“Adapun maksud pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setingi-tingginya “
Kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai seorang pendidik untuk membangun komunitas
disekolah untuk menyiapkan murid dimasa depan menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi
berdampak juga pada masyarakat. Namun karakter seperti apa untuk menyiapkan murid menjadi manusia
dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan Ki Hajar
Dewantara
Mengacu pada Profil Pelajar Pancasila, “Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat
yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.” Pelajar yang memiliki
profil yang demikian itu adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya, yaitu:
beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, mandiri, bergotong-royong,
berkebinekaan global, bernalar kritis, dan kreatif adalah harapan karakter yang bisa diwujudkan untuk
dalam rangka menyiapkan murid kita dimasa yang akan datang.
Sekolah sebagai tempat pembentukan karakter dimulai dengan menumbuh kembangkan budaya
positif disekolah. Budaya positif disekolah sendiri adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-
kebiasaan disekolah yang berpihak pada murid dalam berkembang menjadi pribadi yang kritis penuh
hormat dan tanggung jawab. Dimana dalam menumbuhkan kembangkan budaya posisif ini dibutuhkan
kerjasama semua ekosistem disekolah. Baik Kepala sekolah, guru, peserta didik dan orang tua dan unsur
lainnya mampu bekerja sama melaksanakan dan mengembangkan budaya positif baik di sekolah maupun
dirumah secara berkesinambungan dan penuh tanggung jawab. Jika budaya positif ini dapat ditumbuh dan
dikembangkan dengan baik maka visi sekolah impianpun akan dapat terwujud.
Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya positif di dalam
kelas dan juga dapat membantu proses belajar mengajar lebih mudah dan tidak menekan. Hal ini karena
peserta didik dapat diikut sertakan secara aktif dalam menyusun kepakatan kelas sehingga terjalin
komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik.
Komunikasi dua arah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya dan
menyampaikan gagasan dan pendapatnya. Dengan pembiasaan seperti ini akan membentuk karakter
bernalar kritis pada peserta didik. Komunikasi dua arah juga memunculkan rasa percaya diri pada peserta
didik karena merasa dihargai dan didengarkan. Perasaan seperti ini akan memunculkan kedekatan,
kepercayaan antara peserta didik dan pendidik. Membangun kepercayaan antara peserta didik dan
pendidik sangatlah penting untuk menciptakan lingkungan sekolah nyaman tanpa tekanan sehingga
memunculkan motivasi intrinsic dalam diri peserta didik untuk bermain dan belajar disekolah dengan
bahagia.
Strategi dalam menerapkan budaya positif disekolah dilakukan dengan memanfaatkan sumber
daya dukung yang ada disekolah diantara dengan bekerja sama dengan seluruh ekosistem yang ada
disekolah, memanfaatkan sarana prasarana yang mendukung tumbuh dan berkembangnya budaya positif
disekolah.
Bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi cukup sederhana karena anak usia dini masih dalam
perkembangan pra operasional. Pembuatan kesepakatan kelaspun dibuat dengan metode bermain dengan
terlebih dahulu pendidik mempersiapkan bahan kertas yang sudah dihias dalam bentuk pohon
kesepakatan, dan stiker bergambar yang mewakili suatu kondisi dari budaya postif yang diimpikan dapat
terwujud dalam kelas mengingat juga anak usia dini masih dalam tahap pra membaca dan pra menulis.
Kesempatan menyampaikan pendapat diberikan secara merata dan bergantian kepada peserta
didik dimana setelah menyampaikan pendapatnya anak dapat memilih stiker bergambar yang sesuai yang
sesuai dengan pendapatnya tadi. Kegiatan ini juga menumbuhkan sikap berpikis kritis dimana anak dapat
mencocokkan pendapat dan symbol gambar yang melambangkannya. Setelah mendapatkan stiker symbol
gambar anak dapat menempel sendiri ke pohon kesepakatan secara bergantian. Kegiatan ini pun
mengembangkan budaya positif kemandirian dan budaya positif sabar menunggu giliran.
Setelah selasai menempel buah hasil kesepakatan anak-anak dapat nenandatangani pohon
kesepakatan dengan stempel telapak tangan menggunakan pasta yang aman untuk kulit. secara mandiri
anak-anak mengoleskan pasta dengan menggunakan kuas ke telapak tangan mereka kemudian ditempel di
pohon kesepakatan. Satu kali stempel ternyata tidak cukup sehingga mereka membuat stempel lagi
dengan berbagai warna yang dicampurkan secara mandiri juga.
Keberhasilan dari kegiatan aksi nyata ini adalah sudah terbukanya komunikasi dua arah antara
pendidik dan peserta didik dan memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik dalam membuat suatu
kesepakatan dengan cara yang menyenangkan.
Feedback dari rekan sejawat saat bekerjasama dalam pelaksanaan aksi nyata juga banyak
memberikan masukan tentang hal-hal yang dirasa kurang sebagai perbaikan dimasa yang kan datang.
Untuk membangun karakter yang dapat dibanggakan dibutuhkan usaha yang tidak instan, namun
dibutuhkan pembiasaan dan keteladanan yang dilakukan dalam jangka waktu yang panjang dengan kerja
sama dari berbagai pihak baik kepala sekolah, guru,staf sekolah, murid dan wali murid agar budaya positif
dapat berjalan berkesinambungan dan konsisten dilakukan baik saat dirumah maupun disekolah.
Rencana perbaikan juga perlu dilakukan kepada diri sendiri untuk meningkatkan kemampuan dan
pemahaman posisi kontrol guru yang bertujuan untuk mengingatkan peserta didik saat melakukan
pelanggaran dan juga dapat bertindak sebagai teman ketika berinteraksi agar dapat memahami murid dan
membangun kedekatan.
7. FOTO-FOTO DOKUMENTASI
Mencari stiker sesuai dengan pendapat yang Menempel stiker dengan mandiri
disampaikan
Sikap berdoa
Kerja sama merapikan mainan
Budaya positif antri saat cuci tangan
Anak mampu mentaati kesepakatan buag sampah
pada tempatnya
Hasil kesepakatan
TERIMA KASIH
SALAM MERDEKA BELAJAR