Gak gampang bagi kita yang bisa melihat untuk menyelami pikiran dan
perasaan saudara2 kita yang tunanetra.
Apalagi terhadap orang yang buta dan tuli sejak lahir, seperti Helen
Keller
Hidup dalam kegelapan dan kesunyian membuat Helen jadi pemarah dan
sering mengamuk.
Orang tuanya tidak mampu berkomunikasi dgn dia, mendidiknya dan
mengatasi kemarahannya.
Tetapi hidup Helen berubah ketika seorang guru perempuan datang, lalu
dengan sabar dan penuh kasih menolong Helen membaca dan menulis.
Sejak itu Helen Keller menjadi inspirasi bagi banyak orang sepanjang
zaman.
Ketiga adalah mata Yesus yang melihat dan memandang orang buta ini
dengan kasih dan simpati.
Ayat 1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak
lahirnya
Caranya melihat berbeda dari yang lain.
Ia bukan hanya memandang akan hal-hal yang besar, tetapi juga
memandang dan memperhatikan burung yang kecil, bunga rumput yang
sederhana.
Bahkan semua yang paling hina dan sepele di mata manusia tidak pernah
dipandang hina olehNya.
Mata yang penuh dengan belas kasihan.
Mata yang mampu menyelami penderitaan dan kesusahan orang.
Saya seneng banget membaca perikop ini, karena banyak dialog yang
lucu.
Ayat 8-9.
Mungkin mereka gak bisa mengenali karena setelah matanya celik
mukanya jadi berubah ganteng.
Mereka nanya di ayat 10
Berbeda dengan orang lumpuh di Yohanes 5, yang tidak tahu siapa yang
menyembuhkan dia, orang buta ini mengatakan,
“Orang yang disebut Yesus itu menyembuhkan aku…” (ayat 11).
Itulah awal dari imannya kepada Kristus.
Maka dia dibawa ke hadapan orang2 Farisi (ay 13)
Bagaimana engkau yang tadinya buta sekarang bisa melihat? (ayat 15).
“Ia mengoleskan adukan tanah pada mataku, lalu aku membasuh diriku
dan sekarang aku dapat melihat”
Gotcha
“Orang ini tidak datang dari Allah sebab Ia tidak memelihara hari
Sabat.”
Tapi ada yang bela Yesus (ayat 16).
Akhirnya mereka melemparkan pertanyaan kepada si pengemis itu, “Apa
katamu tentang Dia?” (ayat 17).
Tanpa takut si pengemis dengan cerdas menjawab, “Ia adalah seorang
nabi”.
Karena orang Farisi sudah debat kusir membicarakan teologi yang bolak-
balik tidak ada juntrungannya, mereka tidak bisa menemukan alasan
bagaimana Yesus bisa menyembuhkan matanya yang buta.
(ayat 19) Akhirnya mereka panggil orang tuanya, “Inikah anakmu?
Bagaimana dia sekarang dapat melihat?”.
(ayat 20-21)
Kenapa gitu?
(Ayat 22) karena setiap orang yang mengaku Yesus sebagai Mesias akan
dikucilkan dari masyarakat.
Sekarang orang buta ini benar-benar sendirian di tengah tekanan dari
masyarakat.
Bahkan orang tuanya sendiri meninggalkan dia dan tidak berada di
sisinya pada saat-saat seperti itu.
Kemudian orang Farisi itu sekali lagi memanggil dia dan menekan dia
dan berkali-kali menanyakan hal yang sama, apa yang telah
diperbuatNya kepadamu?
Bagaimana Dia menyembuhkanmu?
Luar biasanya, di tengah tekanan iman, si pengemis ini masih bisa
ngelucu.
Dari tadi aku sudah bilang dengan jelas, kamu tidak mau dengar.
Sekarang tanya lagi hal yang sama.
Jangan-jangan kamu sebenarnya juga mau jadi muridNya?
Ayo ngaku (ayat 27).
Apa?
Kamu murid orang itu tetapi kami murid-murid Musa (ayat 28).
Cruel sekali orang-orang2 yang rohani ini!
Puji Tuhan!
Mata orang ini pernah buta.
Tetapi setelah celik matanya dia tahu berkat anugerah Tuhan dan
sujudlah orang itu mengerti akan God’s grace dan memuliakan Tuhan.
Itulah sebuah iman yang progresif dari tidak tahu menjadi tahu dan
dinyatakan dengan sikap menyembah.
Kisah ini adalah kisah yang sangat ironis karena ada mata orang yang
buta yang akhirnya bisa melihat dan mengenal Yesus Kristus setelah dia
sembuh.
Ada mata dari para murid yang lewat, yang hanya bisa membicarakan
dan mendiskusikan keadaan orang itu tanpa berusaha menolongnya.
Namun ada mata dari pemimpin-pemimpin agama yang sudah melihat
mujizat itu tetap mereka tidak bisa melihat Tuhan di dalam kebutaan
dan kemunafikan mereka.
Merenungkan peristiwa ini, betapa bersyukur kita yang boleh bertemu
dengan Yesus Kristus yang melihat kedalaman hati kita dengan mata
yang agung dan mulia.
Biar mata kita boleh melihat dan menyaksikan kebesaran kemuliaan
Tuhan yang menjamah hati dan menyentuh hidup kita dan menjadikan
mata kita celik, bersih, terang, fokus dan jelas sehingga kita bisa menata
melihat semua hal dengan tepat, dengan benar di dalam perspektif
anugerah Tuhan.