PROPOSAL SKRIPSI
A. Judul Penelitian:
Agung)
B. Pelaksanaan Penelitian
2. NIM : E1A015189
3. Angkatan : 2015
C. Pembimbing Skripsi
Di Kejaksaan Agung)
Disetujui,
Pada tanggal, April 2019.
Oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Bagian Hukum Acara Pidana
NIP. 195809051986011001
1
tindak pidana korupsi juga akan memicu timbulnya tindak pidana pencucian
dilakukan untuk menyembunyikan asal usul uang hasil korupsi agar tidak
dapat dilacak oleh aparat penegak hukum. Sehingga setelah proses pencucian
uang tersebut selesai, maka uang hasil korupsi tersebut secara formil yuridis
adalah merupakan uang yang berasal dari sumber yang sah. Upaya-upaya
yang harus dilalui oleh penyelidik dan penyidik untuk mengungkap suatu
kasus korupsi. Sebagai negara ketiga paling korup di dunia, Indonesia adalah
saja tetapi sudah merasuk ke dalam sektor swasta bahkan Badan Usaha Milik
Negara ( BUMN ).
harus segera diwujudkan. Agar dapat berjalan efektif, upaya tersebut harus
bersifat preventif dan represif. Kedua upaya tersebut harus dijalankan secara
1
Martiman Prodjohamidjojo. 2001. Penerapan Pembuktian Terbalik Dalam Kasus
Korupsi. Mandar Maju, Bandung, hlm. 2.
2
baik dan dapat saling sinergis, atau diibaratkan keduanya adalah dua sisi
dalam satu mata uang. Tanpa ada upaya yang sifatnya preventif, maka upaya
misinya. Demikian juga sebaliknya tanpa hal-hal yang bersifat represif, upaya
awal yang harus dilalui oleh penegak hukum adalah tahapan penyelidikan dan
adalah :
“serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya”.
Subyek (pelaku) dari dua definisi mengenai penyelidikan dan
mendasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam angka (3) dan (4) pasal 1
Acara Pidana, maka yang dapat bertindak sebagai penyidik dan penyelidik
khusus korupsi, selain polisi, jaksa juga berhak untuk bertindak sebagai
hukum terhadap tindak pidana korupsi tidak hanya ditangani oleh kepolisian
dan kejaksaan saja. Tahap penyidikan merupakan salah satu bagian penting
pidana. Oleh sebab itu keberadaan tahap penyidikan tidak bisa dilepaskan dari
2014 sampai dengan bulan April 2015. Saat itu, Muhammad Helmi,
lembar senilai 1,4 triliun. Helmi Kamal Lubis dikenalkan dengan ES oleh
2
Hibnu Nugroho, 2012. Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,
Media Aksara Prima, Jakarta, hlm. 67
4
Direktur Dana Pensiun Pertamina yang telah dijadikan terdakwa dalam kasus
B. Perumusan Masalah
C. Kerangka Teori
penyidik, penuntut umum dan hakim sebagai wakil dari negara untuk
3
Yulies Tiena Masriani, 2008. Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
82-83
6
sebagai penyidik.4
menyatakan bahwa :
tetapi hukum acara pidana itu barulah bekerja bila ada dugaan telah terjadi
suatu tindak pidana. Setelah itu dimulailah tugas penyidik yang bersifat
KUHAP juga tidak memberikan pengertian tentang alat bukti, akan tetapi
dalam Pasal 184 KUHAP, disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah:
1) keterangan saksi;
2) keterangan ahli,
3) surat;
4) petunjuk dan;
5) keterangan terdakwa.
4
Laden Marpung, 2005. Azas, Teori, Praktek Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6
5
Andi Hamzah, 2003. Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia
Indonesia, hlm 34
7
stelsel negatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-
undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian. Hal ini berarti bahwa
di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat bukti
yang sah. Jadi bisa dikatakan alat bukti adalah untuk menjerat tersangka
sendiri.6
memiliki harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan sebagai
6
Setyo Utomo, 2014, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi (Asas
Praduga Tak Bersalah dalam Negara Hukum), PT Sofmedia, Medan, hlm 19
8
yaitu:
pelaksana).
penegakan hukum pidana yang integral atau sering disebut dengan sistem
7
M. Yahya Harahap, 2010. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP,
Penyidikan dan Penuntutan, cet VII, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 110.
8
Barda Nawawi Arief, 2011. Pembaharuan Sistem Penegakan Hukum dengan Pendekatan
Religius dalam Konteks Siskumas dan Bangkumas, dalam Buku Pendekatan keilmuan dan
pendekatan Religius dalam Rangka Optimalisasi dan Reformasi Penegakan Hukum (Pidana) di
Indonesia, Universitas Diponogoro, Semarang, hlm. 42.
9
terlepas pula untuk berbicara masalah hukum. Dari hal tersebut, maka
perlu dijelaskan pengertian hukum yaitu sebagai suatu sistem kaidah, nilai,
dan pola tingkah laku yang pada hakekatnya merupakan pandangan untuk
10
menilai atau patokan sikap tindak. Penegakan hukum sebagai suatu
umumnya adalah domain subjektif dari para penegak hukum, polisi, jaksa,
mempunyai makna dan arti yang sangat penting, karena apa yang menjadi
tujuan hukum itu terletak pada pelaksanaan hukum itu sendiri. Penegakan
9
Soerjono Soekanto, 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Rajawali Pers, Jakarta, hlm 3
10
Purnadi Purbacaraka, 2007. Badan Kontak Profesi Hukum Riau, Penegakan Hukum
dalam Mensukseskan Pembangunan. Alumni, Bandung, hlm. 77
11
Widia Edorita, 2010. “Menciptakan Sebuah Sistem Hukum Yang Efektif : Dimana Harus
Di Mulai?” Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Edisi I, No. 1, Agustus 2010,
hlm 83.
12
Erdianto, 2010. “Makelar Kasus/Mafia Hukum, Modus Operandi dan Faktor
Penyebabnya”, Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau, Edisi I, No. 1, Agustus
2010, hlm.29.
10
terdakwa, melainkan yang dicari adalah alat bukti yang sah dan barang
tersangka.
13
Barda Nawawi Arief, 2010. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijaksanaan Hukum
Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 4
14
Sudarto, 1986, Hukum Dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, hal. 35.
11
Kejaksaan RI. 17
15
R. Soesilo, Kriminalistik (ilmu penyidikan Kejahatan), Bogor : Politeia, 2014, Hlm. 3.
16
Marwan Effendy. 2010. Pemberantasan Korupsi Dan Good Governance. Timpani
,Jakarta, hlm. 2.
17
Ibid
12
yang selama ini berada pada Kejaksaan RI telah beralih kepada Kepolisian
RI kecuali terhadap tindak pidana tertentu. Oleh Pasal 284 ayat (2)
Kejaksaan RI.18
18
Ibid
19
Ahmad Harmaen. 2013. Kewenangan Jaksa Sebagai Penyidik Dalam Tindak Pidana
Korupsi Menurut Hukum Pidana Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Mataram, Mataram,
hlm. 5.
13
pidana. Oleh sebab itu keberadaan tahap penyidikan tidak bisa dilepaskan
pidananya.21
Dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP jo Pasal 284 ayat (2)
dalam Pasal 6 ayat (1) (secara a contrario) bahwa Jaksa bukanlah penyidik,
tetapi KUHAP dalam Pasal 284 ayat (2) jo Pasal 17 PP No. 27 Tahun
20
Yahya Harahap.2012. Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP:
Penyidikan dan Penuntutan. Edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 109.
21
Hibnu Nugroho, Integralisasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia, Jakarta :
Media Aksara Prima, 2012, Hlm. 67
14
antara lain :
penyitaan;
22
Guse Prajudi, Op-Cit, hlm. 30.
15
bertanggung jawab.
sebagai berikut:23
a. Kepolisian
penyidikan tambahan.
b. Kejaksaan
23
Topo Santoso. Polisi dan Jaksa: Keterpaduan atau Pergulatan. Depok: Pusat Studi
Peradilan Pidana Indonesia (Centre for Indonesian Criminal Justice Studies), 2000. hal. 5
16
undang tindak pidana korupsi yang berlaku sekarang ini yaitu UU No. 31
bahwa :
ketentuan dalam Bab XIV, Bab XV dan Bab XVI KUHAP berlaku dalam
24
UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika,
Jakarta, 1999, hlm. 16
25
Guse Prajudi, Loc-Cit, hlm. 31.
17
khususnya Pasal 6 ayat (1) KUHAP mengikat dan berlaku bagi penyidikan
pidana khusus, penegasannya dapat dilihat pada Pasal 6 ayat (1) hurub b
bahwa dalam hal ditemukannya tindak pidana korupsi yang sangat sulit
26
Yahya Harahap. Op-Cit, hlm. 113.
27
Harun M. Husein. Penyidikan dan Penuntutan dalam Proses Pidana. Jakarta: Rineka
Cipta, 1991. hal. 7.
18
Seksi Perdata dan TUN.29 Suatu perkara tindak pidana korupsi, dalam
28
Pasal 1 Ayat (6) butir a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
29
Keputusan Jaksa Agung No.KEP-225/A/J.A/05/2003 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Jaksa Agung No.KEP-115/A/J.A/10/1999 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Kejaksaan Republik Indonesia.
19
korupsi ditangani oleh seksi Tindak Pidana Khusus.30 Akan tetapi, untuk
mendapatkan keterangan awal jelas perlu kinerja dari seksi lain yakni
seksi intelijen. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa kesatuan pola kerja di
dugaan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu perlu adanya kerjasama
secara baik dan tegas, agar pelaku - pelaku korupsi dapat dihukum sesuai
30
Ibid, Pasal 667.
20
saksi/memberikan kesaksian.
31
http://s2hukum.blogspot.co.id/2010/03/faktor-faktor-
penghambat-pelaksanaan.html, diakses tanggal 8 April 2019, pukul 15.46 WIB
21
perkara korupsi telah dilakukan dalam kurun waktu yang telah lama
keterangan pada bank, yang harus berdasarkan ijin dari Gubernur Bank
Indonesia
malu.
Meliputi:32
32
Lintang Tesalonika Natalia Luntungan, Kewenangan
Jaksa Dalam PenyidikanTindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum, 2013, hlm 201.
23
gerakan mafia hukum dalam bentuk makelar kasus atau jual beli
panjang.
pidana korupsi dan tidak akan mengurangi dan membatasi eksistensi dan
hukum tersebut;
e. Faktor kebudayaan. 33
33
Soerjono Soekanto, 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Rajawali Pers, Jakarta, hlm 7
25
titik sentral sebagai tolak ukur sampai sejauh mana kontribusi bagi
kesejahteraan masyarakat.34
D. Tujuan Penelitian
E. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
2. Kegunaan praktis
korupsi.
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
34
Ibid, hlm 7
26
pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis yaitu berusaha
Kejaksaan Agung.
2. Spesifikasi Penelitian
35
Ibid.hlm.76
27
3. Lokasi Penelitian
a. Data Primer
primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data yang
Kejaksaan Agung.
b. Data Sekunder
yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
Kamus Hukum.
tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa
29
observasi.
1) Wawancara
pertanyaan itu.38
37
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D. CV Alfabeta : Bandung, hlm. 146
38
Lexy J Moleong, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosda Karya, hlm.
135.
30
Kejaksaan Agung.
2) Observasi
bersangkutan.
39
Lexy, J. Moleong. 2014. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung. Edisi
Revisi PT Rejama Rosdakarya, hlm.72
31
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks naratif, yaitu
dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Marpung, Laden. 2005. Azas, Teori, Praktek Hukum Pidana. Sinar Grafika.
Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan :
Sumber lain:
Edorita, Widia. 2010. “Menciptakan Sebuah Sistem Hukum Yang Efektif : Dimana
Harus Di Mulai?” Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Riau,
Edisi I, No. 1, Agustus 2010.
http://s2hukum.blogspot.co.id/2010/03/faktor-faktor-penghambat
pelaksanaan.html , diakses pada tanggal 8 April 2019, pukul 15.43 WIB
SISTEMATIKA SKRIPSI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERNYATAAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB I. PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
1. Penyelidikan
2. Penyidikan
C. Kriminalistik
A. Metode Pendekatan
B. Spesifikasi Penelitian
C. Lokasi Penelitian
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA