda?” tanya sang Bunda yang masih bingung.
“Nggak papa kok Bun, Arissa malah seneng kalau ditambahi uang jajan. Arissa tuh
sebenarnya mau pamitan ke Bunda bukan minta uang jajan,” jelas Arissa.
Bunda Karina langsung mengambil dompetnya dan memberikan uang seratus
ribu sebanyak tiga lembar, meletakkannya di telapak tangan Arissa, “Nih Bunda kasih,
tapi jangan semua dihabisin, sisanya ditabung loh ya,”
“Siap Bun, tenang aja kalau itu mah. Yaudah Arissa berangkat dulu,
assalamualaikum Bunda,” pamit Arissa.
“Waalaikumussalam,” jawab sang Bunda sambil membereskan peralatan
makannya tadi dibantu Mbak Asih.
***
Dengan senyumnya yang cerah Arissa menutup pintunya dan hedak memanggil
Mang Asep yang sedang mencuci mobil di halaman rumahnya, memintanya untuk
mengantarkan dirinya ke salah satu mall ternama. Tapi itu dia urungkan saat seorang
lelaki tampan duduk manis di atas motor hitamnya, melepaskan helmnya dan
melambaikan tangan ke arahnnya,
“Hai Arissa manis,” katanya dengan senyum lebar.
“Ngapain lo ke sini? Oh iya darimana lo tahu alamat gue?” tanya Arissa sinis.
“Ya mau ngajak main sekalian belajar buat event, Arissa nggak tahu yah kalau
seorang Keenan bisa melakukan apapun dengan sekali kedip,” nada sombong Keenan
terdengar dengan jelas.
“Gue nggak percaya sama lo, mending pergi sana deh gue mau keluar,” Arissa
menggerakkan satu tangannya sebagai isyarat mengusir Keenan.
“Nggak bisa gitu dong Arissa, kamu nggak kasian sama Aku, gitu?” tanya Keenan
dengan wajah berharap.
Arissa untuk Marissa | 62
“Nggak, nggak dan enggak,” kata Arissa penuh dengan penekanan.
“Mang Asep tolong panasin mobil yang saya pakek keluar biasanya, dan juga
tolong anter saya ke suatu tempat sekarang juga,” perintah Arissa.
“Siap non,” Mang Asep langsung mengeluarkan mobilnya.
“Udah dengerkan gue mau pergi, jadi tolong tuan Keenan Alexander Vincent
untuk pergi dari pelataran rumah saya. Kalau anda tidak ingin pergi mungkin saya akan
menyuruh sopir saya untuk menabrak anda,” Arissa menyilangkan kedua tangannya di
depan dada.
“Hahahaha Arissa, aku nggak bakal pergi dari sini kalau kamu nggak mau pergi
bareng aku, lagian juga ini nanti bakal buat event di sekolahan kita. Dan, yah, aku nggak
yakin kalau seorang Arissa Fredelina yang mau bunuh semut aja nggak berani, malah
mau nabrak aku,” keukeh Keenan.
“Heii---
Sebelum Arissa melanjutkan ucapannya, sebuah panggilan mengharuskannya
menngehentikan perdebatan unfaedah bersama Keenan.
“Lo diem dulu, jangan buat rusuh,” kata Arissa menunjuk tepat di muka Keenan,
sedangkan Keenan membuat Gerakan tutup mulut.
Nesa calling…
“Assalamualaikum Nes,”
“…”
“Kenapa telfon aku?”
“…”
“Oh iya, iya sebentar Nes, ini juga mau OTW,”
“…”
“Iya lima belas menit lagi aku dateng, sekarang mending kamu beli tiketnya dulu,
nanti aku bayar,”
“…”
“Iya, waalaikumussalam,”
Arissa untuk Marissa | 63
Memutus panggilannya, Arissa ragu-ragu melihat ke arah Keenan. Kalau dia
belum pergi juga, Arissa yakin sampai bulan ke-13 muncul perdebatannya belum selesai.
“Gue mau buat penawaran sama lo Kak Keenan, mau gak?” tanya Arissa.
“Kalau penawaran itu menguntungkan aku, why not?” Keenan menaik turunkan
alisnya menggoda Arissa.
“Ok, gue mau pergi sama lo asalkan lo mau nganterin gue ke mall buat ketemuan
sama Mira dan Nesa dalam waktu lima belas menit, dan lo juga harus izin ke Bunda gue
kalau lo mau ngajak gue pergi, kalau Bunda gue setuju aku bakal pergi sama lo.
Gimana?”
“Let’s go, gue setuju,” Keenan turun dari atas motornya langsung menggandeng
tangan Arissa masuk ke dalam rumah.
“Eh.. eh.. eh.. ini mau kemana nih?” tanya Arissa sambil menarik tangannya dari
Keenan, berusaha menghentikan.
“Ya mau izin sama Bunda kamu lah Arissa, aku juga kangen sama Bunda,” kata
Keenan.
“Kangen? Emang lo pernah ketemu sama Bunda gue, gak kan? Sok-sokan bilang
kangen cuih,” cibir Arissa.
Menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, Keenan berusaha bicara meski dirinya
gugup melihat tatapan menyelidik Arissa, “Gak pernah sih, tapi aku kangen gimana
wajah Bunda dari seorang Arissa yang ribet dan cantik, tapi cantiknya bohongan,”
Mendengar itu Arissa langsung melotot ke arah Keenan, “Enak aja bilang gue
jelek, meski gue gak cantik tapi gue juga gak jelek-jelek amat,”
“Iya, iya Arissa cantik kok meski gak cantik-cantik amat, sekarang tuan puteri
Arissa mau dianterin kemana dulu sama pangeran Keenan yang ganteng ini,” kata
Keenan dengan lebay membuat Arissa seketika ingin muntah, dan Mang Asep yang
sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan nonanya dengan seorang cowok
berusaha menahan tawa.
Pembuktian
Jam berdering tepat pukul 04.10 Arissa yang mendengar itu pun langsung
terbangun, ia duduk dipinggiran kasur sambil mengumpulkan kesadarannya. Setelah
sadar ia langsung masuk kekamar mandi untuk mandi, setelah itu ia mengambil air
wudhu untuk sholat subuh.
Assalamualaikum waruhmatullah..
Assalamualaikum waruhmatullah..
Setelah sholat subuh ia membaca cerita di wattpad, jam menunjukkan pukul
04.50 Arissa langsung keluar kamar dan menuruni tangga menuju dapur. Hari ini ia ingin
membuatkan Bu Ari makanan sebagai ucapan rasa terima kasih karena ia dibolehkan
tidur disini. Sesampainya didapur ia membuka kulkas untuk melihat bahan makanan,
“Masa apa yah enaknya?” tanya Arissa pada dirinya sendiri, “Ah masak capcai aja deh
mumpung banyak sayuran dan bahannya juga lengkap,” kata ia saat mendapatkan ide
untuk membuat makanan. Setelah itu ia langsung menyiapkan bahan dan alat untuk
masaknya.
30 menit cukup untuk membuat capcai, “Akhirnya jadi juga,” kata Arissa
seraya membawa mangkok yang berisi capcai itu ke meja makan. Setelah menaruh
mangkok itu ia langsung bergegas ke kamar untuk berganti pakaian seragam sekolah.
Pukul 05. 45 ia keluar kamar untuk segera berangkat sekolah, ia berangkat lebih awal
karena hari ini ia ada jadwal piket.
“Mbak Arissa yah?” kata abang tukang ojol saat berhenti didepan Arissa.
“Iya mas,” kata Arissa sambil tersenyum.
“Ini helm nya, sesuai alamat yah mbak,” kata abang ojol saat melihat Arissa
sudah naik ke motornya.
“Nak Keenan sama Abidar ini minumannya silahkan diminum,” kata Bunda
Karina saat selesai membeli sesuatu dari kantin rumah sakit.
Cukup lama mereka berbincang Akhirnya Keenan dan pamannya Abidar
pamit pulang karena hari mulai larut.
***
Arissa sudah sampai disekolah dari 5 menit yang lalu, ia sedang membaca
buku fisika yang diberikan Bu Ari, “Sa ini kan waktunya mr. Prayit kok kamu malah baca
buku fisika sih?” tanya Mira heran.
“Emang kalau waktunya Mr.Prayit nggak boleh baca buku lain selain buku
bahasa inggris?” tanya balik Arissa.
Baru saja Mira akan membalas pertanyaan Arissa, mrs.Prayit sudah datang
memasuki kelas, “Hallo guys,” sapa Mr.Prayit
“Hai sir,” balas semua muris kelas Arissa.
“How are you?” tanya Mr.Prayit
“I’m fine, thank you and you?” balas para murid.
“Me?” tanya Mr.Prayit
“Yes,” balas para murid
Arissa untuk Marissa | 117
“ I’m fine, thank you,” kata Mr.Prayit, “Baca basmalah dulu sebelum mulai
pelajaran,” lanjut Mr.prayit.
“Bismillahirrohmanirohim,” kata mereka membaca doa. Lalu dilanjut dengan
pelajaran.
***
Kringg….
Kringg…
Jam istirahat berbunyi semua murid berhamburan kekantin terkecuali Arissa,
Mira, dan Nesa mereka pergi ke taman belakang setelah memesan makanan, mereka
ingin mecari pemandangan yang bagus, mereka duduk disebuah pohon rindang yang
didepannya langsung disuguih oleh kolam ikan.
Kuingin bersamanya
Kuingin habiskan nafas ini
Berdua dengannya
“semua yang terjadi pada diri kita itu sudah tertulis pada scenario tuhan.”
Seorang pria paruh baya sedang duduk sendirian di salah satu sudut kantin
sebuah rumah sakit. Pria itu terlihat sedang mengadakan janji temu dengan seseorang,
terlihat secangkir kopi yang uapnya masih mengepul sedang menemaninnya, membalas
beberapa Email pekerjaan pria itu menyeruput kopinya.
Menatap awan yang berarak diangkasa menerbitkan sebuah senyuman yang
terlihat sangat tulus, meski pria itu sudah tak lagi muda tapi kontur wajahnya masih
tetap tampan dengan sedikit kerutan dibagian bawah matanya, setelah jas kantor yang
rapi masih melekat ditubuhnya memancarkan sebuah ketegasan dan kewibawaan yang
tak dapat ditolak.
Pria itu tersenyum saat dua muda-mudi datang dari arah depan menuju tempat
duduknya, saat dua muda-mudi tersebut sudah berdiri tepat di depannya, pria itu
langsung berdiri dan memeluk seorang gadis dengan tatapan kerinduan.
“Arissa,” panggilnya lirih dengan nada-nada kerinduan yang sangat jelas.
“Apakah Ayah baik-baik saja?” tanya Arissa kepada pria tersebut yang ternyata
Ayahnya.
“Ayahmu ini baik-baik saja, sepertinya dirimulah yang tidak baik-baik saja.
Maafkan juga kelakuan Bundamu Arissa,” kata sang Ayah.
“Tenanglah Ayah, Arissa baik-baik saja, Arissa juga sudah memaafkan semua
perlakuan Bunda. Apakah Ayah tak mempersilahkan Arissa dan Kak Keenan untuk duduk
terlebih dahulu,” kata Arissa dengan sedikit gurauan.
“Astaghfirullah Ayah sampai lupa, ayo duduk-duduk. Kalian berdua mau pesan
apa biar Ayah yang traktir?”
“Arissa hanya ingin teh manis hangat, kalau Kak Keenan apa?” tanya Arissa
kepada Keenan.
“Karena yang terjadi dimasa lalu cukup dijadikan pelajaran tanpa ditangisi
atau disesali.”
“Sok ngartis Kakak, aku tahu Kakak panggil aku pasti ada sesuatu yang mau
Kakak omongin kan sama Arissa?” tanya Arissa yang mulai pahan dengan kelakuan
Kakaknya.
“Heheheh kok kamu tahu aja sih Ris, kan Kakak tadi udah berusaha nutupin,”
jawab Keenan.
“Keenan tuh Kakak Arissa, mana mungkin Arissa gak tahu kemauan Kakak.
Kakak mau ngomong apa?”
“Kakak mau buat perjanjian sama kamu, kamu setuju gak?”
“Perjanjian apa?”
“Perjanjian tentang dirumah sakit, perjanjian ini sangat menguntungkan dua
belah pihak loh Arissa. Kamu untung, Kakak juga untung,”
“Rumah sakit?” tanya Arissa yang masih belum mengerti tentang apa yang
diucapkan Kakaknya.
“Iya, tentang kebenaran kamu sama Marissa. Kamu ingin tahu juga kan
tentang ibu kandung Marissa?” tanya Keenan.
“Iya dong, tapi bukannya Kakak setuju yah nyari ibu kandung Kak Marissa.
Kenapa sekarang pakai perjanjian juga?” Arissa masih ingat bahwa Kakaknya ini
meminta nama dari Ayahnya untuk membantu mencari ibu kandung Marissa.
Pemuda yang tengah duduk dipojokan kelas sedari tadi hanya bergerak gusar, tak
menghiraukan apa yang tengah dibahas gurunya, mencoret-coret kertas kosong dengan
earphone yang menyumpal telinganya. Teman sebangkunya yang sedari tadi melihat
kegusaran temannya menepuk bahunya sambil mengangkat kedua bahunya, sang
teman bertanya dengan menggerakkan mulutnya tanpa bersuara.
“Kenapa lo ?”
“Hah?! Lo bilang apaan?” pemuda yang ditanya, kembali bertanya dengan suara
yang cukup keras. Membuat seisi kelas menoleh ke pojokan kelas, tempanya duduk.
Guru yang sedang menjelaskan didepan langsung mengikuti asal suara, dengan
sedikit menurunkan kaca matanya untuk melihat pemuda itu, sang guru memanggil
dengan isyarat tangannya.
Teman sebangku pemuda itu langsung saja mencabut earphone yang menyumpal
telinganya, “Lo dipanggil sama Bu Purwo kedepan,” kata teman pemuda itu.
“Sial,” umpat pemuda itu.
Langkah kaki pemuda itu terdengar menggema di kelas XII IPS 1, dengan gaya
coolnya pemuda itu bertanya kepada sang guru.
“Apakah Ibu memanggil saya?”
“Kenapa kamu berteriak di kelas, kamu tidak tahu ini jam mata pelajaran saya
hah?!” tak kalah menggelegar saat pemuda itu menarik perhatian seisi kelas, guru yang
dipanggil Bu Purwo juga melakukan hal yang sama. Bedanya Bu Purwo berkacak
pinggang di depan pemuda itu.
“Tahu Bu, kan sudah ada jadwalnya,” menghilangkan gaya coolnya, pemuda itu
sedikit melembutkan suaranya.
“Siapa namamu?” tanya Bu Purwo.
Arissa untuk Marissa | 187
“Keenan Alexander Vincent,” Keenan langsung menjawab dengan cepat.
“Owhh.. jadi kamu pemuda yang namanya Keenan. Yang jika namanya disebut
membuat para gadis menjerit, cukup tampan untuk seumuranmu,” Bu Purwo meneliti
dengan jari telunjuk yang mengarah ke atas lalu ke bawah.
“Ku pikir itu pujia n Bu, jadi saya ucapkan terimakasih,” kata Keenan yang tak
terpengaruh tatapan penilaian gurunya.
“Kau tahu apa kesalahanmu anak muda?”
“Ya, tahu Bu, saya berteriak cukup keras sehingga seisi kelas mendengarnya, yang
berarti juga mengusik jam mata pelajaran Ibu,” Keenan menjawabnya dengan alasan
yang logis.
“Kau sangat gentle untuk mengakui kesalahanmu. Tapi, saya tak pernah berfikir
tentang seorang Keenan yang dieluh-eluhkan guru-guru dengan ucapan bahwa Keenan
adalah murid yang sopan, baik hati, manis, dan masih banyak lagi itu kekurangan sopan
santun saat jam mata pelajaran saya. So, apa alasan kamu dalam kekurangan sopan
santun di depan saya?”
“Mungkin memang benar yang dieluh-eluhkan guru bahwa saya adalah murid
yang sopan, tapi untuk hari ini saya kekurangan sopan santun karena saya sedikit
khawatir sedari pagi,” Keenan mencoba menutupi teman sebangkunya yang
membuatnya berteriak seisi kelas. Tapi apa yang dikatakan Keenan tak sepenuhnya
bohong karena, memang benar dia sedikit khawatir.
“Apa yang membuatmu khawatir?”
“Itu saya khawatir dengan seseorang Bu,”
“Siapa? Kekasihmu?” pertanyaan Bu Purwo sedikit menggoyahkan hati teman-
teman Keenan, hanya untuk yang mengagumi Keenan.
“Tidak, karena saya suka dengan kesendirian,” setelah hati para gadis diajtuhkan
Bu Purwo, sekarang hati para gadis dilambungkan lagi oleh Keenan.
“Sekarang saya punya pilihan untuk kamu pilih, tetap berada dikelas saya dengan
menerima hukuman atau keluar dari kelas saya dengan daftar hadir alpha?” tanya Bu
Purwo.
Menyandarkan bahuku
Menumpahkah semua keluh kesah
Menghapus air mataku
Dan tersenyum untukmu
Ucapanmu..
Dekapanmu..
Kasih sayangmu..
Adalah hal yang selalu ku rindu
Aku berharap,
Setelah mata ini terbuka kembali
Hanya ada senyum untukmu
Dan senyum untukku
~Arissa sayang Bunda
~Tamat~
Arissa untuk Marissa |219
Hidup memang tidak selamanya indah, seperti yang sudah kalian baca pada
ceritaku sebelumnya. Hidup itu bukan tentang menikmati saja tapi tentang melewati
segala ujian dari-Nya. Kesabaran dan keikhalasan adalah kunci utama dalam melewati
ujian dari-Nya, jangan berputus asa dari rahmat-Nya, karena Dia tak akan
meninggalkan hamba-Nya dalam kesesatan dan jalan yang buntu.
Apa yang kalian telah baca adalah satu dari sekian episode kehidupan yang
telah aku jalani. Mungkin sebagian dari kalian berpikir bahwa ceritaku sangatlah
menyedihkan, tapi bagiku sama sekali tidak. Episode itu adalah episode yang sangat
aku sukai, di mana dalam episode itu aku mendapatkan balasan dari apa yang telah aku
jalani, harapan yang ku pupuk tinggi-tinggi kepada-Nya akhirnya kini terwujud.
Memang benar bila ada orang yang berkata ‘Jangan pernah berharap selain
kepada-Nya, karena selain-Nya tidak akan ada yang bisa mewujudkan semua
harapanmu’. Kini Bunda Karina dan Ayah Adi selalu ada disisiku dan menyayangiku,
juga menjagaku. Kini Kak Keenan yang ternyata adalah Kak Iqbal lebih dekat dengan
Ayah dan Bunda yang notabennya adalah orang tua kandungnya, meski Kak Keenan
lebih memilih tinggal dikeluarganya yang baru. Kini Marissa yang ternyata bukanlah
saudara kembarku menyayangiku selayaknya saudara kandung begitupun sebaliknya
denganku, aku sangat menyayanginya sepenuh hati meski sekarang ia tinggal dengan
keluarga aslinya. Dan kini, tiga keluarga yang ada dalam episode kehidupanku kali ini
bersatu selayaknya satu darah yang tinggal di satu udara.
Episode kehidupanku kali ini telah membuktikan bahwa Tuhan tak akan
membiarkan hamba-Nya menjalani ujian melebihi batas kemampuannya. Dan jangan
lupa saat dirimu sedang diuji untuk menaiki level selanjutnya dalam episode kehidupan,
jangan sekali-kali untuk berkeluh kepada-Nya.
Arissa untuk Marissa | 220
Life is not short, jadi jangan pernah kau gunakan hidupmu untuk sesuatu hal
yang sama sekali tidak berguna. Ingat tujuanmu untuk terlahir di dunia, dan tenang saja
aku pun juga mengingatnya. Aku terlahir di dunia ini untuk mencari perbekalan sebelum
melanjutkan ke jenjang di mana semuanya akan abadi, dan salah satu perbekalan yang
nyata dalam episodeku kali ini adalah kembali ke jalan-Nya.
Dalam baitan kata-kata yang telah aku rangkai seindah mungkin ini, aku
ingin menyampaikan padamu bahwa manusia adalah makhluk yang terkadang lalai,
aku pun juga sama begitu. Dulu, aku juga sangat berputus asa dari rahmat-Nya, ingin
sekali aku memiliki keluarga seperti keluarga yang ada diluar sana, selalu Kersatu untuk
melindungi, menyayangi.
Tapi, kini aku tersadar semuanya bukan tentang memiliki tapi tentang
mensyukuri. Dan, kini aku bersyukur kepada-Nya, Tuhan semesta alam yang sangat
memperhitungkan segala sesuatu sehingga semuanya menjadi adil meski terkadang
makhluk-Nya merasa kurang.
Sekarang jika dirimu pernah mengalami apa yang dulu pernah aku alami,
lihat dan bacalah dengan cermat apa yang akan aku tuliskan setelah ini, lalu renungkan
dan pikirkan apa langkah yang akan kau ambil selanjutnya, dan itu terserahmu.
Successful people have a dark past, and people who are now in the dark must
have a bright future. So, apakah kau ingin merubah takdirmu atau tidak? Semua itu
tergantung pada usahamu^_^
Salam Manis,
Arissa Fredelina.