Anda di halaman 1dari 14

Hari Minggu Prapaskah IV

(Tahun A)

Bacaan Pertama : 1 Samuel 16:1b.6-7, 10-13a


Mazmur Tanggapan : Tuhanlah gembalaku, aku takkan berkekurangan.
Mazmur : Mazmur 23:1-3a, 3b-4, 5, 6
Bacaan Kedua : Efesus 5:8-14
Bait Pengantar Injil : Akulah terang dunia, sabda Tuhan, siapa saja yang
mengikuti Aku, mempunyai terang hidup.
Bacaan Injil : Yohanes 9:1-41

Pada Minggu Prapaskah IV, Minggu Laetare, Minggu Sukacita karena kita
sudah setengah jalan melalui masa Prapaskah, warna liturgi merah jambu
(rose). Gereja melanjutkan perjalanannya menelusuri kehidupan Kristus menuju
Kalvari dan kebangkitan. Dan pada hari Minggu ini, sama seperti hari Minggu lalu,
Gereja mengambil bagian lain dari Injil Yohanes. Jadi, meskipun sebagian besar
Tahun A dikhususkan untuk Injil Matius, selama Prapaskah ada hari Minggu
tertentu di mana Gereja memilih kisah yang hanya terdapat dalam Injil Yohanes.
Sama seperti minggu lalu kita melihat kisah tentang wanita dan sumur, dan kita
melihat bahwa Gereja mengizinkan para imam dan diakon untuk memberikan
homili untuk bacaan tentang wanita samaria di sumur, setiap tahun karena
hubungannya dengan Sakramen Pembaptisan, hal yang sama berlaku untuk
Minggu Prapaskah Keempat. Setiap tahun, termasuk Tahun A, seorang imam atau
diakon memiliki pilihan untuk berfokus pada kisah orang yang lahir buta dalam
Yohanes 9. Dan seperti yang akan anda lihat, alasannya adalah karena kisah ini
sangat penting untuk pemahaman dasar dan fundamental iman kita.
Sakramen Baptis, yang akan diterima para katekumen pada Vigili Paskah.
Jadi, kita akan melihat kisahnya dengan sangat hati-hati. Ini adalah bacaan yang
panjang untuk hari minggu ini - seperti bacaan-bacaan lainnya selama masa
Prapaskah - saya akan memandu anda menelusuri kisah ini dan membacanya
hingga selesai, dan kemudian kita akan kembali dan akan mengajukan beberapa
pertanyaan kunci untuk membongkarnya. Seperti yang akan anda lihat, ini adalah
salah satu bab favorit saya dari Injil Yohanes, karena sangat kaya dan kuat untuk
kehidupan Kristiani dan khususnya untuk Masa Prapaskah. Jadi bacaan Injil hari
ini - kita akan mulai dari sana - dari Yohanes 9:1-41. Begini kisahnya:
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya.
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat
dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia. Kita harus
mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang;
akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja.
Selama Aku di dalam dunia, Akulah terang dunia."

Perhatikan penekanan dan kontras antara terang dan gelap, itu hal yang penting.

Setelah Ia mengatakan semuanya itu, Ia meludah ke tanah, dan mengaduk


ludahnya itu dengan tanah, lalu mengoleskannya pada mata orang buta
tadi dan berkata kepadanya: "Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam
Siloam." Siloam artinya: "Yang diutus." Maka pergilah orang itu, ia
membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek. Tetapi
tetangga-tetangganya dan mereka, yang dahulu mengenalnya sebagai
pengemis, berkata: "Bukankah dia ini, yang selalu mengemis?" Ada yang
berkata: "Benar, dialah ini." Ada pula yang berkata: "Bukan, tetapi ia
serupa dengan dia."

Dengan kata lain, orang yang telah disembuhkan itu tampak seperti dirinya, mirip
dengan dirinya, orang-orang masih bingung melihat dia, tidak dapat memastikan
apakah itu benar-benar dia atau bukan.

Orang itu sendiri berkata: "Benar, akulah itu." Kata mereka kepadanya:
"Bagaimana matamu menjadi melek?" Jawabnya: "Orang yang disebut
Yesus itu mengaduk tanah, mengoleskannya pada mataku dan berkata
kepadaku: Pergilah ke Siloam dan basuhlah dirimu. Lalu aku pergi dan
setelah aku membasuh diriku, aku dapat melihat." Lalu mereka berkata
kepadanya: "Di manakah Dia?" Jawabnya: "Aku tidak tahu."

Lalu mereka membawa orang yang tadinya buta itu kepada orang-orang
Farisi. Adapun hari waktu Yesus mengaduk tanah dan memelekkan mata
orang itu, adalah hari Sabat. Karena itu orang-orang Farisipun bertanya
kepadanya, bagaimana matanya menjadi melek. Jawabnya: "Ia
mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku, dan
sekarang aku dapat melihat." Maka kata sebagian orang-orang Farisi itu:
"Orang ini tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat."
Sebagian pula berkata: "Bagaimanakah seorang berdosa dapat membuat
mujizat yang demikian?" Maka timbullah pertentangan di antara mereka.
Lalu kata mereka pula kepada orang buta itu: "Dan engkau, apakah
katamu tentang Dia, karena Ia telah memelekkan matamu?" Jawabnya:
"Ia adalah seorang nabi." Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya,
bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat lagi, sampai mereka
memanggil orang tuanya dan bertanya kepada mereka: "Inikah anakmu,
yang kamu katakan bahwa ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah ia
sekarang dapat melihat?" Jawab orang tua itu: "Yang kami tahu ialah,
bahwa dia ini anak kami dan bahwa ia lahir buta, tetapi bagaimana ia
sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yang memelekkan
matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah
dewasa, ia dapat berkata-kata untuk dirinya sendiri." Orang tuanya
berkata demikian, karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi, sebab
orang-orang Yahudi itu telah sepakat bahwa setiap orang yang mengaku
Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan. Itulah sebabnya maka orang tuanya
berkata: "Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri."

Lalu mereka memanggil sekali lagi orang yang tadinya buta itu dan
berkata kepadanya: "Katakanlah kebenaran di hadapan Allah; kami tahu
bahwa orang itu orang berdosa." Jawabnya: "Apakah orang itu orang
berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya
buta, dan sekarang dapat melihat."

Sekilas kita langsung teringat himne Amazing Grace (O Rahmat yang


Mengagumkan), liriknya berasal dari ayat ini.

Kata mereka kepadanya: "Apakah yang diperbuat-Nya padamu?


Bagaimana Ia memelekkan matamu?" Jawabnya: "Telah kukatakan
kepadamu, dan kamu tidak mendengarkannya; mengapa kamu hendak
mendengarkannya lagi? Barangkali kamu mau menjadi murid-Nya juga?"
Sambil mengejek mereka berkata kepadanya: "Engkau murid orang itu
tetapi kami murid-murid Musa. Kami tahu, bahwa Allah telah berfirman
kepada Musa, tetapi tentang Dia itu kami tidak tahu dari mana Ia datang."
Jawab orang itu kepada mereka: "Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari
mana Ia datang, sedangkan Ia telah memelekkan mataku. Kita tahu,
bahwa Allah tidak mendengarkan orang-orang berdosa, melainkan
orang-orang yang saleh dan yang melakukan kehendak-Nya. Dari dahulu
sampai sekarang tidak pernah terdengar, bahwa ada orang yang
memelekkan mata orang yang lahir buta. Jikalau orang itu tidak datang
dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa." Jawab mereka: "Engkau ini
lahir sama sekali dalam dosa dan engkau hendak mengajar kami?" Lalu
mereka mengusir dia ke luar.

Yesus mendengar bahwa ia telah diusir ke luar oleh mereka. Kemudian Ia


bertemu dengan dia dan berkata: "Percayakah engkau kepada Anak
Manusia?" Jawabnya: "Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya
kepada-Nya." Kata Yesus kepadanya: "Engkau bukan saja melihat Dia;
tetapi Dia yang sedang berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!"
Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud menyembah-Nya. Kata
Yesus: "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya
barangsiapa yang tidak melihat, dapat melihat, dan supaya barangsiapa
yang dapat melihat, menjadi buta."

Kata-kata itu didengar oleh beberapa orang Farisi yang berada di situ dan
mereka berkata kepada-Nya: "Apakah itu berarti bahwa kami juga buta?"
Jawab Yesus kepada mereka: "Sekiranya kamu buta, kamu tidak berdosa,
tetapi karena kamu berkata: Kami melihat, maka tetaplah dosamu."1

1
Unless otherwise indicated, all Bible citations/quotations herein are from The Holy Bible:
Revised Standard Version, Catholic Edition. New York: National Council of Churches of Christ
in the USA, 1994.

Baiklah, demikianlah bacaan Injil. Seperti yang mungkin telah anda ketahui, ada
banyak hal yang terjadi dalam teks bacaan Injil ini. Jadi kami ingin
menguraikannya, mengajukan beberapa pertanyaan kunci dan menyoroti beberapa
tema utama. Jadi mari kita telusuri satu per satu apa saja itu. Nomor satu, tema
kunci pertama di sini adalah hubungan antara dosa dan penderitaan, antara
dosa dan kebutaan orang ini. Anda akan melihat bahwa ketika para murid
melihat pria yang buta sejak lahir ini, mereka menganggap bahwa kebutaannya
adalah akibat dari dosa pribadinya atau dosa orang tuanya. Jadi, mereka berkata
"Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia
dilahirkan buta?" Jawab Tuhan Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya,
tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." Jadi, Allah
memiliki tujuan yang lebih tinggi dalam mengizinkan orang ini menjadi buta,
tetapi itu bukan akibat dari dosa pribadinya sendiri. Ingatlah hal itu karena kita
akan kembali ke hal itu. Ini akan menjadi poin yang sangat, sangat penting.

Aspek kedua dari kisah Injil ini yang patut disoroti adalah cara Tuhan Yesus
melakukan mukjizat. Perhatikan bahwa ada tiga elemen kunci mukjizat di sini.
Pertama, Tuhan Yesus melakukan mujizat dalam konteks menyatakan
"Akulah Terang dunia." Dengan kata lain, di hadapan kebutaan pria ini, Dia
membuat pernyataan tentang identitasNya sendiri sebagai Terang dunia. Nomor
dua, tidak seperti mukjizat lainnya, kali ini Tuhan Yesus tidak hanya berbicara
sepatah kata saja — seperti perwira, "sebab itu aku juga menganggap diriku tidak
layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku
itu akan sembuh." Dalam hal ini, Tuhan Yesus bertindak lebih jauh dan Dia
meludah ke tanah dan membuat tanah liat dari tanah dan ludah, dan
kemudian menggunakan tanah liat itu untuk mengurapi mata orang itu dan
menyembuhkannya. Nah, ini benar-benar tindakan yang agak mengejutkan dari
Tuhan Yesus. Maksud saya pikirkan tentang tindakan Dia meludah ke tanah.
Berapa banyak ludah yang harus Dia gunakan untuk membuat tanah liat dari tanah
kering? Jadi, jelas ini adalah tindakan yang disengaja oleh Tuhan Yesus. Dia
menggunakan ludah dan tanah kering karena beberapa alasan. Apa alasan yang
lebih dalam? Bukankah "Apakah Bunda Maria tidak mengajari Tuhan Yesus sopan
santun?" Mengapa harus meludah? Anda tahu ini mungkin tampak menjijikkan
pada awalnya, tetapi ada sesuatu yang penting terjadi. Dan kemudian ketiga,
Tuhan Yesus tidak hanya meludah dan membuat tanah liat, dia juga
memerintahkan orang yang lahir buta itu untuk mandi di dalam air. Untuk
membasuh diri di dalam air kolam Siloam, kita juga mengetahui tempat itu,
Menara Siloam dari Injil Lukas. Oke, jadi mengapa? Apa alasan dari ketiga
tindakan mukjizat ini?

Nah, Anda tidak akan terkejut, menyadari bahwa hal-hal itu sungguh terletak pada
Perjanjian Lama, ada dasar akar Yahudi dari tindakan Tuhan Yesus di sini.
Karena dalam Yudaisme abad pertama masehi — ini sangat menarik — ada
sebuah tradisi sejak dahulu kala — Naskah Laut Mati mengacu pada hal ini
— bahwa ketika Allah menciptakan Adam dari debu tanah, Ia menggunakan
ludah. Karena jika anda mencoba membuat sesuatu dari debu, anda tidak dapat
melakukannya. Anda tidak dapat membuat patung dari debu tanah. Harus ada
cairan untuk melekatkan debu tanah. Jadi, orang Yahudi memiliki tradisi bahwa
ketika Allah menciptakan Adam, Dia membuatnya dari ludah dan tanah. Dia
membuatnya dari ludahNya sendiri, dan sebenarnya ada kalimat dalam
Naskah Laut Mati yang mengatakan bahwa Adam, atau manusia, dibuat dari
"ludah, debu tanah, tanah liat yang dibentuk". Jadi, pikirkan sejenak. Jika
dalam tradisi Yahudi, Allah membuat Adam dari ludah dan debu tanah, dari tanah
liat, apa yang Tuhan Yesus lakukan di sini?

Tuhan Yesus bertindak sebagai Allah, seperti dalam Perjanjian Lama. Dengan
kata lain, Dia sedang melakukan tindakan ciptaan baru. Sama seperti Adam
diberikan tubuhnya dari tanah liat, demikian juga Tuhan Yesus sekarang
memberikan penglihatan kepada manusia yang buta sejak lahir. Dia
memberinya, dalam arti tertentu, mata baru dari tanah dan ludahNya sendiri.
Jadi, ini seperti tindakan ilahi dari Tuhan Yesus untuk meludahi tanah dan
membuat tanah liat dan membuat orang ini bisa melihat. Itulah tema dasar dari apa
yang terjadi di sini. Jadi, ini adalah aspek lain dari Injil Yohanes di mana Tuhan
Yesus menyatakan keilahian-Nya. Dia bukan hanya Mesias. Dia bukan hanya raja
Israel. Dia adalah Putra Allah. Dia adalah "Aku Yang Ada (YHVH/YHWH)."
Dia adalah Allah yang menjadikan alam semesta dan yang akan membuat
ulang alam semesta dan menebusnya serta menjadikannya baru, langit dan
bumi yang baru.

Sekarang, anda mungkin berpikir bahwa semua orang yang melihat kejadian itu,
mereka semua akan menyukainya dan itu akan luar biasa. Sayangnya tidak,
tanggapan terhadap mukjizat Tuhan Yesus di sini menarik. Beberapa orang
bingung. Pertama-tama ketika mereka melihat orang buta itu, mereka berkata
"apakah ini orang yang sama?" Mereka ragu apakah dia sebenarnya orang yang
sama atau orang lain yang mirip dengannya. Mungkin dia hanya terlihat seperti
orang lain yang anda kenal. Mungkin anda pernah mengalami hal itu ketika
seseorang melihat seseorang yang menurut mereka mirip dengan anda -
doppelganger disebut dalam bahasa Jerman. Jadi, beberapa orang berpikir "apakah
ini orang yang sama?" Orang lain menuduh Tuhan Yesus salah karena telah
melakukan mukjizat itu. Mereka menerima kenyataan bahwa mukjizat telah
dilakukan, orang buta itu disembuhkan, tetapi yang mereka permasalahkan adalah
bahwa Dia melakukannya pada hari Sabat, dan mereka mengatakan "Orang ini
tidak datang dari Allah, sebab Ia tidak memelihara hari Sabat." Sekarang
perhatikan lagi, hari Sabat adalah gema penciptaan. Jadi, Sabat adalah
pengingat dari kitab Kejadian. Jadi, kita terus kembali ke kitab Kejadian. Bukan
hanya Kejadian 2, dimana Adam dibuat dari tanah liat, tetapi Kejadian 1, di mana
Allah menciptakan dunia dalam enam hari dan kemudian beristirahat pada hari
ketujuh, hari Sabat. Jadi, mereka berkata "Orang ini tidak datang dari Allah, sebab
Ia tidak memelihara hari Sabat" dan mereka berkata bahwa "Dia orang berdosa."
Dan akhirnya, apa yang dikatakan di sini - ini sangat penting - dikatakan bahwa
"orang-orang Yahudi itu tidak percaya". Bahwa "mukjizat Tuhan Yesus disambut
dengan ketidakpercayaan" dan mereka bahkan memanggil orang tua dari
pemuda itu dan bertanya, agar mereka bersaksi apakah ini sebenarnya putra mereka
atau bukan.

Sekarang saya ingin memberikan penjelasan singkat di sini tentang bagaimana


Injil Yohanes menggunakan terminologi "orang Yahudi". Jadi, ketika membaca
Injil Yohanes dalam bahasa Inggris, anda mungkin berpikir terminologi itu merujuk
hanya pada pengikut hukum Musa yang merupakan keturunan Abraham dan yang
mengikuti agama Yudaisme - seperti yang kita katakan dan pahami hari ini. Saat
kita menyebut kata Yahudi hari ini, itulah yang kita maksudkan, penganut agama
Yahudi (Yudaisme). Tetapi, dalam Injil Yohanes bukan itu maksud dari kata ini.
Kata Yunani literalnya adalah Ioudaios, yang diterjemahkan secara harfiah
adalah Yudea. Dan sepanjang Injil Yohanes, dia terus-menerus menunjukkan
kepada kita ketegangan dan konflik antara orang Yudea di Selatan dan orang
Galilea di Utara. Jadi, ketika St. Yohanes mengatakan "orang-orang Yahudi tidak
percaya," dia tidak mengacu pada kategori agama saja, karena orang yang buta
sejak lahir adalah seorang Yahudi. Orang tuanya adalah orang Yahudi. Para murid
adalah orang Yahudi. Tuhan Yesus adalah seorang Yahudi. Apa yang dia bicarakan
di sini adalah bagaimana tindakan Tuhan Yesus diterima oleh orang-orang
Selatan, oleh orang-orang Yudea, khususnya kota Yerusalem, yang akan
menolak Tuhan Yesus dan menolak kemesiasanNya. Jadi, beberapa orang
bingung, beberapa orang menuduh, dan beberapa orang Yudea, khususnya —
orang-orang Yerusalem — menanggapi tindakan Tuhan Yesus di sini dengan
ketidakpercayaan, dengan penolakan. Mereka tidak menerima dan tidak
membenarkan mujizatNya dan menuduh Dia melanggar hari Sabat.

Kemudian yang terjadi setelah ini, bagaimanapun, ketika mereka menyebut orang
yang buta sejak lahir, dalam perspektif mereka, dalam bacaan Injil dipaparkan
perbincangan antara mereka dan dia (orang buta sejak lahir yang disembuhkan)
mengenai apakah Tuhan Yesus sebenarnya adalah orang berdosa. Dan apa yang
dikatakan oleh orang yang buta sejak lahir ini adalah, "Apakah orang itu orang
berdosa, aku tidak tahu; tetapi satu hal aku tahu, yaitu bahwa aku tadinya buta, dan
sekarang dapat melihat." Jadi, dia menggunakan fakta mujizat yang terjadi
padanya untuk bersaksi tentang fakta bahwa Tuhan Yesus tidak mungkin
orang berdosa karena Dia menyembuhkan penglihatanku, dan bahwa Allah
tidak mengabulkan doa orang berdosa, namun Allah jelas-jelas mengabulkan
doa Tuhan Yesus, sehingga saya sembuh. Sekarang perhatikan apa yang terjadi
ketika orang yang buta sejak lahir berkata, "Dari dahulu sampai sekarang tidak
pernah terdengar, bahwa ada orang yang memelekkan mata orang yang lahir buta.
Jikalau orang itu tidak datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa-apa."

Orang-orang Farisi dan para pemuka agama mengulangi kesalahan yang sama dari
para murid Kristus, Jawab mereka: "Engkau ini lahir sama sekali dalam dosa dan
engkau hendak mengajar kami?" Lalu mereka mengusir dia ke luar. Dengan kata
lain, mereka juga berasumsi bahwa karena orang itu sakit, orang itu buta sejak
lahir, itu adalah akibat langsung karena dia telah melakukan kesalahan. Bahwa dia
telah berdosa atau, seperti yang dipikirkan para murid, akibat dosa-dosa orang
tuanya. Dan ketika Tuhan Yesus kembali menjumpai orang buta yang telah sembuh
itu, setelah perbincangannya dengan orang-orang Farisi itu usai, sesuatu yang
sangat penting terjadi. Dia bertanya kepadanya, "Percayakah engkau kepada Anak
Manusia?" Jawabnya: "Siapakah Dia, Tuhan? Supaya aku percaya kepada-Nya."
Kata Yesus kepadanya: "Engkau bukan saja melihat Dia; tetapi Dia yang sedang
berkata-kata dengan engkau, Dialah itu!" Katanya: "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia
sujud menyembah-Nya.

Jadi, perhatikan apa yang terjadi di sini, dalam kisah ini. Ketika orang buta itu
pertama kali bertemu Tuhan Yesus, tidak ada indikasi dia tahu siapa Dia
sebenarnya. Setelah Dia menyembuhkannya, dia memanggilNya seorang nabi.
Kemudian, ketika dia berbincang dengan orang Farisi dan orang Yudea lainnya dia
menyebut Tuhan Yesus sebagai seorang yang datang dari Allah. Jadi, imannya
meningkat dari memandang Tuhan Yesus sebagai seorang nabi, kemudian
menjadi seorang pria yang diutus oleh Allah, dan sekarang ketika dia bertemu
Tuhan Yesus untuk kedua kalinya, Tuhan Yesus berkata, "Percayakah engkau
kepada Anak Manusia?" Dia berkata, "Aku percaya, Tuhan!" Lalu ia sujud
menyembah-Nya.
Jadi, kita melihat orang yang buta sejak lahir dan disembuhkan ini mencapai
kepenuhan iman tentang identitas Yesus sebagai Tuhan, sebagai Allah, sebagai
Dia yang menjadikan langit dan bumi. Dan begitu orang buta itu menyatakan
pengakuan iman kepada-Nya, Tuhan Yesus memberikan pernyataan terakhir,
Kata Yesus: "Aku datang ke dalam dunia untuk menghakimi, supaya barangsiapa
yang tidak melihat (seperti orang yang terlahir buta), dapat melihat, dan supaya
barangsiapa yang dapat melihat, menjadi buta." Jadi, apa yang Tuhan Yesus
maksudkan di sini? Dia mengajari kita perbedaan antara penglihatan sejati dan
kebutaan sejati. Lihat, orang Farisi berpikir bahwa kebutaan yang sebenarnya
adalah kebutaan fisik. Tetapi, apa yang Tuhan Yesus ungkapkan di sini adalah
bahwa kebutaan yang sebenarnya adalah ketidakmampuan untuk melihat
bahwa Dia berasal dari Allah, dan bahwa Dia sebenarnya adalah Juruselamat
dunia. Dan kebutaan alami atau kebutaan fisik, seperti dalam kasus ini, yang
dikatakan Tuhan Yesus bukanlah kebutaan yang sebenarnya, karena dalam kasus
ini, orang yang buta sejak lahir itu akhirnya dapat melihat jauh lebih jelas
siapa Tuhan Yesus sebenarnya. Dia seorang nabi. Dia adalah seseorang yang
diutus oleh Allah. Dia sebenarnya adalah Tuhan (Kyrios), Dia adalah Allah,
Putra Allah. Jadi, keseluruhan kisah di sini bukan hanya tentang mukjizat. Ini
tentang perbedaan antara kebutaan rohani dan kebutaan fisik, dan meskipun
kebanyakan dari kita pada umumnya, jika kita berpikir tentang kebutaan fisik, kita
mungkin menjadi sangat takut, itu adalah hal yang mengerikan jika saya
kehilangan penglihatan saya! Dan apa yang Tuhan Yesus katakan di sini adalah
“tidak, kebutaan sebenarnya yang harus kita takuti, yang harus kita hindari,
adalah kebutaan rohani yang menghalangi kita untuk melihat siapa Dia
sebenarnya dan tindakan Allah dalam hidupNya, dalam pelayananNya, dan
dalam mujizat-mujizat-Nya.”

Itulah makna dasar dari peristiwa mukjizat ini. Nah, apa hubungannya dengan
masa Prapaskah? Dan mengapa Gereja memilihnya sebagai bacaan Injil Minggu
Prapaskah Keempat, Minggu Laetare (Sukacita) ini dan untuk dijelaskan dalam
homili setiap Minggu Prapaskah Keempat tahun A? Itu karena ada makna yang
lebih dalam, yang terjadi dalam mukjizat ini, seperti yang selalu terjadi dalam Injil
Yohanes. Jika anda melihat mukjizat-mukjizat dalam Injil Yohanes, anda akan
melihat berulang kali bahwa banyak dari mukjizat-mukjizat itu tidak hanya
menunjukkan kuasa Tuhan Yesus, tetapi sebenarnya adalah
tindakan-tindakan yang menunjukkan apa yang akan Dia penuhi dan genapi
dalam sakramen-sakramen. Berabad-abad yang lalu, Paus St. Leo Agung telah
mengatakan demikian, “apa saja yang dilakukan dalam kehidupan
Juruselamat kita [apa yang terlihat dalam pelayanan publik Tuhan Yesus],
semuanya merupakan penggenapan dan pemenuhan ke dalam misteri-Nya.”
Dengan kata lain, ke dalam sakramen-sakramennya. Orang Kristen kuno
menyebut sakramen sebagai misteri (Gereja Timur masih mempertahankan
penggunaan terminologi ini, merujuk kepada apa yang sekarang di Gereja Barat
disebut Sakramen). Jadi dengan kata lain, mukjizat Tuhan Yesus menyembuhkan
orang yang buta sejak lahir menunjukkan mukjizat yang tidak kelihatan dari
apa yang akan Dia genapi dan penuhi dalam salah satu sakramen, sakramen
yang mana? Yah semua Bapa Gereja mengatakan bahwa itu adalah Sakramen
Pembaptisan. Di masa Gereja Purba, salah satu nama favorit mereka untuk
sakramen Pembaptisan adalah Sakramen Penerangan, Pencerahan, dimana kita
akan menerima penerangan rohani untuk dapat melihat kebenaran iman
melalui karunia iman. Sekarang jika anda meletakkan kembali makna
pembaptisan itu ke dalam kisah Injil hari ini, seketika sejumlah aspek muncul.
Misalnya, ketika para murid bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat
dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?" Jawab
Tuhan Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya". Mengapa? Karena
kebutaan rohani manusia itu seperti tanda, gambaran, atau simbol dari Dosa
Asal.

Kita dilahirkan dengan mewarisi dosa asal. Itu bukan akibat dari dosa pribadi
kita sendiri. Itu bahkan bukan akibat dari dosa pribadi orang tua kita. Ini adalah
akibat dari kejatuhan asali Adam dan Hawa ke dalam dosa. Jadi, ketika kita
berbicara tentang Dosa Asal, itu bukanlah dosa aktual yang membuat kita bersalah.
Kita tidak bisa disalahkan untuk hal itu. Ini adalah keadaan yang diwariskan
kepada kita saat kita dilahirkan, bahkan sejak saat konsepsi (itulah mengapa
Bunda Maria telah dibebaskan dari noda dosa asal sejak saat konsepsi, immaculate
conception) seperti orang yang terlahir buta. Jadi, kebutaan pria itu adalah simbol
dari Dosa Asal. Yang sangat penting karena terkadang orang menggambarkan Dosa
Asal sebagai sesuatu. Misalnya, ketika saya masih kecil salah satu guru saya
mengatakan bahwa Dosa Asal itu seperti noda pada jiwa dan kemudian ketika kita
dibaptis, imam menghapus noda itu. Itu mungkin bermanfaat bagi seorang anak
untuk dapat memahami konsep dosa asal secara lebih mudah (apalagi konsep dosa
asal dalam tradisi Byzantin menekankan pada pewarisan noda dan akibat
dari dosa asal, ternodai atau rusak atau cacatnya kodrat manusia karena dosa
asal. Kodrat manusia bukan rusak total karena dosa asal, tetapi hanya
terlukai. Noda dosa asal adalah konkupisensia sedangkan akibat dosa asal
adalah kematian. Noda dosa asal di sini, menodai kodrat manusia, berbeda
dengan noda jiwa yang digunakan oleh guru Dr. Brant Pitre. Apalagi noda
dosa asal, yaitu konkupisensia tetap ada dalam diri kita setelah kita dibaptis, namun
dengan Sakramen Pembaptisan kita menerima rahmat pengudusan, sehingga pelan
tapi pasti diproses agar menjadi kudus, karena Allah adalah kudus), tetapi itu
kurang tepat, karena Dosa Asal bukanlah sesuatu, seperti kotoran, itu adalah
ketiadaan sesuatu, seperti ketiadaan penglihatan. Ini adalah hilangnya
kekudusan asali dan rahmat asli yang dimiliki nenek moyang pertama kita
ketika mereka diciptakan oleh Allah dalam persekutuan dengan Dia, dalam
persekutuan penuh dengan Dia, sebelum kejatuhan ke dalam dosa, sehingga
dosa asal adalah keadaan (Dalam hal ini dapat lebih dipahami menggunakan
POV Katolik Ibrani, khususnya karena Dr. Brant Pitre mendalami Jewish
Roots of Catholicism, dimana karena dosa asal, manusia dalam keadaan
kehilangan Qaddish. Qaddish adalah kondisi dimana manusia dipenuhi
dengan terang kemuliaan Roh Allah. Sehingga dengan masuknya dosa ke dalam
dunia, Adam dan Hawa jatuh ke dosa, memilih untuk melawan Allah, maka
manusia kehilangan Qaddish yang menyelimuti mereka, karena memilih
untuk memisahkan diri dari Allah, itulah mengapa mereka akhirnya malu
dengan keadaan ketelanjangan mereka, karena selimut Qaddish telah hilang.
Dengan kehilangan Qaddish, maka muncullah Yetzer Hara, dorongan atau
kecenderungan melawan Allah, sederhananya konkupisensia, kecenderungan
atau tendensi berdosa). Jadi, orang yang lahir buta mewakili kita semua yang lahir
dalam keadaan mewarisi noda Dosa Asal, dan kemudian Tuhan Yesus,
Juruselamat, datang untuk memulihkan penglihatan kita.

Jadi, ketika Ia meludah ke tanah, dan mengaduk ludahnya itu dengan tanah, lalu
mengoleskannya pada mata orang buta, apa yang Dia lakukan? Dia menetapkan
ciptaan baru, karena dalam Sakramen Pembaptisan itulah yang terjadi pada
kita. Tuhan Yesus membuat kita menjadi ciptaan baru. Dia yang menciptakan
dunia, Dia yang menciptakan Adam, sekarang Dia menjadikan kita baru dan
memberi kita penglihatan, bukan untuk melihat realitas duniawi, ini bukan
tentang mengembalikan penglihatan fisik kita, tapi ini tentang memberi kita
penglihatan supranatural sehingga kita bisa melihat kebenaran iman dan kita
dapat melihat misteri iman, terutama misteri inkarnasiNya, bahwa Allah telah
menjadi manusia karena kasihNya kepada umat manusia, menyelamatkan
manusia dalam misteri PaskahNya. Jadi, itulah kebenaran tentang apa yang
terjadi pada kita di dalam Sakramen Pembaptisan. Kita menerima karunia iman dan
sekarang kita dapat melihat. Dan begitu anda memahaminya, sekarang anda dapat
memahami mengapa Gereja menempatkan bacaan ini untuk masa Prapaskah.
Karena apa yang Gereja lakukan pada hari Minggu selama masa Prapaskah? Dia
sedang mempersiapkan para katekumen (calon baptis) untuk menerima
rahmat penerangan itu, penglihatan rohani yang akan mereka terima dalam
pembasuhan air di bejana Pembaptisan.

Sekarang anda mungkin berpikir “wow, saya belum pernah mendengar hal ini
sebelumnya, baru kali ini saya mendengarkan penjelasan ini.” Nah, jika anda ragu
tentang hal itu, lihat saja bacaan liturgi untuk hari minggu ini. Jadi seperti yang
saya katakan sebelumnya, selama masa Prapaskah bacaan Perjanjian Lama belum
tentu berkaitan dengan bacaan Perjanjian Baru. Karena bacaan Perjanjian Lama
selama masa Prapaskah membawa anda melewati sejarah keselamatan. Jadi
untuk hari Minggu ini, bacaan pertama adalah dari 1 Samuel 16. Karena
keterbatasan waktu, saya tidak akan membacanya. Ini adalah kisah pengurapan
Raja Daud. Jadi, di sinilah Raja Daud diurapi dengan minyak dan menjadi
Mashiach, dalam bahasa Ibrani, artinya “yang diurapi”. Atau dalam bahasa
Yunani, Christos, raja Israel yang diurapi. Jadi, alasan Gereja memilih bacaan
itu adalah karena Gereja membawa kita melalui sejarah keselamatan, yang dimulai
dalam Kejadian, kisah kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa. Kemudian kita
beralih ke Abraham pada hari Minggu ketiga dan sekarang kita beralih ke Raja
Daud — bergerak secara kronologis melalui waktu. Tetapi, jika anda melihat
bacaan kedua minggu ini, itu dari Efesus 5:8-14. Dan dalam hal ini bacaan kedua
dipilih untuk mengikuti Injil. Jadi, mari kita baca bersama-sama. Dan coba tebak
bacaan kedua tentang apa? Ini tentang kegelapan, terang dan kehidupan baru di
dalam Kristus setelah Pembaptisan. Dan St. Paulus menulis ini dalam Efesus 5:

Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah


terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang,
karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran,
dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. Janganlah turut mengambil
bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan
apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. Sebab
menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat
yang tersembunyi telah memalukan. Tetapi segala sesuatu yang sudah
ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak
adalah terang. Itulah sebabnya dikatakan: "Bangunlah, hai kamu yang
tidur dan bangkitlah dari antara orang mati dan Kristus akan bercahaya
atas kamu."

Itu adalah bagian yang indah. Jadi, apa yang digambarkan di sini? Sebelum
pembaptisan, orang Efesus, yang semuanya adalah penyembah berhala, tidak
berjalan dalam kebutaan fisik atau kegelapan fisik, tetapi dalam kegelapan
rohani dosa. Tetapi sekarang, setelah mereka dibaptis, mereka harus berjalan
sebagai diri mereka yang sebenarnya, anak-anak terang, melakukan apa yang
baik, benar, dan kudus, menghindari dosa, menghindari pekerjaan kegelapan,
menghindari pekerjaan memalukan yang mereka miliki di dalam kehidupan mereka
sebelumnya sebagai orang yang tak beriman, hidup dalam kemaksiatan,
mabuk-mabukan, dan segala macam dosa yang adalah bagian dari budaya pagan.
Sekarang mereka akan berjalan sebagai anak-anak terang. Maka, Gereja
memberikan bacaan ini kepada kita untuk mempersiapkan kita menerima terang
Paskah dan khususnya untuk mempersiapkan para katekumen yang akan
menerima rahmat Sakramen Baptis.

Sebagai penutup, saya ingin memberi anda kutipan dari Tradisi Suci Gereja yang
hidup tentang hal ini. Kutipan dari St. Ambrosius dari Milan. Dia adalah salah
satu Bapa Gereja Latin, Seorang Pujangga Gereja, dan seorang Uskup
terkemuka yang mempertobatkan St. Agustinus dan dia memberikan homili
dan menulis surat terutama tentang sakramen-sakramen. Dia adalah seorang
guru sakramen. Inilah yang dia katakan kepada mereka (katekumen) yang bersiap
untuk menerima Sakramen Pembaptisan, sehubungan dengan orang yang buta
sejak lahir. St. Ambrosius mengatakan dalam suratnya:

Dalam sekejap, kita melihat kuasa ilahi dari Tuhan Yesus dan kuasa
kekudusanNya. Sebagai Cahaya Ilahi, Dia menyentuh pria ini dan
mencerahkannya; sebagai imam, dengan suatu tindakan yang
melambangkan pembaptisan, ia melaksanakan dalam diriNya karya
penebusan. Alasan Tuhan Yesus mencampur tanah dengan ludah dan
mengoleskannya pada mata orang yang lahir buta adalah untuk
mengingatkan kita semua bahwa Dia yang memulihkan penglihatan
orang itu dengan mengurapi matanya dengan tanah liat adalah Allah
yang membentuk manusia pertama dari tanah liat. Dan bahwa tanah liat
ini adalah daging kita yang dapat menerima terang kehidupan kekal
melalui sakramen pembaptisan. Anda juga harus datang ke kolam
Siloam. Biarkan Kristus membasuh anda dan kemudian anda akan dapat
melihat. Datanglah dan biarkan dirimu dibaptis; sudah waktunya.
Datanglah segera dan anda juga akan dapat berkata, "aku tadinya buta,
dan sekarang dapat melihat."2
2
Letter 80, 1-5: PL 16,1326-1327

Anda mungkin juga menyukai