Anda di halaman 1dari 69

PEDOMAN NASIONAL

ASMA ANAK

PEDOMAN NASIONAL
EDISI KE-2

ASMA ANAK
EDISI KE-2

Penyunting:
Noenoeng Rahajoe
Cissy B Kartasasmita UKK RESPIROLOGI
Bambang Supriyatno IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
Darmawan Budi Setyanto 2016
PEDOMAN NASIONAL

ASMA ANAK
EDISI KE-2
CETAKAN KE-2

Penyunting:
Noenoeng Rahajoe
Cissy B Kartasasmita
Bambang Supriyatno
Darmawan Budi Setyanto

UKK RESPIROLOGI
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
2016
Kontributor Pedoman Nasional
Asma Anak

UKK Respirologi PP IDAI


1. Bambang Supriyatno - Jakarta
2. Cissy B Kartasasmita - Bandung
3. Darmawan B Setyanto - Jakarta
4. Finny Fitry Yani - Padang
5. Heda Melinda D Nataprawira - Bandung
6. Landia Setiawati - Surabaya
Hak cipta dilindungi Undang-Undang 7. Nastiti Kaswandani - Jakarta
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau 8. Nastiti N Rahajoe - Jakarta
seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apapun juga tanpa seizin 9. Noenoeng Rahajoe - Jakarta
penulis dan penerbit.
10. Retno Asih Setyoningrum - Surabaya
11. Rina Triasih - Yogyakarta
Diterbitkan pertama kali oleh:
12. Sri Sudarwati - Bandung
UKK Respirologi PP IDAI
Jakarta, 2004 13. Wahyuni Indawati - Jakarta

Edisi ke-2
Cetakan I, Oktober 2015
Cetakan II, April 2016

Tata Bahasa dan Letak:


Madeleine Ramdhani Jasin
Dewi Andini Putri
Elisa Noor

Ilustrasi Sampul :
Dewi Andini Putri

UKK Respirologi IDAI iii


Anggota UKK Respirologi IDAI Sambutan Ketua Umum PP IDAI
Tahun 2015

1. Adi Utomo Suardi - Bandung 33. Ismiranti Andarini - Surabaya Assalamu’alaikum wr. wb.
2. Amalia Setyati - Yogyakarta 34. Khairiyadi Ismail - Banjarmasin
Asma merupakan salah satu penyakit tidak menular atau non- communicable
3. Amiruddin Laompo - Makassar 35. Kiagus Yangtjik - Palembang
4. Arief Wijaya Rosli - Surabaya 36. Madeleine Ramdhani Jasin - Jakarta disease (NCD) yang masih menjadi masalah kesehatan global. Pada anak,
5. Audrey Wahani - Manado 37. Magdalena Sidhartani Zain - Semarang penyakit respiratori kronik ini merupakan salah satu penyakit yang paling
6. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari - 38. Makmuri MS - Surabaya banyak dijumpai dan sejak dua dekade terakhir angka kejadiannya dilaporkan
Denpasar 39. Mardjanis Said - Jakarta meningkat baik pada anak maupun dewasa. Di Indonesia, berdasarkan Riset
7. Azwar Aruf - Palembang 40. M Syarofil Anam - Semarang
8. Bakhtiar Thaib - Banda Aceh 41. Moeljono S Trastotenojo - Semarang
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka kejadian asma pada anak
9. Bambang Supriyatno - Jakarta 42. Muchammad Fahrul Udin - Malang usia 0-14 tahun adalah 9,2%. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat 300
10. Bob Wahyudin - Makassar 43. Muhammad Sidqi Anwar - Banda Aceh juta orang sakit asma.
11. Cissy B Kartasasmita - Bandung 44. Nastiti Kaswandani - Jakarta
12. Darfioes Basir - Padang 45. Nastiti N Rahajoe - Jakarta
Penanganan asma yang tidak tepat diantaranya dapat membatasi
13. Darmawan B Setyanto - Jakarta 46. Noenoeng Rahajoe - Jakarta aktivitas anak sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan angka
14. Deddy Iskandar - Surabaya 47. Noorleila B Affandi - Jakarta absensi sekolah, dan menurunkan prestasi di sekolah. Hal tersebut dapat
15. Diah Asri Wulandari - Bandung 48. Nurjanah - Banda Aceh mengakibatkan turunnya kualitas hidup anak dengan asma.
16. Dwi Wastoro Dadiyanto - Semarang 49. Putu Siadi Purniti - Denpasar
17. Dwikisworo Setyowireni - Yogyakarta 50. Rahmawaty - Makassar Berbagai panduan asma telah diterbitkan baik secara nasional maupun
18. Eddy Widodo - Jakarta 51. Retno Asih Setyoningrum - Surabaya internasional. Namun demikian, revisi yang berkelanjutan seiring dengan
19. Ery Olivianto - Malang 52. Retno Widyaningsih - Jakarta berkembangnya ilmu pengetahuan sangat diperlukan agar kualitas hidup
20. Fathia Meirina - Medan 53. Ridwan M Daulay - Medan anak dengan asma dapat meningkat.
21. Fatimah Arifin - Palembang 54. Rifan Fauzie - Jakarta
22. Fauzi Mahfuzh - Jakarta 55. Rina Triasih - Yogyakarta Atas nama Pengurus Pusat IDAI, kami mengucapkan selamat dan
23. Fifi Sofiah - Palembang 56. Rini Savitri Daulay - Medan terima kasih kepada UKK Respirologi dan seluruh pihak yang telah
24. Finny Fitry Yani - Padang 57. Riza Sahyuni - Banjarmasin membantu proses penerbitan Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA).
25. Fith Dahlan - Makasar 58. Roni Naning - Yogyakarta
Penerbitan buku pedoman ini merupakan bentuk komitmen IDAI dalam
26. Gabriel Panggabean - Medan 59. Sang Ayu K Indriyani - Mataram
27. Hadianto Ismangoen - Yogyakarta 60. Sri Sudarwati - Bandung upaya menurunkan angka NCDs dan menutup kesenjangan pelayanan
28. Heda Melinda D Nataprawira - Bandung 61. Tjatur Kuat Sagoro - Jakarta kesehatan terkait asma.
29. Helmi Lubis - Medan 62. Usman Alwi - Jakarta Kami berharap, buku pedoman ini dapat dijadikan acuan oleh seluruh
30. HMS Chandra Kusuma - Malang 63. Wahyuni Indawati - Jakarta
31. Ida Bagus Subanada - Denpasar 64. Wisman Dalimunthe - Medan praktisi kesehatan yang membutuhkan sehingga tumbuh kembang anak
32. Imam Boediman - Jakarta dengan asma dapat optimal sesuai dengan dengan potensi genetiknya.

Wassalammu’alaikum wr. wb.


Anggota UKK Respirologi IDAI yang telah meninggal Jakarta, 22 Oktober 2015
1. Iskandar Zulkarnaen - Solo 6. Oma Rosmayudi - Bandung
2. Jan Wantania - Manado 7. Putu Suwendra - Denpasar
3. Landia Setiawati - Surabaya 8. Tonny Sadjimin - Yogyakarta DR. Dr. Aman B. Pulungan, SpA(K)
4. Muhammad Farid - Makassar 9. Zakaria Siregar - Medan
5. Muljono Wirjodiardjo - Jakarta
Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI

iv Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI v


Sambutan Ketua UKK Respirologi IDAI

Assalaamu’alaikum wr. wb.


Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, oleh karena hanya berkat
karuniaNya maka Buku Pedoman Nasional Asma Anak 2015 (PNAA
2015) berhasil diterbitkan. Buku pedoman ini merupakan edisi kedua,
setelah penerbitan Buku PNAA edisi pertama pada tahun 2004. Kurun
waktu yang panjang tentunya telah membuat tata laksana asma pada anak
secara global mengalami banyak perubahan.
Selain penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan pada
anak, angka kejadian penyakit tidak menular termasuk asma cenderung
untuk terus meningkat. Sebagai salah satu penyakit kronik yang paling
banyak dijumpai pada anak, angka kematian akibat asma tidak setinggi Panduan Mempelajari PNAA
infeksi respiratori akut seperti pneumonia. Namun, asma yang tidak
mendapat tata laksana yang optimal akan menyebabkan menurunnya
kualitas hidup anak dengan asma. • Untuk lebih memahami penggunaan alur dalam PNAA, uraian
Buku PNAA 2015 ini akan membantu dokter dalam melakukan dalam naskahnya perlu dipelajari.
penatalaksanaan anak asma berdasarkan bukti-bukti terkini yang sahih • Bila fasilitas diagnostik atau terapi di suatu layanan kesehatan
dan menggunakan prinsip evidence-based practice. Bukti-bukti terkini tidak belum tersedia, gunakan pilihan lain sesuai dengan keadaan.
langsung diimplementasikan di dalam pedoman namun dikaji dengan
• Sejauh mungkin PNAA disusun berdasarkan kepustakaan
menggunakan analisis kemampulaksanaannya di lapangan.
terkini yang sesuai dan menggunakan kaidah Kedokteran
Selaku Ketua UKK Respirologi bersama dengan pengurus UKK, Berbasis Bukti (Evidence-Based Medicine, EBM).
kami mengucapkan terima kasih atas kerja keras seluruh kontributor dan
• Pengertian anak pada buku ini adalah anak berusia 0-18 tahun.
penyunting Buku PNAA 2015, yang upayanya telah dimulai sejak beberapa
tahun yang lalu pada periode kepengurusan UKK Respirologi sebelumnya.
Ucapan terima kasih juga kami haturkan kepada Ketua Umum PP IDAI
atas dukungannya, seluruh anggota UKK Respirologi PP IDAI, mitra dan
semua pihak yang membantu terbitnya buku ini. Dengan adanya Buku
PNAA 2015 ini diharapkan agar pelayanan kesehatan terhadap anak asma
di Indonesia menjadi semakin baik. Amin.
Wassalaammu’alaikum wr. wb.

Jakarta, 22 Oktober 2015

Dr. Nastiti Kaswandani, SpA(K)


Ketua UKK Respirologi PP IDAI

vi Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI vii


Daftar Isi

Kontributor Pedoman Nasional Asma Anak .....................................iii


UKK Respirologi PP IDAI...............................................................iii
Anggota UKK Respirologi IDAI Tahun 2015.................................... iv
Sambutan Ketua Umum PP IDAI...................................................... v
Sambutan Ketua UKK Respirologi IDAI.......................................... vi
Panduan Mempelajari PNAA.......................................................... vii
Daftar Isi ....................................................................................... ix
Daftar Tabel..................................................................................... x
Daftar Gambar................................................................................ xi
Daftar Lampiran ............................................................................ xii
Daftar Singkatan........................................................................... xiii

BAB I Pendahuluan.................................................................... 1

BAB II Epidemiologi................................................................... 5
Prevalens asma anak................................................................5
Mortalitas..............................................................................10
Faktor risiko..........................................................................10

BAB III Patogenesis dan Patofisiologi.......................................... 14


Patogenesis............................................................................14
Patofisiologi...........................................................................19

BAB IV Diagnosis dan Klasifikasi................................................ 23


Pengertian..............................................................................23
Diagnosis...............................................................................23
Diagnosis banding.................................................................26

viii Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI ix


Klasifikasi..............................................................................27 BAB X Kekeliruan dalam Tata Kelola Asma................................ 94
Tahapan penegakan diagnosis asma......................................30 Kekeliruan pada diagnosis.....................................................94
Penulisan diagnosis pasien asma............................................31 Kekeliruan pada tata laksana ................................................96
Kekeliruan pada terapi inhalasi ...........................................100
BAB V Tata Laksana Jangka Panjang.......................................... 32 Bahan Bacaan......................................................................102
Tujuan tata laksana ...............................................................32
Garis besar tata laksana.........................................................32 LAMPIRAN................................................................................ 103
Tata laksana medikamentosa.................................................32 Lampiran 1..........................................................................103
Jenjang tata laksana asma jangka panjang .............................37 Lampiran 2..........................................................................106
Daftar Bacaan........................................................................41 Lampiran 3..........................................................................107
Lampiran 4..........................................................................107
BAB VI Tata Laksana Serangan Asma........................................... 42 Lampiran 5..........................................................................108
Definisi..................................................................................42 Lampiran 6..........................................................................108
Tujuan tata laksana asma dalam serangan..............................42 Lampiran 7..........................................................................109
Patofisiologi serangan asma...................................................42 Lampiran 8..........................................................................110
Penilaian derajat asma dalam serangan..................................44 Lampiran 9..........................................................................111
Tahapan tata laksana asma dalam serangan...........................45 Lampiran 10........................................................................112
Tata laksana di ruang rawat RS.............................................54 Lampiran 11........................................................................113
Obat-obatan untuk serangan asma........................................56
Obat yang tidak dianjurkan untuk serangan asma.................59

BAB VII Tata Laksana Non-Medikamentosa ................................ 63


Program KIE.........................................................................63
Rencana Aksi Asma (RAA)/Asthma Action Plan (AAP) .....65
Kartu Aksi Asma (KAA) ......................................................66
Penghindaran pencetus..........................................................67

BAB VIII Asma dengan Penyakit Penyerta...................................... 76


Rinitis alergi dan rinosinusitis...............................................76
Refluks gastroesofageal..........................................................78
Obesitas.................................................................................78
Infeksi respiratori...................................................................79

BAB IX Asma pada Anak Balita........................................................ 81


Patogenesis dan patofisiologi asma anak balita......................81
Diagnosis asma anak balita....................................................82
Diagnosis banding.................................................................84
Indikasi untuk rujukan..........................................................84
Tata laksana jangka panjang asma anak balita.......................85

x Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI xi


Daftar Tabel Daftar Gambar

Tabel 2.1. Prevalens asma di Indonesia Gambar 2.1. Distribusi prevalens gejala asma di beberapa negara untuk (a)
Tabel 4.1. Kriteria diagnosis asma anak >5 tahun umur 13-14 tahun dan (b) umur 6-7 tahun
Tabel 4.2. Kriteria penentuan derajat asma Gambar 2.2. Perubahan prevalens gejala asma (antara fase I dan fase III)
berdasarkan prevalens gejala asma, untuk (a) umur 6-7 tahun
Tabel 4.3. Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015
dan (b) umur 13-14 tahun.
Tabel 5.1. Jenis alat inhalasi sesuai usia
Gambar 3.1. Patogenesis asma
Tabel 5.2. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asma
Gambar 3.2. Inflamasi dan remodelling pada asma.
Tabel 5.3. Derajat kendali penyakit asma
Gambar 3.3. Patofisiologi asma bronkial.
Tabel 6.1. Derajat keparahan serangan asma
Gambar 3.4. Remodelling saluran respiratori pada asma.
Tabel 6.2. Pilihan dan dosis steroid untuk serangan asma
Gambar 4.1. Alur diagnosis asma pada anak
Tabel 7.1. Program KIE pada anak, keluarga, dan sekolah
Gambar 5.1. Jenjang dalam tata laksana asma jangka panjang pada anak
Tabel 7.2. Faktor pencetus asma dan cara penghindaran usia >5 tahun
Tabel 9.1. Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak Gambar 6.1. Patofisiologi serangan asma
balita
Gambar 6.2. Alur tata laksana serangan asma pada anak di fasyankes dan
Tabel 9.2. Diagnosis banding asma anak balita rumah sakit
Tabel 9.3. Steroid Inhalasi (SI) harian dosis rendah untuk anak balita Gambar 7.1. Rencana Aksi Asma (RAA)
Tabel 9.4. Klasifikasi asma anak balita berdasarkan derajat kendali Gambar 9.1. Skema kemungkinan asma pada anak balita
Tabel 9.5. Penilaian awal serangan asma pada anak balita Gambar 9.2. Tahapan terapi pengendali asma anak balita
Tabel 9.6. Indikasi rujukan ke rumah sakit segera untuk anak balita Gambar 9.3. Tata laksana serangaan asma pada anak balita di tempat
pelayanan kesehatan primer

xii Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI xiii
Daftar Lampiran Daftar Singkatan

AAP : asthma action plan


Lampiran 1. Pilihan obat asma pada anak ALTR : antileukotriene receptor
Lampiran 2. Daftar obat untuk nebulisasi AIRE : asthma insight & reality in Europe
Lampiran 3. Obat antihistamin untuk rinitis alergi sebagai komorbiditas APC : antigen presenting cells
asma APE : asthma of physical effort
Lampiran 4. Perbaikan kondisi lingkungan API : asthma predictive index
Lampiran 5. Perbandingan kesetaraan dalam steroid inhalasi (SI) ARIA : allergic rhinitis and its impact on asthma
Lampiran 6. Petunjuk pemakaian nebuliser jet ASI : air susu ibu
Lampiran 7. Macam-macam DPI BKB : batuk kronik berulang
Lampiran 8. Petunjuk pemakaian DPI Turbuhaler CACT : childhood asthma control test
Lampiran 9. Macam-macam spacer CD4 : cluster of differentiation-4
Lampiran 10. Teknik penggunaan MDI dengan spacer CFC : chlorofluorocarbon propellant
Lampiran 11. Kode ICD-10 untuk asma CT-scan : computed tomography scan
CysLT1 : cysteinyl-leukotrien 1
DPI : dry powder inhaler
EIA : exercise induced asthma
FEV1 : forced expiratory volume in 1 second
FeNO : fractional exhaled nitric oxide
FTT : failure to thrive
FVC : forced vital capacity
GBD : global burden of disease study
GERD : gastroesophageal reflux disease
GINA : global initiative for asthma
GM-CSF : granulocyte-macrophage colony-stimulating factor
HEPA : high-efficiency particulate air
HFA : hydrofluoroalkane propellant
HPA : hypothalamic-pituitary-adrenal
IFN : interferon
IPRM : Indonesian pediatric respiratory meeting
ICON : international consensus on pediatric asthma

xiv Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI xv


ICS : inhaled corticosteroids TSR : theophylline slow release
ICU : intensive care unit UDV : unit dose vial
IgE : immunoglobulin E UKS : usaha kesehatan sekolah
IL : interleukin V/Q : ventilation-perfusion ratio
IRA : infeksi respiratori akut
inKT : invariant natural killer T cell
ISAAC : international study of asthma and allergy in children
JPAC : Japanese pediatric asthma control
KAA : kartu aksi asma
KNAA : konsensus nasional asma anak
KONIKA : kongres nasional ilmu kesehatan anak
KIE : komunikasi, informasi, dan edukasi
LABA : long acting ß2-agonist
LTRA : leukotriene receptor antagonist
MDI : metered dose inhaler
MHC : major histocompatibility complex
OSA : obstructive sleep apnea
PaCO2 : partial pressure of arterial carbon dioxide
PaO2 : partial pressure of arterial oxygen
PFM : peak flow meter
PEF : peak expiratory flow
PEFR : peak expiratory flow rate
PFR : peak flow rate
PICU : pediatric intensive care unit
PNAA : pedoman nasional asma anak
RAA : rencana aksi asma
RRS : ruang rawat sehari
RSV : respiratory syncytial virus
SABA : short acting ß2-agonist
SI : steroid inhalasi
TDR : tungau debu rumah
TGF : transforming growth factor
Th : T helper

xvi Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI xvii
xviii Pedoman Nasional Asma Anak 2016
BAB I
Pendahuluan

Asma merupakan penyakit saluran respiratori kronik yang sering dijumpai


baik pada anak maupun dewasa. Prevalens asma pada anak sangat bervariasi
di antara negara-negara di dunia, berkisar antara 1- 18%. Meskipun tidak
menempati peringkat teratas sebagai penyebab kesakitan atau kematian
pada anak, asma merupakan masalah kesehatan yang penting. Jika tidak
ditangani dengan baik, asma dapat menurunkan kualitas hidup anak,
membatasi aktivitas sehari-hari, mengganggu tidur, meningkatkan angka
absensi sekolah, dan menyebabkan prestasi akademik di sekolah menurun.
Bagi keluarga dan sektor pelayanan kesehatan, asma yang tidak terkendali
akan meningkatkan pengeluaran biaya.
Pemahaman patogenesis, imunopatologi, genetika, manifestasi klinis,
diagnosis, dan tata laksana asma telah mengalami banyak kemajuan.
Terjadinya asma dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Akan
tetapi, faktor mana yang lebih berperan tidak dapat dipastikan karena
kompleksitas hubungan kedua faktor tersebut. Asma terjadi karena
inflamasi kronik, hiperresponsif dan perubahan struktur akibat penebalan
dinding bronkus (remodelling) saluran respiratori yang berlangsung kronik
bahkan sudah ada sebelum munculnya gejala awal asma. Penyempitan dan
obstruksi pada saluran respiratori terjadi akibat penebalan dinding bronkus,
kontraksi otot polos, edema mukosa, hipersekresi mukus.
Mekanisme yang mendasari terjadinya asma pada anak dan dewasa
adalah sama. Namun, ada beberapa permasalahan pada asma anak yang
tidak dijumpai pada dewasa karena bervariasinya perjalanan alamiah
penyakit, kurangnya bukti ilmiah yang baik, kesulitan menentukan
diagnosis dan pemberian obat, serta bervariasinya respons terhadap terapi
yang sering tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan ini terutama untuk
penentuan asma pada anak usia balita (<5 tahun). Kompleksitas munculan
klinis (fenotip) asma didasari oleh berbagai keadaan yang terkait dengan
patogenesis dan patofisiologinya (endotip).
Definisi asma pada anak masih diperdebatkan dan belum ada yang
diterima secara universal. Definisi asma yang ada pada beberapa pedoman
memasukkan gejala klinis dan karakteristiknya, serta mekanisme yang

UKK Respirologi IDAI 1


mendasari dengan rincian yang berbeda antara satu pedoman dengan (controlled)” yang secara klinis dianggap lebih bermanfaat untuk menilai
lainnya. Global Initiative Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai derajat penyakit asma pada saat pasien melakukan kunjungan ulang, baik
suatu penyakit heterogen, biasanya ditandai dengan inflamasi kronik saluran yang mendapat terapi medikamentosa maupun tidak.
respiratori. Inflamasi kronik ini ditandai dengan riwayat gejala-gejala pada Pedoman tata laksana asma anak juga bervariasi antara negara
saluran respiratori seperti wheezing (mengi), sesak napas, dan batuk yang satu dengan lainnya. Meskipun demikian, beberapa pedoman tersebut
bervariasi dalam waktu maupun intensitas, disertai dengan limitasi aliran memunyai prinsip dan komponen tata laksana serta pesan kunci yang
udara ekspiratori. International Consensus on (ICON) Pediatric Asthma konsisten. Tujuan tata laksana asma jangka panjang pada anak adalah
mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik yang berhubungan mencapai asma yang terkendali dengan kekerapan serangan seminimal
dengan obstruksi saluran respiratori dan hiperresponsif bronkus, yang mungkin. Untuk itu, tata laksana harus dilakukan secara menyeluruh dan
secara klinis ditandai dengan adanya wheezing, batuk, dan sesak napas yang terpadu meliputi semua elemen penting berikut: edukasi pasien dan orang
berulang. tua/pengasuh, identifikasi dan pencegahan faktor pemicu, pemakaian obat
UKK Respirologi IDAI mendefinisikan, asma adalah penyakit saluran yang baik dan benar dengan pencatatan yang baik, serta pemantauan yang
respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan obstruksi dan teratur. Pemberian obat pereda (reliever) maupun pengendali (controller)
hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi. Manifestasi secara inhalasi lebih dianjurkan dibanding pemberian peroral karena efek
klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan yang sampingnya minimal. Keteraturan terhadap pengobatan merupakan salah
timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat satu kunci keberhasilan tata laksana asma yang perlu mendapat perhatian.
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus. Asma adalah penyakit multifaktorial dengan perjalanan klinis yang
Sampai saat ini belum ada satupun alat atau baku emas yang dapat bervariasi pada setiap anak dan dapat berubah seiring berjalannya waktu.
digunakan untuk mendiagnosis asma pada anak dengan pasti. Diagnosis Asma tidak dapat sembuh, tetapi dapat dikendalikan agar gejala tidak sering
asma pada praktik sehari-hari ditentukan berdasarkan kombinasi dari muncul. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada orang tua merupakan
adanya gejala yang khas, pemeriksaan fisis, respons terhadap bronkodilator, kunci penting untuk mencapai asma terkendali.
dan telah disingkirkan kemungkinan penyebab yang lain. Pada anak usia Buku ini merupakan pemutakhiran (update) dari Pedoman Nasional
kurang dari 5 tahun, Asthma Predictive Index (API) dapat membantu Asma Anak (PNAA) tahun 2004 dan disusun berdasarkan beberapa
menentukan program apabila seorang anak dengan gejala wheezing pedoman terbaru yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Terdapat
kelak akan berlanjut menjadi asma. Beberapa pemeriksaan seperti uji beberapa perubahan yang perlu dicermati dalam buku ini seperti pada
bronkodilator, uji metakolin, variabilitas harian atau diurnal dari peak klasifikasi, diagnosis asma pada usia bawah lima tahun (balita), dan tata
expiratory flow (PEF) dapat meningkatkan akurasi diagnosis, akan tetapi laksana. Buku ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan tata kelola
pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada anak-anak usia sekolah. asma pada anak di Indonesia agar anak dengan asma mendapatkan tata
Penentuan klasifikasi/derajat keparahan penyakit asma pada anak kelola yang optimal dan rasional.
juga tidak mudah dan bervariasi di berbagai negara. Pada waktu yang lalu,
beberapa pedoman menggunakan derajat keparahan dan persistensi asma
sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi asma. Dalam hal persistensi, Daftar Bacaan
asma biasanya diklasifikasikan sebagai intermiten atau persisten; ada juga
yang mengklasifikasikannya sebagai frequent dan infrequent seperti yang 1. Australian Asthma Management Handbook. Diunduh dari: www.asthmah-
digunakan di Australia. Untuk derajat keparahan, asma persisten biasanya andbook.org.au.
diklasifikasikan sebagai ringan, sedang, dan berat. Saat ini direkomendasikan 2. Bateman ED, Jithoo A. Asthma and allergy - a global perspective. Allergy.
bahwa penentuan klasifikasi/derajat asma hanya dilakukan pada pemeriksaan 2007;62:213-5.
awal dan tidak dilakukan lagi pada saat pasien kontrol. Konsep klasifikasi 3. Castro-Rodriguez JA, Catharine JH, Anne LW, Martinez FD, Martinez.
asma saat ini digantikan dengan konsep “terkendali atau terkontrol A clinical index to define risk of asthma in young children with recurrent

2 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 3


4.
wheezing. Am J Respir Crit Care Med. 2000;162:1403-6.
The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma man-
BAB II
agement and prevention 2014. Diunduh dari: www.ginasthma.org Epidemiologi
5. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman-
ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy.
2012;67:976–97
6. Waltraud E, Markus J E, Erika M. Current concepts: the asthma epidemic. N
Eng J Med. 2006;355:2226-35. Prevalens asma anak
Asma merupakan penyakit yang dapat menyerang semua orang, baik anak
maupun dewasa, dengan gejala utama wheezing. Sejarah penyakit asma
mengindikasikan bahwa asma merupakan penyakit yang kebanyakan terjadi
di negara maju dengan pendapatan tinggi (high income countries), seperti
Amerika. Namun demikian, saat ini menurut global disease burden, penyakit
asma kebanyakan terdapat di negara berkembang dengan pendapatan yang
rendah. Diperkirakan secara global, terdapat 334 juta orang pasien asma di
dunia. Angka ini didapatkan dari analisis komprehensif mutakhir Global
Burden of Disease Study (GBD) yang dilakukan pada tahun 2008-2010.
Pada paruh kedua abad 20, prevalens asma di negara industri meningkat
bermakna, namun penyebab kenaikan prevalens ini tidak jelas. Kini
diketahui bahwa penyakit asma sering ditemukan baik di negara dengan
pendapatan tinggi maupun rendah, dan prevalens asma ringan-sedang dan
asma berat meningkat lebih cepat di negara dengan pendapatan rendah
dan menengah. Diperkirakan prevalens asma di berbagai negara dengan
pendapatan rendah dan menengah terus meningkat. Dalam tiga dekade
terakhir telah banyak dilakukan penelitian tentang prevalens asma anak
di seluruh dunia. Belum adanya definisi asma anak yang diterima secara
universal dan belum adanya baku emas yang obyektif dan mudah dilakukan
pada anak menyebabkan bervariasinya definisi asma dan metodologi yang
digunakan dalam penelitian-penelitian untuk menentukan prevalens asma.
Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membandingkan dan menganalisis
perbedaan prevalens asma antar negara, serta dalam menilai perubahan
prevalens asma dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, prevalens asma anak
di dunia tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Sebagian besar penelitian mengumpulkan data asma anak berdasarkan
hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Para ahli epidemiologi
biasanya menanyakan tentang ada tidaknya “diagnosis asma oleh dokter”
atau “gejala asma” (seperti wheezing) kepada orang tua atau anak untuk
menentukan prevalens yang berkaitan dengan asma anak. Pertanyaan

4 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 5


tersebut digunakan baik untuk menentukan lifetime prevalence (dengan negara. Penelitian ini melibatkan 156 pusat studi di 56 negara, dengan total
pertanyaan “apakah pernah didiagnosis asma oleh dokter atau apakah 721.601 anak yang terdiri atas kelompok usia 6-7 tahun (257.800 anak)
pernah memunyai gejala asma?”) ataupun current prevalence (dengan dan kelompok usia 13-14 tahun (463.801 anak). Dalam penelitian ini, yang
pertanyaan: “apakah dalam 12 bulan terakhir pernah didiagnosis asma dilaporkan adalah prevalens gejala asma, bukan prevalens asma. Pertanyaan
oleh dokter atau memunyai gejala asma). Jadi, tergantung dari pertanyaan yang diajukan adalah “Dalam 12 bulan terakhir, seberapa sering (rata-
yang dipakai, penelitian-penelitian prevalens asma anak akan melaporkan rata) tidur malam anak anda terganggu karena wheezing? Apakah
outcome yang berbeda, seperti prevalens lifetime asthma atau current lebih dari satu malam per minggu?“. Jika jawabannya ya, maka dianggap
wheeze atau current asthma. memunyai gejala asma. Hasil penelitian fase I menunjukkan bahwa prevalens
Pemeriksaan tambahan seperti uji fungsi paru atau uji provokasi bronkus gejala asma anak antara beberapa negara di dunia menunjukkan variasi
juga dilakukan pada penelitian prevalens asma untuk meningkatkan validitas yang sangat besar (Gambar 2.1). Untuk anak usia 13-14 tahun, prevalens
data. Akan tetapi nilai diagnostik kedua pemeriksaan tersebut kurang baik. bervariasi antara 2,1% (Indonesia) sampai 32,2% (Inggris); sedangkan pada
Pada anak yang sudah dapat melakukan uji fungsi paru secara adekuat, 30% anak usia 6-7 tahun antara 4,1% (Indonesia) sampai 32,1% di Costa Rica.
dari anak yang hasil wawancaranya mendukung adanya diagnosis asma Hasil penelitian juga menunjukkan adanya variasi prevalens yang besar di
menunjukkan hasil uji provokasi bronkus negatif; sedangkan 8-15% anak antara negara-negara di benua yang sama.
yang tidak pernah wheezing memunyai hasil yang positif. Beberapa peneliti
melakukan penelitian yang diulang dengan menggunakan kuesioner dan
metodologi yang sama untuk menilai kecenderungan prevalens asma dari
waktu ke waktu di suatu negara (Tabel 2.1). Sebagian besar penelitian
ini dilakukan di sekolah. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan
peningkatan prevalens asma pada anak sampai dengan tahun 1900-an.
Akan tetapi, sejak akhir 1990-an, beberapa penelitian melaporkan bahwa
prevalens asma anak cenderung stabil atau bahkan menurun.
Untuk mendapatkan data prevalens asma anak di dunia yang lebih
akurat, para ahli asma anak mencoba melakukan penelitian multisenter
menggunakan kuesioner dan metodologi yang sama, yaitu dengan
mengadakan penelitian International Study of Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC). Penelitian ISAAC telah berlangsung selama lebih
dari 20 tahun, dan terdiri atas 3 fase: fase I (tahun 1993-1997), fase II
(1998-2004) dan fase III (2000-2003). Sebanyak 1,96 juta orang anak ikut
dalam penelitian ISAAC yang dilakukan di 306 pusat studi di 106 negara
di dunia. Subyek penelitian adalah anak sekolah berusia 6-7 tahun dan 13-
14 tahun. Pemilihan usia 6-7 tahun karena usia tersebut merupakan usia
termuda anak sekolah, dan usia 13-14 tahun karena mereka sudah bisa
mengisi kuesioner sendiri.

ISAAC fase I (1993-1997)


Tujuan utama ISAAC fase I adalah untuk mengetahui dan membandingkan
prevalens dan beratnya gejala asma, rinitis, dan eksema pada anak di berbagai Gambar 2.1. Distribusi prevalens gejala asma di beberapa negara untuk (a) umur 13- 14 tahun
dan (b) umur 6-7 tahun (Diambil dari Lancet. 1998;351:1225-32.)

6 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 7


ISAAC fase II (1998-2004) (didefinisikan sebagai terjadinya serangan wheezing ≥4 kali per minggu,
ISAAC fase II merupakan penelitian untuk mengetahui peran faktor risiko atau gangguan tidur malam ≥1 malam per minggu) pada remaja bervariasi
pada asma anak. Penelitian dilakukan pada anak usia 8-12 tahun yang antara 0,1% di Pune, India, sampai 16% di Costa Rica, dan pada anak
dipilih secara acak dengan menggunakan metodologi yang baku. Sebanyak berkisar dari 0% sampai 20,3%.
30 pusat studi dari 22 negara di dunia ikut serta. Pada fase II ini, peran Hasil analisis selanjutnya dari ISAAC fase III menunjukkan bahwa
sensitisasi atopi yang menentukan prevalens asma pada anak diselidiki lebih di negara-negara yang memunyai prevalens gejala asma yang sangat tinggi
mendalam. Data pada fase II didapatkan dari pengisian kuesioner oleh hanya terjadi sedikit peningkatan prevalens antara fase I dan fase III,
orang tua, uji cukit kulit, dan pengukuran kadar IgE spesifik-alergen dalam bahkan di beberapa negara mengalami penurunan. Sebaliknya, negara-
serum. Hasil penelitian fase II mendapatkan prevalens wheezing pada 12 negara dengan prevalens tinggi dan menengah pada fase I menunjukkan
bulan terakhir berkisar antara 0% dan 25%. Di luar dugaan, hasil analisis peningkatan prevalens yang signifikan pada fase III (Gambar 2.2).
menunjukkan tidak didapatkan hubungan antara prevalens wheezing saat
ini dan sensitisasi atopi.
Prevalens asma anak di Indonesia
Penelitian mengenai prevalens asma di Indonesia sudah dilakukan sejak
ISAAC fase III (2000-2003) awal tahun 1990an di berbagai senter pendidikan. Hampir semua peneliti
ISAAC fase III merupakan pengulangan dari fase I, dan menggunakan menggunakan kuesioner yang dirancang masing masing sehingga hasilnya
kuesioner yang sama dengan fase I. Sejumlah 798.685 anak usia 13-14 berbeda (Djajanto, Rosmayudi, Dahlan). Namun setelah dilakukan penelitian
tahun dari 233 pusat studi di 97 negara, dan 388.811 anak usia 6-7 tahun ISAAC I, penelitian di Indonesia dan berbagai tempat di dunia menggunakan
dari 144 pusat studi di 61 negara diikutsertakan dalam penelitian ini. Sama kuesioner yang sama dari studi ISAAC. Penelitian dilakukan pada kelompok
seperti pada fase I, prevalens gejala asma pada penelitian fase III ini juga usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.
sangat bervariasi antar negara. Prevalens wheezing pada 12 bulan terakhir
pada remaja bervariasi antara 0,8% di Tibet, sampai 32,6% di Wellington,
Tabel 2.1. Prevalens asma di Indonesia
Selandia Baru. Sedangkan prevalens pada anak bervariasi antara 2,4% di
Jodhpur, India, sampai 37,6% di Costa Rica. Prevalens gejala asma berat Peneliti (Kota) Tahun Jumlah Umur (Tahun) Prevalens
Subjek (%)
Djajanto B (Jakarta) 1991 1200 6-12 16,4
Rosmayudi O (Bandung) 1993 4865 6-12 6,6
Dahlan (Jakarta) 1996 N/A 6-12 17,4
Arifin (Palembang) 1996 1296 13-15 5,7
Rosalina I (Bandung) 1997 3118 13-15 2,6
Yunus F (Jakarta) 2001 2234 13-14 11,5
Kartasasmita CB (Bandung) 2002 2678 6-7 3,0
2836 13-14 5,2
Rahajoe NN (Jakarta) 2002 1296 13-14 6,7
Sundaru (Jakarta) 2005 3840 13-14 12,5
(Subang) 3019 13-14 24,4
Tanjung dkk (Palembang) 2008 1026 6-7 8,0
Afdal dkk (Padang) 2009 879 6-7 8,0
Rosamarlina dkk (Jakarta) 2010 2023 13-14 13,4
Barnita dkk (Jakarta) 2011 562 13-14 9,4
Fitriani dkk (Jakarta) 2011 2003 13-14 6,4
Kartasasmita dkk (Bandung) 2012 332 7-14 9,6

Diambil dengan perubahan dari Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Rahajoe NN,
Gambar 2.2. Perubahan prevalens gejala asma (antara fase I dan fase III) berdasarkan preva- Supriyatno B, Setyanto DB (penyunting). Dalam: Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Badan
lens gejala asma, untuk (a) umur 6-7 tahun dan (b) umur 13-14 tahun. (Diambil dari Lancet. Penerbit PP IDAI; 2013. h. 75.
2006;368:733-43)

Hasil penelitian menggunakan kuesioner ISAAC di beberapa kota


8 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 9
menunjukkan hasil yang cukup bervariasi. Prevalens berkisar antara di dalam rumah, dan tidak adanya ventilasi. Penelitian yang dilakukan di
3% di Bandung (Kartasasmita CB) sampai 8% di Palembang (Tanjung) Padang memberikan hasil bahwa faktor-faktor yang bermakna untuk
pada kelompok usia 6-7 tahun. Sedangkan pada kelompok 13-14 tahun memengaruhi timbulnya asma berurutan mulai yang paling dominan adalah
kisaran antara 2,6% di Bandung (Rosalina I) dan tertinggi di Subang atopi ayah atau ibu, diikuti faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu
24,4% (Sundaru). Tingginya prevalens asma di Subang yang dibandingkan serta pemberian obat parasetamol. Sedangkan, pemberian ASI dan kontak
dengan prevalens pada kelompok sama di Jakarta (12,5%), hampir 2 kali dengan unggas merupakan faktor protektif terhadap kejadian asma.
lipat; diduga disebabkan karena tingginya angka polusi udara di Subang
akibat sulfur dari Gunung Tangkuban Perahu (Sundaru). Di Bandung
dilakukan penelitian ulangan dengan kuesioner yang sama, pada kelompok Daftar Bacaan
13-14 tahun, setelah 5 tahun terjadi peningkatan 2 kali lipat menjadi
5,2% (Kartasasmita CB). Pada tahun 2012, hasil penelitian di daerah 7. Afdhal, Yani FY, Basir D, Mahmud R. Faktor risiko asma pada murid seko-
rural kotamadya Bandung pada anak usia 7-14 tahun mendapatkan hasil lah dasar usia 6-7 tahun di Kota Padang. Jurnal Kedokteran Andalas. 2012;
1:118-24.
prevalens asma sebesar 9,6% dari 332 subyek penelitian (Kartasamita dkk).
8. Anderson HR, Butland BK, Strachan DP. Trends in prevalence and severity
Selain prevalens asma, penting pula untuk mengetahui serangan of childhood asthma. BMJ. 1994;308:1600-4.
asma tahun lalu, kunjungan ke gawat darurat, dan perawatan rumah sakit.
9. Anderson HR, Ruggles R, Pandey KD, Kapetanakis V, Brunekreef B, dkk.
Menurut Martinez pada tahun 2001, serangan di tahun sebelumnya dialami Ambient particulate pollution and the world-wide prevalence of asthma,
oleh 63,1% pasien yang didiagnosis asma, angka ini tidak berubah di tahun rhinoconjunctivitis and eczema in children: Phase one of the Internation-
2001-2004. Untuk kunjungan ke gawat darurat terjadi peningkatan antara al Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Occup Environ
tahun 1992 dan 1995 sebanyak 57,3 menjadi 71% per 100.000 orang. Med. 2010;67:293-300.
Setelah itu tidak jelas peningkatan yang terjadi yaitu rata-rata 59,8% pada 10. Asher MI, Keil U, Anderson HR, Beasley R, Crane J, Martinez F, dkk. In-
2001 menjadi 68,0% pada tahun 2002. Laju perawatan asma di rumah sakit ternational Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC): rationale
dalam 12 bulan terakhir juga mengalami penurunan bermakna dari 6% and methods. Eur Respir J. 1995;8:483-91.
pada tahun 1980 ke 3,4% di tahun 1995, angka tersebut stabil pada tahun 11. Asher MI, Montefort S, Bjorksten B, Lai CKW, Strachan DP, Weiland SK,
2001 dan 2004. dkk. Worldwide time trends in the prevalence of symptoms of asthma, al-
lergic rhinoconjunctivitis, and eczema in childhood: ISAAC phases one and
three repeat multicountry cross-sectional surveys. Lancet. 2006;368:733-43.
Mortalitas 12. Butland BK, Strachan DP, Crawley-Boevey EE, Anderson HR. Childhood
asthma in South London: trends in prevalence and use of medical services
Mortalitas penyakit asma meningkat dari tahun 1980 sampai 1995, dari 14,3
1991-2002. Thorax. 2006;61:383-7.
menjadi 20,6 per juta. Sedangkan antara tahun 2000 sampai 2004 menurun
13. Devenny A, Wassall H, Ninan T, Omran M, Khan SD, Russell G. Respira-
dari 16,1 menjadi 12,8 per juta. Angka ini bukan hanya anak tetapi asma
tory symptoms and atopy in children in Aberdeen: questionnaire studies of
keseluruhan, kematian paling banyak pada orang tua ≥65 tahun, dan dua a defined school population repeated over 35 years. BMJ. 2004;329:489-90.
per tiga diantaranya wanita.
14. Eder W, Ege MJ, von Mutius E. The asthma epidemic. N Engl J Med.
2006;355:2226-35.
Faktor risiko 15. Ellwood P, Asher MI, García-Marcos L, Williams H, Keil U, Robertson C,
dkk. Do fast foods cause asthma, rhinoconjunctivitis and eczema? Global
Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetik findings from the International Study of Asthma and Allergies in Childhood
dan non-genetik. Penelitian ISAAC mendapatkan beberapa faktor risiko (ISAAC) phase three. Thorax. 2013;68:351-60.
yaitu: polusi udara, asap rokok, makanan cepat saji, berat lahir, cooking fuel, 16. Kalyoncu AF, Selcuk ZT, Enunlu T, Demir AU, Coplu L, Sahin AA, dkk.
rendahnya pendidikan ibu, ventilasi rumah yang tidak memadai, merokok Prevalence of asthma and allergic diseases in primary school children in An-

10 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 11


kara, Turkey: two cross-sectional studies, five years apart. Pediatr Allergy Im- 32. Weiland SK, Bjorksten B, Brunekreef B, Cookson WO, von ME, Strachan
munol. 1999; 10:261-5. DP. Phase II of the International Study of Asthma and Allergies in Child-
17. Kartasasmita CB. Epidemiologi asma anak. Rahajoe NN, Supriyatno B, hood (ISAAC II): rationale and methods. Eur Respir J. 2004;24:406-12.
Setyanto DB, penyunting. Dalam: Buku ajar respirologi anak. Jakarta: Badan 33. Wong GWK, Brunekreef B, Ellwood P, Anderson HR, Asher MI, dkk.
Penerbit PP IDAI; 2013. h. 71-84. Cooking fuels and prevalence of asthma: a global analysis of phase three of
18. Lai CK, Beasley R, Crane J, Foliaki S, Shah J, Weiland S. Global variation the International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC).
in the prevalence and severity of asthma symptoms: phase three of the In- Lancet. 2013;1:386-94.
ternational Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Thorax.
2009;64:476-83.
19. Martinez FD. Links between pediatric and adult asthma. J Allergy Clin Im-
munol. 2001;107: S449-55.
20. Mitchell EA, Clayton T, Garcia-Marcos L, Pearce N, Foliaki S, dkk. Birth-
weight and the risk of atopic diseases: the ISAAC Phase III study. Pediatr
Allergy Immunol. 2014;25:264-70.
21. Mitchell EA and Stewart AW. The ecological relationship of tobacco smok-
ing to the prevalence of symptoms of asthma and other atopic diseases in
children: the International Study of Asthma and Allergies in Childhood
(ISAAC). Eur J Epidemiol. 2001;17:667-73.
22. Ninan TK, Russell G. The changing picture of childhood asthma. Paediatr
Respir Rev. 2000;1:71-8.
23. Pallapies D. Trends in childhood disease. Mutat Res. 2006;608:100- 11.
24. Peat JK, van den Berg RH, Green WF, Mellis CM, Leeder SR, Woolcock AJ.
Changing prevalence of asthma in Australian children. BMJ. 1994;308:1591-
6.
25. Phelan PD. Asthma in children: epidemiology. BMJ. 1994;308:1584-5.
26. Lawson JA, Senthilselvan A. Asthma epidemiology: has the crisis passed?
Curr Opin Pulm Med. 2005;11:79-84.
27. Robertson CF, Roberts MF, Kappers JH. Asthma prevalence in Melbourne
schoolchildren: have we reached the peak? Med J Aust. 2004;180:273-6.
28. Ronchetti R, Villa MP, Barreto M, Rota R, Pagani J, Martella S, dkk. Is the
increase in childhood asthma coming to an end? Findings from three surveys
of schoolchildren in Rome, Italy. Eur Respir J. 2001;17:881-6.
29. Sears MR. Epidemiology of childhood asthma. Lancet. 1997;350:1015.
30. The International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC)
Steering Committee. Worldwide variation in prevalence of symptoms of
asthma, allergic rhinoconjunctivitis, and atopic eczema: ISAAC. Lancet.
1998;351:1225-32.
31. Toelle BG, Peat JK, Salome CM, Mellis CM, Woolcock AJ. Toward a defini-
tion of asthma for epidemiology. Am Rev Respir Dis. 1992;146:633-7.

12 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 13


BAB III Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th1 dan Th2), limfosit subtipe
CD4+ telah dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis
Patogenesis dan limfosit T mensekresi interleukin-3 (IL-3) dan granulocyte-macrophage
colony-stimulating factor (GM-CSF), Th1 terutama memproduksi IL-
Patofisiologi 2, IF-γ dan TNF-β. Sedangkan Th2 terutama memproduksi sitokin yang
terlibat dalam asma, yaitu IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, dan IL-16. Sitokin
yang dihasilkan oleh Th2 bertanggung jawab atas terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat ataupun cell-mediated.
Asma dapat terjadi pada semua usia, tetapi patogenesisnya berawal pada Langkah pertama terbentuknya respons imun adalah aktivasi limfosit
usia dini. Asma terjadi sebagai hasil interaksi antara faktor genetik dan T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesoris, yaitu suatu proses
lingkungan sehingga upaya dikerahkan untuk mengidentifikasi faktor- yang melibatkan molekul major histocompatibility complex (MHC kelas
faktor yang dapat dimodifikasi untuk pencegahan. Faktor tersebut antara II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik
lain infeksi, pajanan mikroba, alergen, stres, polusi, dan asap tembakau yang merupakan antigen presenting cells (APC) yang utama dalam saluran
akan memicu perkembangan alergen-IgE spesifik, terutama jika terjadi pada respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum
awal kehidupan. Hal ini merupakan faktor risiko penting berkembangnya tulang, membentuk jaringan luas, dan sel-selnya saling berhubungan
asma, terutama di negara-negara maju. pada epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi ke
Menurut konsep terkini, patogenesis asma adalah suatu proses kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang
inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratori, terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast.
peningkatan reaktivitas saluran respiratori dan menyebabkan obstruksi Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah ke daerah yang banyak
saluran napas sehingga terdapat keterbatasan aliran udara. Hiperreaktivitas mengandung limfosit. Di tempat tersebut, dengan pengaruh sitokin-
ini merupakan predisposisi terjadi penyempitan saluran respiratori sebagai sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif.
respons terhadap berbagai macam rangsang. Gambaran khas adanya Sel dendritik juga mendorong polarisasi sel T naïve-Th0 menuju Th2 yang
inflamasi saluran respiratori adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, mengkoordinasi sekresi sitokin-sitokin yang termasuk dalam klaster gen
dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratori. Perubahan ini 5q31-33 (IL-4 genecluster). Bagan patogenesis asma tersebut dapat dilihat
dapat terjadi meskipun secara klinis asmanya tidak bergejala. Pemunculan pada Gambar 3.1.
sel-sel tersebut secara luas berhubungan dengan derajat beratnya penyakit
secara klinis. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel
bronkus merangsang proses reparasi saluran respiratori. Proses tersebut
menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada
saluran respiratori, dikenal dengan istilah remodelling.

Patogenesis
Mekanisme imunologis inflamasi saluran respiratori
Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan
dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi
diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% pasien asma Gambar 3.1. Patogenesis asma (Diambil dari Global Initiative for Asthma. Global Strategy for
Asthma management and prevention. National Institute of Health. National Heart, Lung, and
anak dan dewasa. Blood Institute; 2002)

14 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 15


Adanya eosinofil dan limfosit yang teraktivasi pada biopsi bronkus Inflamasi akut dan kronik
pasien asma atopi dan non-atopi wheezing mengindikasikan bahwa interaksi Paparan alergen inhalasi pada pasien alergi dapat menimbulkan respons
sel limfosit T-eosinofil sangat penting, dan hipotesis ini lebih jauh lagi alergi fase cepat dan pada beberapa kasus dapat diikuti dengan respons fase
diperkuat oleh ditemukannya sel yang mengekspresikan IL-5 pada biopsi lambat. Reaksi cepat dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap
bronkus pasien asma atopi. IL-5 merupakan sitokin yang penting dalam alergen IgE-spesifik terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien-pasien
regulasi eosinofil. Tingkat keberadaannya pada mukosa saluran respiratori dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga
pasien asma berkorelasi dengan aktivasi sel limfosit T dan eosinofil. ikut berperan. Ikatan antara sel dan IgE mengawali reaksi biokimia serial
yang menghasilkan sekresi mediator-mediator seperti histamin, proteolitik,
enzim glikolitik, dan heparin serta mediator newly generated seperti
Sel-sel Inflamasi yang Berperan pada Asma prostaglandin, leukotrien, adenosin, dan oksigen reaktif. Bersama- sama
dengan mediator-mediator yang sudah terbentuk sebelumnya, mediator-
mediator ini menginduksi kontraksi otot polos saluran respiratori dan
Sel mast, sel mast yang teraktifasi melepaskan mediator bronkokonstriksi menstimulasi saraf aferen, hipersekresi mukus, vasodilatasi, dan kebocoran
(histamin, leukotrien sisteinil, prostaglandin D2). Sel tersebut diaktivasi oleh
mikrovaskuler.
alergen melalui reseptor IgE yang berafinitas tinggi, juga oleh stimulus osmotik
(misalnya bronkokontriksi yang diinduksi oleh olahraga). Meningkatnya Reaksi fase lambat dipikirkan sebagai sistem model untuk mempelajari
jumlah sel mast pada otot polos saluran respiratori dapat dihubungkan dengan mekanisme inflamasi pada asma. Selama respons fase lambat dan selama
hiperreaktivitas saluran respiratori. berlangsung pajanan alergen, aktivasi sel-sel pada saluran respiratori
Eosinofil, jumlahnya meningkat pada saluran respiratori, melepaskan protein menghasilkan sitokin-sitokin ke dalam sirkulasi dan merangsang lepasnya
dasar yang dapat merusak sel epitel saluran respiratori. Juga berperan dalam leukosit proinflamasi terutama eosinofil dan sel prekursornya dari sumsum
pelepasan growth factor dan airway remodelling. tulang ke dalam sirkulasi.
Limfosit T, jumlahnya meningkat pada saluran respiratori, memproduksi
sitokin spesifik, di antaranya IL-4, IL-5, IL-9, dan IL-13 yang membantu Remodelling saluran respiratori
proses inflamasi eosinofilik dan produksi IgE oleh limfosit B. Peningkatan Remodelling saluran respiratori merupakan serangkaian proses yang
pada aktifitas sel Th2 mungkin sebagian karena penurunan sel T regulator menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur
yang normalnya menghambat sel Th2. Juga terjadi peningkatan sel inKT, yang
saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan
melepaskan Th1 dalam jumlah banyak dan sitokin Th2.
maturasi struktur sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang
Sel dendritik, menangkap alergen dari permukaan saluran respiratori lalu berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/ transforming
bermigrasi ke kelenjar getah bening regional. Di kelenjar getah bening, mereka growth factors (TGF-β), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas
berinteraksi dengan sel T regulator dan akhirnya menstimulus produksi sel Th2 menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting pada
dari sel T naif.
remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor
Makrofag, jumlahnya meningkat pada saluran napas, dapat diaktivasi oleh pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel
alergen melalui reseptor IgE yang berafinitas rendah untuk memproduksi otot polos saluran respiratori, meningkatkan permeabilitas mikrovaskular,
mediator inflamasi dan sitokin yang memperkuat respons inflamasi. serta memperbanyak vaskularisasi, neovaskular-isasi, dan jaringan saraf.
Neutrofil, jumlahnya meningkat pada saluran respiratori dan dahak pasien Peningkatan deposisi matriks molekul, termasuk kompleks
dengan asma berat dan pasien asma yang merokok, namun peranan patofisiologi proteoglikan pada dinding saluran respiratori, dapat diamati pada pasien
dari sel ini masih belum jelas dan peningkatannya dapat pula disebabkan oleh yang meninggal karena asma dan hal ini secara langsung berhubungan
terapi steroid
dengan lamanya penyakit.

16 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 17


Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel
Penyempitan Saluran Respiratori pada Asma
goblet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama
pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pada
pasien asma memperlihatkan perubahan struktur yang bervariasi yang Kontraksi otot polos saluran respiratori sebagai respons terhadap berbagai
dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Selama ini, asma mediator bronkokonstriksi dan neurotransmiter dan merupakan mekanisme
utama dari penyempitan saluran respiratori dan sebagian besar normal kembali
dipercaya sebagai suatu obstruksi saluran respiratori yang bersifat reversibel.
dengan bronkodilator.
Pada sebagian besar pasien, reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati
pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi steroid. Edema saluran napas disebabkan peningkatan kebocoran mikrovaskuler sebagai
Akan tetapi, beberapa pasien asma mengalami obstruksi saluran respiratori respons terhadap mediator inflamasi. Hal ini kemungkinan sangat berperan
residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukkan gejala. Hal selama eksaserbasi akut.
ini menunjukkan adanya remodelling saluran respiratori. (Gambar 3.2) Penebalan saluran napas karena perubahan struktural, seringkali disebut
remodelling, mungkin penting dalam penyakit yang lebih parah dan tidak
sepenuhnya reversibel dengan terapi yang ada saat ini.
Hipersekresi mukus dapat menyebabkan oklusi luminal (“mucus plugging”)
dan merupakan produk dari peningkatan sekresi mukus dan eksudat inflamasi.

Patofisiologi
Obstruksi saluran respiratori
Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien asma diyakini
merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Obstruksi saluran
respiratori menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali
baik secara spontan maupun setelah pengobatan. Perubahan fungsional
yang terjadi dihubungkan dengan gejala khas pada asma, yaitu batuk,
sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran respiratori terhadap berbagai
rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris
pada saluran respiratori oleh mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk
berulang dapat menjadi satu-satunya gejala asma yang ditemukan (Gambar
3.3).
Gambar 3.2. Inflamasi dan remodeling pada asma (Diambil dari GINA 2002)
Penyempitan saluran respiratori pada asma dipengaruhi oleh banyak
faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratori adalah kontraksi
otot polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel
Remodelling juga merupakan hal penting pada patogenesis inflamasi. Yang termasuk agonis adalah histamin, triptase, prostaglandin D2
hiperreaktivitas saluran respiratori yang nonspesifik, terutama pada pasien dan leukotrien C4 dari sel mast, neuropeptida dari saraf aferen setempat,
yang waktu penyembuhannya lama (lebih dari satu hingga dua tahun) atau dan asetilkolin dari saraf eferen postganglionik. Kontraksi otot polos saluran
yang tidak sembuh sempurna setelah terapi steroid hirupan. respiratori diperkuat oleh penebalan dinding saluran respiratori akibat

18 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 19


Gambar 3.3. Patofisiologi asma bronkial. Seperti pada asma dewasa, asma anak ditandai den-
gan adanya inflamasi saluran respiratori kronik dan remodelling. Hiperresponsivitas saluran
respiratori diperberat oleh kerusakan epitel saluran respiratori yang disebabkan oleh inflamasi.
(Diambil dari: Yuhei H, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese
guideline for childhood asthma. Allergol Int. 2014;63:335-56.)

edema akut, infiltrasi sel-sel inflamasi dan remodelling, hiperplasia dan


hipertrofi kronik otot polos, vaskular, dan sel-sel sekretori, serta deposisi
matriks pada dinding saluran respiratori. Selain itu, hambatan saluran
respiratori juga bertambah akibat produksi sekret yang banyak, kental, dan Gambar 3.4. Remodelling saluran respiratori pada asma (Diambil dari ICON 2012)
lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang keluar
melalui mikrovaskular bronkus, dan debris selular.
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada
bronkus (airway remodelling) terjadi pada saluran respiratori. Inflamasi terjadi secara sekunder, yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain
dicetuskan oleh berbagai faktor, termasuk alergen, virus, olahraga, dll. Faktor itu, inflamasi dinding saluran respiratori terutama daerah peribronkial dapat
tersebut juga menimbulkan respons hiperreaktivitas pada saluran respiratori memperberat penyempitan saluran respiratori selama kontraksi otot polos.
pasien asma. Inflamasi dan hiperreaktivitas menyebabkan obstruksi saluran Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan
respiratori. Meskipun perubahan patofisiologis yang berkaitan dengan asma memberikan stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya
pada umumnya reversibel, penyembuhan sebagian/parsial dapat terjadi. dinaikkan secara progresif, kemudian dilakukan pengukuran perubahan
fungsi paru (PFR atau FEV1). Provokasi/stimulus lain seperti latihan fisis,
Hiperreaktivitas saluran respiratori hiperventilasi, udara kering, aerosol garam hipertonik, dan adenosin tidak
memunyai efek langsung terhadap otot polos (tidak seperti histamin dan
Penyempitan saluran respiratori secara berlebihan merupakan patofisiologi
metakolin) tetapi dapat merangsang pelepasan mediator dari sel mast,
yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang
ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran respiratori. Dikatakan
bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas
hiperreaktif bila dengan cara pemberian histamin didapatkan penurunan
ini belum diketahui. Akan tetapi, kemungkinan berhubungan dengan
FEV1 20% pada konsentrasi histamin kurang dari 8 mg%.
perubahan otot polos saluran respiratori (hiperplasi dan hipertrofi) yang

20 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 21


Daftar Bacaan BAB IV
1. Bousquet J, Jeffery PK, Busse WW, Johnson M, Vignola AM. Asthma: from
bronchoconstriction to airway remodeling. Am J Respir Crit Care Med.
Diagnosis dan
2000;161:1720-45. Klasifikasi
2. Holgate ST, Davies DE, Lackie PM, Wilson SJ, Puddicombe SM, Lordan
JL. Epithelial-mesenchymal interactions in the pathogenesis of asthma. J Al-
lergy Clin Immunol . 2000;105:193-204.
3. Kay AB. Asthma and inflammation. J Allergy Clin Immunol. 1991:87:893-
910. Pengertian
4. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work-
shop Report; 2002. Asma merupakan penyakit respiratori kronik yang heterogen dengan dasar
5. Papadopoulos NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman- inflamasi kronik yang bervariasi luas dalam manifestasi klinis, mekanisme
ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy. inflamasi, patogenesis, dan perjalanan alamiah dengan banyak sekali faktor
2012;67:967-97. yang berperan. Berbagai definisi asma yang ada saat ini sifatnya deskriptif,
6. Platts-Mills TAE, Sporik RB, Chapman MD, Heymann PW. The role of do- menggambarkan gejala kinis dan polanya, disertai patofisiologi dan patologi
mestic allergens. Dalam: The rising trends in asthma. New York: John Wiley dengan derajat rincian yang bervariasi. Perkembangan pemahaman tentang
& sons; 1997. h. 173-90. hal tersebut menyebabkan definisi asma bersifat dinamis dan berubah dari
7. Vignola AM, Chanez P, Campbell AM, Souques F, Lebel B, Enander I, dkk. waktu ke waktu. Pedoman ini menggunakan definisi asma sebagai berikut:
Airway inflammation in mild intermittent and in persistent asthma. Am J
respir Crirt Care Med. 1998;157:403-9.
Asma adalah
Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang mengakibatkan
obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan derajat bervariasi.
Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan
yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada pencetus

Diagnosis
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik diagnosis medis
yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis memegang peranan sangat penting mengingat diagnosis asma
pada anak sebagian besar ditegakkan secara kinis.

Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis
yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma

22 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 23


berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan • Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE
produksi sputum. Chronic recurrent cough (batuk kronik berulang, BKB) spesifik.
dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis asma. Gejala • Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide),
dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis eosinofil sputum.
asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah: • Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin
• Gejala timbul secara episodik atau berulang. hipertonik.
• Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
Batuk/wheezing/sesak napas/ 
(nokturnal). dada tertekan/produksi sputum
• Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan Patut diduga asma bila memenuhi 2 dari 5 kriteria:
pemberian obat pereda asma.  Timbul kronik atau berulang 
 Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring waktu 
• Timbul bila ada faktor pencetus.  Gejala memberat pada malam atau dini hari 
˶˶ Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu  Timbul bila ada pencetus 
 Riwayat alergi pada pasien/keluarga 
dingin, udara kering, makanan minuman dingin, penyedap rasa,
pengawet makanan, pewarna makanan.
Ya  Tidak 
˶˶ Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari.
˶˶ Infeksi respiratori akut karena virus Spirometri/Peak Flow Meter  ‐ Pikirkan diagnosis lain 
˶˶ Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa ‐ Pertimbangkan 
Tersedia  Tidak Tersedia  pemeriksaan berikut 
berlebihan. (sesuai indikasi): 
• Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya. Reverbilitas >12% 
o Uji tuberkulin 
Tidak  Berikan β‐agonis*  o Rontgen toraks 
atau  o Pemeriksaan refluks 
Variabilitas >13%  selama 3‐5 hari 
o CT scan dada/sinus 
Pemeriksaan fisis
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya Ya 
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak,
Ya 
dapat terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) ASMA** Respons 
atau yang terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi Tata laksana 
Tidak  sesuai 
lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula
diagnosis lain 
dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue. Tambah steroid 
sistemik (3‐5 hari) 
Tentukan 
Ya 
Pemeriksaan penunjang derajat penyakit 
dan serangan 
Tidak 
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas Respons 
akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau
adanya atopi pada pasien. asma pada anak
Gambar 4.1. Alur diagnosis
Gambar 4.1. Alur diagnosis asma pada anak
• Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk
Keterangan gambar:
Keterangan gambar:
menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan * β-agonis sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi
* β-agonis sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi
dengan peak flow meter. ** Pasien yang telah didiagnosis asma secara klinis tetap diusahakan untuk dilakukan spirometri
** Pasien yang telah didiagnosis asma secara klinis tetap diusahakan untuk dilakukan spirometri

 
24 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 25
Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk • Aspirasi benda asing
mencari kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberkulin, foto sinus • Vascular ring, laryngeal web
paranasalis, foto Rontgen toraks, uji refluks gastroesofagus, uji keringat, uji
• Disfungsi pita suara
gerakan silia, uji defisiensi imun, CT-scan toraks, endoskopi respiratori
(rinoskopi, laringoskopi, bronkoskopi). • Malformasi kongenital saluran respiratori

Tabel 4.1. Kriteria diagnosis asma anak >5 tahun Patologi bronkus
Gejala Karakteristik • Displasia bronkopulmonal
Wheezing, batuk, sesak napas, dada Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori • Bronkiektasis
tertekan, produksi sputum Gejala berfluktuasi intensitasnya dari waktu ke waktu
Gejala memberat pada malam atau dini hari • Diskinesia silia primer
Gejala timbul bila ada pencetus
• Fibrosis kistik
Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi

Gambaran obstruksi saluran FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)


respiratori FEV1 / FVC ≤ 90% Kelainan sistem organ lain
Uji reversibilitas (pasca Peningkatan FEV1 >12% • Penyakit refluks gastro-esofagus (GERD)
bronkodilator) • Penyakit jantung bawaan
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
• Gangguan neuromuskular
Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR >15%
• Batuk psikogen

Diagnosis banding Klasifikasi


Gejala asma tidak patognomonik, dalam arti dapat juga merupakan gejala
Asma merupakan penyakit yang sangat heterogen dengan variasi yang
penyakit lain sehingga perlu dipertimbangkan diagnosis banding.
sangat luas. Atas dasar itu, ada berbagai cara mengelompokkan asma.

Infeksi dan kelainan imunologis Berdasarkan umur


• Rinitis, rinosinusitis • Asma bayi-baduta (bawah dua tahun)
• Chronic upper airway cough syndrome • Asma balita (bawah lima tahun)
• Infeksi respiratori berulang • Asma usia sekolah (5-11 tahun)
• Bronkiolitis • Asma remaja (12-17 tahun)
• Aspirasi berulang
• Tuberkulosis Berdasarkan fenotip
Fenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan penampakan yang
Obstruksi mekanis serupa dalam aspek klinis, patofisologis, atau demografis.
• Laringomalasia, trakeomalasia • Asma tercetus infeksi virus
• Hipertrofi timus • Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)

26 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 27


• Asma tercetus alergen Berdasarkan keadaan saat ini:
• Asma terkait obesitas • Tanpa gejala
• Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma) • Ada gejala
• Serangan ringan-sedang
Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala • Serangan berat
• Asma intermiten • Ancaman gagal napas
• Asma persisten ringan
• Asma persisten sedang Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari
gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan, atau berbagai
• Asma persisten berat
kombinasi dari gejala-gejala tersebut.

Berdasarkan derajat beratnya serangan


Dalam pedoman ini, klasifikasi berdasarkan umur dibedakan menjadi asma anak
Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami episode gejala dan asma balita, sementara klasifikasi berdasarkan fenotip tidak digunakan
akut yang memberat dengan progresif yang disebut sebagai serangan asma. untuk kepentingan tata kelola. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala
• Asma serangan ringan-sedang dipakai sebagai dasar penilaian awal pasien. Klasifikasi ini sesuai dengan
mayoritas pedoman internasional asma yang ada saat ini. Ini berubah dari
• Asma serangan berat
PNAA sebelumnya yang membagi asma menjadi asma episodik jarang, asma
• Serangan asma dengan ancaman henti napas episodik sering, dan asma persisten.
Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan digunakan sebagai
dasar penentuan tata laksana.
Tabel 4.2. Kriteria penentuan derajat asma
Klasifikasi kekerapan dibuat pada kunjungan-kunjungan awal dan dibuat
berdasarkan anamnesis:
Berdasarkan derajat kendali
Derajat asma Uraian kekerapan gejala asma
Tujuan utama tata laksana asma adalah terkendalinya penyakit. Asma
terkendali adalah asma yang tidak bergejala, dengan atau tanpa obat Intermiten Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
pengendali dan kualitas hidup pasien baik. Persisten ringan Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu

• Asma terkendali penuh (well controlled) Persisten sedang Episode gejala asma >1x/minggu, namun tidak setiap hari
Persisten berat Episode gejala asma terjadi hampir setiap hari
˶˶ Tanpa obat pengendali: pada asma intermiten
˶˶ Dengan obat pengendali: pada asma persisten (ringan/ sedang/
berat)
Keterangan:
• Asma terkendali sebagian (partly controlled)
1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah dibuat diagnosis
• Asma tidak terkendali (uncontrolled) kerja asma dan dilakukan tata laksana umum (pengendalian lingkungan,
Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai penghindaran pencetus) selama 6 minggu.
keberhasilan tata laksana yang tengah dijalani dan untuk penentuan naik 2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal,
jenjang (step up), pemeliharaan (maintenance) atau turun jenjang (step down) tata laksana dapat dilakukan sesuai klasifikasi.
tata laksana yang akan diberikan.
3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal penetapan jenjang
tata laksana jangka panjang.

28 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 29


4. Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan, masukkan Penulisan diagnosis pasien asma
ke dalam klasifikasi lebih berat.

Tabel 4.3. Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015

PNAA 2004 PNAA 2015


Episodik Jarang Intermiten
Episodik Sering Persisten Ringan
Persisten Persisten Sedang
Persisten Berat

Tahapan penegakan diagnosis asma


1. Diagnosis: Asma Daftar Bacaan
Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak (Gambar 4.1), kemudian diberi
tata laksana umum yaitu penghindaran pencetus, pereda, dan tata 1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman-
ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy.
laksana penyakit penyulit.
2012;67:976-97.
2. Diagnosis klasifikasi kekerapan 2. ERS Task Force. Definition, assessment, and treatment of wheezing dis-
Dibuat dalam waktu 6 minggu setelah dibuat diagnosis asma, dapat orders in preschool children: an evidence based approach. Eur Respir J.
kurang dari 6 minggu bila informasi klinis sudah kuat. Untuk dapat 2008;32:1096-110.
menilai derajat kekerapan dengan lebih akurat, minimal pasien sudah 3. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma man-
mengalami gejala asma selama 6 bulan. agement and prevention 2014. Diunduh dari: www.ginasthma.org
4. 4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T,
Diagnosis kekerapan yang dibuat pada saat awal akan menetap dari
dkk. Japanese guideline for childhood asthma 2014. Allergol Int. 2014;63:335-
waktu ke waktu. Akan tetapi, bila dalam pelaksanaan tata laksana 56.
jangka panjang, kekerapan gejala jelas mengalami perubahan maka
derajat kekerapannya dapat berubah menjadi derajat yang lebih rendah
atau tinggi.
3. Diagnosis derajat kendali
Dibuat setelah 6 minggu menjalani tata laksana jangka panjang awal
sesuai klasifikasi kekerapan

30 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 31


BAB V Obat pengendali digunakan untuk mencegah serangan asma. Obat
ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi respiratori kronik,
Tata Laksana sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Obat ini digunakan secara
terus menerus dalam jangka waktu yang relatif lama, bergantung pada
Jangka Panjang kekerapan gejala asma dan respons terhadap pengobatan/penanggulangan.
Obat pengendali asma terdiri dari steroid inhalasi, antileukotrien,
kombinasi steroid–agonis b2 kerja panjang, teofilin lepas lambat, dan anti-
imunoglobulin E.

Tujuan tata laksana


Cara pemberian obat
Tujuan tata laksana jangka panjang asma anak secara umum adalah Idealnya obat asma diberikan secara inhalasi, yang dapat diberikan
mencapai kendali asma dan mengurangi risiko serangan, penyempitan menggunakan nebuliser, inhalasi dosis terukur/metered dose inhaler (MDI),
saluran respiratori yang menetap dan efek samping pengobatan, sehingga atau dry powder inhaler (DPI). Pemilihan jenis alat inhalasi disesuaikan
menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. dengan umur, kemampuan dan keadaan pasien serta mempertimbangkan
Secara lebih rinci, tujuan yang ingin dicapai adalah: efikasi obat, keamanan, kenyamanan penggunaan, ketersediaan dan biaya.
1. Aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga. Inhalasi dosis terukur/metered dose inhaler (MDI) dengan spacer merupakan
2. Gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari. pilihan utama karena memberikan kenyamanan kepada pasien, jumlah obat
yang mencapai paru lebih banyak, risiko dan efek samping minimal, serta
3. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan.
biaya lebih murah. Perlu dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali.
4. Efek samping obat dapat dicegah untuk tidak atau sesedikit mungkin Tabel 5.1 memperlihatkan anjuran jenis alat inhalasi menurut usia.
terjadi, terutama yang memengaruhi tumbuh kembang anak.
Tabel 5.1. Jenis alat inhalasi sesuai usia

Garis besar tata laksana Umur Alat inhalasi


<5 tahun • Nebuliser dengan masker
Tata laksana jangka panjang pada asma anak dibagi menjadi tata laksana • Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer: aerochamber, optichamber,
nonmedikamentosa dan tata laksana medikamentosa. Tata laksana babyhaler

nonmedikamentosa berupa pengendalian lingkungan dan penghindaran 5−8 tahun • Nebuliser dengan mouth piece
• MDI dengan spacer
pencetus akan dijelaskan secara lebih lanjut dalam Bab VII, sedangkan tata • Dry Powder Inhaler (DPI): diskhaler, easyhaler, swinghaler, turbuhaler
laksana medikamentosa akan dibahas lebih lanjut dalam bab ini. >8 tahun • Nebuliser dengan mouth piece
• MDI dengan atau tanpa spacer
• DPI: diskhaler, swinghaler, turbuhaler
Tata laksana medikamentosa
Obat asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat pereda Pemakaian spacer mengurangi deposisi obat dalam mulut (orofaring)
(reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda disebut juga sebagai sehingga jumlah obat yang tertelan berkurang dan akan mengurangi
obat pelega atau obat serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan efek sistemik. Sebaliknya, deposisi obat dalam paru lebih baik sehingga
serangan atau gejala asma bila sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi didapatkan efek terapeutik yang lebih baik. Selain itu pemakaian spacer akan
dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini dihentikan. mengatasi masalah kesulitan teknik pemakaian MDI. Obat hirupan dalam
bentuk bubuk kering/dry powder inhaler (DPI) seperti diskhaler, swinghaler,

32 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 33


turbuhaler, dan easyhaler memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk Tabel 5.2. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asma
ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Obat Dosis harian (ug)
Jika spacer seperti volumatic, nebuhaler, aerochamber, babyhaler, autohaler Rendah Sedang Tinggi
Dewasa dan remaja (12 tahun atau lebih)
tidak dapat atau sulit diperoleh, spacer dapat dibuat dari gelas plastik
Beclometasone dipropionate (CFC)* 200-500 > 500-1000 > 1000
atau botol plastik dengan volume 500 mL yang menurut penelitian sama Beclometasone dipropionate (HFA)* 100-200 > 200-400 > 400
efektifnya dengan MDI yang disertai spacer konvensional. Spacer seperti ini Budesonide (DPI) 200-400 > 400-800 > 800
terutama ditujukan untuk digunakan di negara berkembang karena dapat Ciclesonide (HFA) 80-160 > 160-320 > 320
dibuat sendiri. Fluticasone propionate (DPI) 100-250 > 250-500 > 500
Fluticasone propionate (HFA) 100-250 > 250-500 > 500
Mometasone furoate 110-220 > 220-440 > 440
Obat pengendali asma Triamcinolone acetonide 400-1000 > 1000-2000 > 2000
a. Steroid inhalasi Anak usia 6-11 tahun
Beclometasone dipropionate (CFC)* 100-200 > 200-400 > 400
Steroid inhalasi dapat menekan inflamasi saluran respiratori dan Beclometasone dipropionate (HFA)* 50-100 > 100-200 > 200
merupakan obat pengendali asma yang paling efektif. Pemberian steroid Budesonide (DPI) 100-200 > 200-400 > 400
inhalasi setara dosis budesonid 100-200 µg per hari dapat menurunkan Budesonide (Nebules) 250-500 > 500-1000 > 1000
Ciclesonide 80 > 80-160 > 160
angka kekambuhan asma dan memperbaiki fungsi paru pada pasien
Fluticasone propionate (DPI) 100-200 > 200-400 > 400
asma. Beberapa pasien asma memerlukan dosis steroid inhalasi 400 Fluticasone propionate (HFA) 100-200 > 200-500 > 500
µg per hari untuk mengendalikan asma dan mencegah timbulnya Mometasone furoate 110 > 220-440 > 440
serangan asma setelah berolahraga. Pada anak yang berusia di atas 5 Triamcinolone acetonide 400-800 > 800-1200 > 1200
tahun, steroid inhalasi dapat mengendalikan asma, menurunkan angka CFC: chlorofluoorocarbon propellant; DPI: dry powder inhaler;
kekambuhan, mengurangi risiko masuk rumah sakit, memperbaiki HFA: hydrofluoroalkane propellant
*Beclometasone dipropionate CFC dimasukkanuntuk perbandingan
kualitas hidup, memperbaiki fungsi paru, dan menurunkan serangan Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2015
asma akibat berolahraga. Steroid inhalasi atau sistemik tidak digunakan
untuk asma intermiten dan wheezing akibat infeksi virus.
Steroid inhalasi sebagai obat pengendali asma tidak memengaruhi
tinggi badan dan densitas tulang, namun demikian anak asma yang b. Agonis b2 kerja panjang (long acting β2-agonist, LABA)
mendapatkan steroid inhalasi jangka panjang (terutama dosis tinggi)
Sebagai pengendali asma, agonis β2 kerja panjang tidak digunakan
perlu dipantau pertumbuhan (persentil tinggi badan dan berat badan)
sebagai obat tunggal melainkan selalu bersama steroid inhalasi.
setiap tahun. Kandidiasis oral dan suara parau sebagai efek samping
Kombinasi agonis β2 kerja panjang dengan steroid inhalasi terbukti
dapat dicegah dengan cara berkumur setiap selesai pemberian steroid
memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka kekambuhan asma.
inhalasi lalu membuang air bekas berkumur tersebut.
Preparat kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang pada anak asma
Steroid inhalasi umumnya diberikan dua kali dalam sehari, kecuali yang berusia di atas 5 tahun, diberikan bila steroid inhalasi dosis rendah
ciclesonide yang diberikan sekali sehari. Ciclesonide merupakan preparat tidak menghasilkan perbaikan. Pemberian kombinasi steroid-agonis β2
steroid inhalasi yang relatif baru, efek sistemik minimal dan deposisi obat kerja panjang dalam satu kemasan memberikan hasil pengobatan yang
di orofaring lebih sedikit dibanding preparat steroid inhalasi yang lain; lebih baik dibandingkan steroid inhalasi dan agonis β2 kerja panjang
namun obat ini belum tersedia di Indonesia. Efikasi dan keamanannya dalam sediaan terpisah. Penelitian penggunaan kombinasi steroid-
dibanding preparat yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut. agonis β2 kerja panjang pada anak balita masih terbatas.

34 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 35


Kombinasi steroid-agonis β2 kerja panjang inhalasi juga dapat sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam plasma
digunakan untuk mencegah spasme bronkus yang dipicu olah raga perlu dimonitor. Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa mual,
dan mampu memproteksi lebih lama dibandingkan agonis β2 inhalasi muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut,
kerja pendek. Formoterol memiliki awitan kerja yang cepat sehingga dan diare. Efek samping teofilin lepas lambat terutama timbul pada
walaupun formoterol merupakan agonis β2 kerja panjang, namun dapat pemberian dosis tinggi, di atas 10 mg/kgBB/hari.
berfungsi sebagai obat pereda.

e. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
c. Antileukotrien
Anti-IgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang mampu
Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl-leukotrien mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa dan anak
1 (CysLT1) seperti montelukast, pranlukast, dan zafirlukast, serta di atas usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien asma yang
inhibitor 5-lipoksigenase seperti zileuton. Antileukotrien yang telah mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2 kerja panjang
aman untuk anak adalah montelukast. Studi klinik menunjukkan namun masih sering mengalami eksaserbasi dan terbukti asma karena
antileukotrien pada pasien asma memiliki efek bronkodilatasi yang kecil alergi. Omalizumab diberikan secara injeksi subkutan setiap dua sampai
dan bervariasi, mengurangi gejala termasuk batuk, memperbaiki fungsi empat minggu. Reaksi anafilaksis dapat terjadi dini ketika pemberian
paru, mengurangi inflamasi jalan napas dan mengurangi eksaserbasi. dosis pertama, tapi juga dapat terjadi setelah pemberian selama satu
Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara umum tahun. Karena adanya risiko anafilaksis, pemberian omalizumab harus
tidak lebih unggul dibanding steroid inhalasi. Jika digunakan sebagai di bawah pengawasan dokter spesialis.
obat pengendali tunggal, efeknya lebih rendah dibandingkan dengan Omalizumab terbukti memperbaiki gejala asma pada asma persisten
steroid inhalasi. Kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien dapat sedang dan berat yang disebabkan oleh karena alergi. Pemberian
menurunkan angka serangan asma dan menurunkan kebutuhan dosis omalizumab akan menurunkan kebutuhan steroid inhalasi dan
steroid inhalasi. Antileukotrien dapat mencegah terjadinya serangan menurunkan angka serangan asma. Pemberian anti-IgE membutuhkan
asma akibat berolahraga (exercise induced asthma, EIA) dan obstructive beberapa kali dosis penyuntikan dan relatif mahal. Efek samping yang
sleep apnea (OSA). Antileukotrien juga dapat mencegah serangan pernah dilaporkan antara lain urtikaria, kemerahan, gatal. Belum
asma akibat infeksi virus pada anak balita. Pemberian kombinasi dilakukan penelitian jangka panjang (di atas satu tahun) untuk efikasi
steroid inhalasi dan antileukotrien pada asma persisten kurang efektif anti-IgE.
dibandingkan dengan steroid inhalasi dosis sedang. Pemberian
antileukotrien tunggal dapat diberikan sebagai alternatif pemberian
steroid inhalasi, misalnya pada anak yang tidak dapat menggunakan Jenjang tata laksana asma jangka panjang
alat inhalasi atau ada kontraindikasi pemakaian steroid.
Tata laksana asma jangka panjang dilakukan secara berjenjang seperti yang
ditampilkan pada gambar 5.1. Langkah awal sebelum menentukan jenjang
d. Teofilin lepas lambat tata laksana yang akan diberikan adalah menentukan klasifikasi kekerapan
asma (asma intermiten, asma persisten ringan, sedang atau berat). Obat
Kombinasi steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan memperbaiki
pengendali diberikan seusai dengan jenjangnya, sedangkan obat pereda
kendali asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak
diberikan pada semua jenjang bila ada gejala atau serangan asma. Di samping
dengan asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih dianjurkan
itu, tata laksana nonmedikamentosa (penghindaran faktor pencetus) dan
untuk pengendalian asma karena kemampuan absorbsi dan bioavaibilitas
pengobatan penyakit penyerta juga dilakukan pada semua jenjang.
yang lebih baik. Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar individu

36 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 37


Keterangan:
1. Acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka panjang menggunakan
klasifikasi kekerapan.
2. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 6-8
minggu dan asma belum terkendali, maka tata laksana naik jenjang ke
atasnya (step up).
3. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 8-12
minggu dan asma terkendali penuh, maka tata laksana turun jenjang ke
bawahnya (step down).

Keterangan gambar: ICS (inhaled corticosteroids, steroid inhalasi); LTRA (Leu-


kotriene Receptor Antagonist); SABA (short acting beta agonist, agonis β2 kerja
Gambar 5.1. Jenjang dalam tata laksana asma jangka panjang pada anak usia >5 tahun
4. Perubahan jenjang tata laksana harus memperhatikan aspek-aspek
penghindaran, penyakit penyerta, dan keteraturan penggunaan obat
5. Pada Jenjang 4, jika belum terkendali, tata laksana ditambahkan
omalizumab.

pendek); LABA (long acting beta agonist, agonis β2 kerja panjang)


Jenjang 1
Jenjang 1 diindikasikan sebagai terapi awal pada pasien dengan asma
intermiten. Jenjang 1 juga dapat diterapkan pada pasien yang telah terkendali
penuh (lihat Tabel 5.3) tanpa obat pengendali.
Pada jenjang 1 pasien hanya mendapatkan obat pereda berupa inhalasi
agonis β2 kerja pendek apabila mengalami serangan asma. Sebagai alternatif
obat pereda bisa diberikan obat inhalasi agonis β2 kerja pendek kombinasi
dengan ipratropium bromida, agonis β2 kerja pendek oral, atau teofilin
kerja pendek oral. Pada pasien yang memiliki faktor risiko serangan asma
(misalnya pernah dirawat di ICU karena asma) dapat dipertimbangkan
pemberian steroid inhalasi dosis rendah.
Bila setelah tata laksana jenjang 1 dilaksanakan selama 6-8 minggu
asma tidak terkendali penuh, anak memerlukan obat pengendali asma
(jenjang 2).

Jenjang 2
Jika pada saat awal penilaian anak didiagnosis sebagai asma persisten ringan,
tata laksana dimulai dari jenjang 2. Pilihan utama obat pengendali pada
jenjang ini adalah steroid inhalasi dosis rendah, sedangkan sebagai pilihan
lain dapat diberikan antileukotrien yang diberikan pada pasien asma yang
tidak memungkinkan menggunakan steroid inhalasi atau pada pasien asma
disertai rinitis alergi.

38 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 39


Jenjang 3 Tata laksana asma berdasar derajat kendali mempertimbangkan dua
Jenjang 3 diindikasikan sebagai terapi awal pada anak dengan asma domain kendali asma, yaitu kendali gejala asma dan penilaian risiko di masa
persisten sedang atau anak yang tidak terkendali dengan terapi jenjang 2. datang (Tabel 5.3).
Pilihan utama obat pengendali pada jenjang 3 untuk anak berusia di atas
5 tahun ialah kombinasi steroid dosis rendah-agonis β2 kerja panjang. Tabel 5.3. Derajat kendali penyakit asma
Pilihan lainnya ialah dengan menaikkan dosis steroid inhalasi pada dosis A. Kendali gejala asma (Dalam 6-8 minggu terakhir)
menengah. Selain itu dapat diberikan kombinasi steroid inhalasi dosis Manifestasi Klinis Terkendali penuh Terkendali Tidak terkendali
rendah-antileukotrien atau kombinasi steroid inhalasi dosis rendah-teofilin dengan/tanpa obat sebagian
pengendali (Minimal satu
lepas lambat. (Bila semua kriteria kriteria
terpenuhi) terpenuhi)
Gejala siang hari Tidak pernah >2 kali Tiga atau lebih
Jenjang 4 (<2 kali/minggu) /minggu kriteria terkendali
sebagian
Jenjang 4 diindikasikan sebagai terapi awal pada anak dengan asma persisten Aktivitas terbatas Tidak ada Ada
berat atau anak yang tidak terkendali dengan jenjang 3. Pasien asma yang Terbangun malam Tidak ada Ada
hari karena asma
tidak berhasil dikendalikan pada jenjang 3 sebaiknya dirujuk kepada dokter
Pemakaian pereda Tidak ada >2 kali/
spesialis anak konsultan respirologi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pada (<2 kali/minggu) minggu
saat ini pasien asma dikategorikan sebagai asma sulit (difficult–to-treat
asthma). Pilihan utama obat pengendali pada jenjang 4 ialah kombinasi B. Penilaian risiko perjalanan asma (risiko eksaserbasi, ketidakstabilan, penurunan
steroid inhalasi dosis menengah-agonis β2 kerja panjang. Menaikkan fungsi paru, efek samping)
dosis steroid inhalasi dari dosis sedang ke dosis tinggi hanya memberikan Asma yang tidak terkendali, sering eksaserbasi, pernah masuk ICU karena asma, FEV
yang rendah, paparan terhadap asap rokok, mendapat pengobatan dosis tinggi 1
sedikit perbaikan. Keputusan ini dapat dilaksanakan setelah pemberian
steroid inhalasi dosis sedang-agonis β2 kerja panjang diberikan selama 6-8
minggu. Pilihan lain pada jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis
tinggi-antileukotrien atau kombinasi steroid inhalasi dosis tinggi-teofilin
lepas lambat. Pada jenjang ini dapat dipertimbangkan penambahan anti- Daftar Bacaan
imunoglobulin E (omalizumab) yang dapat memperbaiki pengendalian
asma yang disebabkan karena alergi. 1. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma man-
agement and prevention 2014. Diunduh dari: www.ginasthma.org.
2. FitzFerald M. Global strategy for asthma management and prevention up-
date; 2012.
Prinsip evaluasi tata laksana jangka panjang asma 3. Barry PW, Fouroux B, Pederson S, O’Callaghan C. Nebulizers in childhood.
Pengendalian asma harus dipantau teratur tergantung keadaan pasien, Eur Respir Rev. 2000;10:527-35.
derajat asma, dan penyakit lain yang menyertai asma. Pada umumnya pasien 4. Zar HJ, Asmus MJ, Weinberg EG. A 500-ml plastic bottle: An effective
dipantau setiap bulan dan pencapaian perbaikan setelah 3 bulan. Selain jenis spacer for children with asthma. Pediatr Aleergy Immunol. 2002;13:217-22.
obat, dosis obat, cara pemberian obat dan kepatuhan, pasien asma senantiasa 5. Zar HJ, Streun S, Levin M, Weinberg EG, and Swingler GH. Randomised
perlu dipantau bagaimana upaya penghindaran faktor pencetus dan adanya controlled trial of the efficacy of a metered dose inhaler with bottle spacer for
penyakit penyerta asma. Penurunan dosis steroid dipertimbangkan setiap bronchodilator treatment in acute lower airway obstruction. Arch Dis Child.
8-12 minggu dengan penurunan dosis sebesar 25-50%. 2007;92:142-6.

40 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 41


BAB VI edema mukosa karena inflamasi saluran respiratori, dan sumbatan mukus.
Sumbatan tidak terjadi secara merata di seluruh paru, sehingga dapat
Tata Laksana terjadi atelektasis segmental atau subsegmental. Perubahan tahanan saluran
respiratori yang juga tidak merata di seluruh bronkus, menyebabkan tidak
Serangan Asma padu padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch).
Ventilasi (V) berkurang, sedangkan perfusi (Q) tetap berlangsung yang
mengakibatkan rasio V/Q rendah, kurang dari 0,8.
Penyempitan saluran respiratori menyebabkan peningkatan tahanan
saluran respiratori, terperangkapnya udara (air trapping), dan distensi paru
Definisi yang berlebihan (hiperinflasi). Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan
Asma dalam serangan adalah episode peningkatan yang progresif compliance paru sehingga terjadi peningkatan kerja napas. Tekanan
(perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada intrapulmonal meningkat karena ekspirasi tertahan melalui saluran
tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Serangan asma respiratori yang menyempit dan hal ini dapat makin mempersempit atau
biasanya mencerminkan gagalnya tata laksana asma jangka panjang, dan atau menyebabkan penutupan dini saluran respiratori, sehingga meningkatkan
adanya pajanan dengan pencetus dalam dosis besar. Derajat serangan asma risiko terjadinya pneumotoraks akibat distensi alveoli yang berlebihan.
bermacam-macam, mulai dari serangan ringan-sedang hingga serangan Peningkatan tekanan intratorakal mungkin memengaruhi arus balik vena
berat yang disertai ancaman henti napas. dan mengurangi curah jantung, yang kemudian bermanifestasi sebagai
pulsus paradoksus.

Tujuan tata laksana asma dalam serangan


Pencetus
Asma dalam serangan bersifat akut dan merupakan kegawatan medis yang
Bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi berlebihan
lazim dijumpai di unit gawat darurat (UGD). Perlu ditekankan bahwa
asma serangan berat dapat dicegah, setidaknya dapat dikurangi dengan Obstruksi saluran respiratori
pengenalan dini dan terapi intensif.
Tujuan tata laksana serangan asma antara lain sebagai berikut:    
• Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin Ventilasi tidak seragam
Hiperinflasi paru 
• Mengurangi hipoksemia Ventilasi‐perfusi
Atelektasis 
• Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya tidak padu padan  Gangguan compliance 
• Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka panjang untuk Penurunan surfaktan  Hipoventilasi alveolar Peningkatan  
mencegah kekambuhan kerja napas 
Vasokonstriksi  Asidosis ↑PaCO2   
pulmonal 
↓ PaO2
Patofisiologi serangan asma  
Kejadian utama pada saat serangan asma adalah obstruksi saluran respiratori   Gambar 6.1. Patofisiologi serangan asma
yang luas, yang disebabkan oleh kombinasi dari spasme otot polos bronkus, (Sumber: Nelson Textbook of Pediatric, Edisi ke-15)
 

 
42 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 43
 
Ventilasi-perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan Tabel 6.1. Derajat keparahan serangan asma
peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan pada gas darah. Pada awal Asma serangan Asma serangan berat Serangan asma dengan
serangan, untuk mengompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga ringan-sedang ancaman henti napas
kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratori. Selanjutnya • Bicara dalam kalimat • Bicara dalam kata Kriteria asma serangan berat
• Lebih senang duduk • Duduk bertopang terpenuhi ditambah dengan:
pada obstruksi saluran respiratori yang lebih berat, akan terjadi kelelahan daripada berbaring lengan • Mengantuk
otot respiratori dan hipoventilasi alveolar sehingga terjadi hiperkapnia dan • Tidak gelisah • Gelisah • Letargi
• Frekuensi napas • Frekuensi napas • Suara napas tak
asidosis respiratori. Jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau meningkat meningkat terdengar
nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda • Frekuensi nadi meningkat • Frekuensi nadi
kelelahan dan ancaman gagal napas (respiratory failure). Selain itu, dapat • Retraksi minimal meningkat
• SpO2 (udara kamar): • Retraksi jelas
terjadi asidosis metabolik akibat hipoksia jaringan dan produksi asam laktat • 90-95% • SpO2 (udara kamar):
oleh otot respiratori. • PEF > 50% prediksi atau • < 90%
terbaik • PEF < 50% prediksi
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, atau terbaik
namun jarang terjadi komplikasi corpulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi
dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang sampai Kotak 6.1. Pasien risiko tinggi
sangat rendah, sehingga meningkatkan risiko terjadinya atelektasis.
Beberapa pasien memiliki risiko tinggi untuk mengalami serangan asma yang
Patofisiologi asma dalam serangan dapat dilihat pada Gambar 6.1.
dapat mengancam nyawa. Keadaan tersebut harus segera diidentifikasi dan bila
didapatkan, dicatat di rekam medis, di antaranya adalah pasien dengan riwayat:
• Serangan asma yang mengancam nyawa
• Intubasi karena serangan asma
Penilaian derajat asma dalam serangan • Pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum
• Serangan asma berlangsung dalam waktu yang lama
Selain berdasarkan kekerapan serangan dan obat yang digunakan sehari-
• Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti)
hari, klasifikasi asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat keparahan
• Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit (RS) karena asma dalam
serangan, yang terbagi menjadi asma serangan ringan-sedang, asma setahun terakhir
serangan berat, dan asma dalam serangan dengan ancaman henti napas. Jadi • Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
perlu dibedakan antara derajat penyakit asma (aspek kronik) dengan derajat • Berkurangnya persepsi tentang sesak napas
asma dalam serangan (aspek akut). Seorang pasien asma persisten dapat • Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial
hanya mengalami asma serangan ringan-sedang. Sebaliknya, mungkin saja • Alergi makanan dengan gejala yang berat
seorang pasien asma intermiten mengalami asma serangan berat, bahkan
asma dengan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan
kematian. Kriteria untuk menentukan derajat keparahan serangan asma
pada anak dapat ditentukan bila memenuhi gejala yang tercantum pada
Tahapan tata laksana asma dalam serangan
tabel berikut ini.
The Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tata laksana serangan
asma menjadi dua, yaitu tata laksana di rumah dan di fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes)/IGD RS, yang juga dijadikan acuan pada pedoman
ini. Tata laksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri
di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien yang memunyai pendidikan
yang cukup dan sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur.

44 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 45


Akan tetapi, pemberian wewenang tatalaksana di rumah ini juga harus Tata laksana yang dapat dilakukan pasien/orang tua di rumah:
dibatasi, maka apabila setelah dilakukan inhalasi dua kali tidak memunyai Jika tidak ada keadaan seperti pada kotak 6.1, berikan inhalasi agonis β2
respons yang baik, maka dianjurkan untuk mencari pertolongan medis di kerja pendek, via nebuliser atau dengan MDI + spacer (Kotak 6.3), sebagai
klinik atau rumah sakit. berikut:
Secara ringkas, tahapan tata laksana asma dalam serangan, menurut
lokasi adalah: A. Jika diberikan via nebuliser
• Tata laksana di rumah ˶˶ Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responsnya. Bila gejala (sesak
• Tata laksana gawat darurat di fasyankes/UGD napas dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu kali.
• Tata laksana selama rawat inap di RS ˶˶ Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian
sekali lagi
˶˶ Tata laksana di ruang rawat sehari
˶˶ Tata laksana di ruang rawat inap ˶˶ Jika dengan 2 kali pemberian agonis β2 kerja pendek via nebuliser
˶˶ Kriteria rawat di ruang intensif belum membaik, segera bawa ke fasyankes/UGD
B. Jika diberikan via MDI + spacer
Tata laksana di rumah ˶˶ Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer dengan dosis: 2-4
Semua pasien/orangtua pasien asma seharusnya diberikan edukasi tentang semprot. Berikan semprotan pertama obat ke dalam spacer diikuti
bagaimana memantau gejala asma, gejala-gejala serangan asma dan rencana 6-8 tarikan napas melalui sambungan untuk perlekatan ke wajah,
tata laksana asma yang diberikan tertulis (asthma action plan, AAP). Saat antar muka (interface) berupa masker atau mouthpiece. Lanjutkan
edukasi dan “rencana aksi asma” (RAA) tertulis harus disampaikan dengan semprotan kedua, dengan sebelumnya mengocok MDI, baru
jelas tentang jenis obat dan dosisnya serta kapan orangtua harus segera menyemprot ulang. Pemberian semprotan hingga 4 kali berturut
membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan. turut (1 siklus), setara dengan 1 kali nebulisasi. Tunggu 30 menit,
Orangtua perlu diberikan edukasi untuk memberikan pertolongan bila belum ada respons berikan semprot berikutnya dengan
pertama asma dalam serangan saat di rumah. Tata laksana asma dalam cara yang sama.
serangan yang dilakukan di rumah ini penting agar pasien dapat segera ˶˶ Jika membaik dengan dosis ≤4 semprot, inhalasi dihentikan. Jika
mendapatkan pertolongan dan mencegah terjadinya serangan yang lebih gejala belum membaik dalam 30 menit, berikan semprot berikutnya
berat. Namun demikian, perlu ditekankan kepada pasien/orang tua, dengan siklus yang sama.
seberapa jauh kewenangan pasien/orang tua dalam tata laksana awal ˶˶ Jika gejala tidak membaik dengan dosis 2 kali 2-4 semprotan,
serangan asma di rumah ini. Tenaga medis/dokter juga harus menilai segera bawa ke fasyankes/UGD.
seberapa baik pemahaman dan ketaatan pasien/orang tua tentang tata
laksana serangan asma di rumah untuk memastikan pasien mendapatkan
Kotak 6.3. Efektivitas pemberian agonis β2 kerja pendek via MDI + spacer
tata laksana yang adekuat di rumah. Pada beberapa keadaan (Kotak 6.2),
pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat, tidak menunggu respons Pemberian agonis β2 kerja pendek via MDI dan spacer memunyai efektivitas
terapi yang diberikan di rumah. yang sama dengan pemberian via nebuliser, dengan catatan:
• Pasien tidak dalam asma serangan berat atau ancaman henti napas
• Pasien dapat menggunakan MDI dengan spacer
Kotak 6.2. Kondisi keadaan pasien yang harus segera dibawa ke fasyankes • Sebaiknya menggunakan spacer yang baru atau sebelumnya dicuci dengan
Pasien harus segera dibawa ke fasyankes terdekat jika: air deterjen dan dikeringkan di udara kamar
• Bila tidak tersedia spacer, dapat digunakan botol atau gelas plastik 500 ml
• Pasien memunyai satu atau lebih faktor risiko [Kotak 6.1]
sebagai pengganti spacer.
• Pasien mengalami serangan akut berat (sesak berat)

46 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 47


Tata laksana gawat darurat di fasyankes/UGD Pemeriksaan penunjang
Alur tata laksana serangan asma di fasyankes ditunjukkan di Gambar 6.2. • Di fasyankes primer dan UGD RS
Lakukan anamnesis singkat dan terfokus serta pemeriksaan fisis yang ˶˶ Jika tersedia, periksa saturasi oksiden dengan pulse oximetry.
relevan bersamaan dengan pemberian terapi awal. Hasil anamnesis dan Saturasi oksigen <94% mengindikasikan pentingnya pemberian
pemeriksaan fisis harus dicatat di rekam medis. Jika pasien menunjukkan oksigen, sedangkan saturasi <90% merupakan tanda serangan berat
tanda serangan berat atau mengancam nyawa, segera rujuk ke fasilitas yang memerlukan tindakan yang agresif.
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.

• Di UGD RS
Anamnesis ˶˶ Spirometri (jika ada)
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan informasi berikut:
Pemeriksaan uji fungsi paru merupakan salah satu pemeriksaan
• Waktu mulainya dan pemicu serangan saat ini (jika diketahui) yang direkomendasikan pada serangan asma, sayangnya belum
• Gejala-gejala untuk menilai keparahan serangan, termasuk keterbatasan semua RS di Indonesia memunyai alat spirometri untuk anak,
aktifitas fisis, adanya gejala anafilaksis dan jika tersedia, pemeriksaan ini belum rutin dikerjakan. Jika alat
• Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian (Kotak 6.1) tersedia dan kondisi pasien memungkinkan, PEF atau FEV1 dinilai
sebelum diberikan terapi. Selanjutnya spirometri dilakukan satu
• Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini (misal berapa
jam setelah pemberian terapi awal dan diperiksa berkala sampai
kali sudah dilakukan terapi inhalasi di rumah baik dengan nebuliser
respons terhadap terapi komplit.
ataupun MDI dengan spacer)
• Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini, pengobatan
yang dipakai saat ini (obat pereda dan obat pengendali), termasuk dosis ˶˶ Analisis gas darah
dan alat inhalasi yang dipakai, ketaatan, peningkatan dosis dan respons Pemeriksaan ini tidak rutin diperlukan dan hanya dipertimbangkan
terhadap pengobatan yang dipakai saat ini jika FEV1 <50% prediksi, atau pada pasien dengan asma serangan
berat, atau pasien yang menetap atau memburuk dengan terapi
Pemeriksaan fisis awal. Hasil PaO2 <60 mmHg (8 kPa) dan PaCO2 normal atau
meningkat (khususnya >45 mmHg, 6 kPa) merupakan petanda
• Tanda vital dan derajat serangan (Gambar 6.2), meliputi: derajat
gagal napas.
kesadaran, suhu, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah,
kemampuan bicara lengkap satu kalimat, retraksi dinding dada dan
wheezing ˶˶ Rontgen toraks
• Tanda komplikasi atau penyakit penyerta (anafilaksis, pneumonia, Pemeriksaan Rontgen toraks tidak rutin dilakukan pada pasien
pneumotoraks) dengan serangan asma. Pemeriksaan ini dipertimbangkan pada
• Tanda dari kondisi lain yang dapat menjadi penyebab distres respirasi serangan berat atau jika dicurigai terjadi komplikasi (misalnya
(misalnya tanda gagal jantung, inhalasi benda asing, obstruksi saluran pneumotoraks) atau ada kondisi lain (misalnya pneumonia atau
napas atas) inhalasi benda asing) yang menyertai dan/atau ada ancaman henti
napas yang tidak membaik dengan terapi. Kecurigaan ini perlu
diperhatikan pada anak yang disertai demam, tidak ada riwayat
keluarga dengan asma, dan wheezing unilateral.

48 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 49




Gambar 6.2. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak

Gambar 6.2. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada
di fasyankes/UGD dan rumah sakit
fasyankes/UGD dan rumah sakit (lanjutan)
Gambar 6.2. Alur tata laksana gawat darurat serangan asma pada anak Gambar 6.2. Alur tata
laksana gawat darurat serangan asma pada anak di
di fasyankes/UGD dan rumah sakit fasyankes/UGD
  dan rumah sakit (lanjutan)
 

50 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 51


Keterangan alur: Tata laksana asma serangan ringan-sedang
PERINGATAN PEMBERIAN STEROID SISTEMIK Pada pasien yang memenuhi kriteria gejala klinis untuk asma serangan
• Steroid sistemik hanya diberikan pada serangan asma ringan-sedang, sebagai tindakan awal pasien diberikan agonis β2 kerja
pendek lewat nebulisasi atau MDI dengan spacer, yang dapat diulang hingga

!
• Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah
mendapat steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah 2 kali dalam 1 jam, dengan pertimbangan untuk menambahkan ipratropium
indikasi steroid oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan bromida pada nebulisasi ketiga. Pasien diobservasi, jika tetap baik pasien
kemungkinan pasien sudah memerlukan obat pengendali. dapat dipulangkan. Apabila pasien tidak membaik dengan 3 kali pemberian
inhalasi agonis β2, dapat dipertimbangkan pemasangan jalur parenteral.
**Tabel 6.2. Pilihan dan dosis steroid untuk serangan asma
Nama Generik Sediaan Dosis Tindak lanjut
Metilprednisolon tablet 4 mg, 1-2mg/kgBB/hari, tiap 6 jam a. Jika respon baik, pasien dipulangkan
tablet 8 mg
Metilprednisolon vial 125 mg, 1-2 mg/kgBB, tiap 12 jam, ˶˶ Saat pulang, pasien dibekali dengan obat agonis β2 (hirupan
suksinat injeksi vial 500 mg tidak melebihi 60 mg/hari atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam selama 3-5 hari, dipakai
Prednison tablet 5 mg 1-2 mg/kgBB/hari, tiap 12 jam
seperlunya hingga tidak ada gejala. Juga diberikan steroid sistemik
Hidrokortison-suksinat vial 100 mg  2-4 mg/kgBB/kali, tiap 6 jam
injeksi (oral) berupa prednisolon atau prednison dengan dosis 1-2 mg/
Deksametason injeksi ampul 4 mg/ml, 0,5−1 mg/kgBB – bolus, dilanjutkan kgBB/hari selama 3-5 hari, tanpa tappering off. Pemberian steroid
ampul 10 mg/ml 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6−8 jam ini harus dilakukan dengan cermat untuk mencegah pengulangan
Betametason injeksi ampul 6 mg/ml 0,05−0,1 mg/kgBB, tiap 6 jam
lebih dari 1 kali per bulan dan pada saat penulisan resep tambahkan
keterangan ‘do not iter’.
Keterangan tambahan alur: ˶˶ Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat
pengendali, obat pengendali dilanjutkan. Informasi lebih lengkap
• Bila pulse oximetry tidak tersedia, oksigen tetap diberikan dengan
lihat di tata laksana jangka panjang (lihat Bab V).
monitor gejala dan tanda distres respirasi, termasuk derajat kesadarannya.
˶˶ Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol ke klinik rawat jalan
• Jika berada di fasyankes primer, pasien serangan asma yang tidak
dalam waktu 3-5 hari untuk direevaluasi tata laksananya.
respons/memburuk, asma serangan berat dan ancaman gagal napas
harus segera dirujuk ke rumah sakit. ˶˶ Jika obat diberikan dalam bentuk inhaler, sebelum pasien
dipulangkan, pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat.
• Jika berada di UGD RS, lakukan lanjutan terapi sesuai derajat
keparahannya. b. Jika respon buruk, pasien dirujuk (jika di fasyankes primer ke UGD
RS) atau dirawat inap (jika di UGD RS)
• Pemberian MDI dengan spacer di fasyankes/UGD, 1 siklus adalah
semprotan 4-10 berturut turut. Diberikan 1-2 siklus, sesuai derajat Pasien diputuskan rujuk atau rawat inap jika tidak respon sampai
keparahan serangan. nebulisasi ke-3 atau memburuk setelah nebulisasi.
• Pemberian aminofilin hanya dilakukan pada pasien asma serangan ˶˶ Di fasyankes primer: saat menunggu proses rujukan, maka
berat yang akan dilakukan rawat inap, dapat diberikan di UGD atau di tetap dilakukan pemberian oksigen, nebulisasi agonis β2, dan
ruang rawat inap, tergantung situasi RS pemasangan jalur parenteral.
˶˶ Di UGD RS: jika diagnosis menjadi asma serangan berat, maka
dipersiapkan untuk rawat inap (lihat keterangan berikutnya). Jika
ancaman henti napas, harus segera dibawa ke ICU.

52 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 53


Tata laksana asma serangan berat • Jika ada dehidrasi dan asidosis maka berikan cairan intravena dan
Pasien dengan gejala dan tanda klinis yang memenuhi kriteria asma koreksi asidosisnya.
serangan berat harus dirawat di ruang rawat inap. Nebulisasi yang diberikan • Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam.
pertama kali adalah agonis β2 dengan penambahan ipratropium bromida. • Nebulisasi agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium
Oksigen 2-4 liter per menit diberikan sejak awal termasuk pada saat bromida dan oksigen dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali
nebulisasi. Pasang jalur parenteral pada pasien dan lakukan pemeriksaan pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat
Rontgen toraks. Steroid sebaiknya diberikan secara parenteral. Jika ada diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
kontraindikasi terhadap pemberian steroid IV, dapat diberikan steroid • Aminofilin diberikan secara intravena dengan dosis:
inhalasi dosis tinggi.
˶˶ Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, aminofilin
• Di fasyankes primer: Jika terdapat ancaman henti napas, yaitu gejala dosis awal (inisial) sebesar 6-8 mg/kgBB, yang dilarutkan dalam
distres respirasi berat, dengan penurunan kesadaran (tampak mengantuk dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak 20 ml, dan diberikan
atau gelisah), dan suara napas tak terdengar, segera siapkan untuk selama 30 menit, dengan infusion pump atau mikroburet.
perawatan PICU (Pediatric Intensive Care Unit). Sambil menunggu
persiapan tersebut, beri inhalasi agonis β2 kerja pendek via nebuliser, ˶˶ Bila, respons belum optimal dilanjutkan dengan pemberian
oksigen dan siapkan intubasi jika perlu aminofilin dosis rumatan sebanyak 0,5-1 mg/kgBB/jam.
• Di UGD RS: Apabila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman ˶˶ Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis
henti napas, pasien harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. diberikan separuhnya, baik dosis awal (3-4 mg/kgBB) maupun
Pemeriksaan Rontgen toraks dilakukan untuk mendeteksi adanya rumatan (0,25-0,5 mg/kgBB/jam).
komplikasi pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum. ˶˶ Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin diukur dan
dipertahankan 10-20 mcg/ml.
˶˶ Pantau gejala-gejala intoksikasi aminofilin, efek samping yang
sering adalah mual, muntah, takikardi dan agitasi. Toksisitas yang
Tata laksana di ruang rawat RS berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang.
• Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi diteruskan setiap 6 jam
Tata laksana di Ruang Rawat Sehari (RRS)
hingga mencapai 24 jam, dan steroid harus diganti dengan pemberian
Oksigen yang telah diberikan saat pasien masih di UGD tetap diberikan. per oral, serta bila diperlukan aminofilin diganti dengan pemberian
Setelah pasien menjalani dua kali nebulisasi dalam 1 jam dengan respons teofilin per oral.
parsial di UGD, di RRS diteruskan dengan nebulisasi agonis β2 dan
• Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan
ipratropium bromida setiap 2 jam. Kemudian, berikan steroid sistemik oral
dibekali obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6
berupa prednisolon atau prednison. Pemberian steroid ini dilanjutkan hingga
jam. selama 3-5 hari, dipakai seperlunya hingga tidak ada gejala. Selain
3-5 hari. Jika dalam 12 jam klinis tetap baik, maka pasien dipulangkan dan
itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan
dibekali obat seperti pasien serangan ringan-sedang yang dipulangkan dari
dalam 3-5 hari untuk reevaluasi tata laksana.
fasyankes primer/UGD.

Tata laksana di ruang rawat inap Kriteria rawat di ruang rawat intensif
Pasien yang sejak awal masuk ke UGD sudah memperlihatkan tanda-tanda
Berikut tata laksana yang diberikan setelah pasien masuk ke ruang rawat
ancaman henti napas (sesuai Tabel 6.1), langsung dirawat di ruang rawat
inap:
intensif (intensive care unit, ICU).
• Pemberian oksigen diteruskan.

54 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 55


Kriteria pasien yang memerlukan ICU adalah: β2 saja. Sebaiknya, kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium
• Tidak ada respons sama sekali terhadap tata laksana awal di UGD dan/ bromida diberikan hanya di bawah pengawasan dokter (fasyankes/UGD
atau perburukan asma yang cepat. RS).
• Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman henti napas,
atau hilangnya kesadaran. Steroid sistemik
• Tidak ada perbaikan dengan tata laksana baku di ruang rawat inap. Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan dan
• Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk diberikan pada
diberi oksigen (kadar PaO2 <60 mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg, semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid oral diberikan dalam 1
meskipun tentu saja gagal napas dapat terjadi pada kadar PaCO2 yang jam pertama.
lebih tinggi atau lebih rendah). Penggunaan ventilator tidak dibahas Pemberian steroid sistemik peroral sama efektifnya dengan pemberian
dalam pedoman ini. secara intravena. Keuntungan pemberian peroral adalah lebih murah dan
tidak invasif. Pemberian secara oral memerlukan waktu sekitar 4 jam untuk
memberikan perbaikan klinis. Pemberian secara intravena direkomendasikan
bila pasien tidak dapat menelan obat (misalnya terlalu sesak, muntah atau
Obat-obatan untuk serangan asma pasien memerlukan intubasi).
Agonis β2 kerja pendek Steroid sistemik berupa prednisolon atau prednison diberikan peroral
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum sampai 40 mg/
Gejala asma serangan ringan-sedang memberikan respons yang cepat hari, maksimal 1 kali dalam 1 bulan. Lama pemberian 3-5 hari tanpa
terhadap inhalasi agonis β2 kerja pendek tunggal sehingga obat ini menjadi tappering off.
pilihan utama bagi asma serangan ringan-sedang yang terjadi di rumah
maupun di fasyankes. Obat ini juga diberikan sebagai premedikasi untuk
serangan asma yang dipicu latihan (exercise induced asthma). Contoh agonis Aminofilin intravena
β2 kerja pendek adalah salbutamol, terbutalin, dan prokaterol. Aminofilin intravena diberikan pada anak dengan asma serangan berat atau
Pada serangan asma, agonis β2 kerja pendek diberikan secara inhalasi dengan ancaman henti napas yang tidak berespons terhadap dosis maksimal
diberikan lewat DPI, MDI dengan/tanpa spacer, atau nebuliser dengan dosis inhalasi agonis β2 dan steroid sistemik. Penambahan aminofilin pada terapi
sesuai beratnya serangan dan respons pasien. Agonis β2 kerja pendek harus awal (inhalasi agonis β2 dan steroid) meningkatkan fungsi paru dalam 6
diberikan dengan dosis terendah dan frekuensi terkecil, yaitu hanya bila jam pertama, tetapi tidak mengurangi gejala, jumlah nebulisasi dan lama
diperlukan. Tremor dan takikardia sering dialami pasien yang menggunakan rawat inap.
agonis β2 kerja pendek pertama kali, namun biasanya kemudian efek Perlu diingat bahwa rentang keamanan aminofilin sempit dan efek
tersebut cepat ditoleransi. samping yang sering adalah mual, muntah, takikardi dan agitasi. Toksisitas
yang berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, dan kejang. Kematian
biasanya berhubungan dengan kadar amonifilin serum yang tinggi. Oleh
Ipratropium bromida karena itu, pemberian aminofilin intravena harus sangat berhati-hati dan
Ipratropium bromida terbukti memberikan efek dilatasi bronkus lewat dipantau secara ketat.
penurunan tonus parasimpatis dalam inervasi otonom di saluran napas. Dosis yang direkomendasikan yaitu dengan dosis inisial bolus pelan 6-8
Pemberian kombinasi agonis β2 kerja pendek dan ipratropium bromida mg/kgBB diberikan dalam 20 menit dilanjutkan dengan pemberian rumatan
(antikolinergik) pada inhalasi ke-3 saat serangan asma menurunkan risiko secara drip 1 mg/kgBB/jam. Loading 1 mg/kgBB akan meningkatkan kadar
rawat inap dan memperbaiki PEF dan FEV1 dibandingkan dengan agonis aminofilin serum 2 ug/ml. Untuk efek terapi yang maksimal, target kadar

56 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 57


amonifilin serum adalah 10-20 ug/ml. Oleh karena itu kadar aminofilin Adrenalin
serum seharusnya diukur 1-2 jam setelah loading dose diberikan. Apabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat digunakan adrenalin.
Epinefrin (adrenalin) intramuskular diberikan sebagai terapi tambahan pada
Magnesium sulfat (MgSO4) asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema dengan dosis
10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin 1:1.000), dengan dosis maksimal
Pertimbangkan pemberian injeksi MgSO4 pada pasien dengan asma
500 ug (0.5 ml). Obat ini tidak diindikasikan untuk serangan asma lainnya.
serangan berat yang tidak membaik atau dengan hipoksemia yang menetap
Namun demikian, di fasyankes yang tidak tersedia alat inhalasi, dapat
setelah satu jam pemberian terapi awal dengan dosis maksimal (agonis β2
diberikan injeksi adrenalin untuk serangan asma.
kerja pendek dan steroid sistemik).
Obat ini tidak rutin dipakai untuk serangan asma, tapi boleh sebagai
alternatif, apabila pengobatan standar tidak ada perbaikan. Pada penelitian Steroid inhalasi
multisenter didapatkan hasil bahwa pemberian magnesium sulfat (MgSO4) Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600-2400 ug atau 2-5 ampul
intravena 50 mg/kgBB (inisial) dalam 20 menit yang dilanjutkan dengan 30 budesonid) dapat digunakan untuk serangan asma, namun perlu diperhatikan
mg/kgBB/jam memunyai efektifitas yang sama dengan pemberian agonis untuk memberi dalam dosis tinggi karena steroid nebulisasi dosis rendah
β2. Pemberian MgSO4 ini dapat meningkatkan FEV1 dan mengurangi tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan asma. Harap diperhatikan pula
angka perawatan di RS. bahwa penggunaan steroid inhalasi dosis tinggi ini terbatas pada pasien-
MgSO4 yang tersedia dalam sediaan 20% (1 g/5 ml), 40% (10 g/25 pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap steroid sistemik, misalnya
ml), atau 50% (10 g/20 ml) dapat diberikan dengan bolus tunggal, bolus pasien dengan gastritis akut.
berulang, drip kontinu, dan inhalasi. Pemberian dengan cara bolus berulang
dan inhalasi jarang dilakukan. MgSO4 diberikan dengan dosis sebagai
berikut:
Obat yang tidak dianjurkan untuk serangan asma
Cara pemberian Dosis Pengenceran Lama pemberian
Mukolitik
Bolus tunggal 20-100 mg/kgBB Dilarutkan dalam 20 menit
(maksimum 2 gram) dekstrose 5% Pemberian mukolitik tidak memunyai efek yang signifikan dan tidak
atau larutan
Bolus berulang 20-50 mg/kgBB/dosis
salin dengan
20 menit direkomendasikan diberikan pada serangan asma.
setiap 4 jam
pengenceran 60
Tetes Kecepatan 240-480 mg/ mg/ml Berkelanjutan
berkelanjutan kgBB/hari Antibiotik
Target kadar Magnesium 4
mg/dl Pemberian antibiotik pada asma tidak dianjurkan karena sebagian besar
pencetusnya bukan infeksi bakteri melainkan infeksi virus. Pada keadaan
tertentu antibiotik dapat diberikan, yaitu pada infeksi respiratori yang
dicurigai karena bakteri atau dugaan adanya sinusitis yang menyertai
Sebagai contoh, anak dengan berat badan 12 kg yang hendak diberi
asma. Pada serangan yang berat perlu dipikirkan adanya suatu penyulit
bolus tunggal MgSO4, dengan dosis 50 mg/kgBB, berarti memerlukan 600
antara lain pneumonia atipik. Apabila ada kecurigaan pneumonia atipik
mg MgSO4. Dengan kepekatan MgSO4 60 mg/ml, berarti diperlukan 10 ml
maka diberikan antibiotik, yang dianjurkan adalah golongan makrolid.
larutan dengan kepekatan tersebut. Larutkan 3 ml MgSO4 20% (1 g/5 ml)
dengan 7 ml dekstrose 5% untuk mendapatkan 10 ml larutan MgSO4 60
mg/ml. Berikan secara bolus selama 20 menit. Obat sedasi
Pemberian obat sedasi pada serangan asma sangat tidak dianjurkan karena
dapat menyebabkan depresi pernapasan.

58 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 59


Antihistamin 12. Kayani S, Shannon DC. Adverse behavioral effects of treatment for acute ex-
acerbation of asthma in children: a comparison of two doses of oral steroids.
Antihistamin jangan diberikan pada serangan asma karena tidak memunyai
Chest. 2002;122:624-8.
efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk keadaan.
13. Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma. NHLBI/WHO Work-
shop Report; 2002.
14. McLean RM. Magnesium and its therapeutic uses: A review. Am J Med.
Daftar Bacaan 1994;96:63-76.
15. Mitra A, Bassler D, Goodman K, Lasserson TJ, Ducharme FM. Intravenous
1. Barnett PL, Caputo GL, Baskin M, Kuppermann N. Intravenous versus oral aminophylline for acute severe asthma in children over two years receiv-
corticosteroids in the management of acute asthma in children. Ann Emerg ing inhaled bronchodilators. The Cochrane database of systematic reviews.
Med. 1997;29:212-7. 2005(2):Cd001276.
2. Becker JM, Arora A, Scarfone RJ, Spector ND, Fontana-Penn ME, Gracely 16. Newman KB, Milne S, Hamilton C, Hall K. A comparison of albuterol ad-
E, dkk. Oral versus intravenous corticosteroids in children hospitalized with ministered by metered-dose inhaler and spacer with albuterol by nebulizer
asthma. J Allerg Clin Immunol. 1999;103:586-90. in adults presenting to an urban emergency department with acute asthma.
3. Bittar TM, Guerra SD. Use of intravenous magnesium sulfate for the treat- Chest. 2002;121:1036-41.
ment of severe acute asthma in children in emergency department. Rev Brasil 17. Nowak RM, Tomlanovich MC, Sarkar DD, Kvale PA, Anderson JA. Arterial
Ter Intens. 2012;24:86-90. blood gases and pulmonary function testing in acute bronchial asthma. Pre-
4. Cates CJ, Welsh EJ, Rowe BH. Holding chambers (spacers) versus nebulisers dicting patient outcomes. JAMA. 1983;249:2043-6.
for beta-agonist treatment of acute asthma. The Cochrane database of sys- 18. Pocket guide for asthma management and prevention (for adults and children
tematic reviews. 2013;9:Cd000052. older than 5 years). Global Initiative for Asthma (GINA); 2011.
5. Geelhoed GC, Landau LI, Le Souëf PN. Evaluation of sao2 as a predictor 19. Pocket guide for asthma management and prevention (for children 5 years
of outcome in 280 children presenting with acute asthma. Ann Emerg Med. and younger). A Guide for Health Care Professionals. Global Initiative for
1994;23:1236-41. Asthma (GINA); 2014.
6. Georgopoulos D, Burchardi H. Ventilatory strategies in adult patient with 20. Roback MG, Dreitlein DA. Chest radiograph in the evaluation of first time
status asthmaticus. EurRespir Mon. 1998;8:45- 83. wheezing episodes: review of current clinical practice and efficacy. Ped Emerg
7. Gibbs MA, Camargo CA, Rowe BH, Silverman RA. State of the art: thera- Care. 1998;14:181-4.
peutic controversies in severe acute asthma. Acad Emerg Med. 2000;7:800- 21. Rodrigo S, Rodrigo C. Inhaled flunisolide for acute severe asthma. Am J Re-
15.1 spir Crit Care Med. 1998;157:698-703.
8. Global Strategy for Asthma Management and Prevention, Global Initiative 22. Saharan S, Lodha R, Kabra SK. Management of status asthmaticus in chil-
for Asthma (GINA) 2014 . Diunduh dari: http://www.ginasthma.org. dren. Indian J Ped. 2010;77:1417-23.
9. Griffiths B, Ducharme FM. Combined inhaled anticholinergics and 23. Schuh S, Johnson DW, Callahan S, CannyG, Levison H. Efficacy of frequent
short-acting beta2-agonists for initial treatment of acute asthma in children. nebulized ipratropium bromide added to frequent high- dose albuterol ther-
The Cochrane database of systematic reviews. 2013;8:Cd000060. apy in severe childhood asthma. J Pediatr. 1995;126:639-45.
10. Hasegawa T, Ishihara K, Takakura S, Fujii H, Nishimura T, Okazaki M, dkk. 24. Sly M. Asthma. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunt-
Duration of systemic corticosteroids in the treatment of asthma exacerbation; ing. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-15. Philadelphia: Saunders; 1996.
a randomized study. Int Med. 2000;39:794-7. h. 628-40.
11. Jones AM, Munavvar M, Vail A, Aldridge RE, Hopkinson L, Rayner C, dkk. 25. UKK Pulmonologi PP IDAI. Pedoman nasional asma anak. Indonesian Pe-
Prospective, placebo-controlled trial of 5 vs 10 days of oral prednisolone in diatric Respiratory Meeting I:Focus on asthma. Jakarta:IDAI; 2003.
acute adult asthma. Respir Med. 2002;96:950-4. 26. Warner JO, Naspitz CK. Third international pediatric consensus statement
on the management of childhood asthma. Ped Pulmonol. 1998; 25:1-17.

60 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 61


27. Yung M, South M. Randomised controlled trial of aminophylline for severe
acute asthma. Arch Dis Child. 1998;79:405-10. BAB VII
28. Zar HJ, Asmus MJ, Weinberg EG. A 500-ml plastic bottle: An effective
spacer for children with asthma. Ped Allerg Immunol. 2002;13:217-22.
Tata Laksana Non-
29. Zar HJ, Streun S, Levin M, Weinberg EG, Swingler GH. Randomised con- Medikamentosa
trolled trial of the efficacy of a metered dose inhaler with bottle spacer for
bronchodilator treatment in acute lower airway obstruction. Arch Dis Child.
2007;92:142-6.9

Program KIE
Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) merupakan unsur yang sangat
penting tetapi sering dilupakan dalam tata laksana asma. Tujuan program
KIE adalah memberi informasi dan pelatihan yang sesuai terhadap pasien
dan keluarganya untuk meningkatkan pengetahuan atau pemahaman,
keterampilan, dan kepercayaan diri dalam mengenali gejala serangan
asma, mengambil langkah-langkah yang sesuai, serta memotivasi dalam
menghindari faktor-faktor pencetus, sehingga meningkatkan keteraturan
terhadap rencana pengobatan yang sudah ditetapkan serta pada akhirnya
mampu meningkatkan kemandirian dalam tata laksana asma yang lebih
baik.
Dalam mencapai tujuan tersebut, ada beberapa komponen penting
yang harus diperhatikan oleh seorang dokter/petugas kesehatan yang
memberi pelayanan, antara lain:
• Mengutamakan terjalinnya hubungan baik dengan pasien
• Penjelasan bahwa ini adalah proses yang berkesinambungan, sehingga
KIE selalu diberikan di setiap kesempatan bertemu dengan pasien
• Berbagi dan bertukar informasi dengan pasien tentang asma dan
penatalaksanaannya
• Penilaian kendali asma, derajat dan pemakaian obat-obatan
• Harapan akan tercapai kendali asma
• Meredam ketakutan dan kekhawatiran

Penerapan program KIE sudah dimulai saat pertama kali diagnosis


ditegakkan dan berlangsung terus menerus dan terintegrasi ke dalam
setiap langkah tata laksana asma. Program ini juga dilakukan di semua
tempat pelayanan, seperti klinik, rumah sakit, unit gawat darurat, sekolah,
rumah, dan pusat-pusat keramaian. Selain anak dan orangtua, KIE juga

62 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 63


melibatkan dokter, perawat, apoteker, guru, kelompok bermain, keluarga Tabel 7.1. Program KIE pada anak, keluarga, dan sekolah (lanjutan)
dan masyarakat. Pelaksanaan KIE dilakukan melalui ceramah, komunikasi/ Program KIE di sekolah
nasehat saat berobat, supervisi, diskusi, serta video presentasi, brosur, chart, 1. Koordinasi penatalaksanaan asma anak oleh koordinator Usaha Kesehatan Sekolah
dan mendemonstrasikan penggunaan PFM (peak flow meter), spirometer, (UKS)
2. Meminta formulir rencana aksi asma (RAA) ketika mendaftar di sekolah dan
alat terapi inhalasi, dan spacer. Dalam melakukan KIE hendaklah selalu menggunakannya
menggunakan kata-kata atau kalimat yang bersifat komunikatif. 3. Komunikasi antara guru dengan anak yang menderita asma
4. Pelatihan tentang pengertian asma, penatalaksanaan, faktor pencetus, serta
pengenalan tanda kegawatan asma kepada pegawai sekolah
Tabel 7.1. Program KIE pada anak, keluarga, dan sekolah 5. Kebijakan sekolah yaitu lingkungan bebas asap rokok
Program KIE pada anak Program KIE pada keluarga 6. Protokol kegawatdaruratan untuk anak dengan gangguan pernapasan jika tidak
memunyai RAA
1. Penjelasan tentang mekanisme inflamasi 1. Membina suasana keluarga
pada asma dan cara pengendalian asma 7. Kebijakan yang memastikan bahwa siswa memunyai akses cepat terhadap
2. Menerapkan pola hidup sehat, pengobatannya kapan saja serta mengijinkan siswa menatalaksana sendiri sesuai
2. Komunikasi antara pasien dan dokter misalnya tidak merokok dan dengan RAA
untuk mengetahui keluhan pasien berolahraga 8. Penanganan terhadap siswa yang sering absen, sering ke UKS, kunjungan ke unit
dan menetapkan rencana pengobatan gawat darurat, atau ke rumah sakit akibat asmanya
bersama 3. Menjaga kesehatan anak dan
kesehatan pernapasan anak 9. Memunyai akses dengan tenaga kesehatan
3. Mengikuti rencana aksi tertulis terutama 10. Meminimalisasi polusi seperti kecoa, tungau debu, jamur, hewan, penggunaan kapur,
pada anak dengan asma persisten, kendali 4. Mengenali dan mengendalikan
debu, parfum dan bau-bauan yang kuat, serta temperatur ekstrim
asma yang jelek, atau anak dengan riwayat faktor pencetus serangan
kekambuhan yang sering 11. Lingkungan sekolah bebas makanan alergi
5. Mengenal tanda-tanda awal
serangan asma, antara lain batuk, 12. Tidak melakukan pembatasan olahraga atau latihan fisis dengan syarat tetap
4. Mengidentifikasi, mengendalikan mengikuti kaidah:
serta menghindari faktor-faktor yang wheezing, rasa dada tertekan, dan
memperburuk gejala asma dan pencetus napas yang pendek • Melakukan pemanasan dan pendinginan
serangan 6. Menyediakan dan memberi obat • Olahraga yang bersifat aerobik
5. Mampu menangani apabila timbul gejala dengan waktu, cara, dan lamanya • Hindari berolahraga di tempat terbuka yang terlalu dingin, terlalu panas, atau
atau perburukan gejala dengan tepat berpotensi alergen
7. Mengetahui kapan harus • Selalu melibatkan anak dalam setiap aktivitas sekolah
6. Mampu mengetahui kapan dan kemana
mencari pertolongan membawa ke dokter • Memodifikasi aktivitas yang melibatkan anak asma
8. Memantau kemajuan atau • Komunikasi staf sekolah dengan orangtua/petugas kesehatan yang menangani
7. Penjelasan steroid inhalasi/hirupan anak asma tentang perkembangan penyakitnya
sebagai obat pengendali asma kemunduran asma anaknya dengan
Peak Flow Monitoring • Menghindari kolam renang dengan kadar klorin yang tinggi di tempat tertutup
8. Penjelasan penggunaan obat minum dan (ventilasi udara harus baik)
terapi inhalasi yang tepat dan benar • Menyediakan obat-obatan
9. Mendorong anak mandiri dalam • Melakukan pembatasan olahraga jika anak baru mengalami serangan asma atau
penatalaksanaan asma anak yang mengalami infeksi respiratori
10. Menghilangkan persepsi yang salah
tentang asma dan pengobatannya
11. Penjelasan dan cara memakai PFM, inhaler,
dan spacer berkatup Rencana Aksi Asma (RAA)/Asthma Action Plan
12. Monitor gejala dengan nilai PFM (AAP)
13. Menerapkan pola hidup sehat
Dalam mencapai kemandirian, program KIE dituangkan dalam bentuk
Rencana Aksi Asma (RAA)/Asthma Action Plan (AAP) yang dibuat secara
tertulis dan diisi oleh anak atau orangtua. Rencana ini berisi tentang instruksi
kapan meningkatkan dosis pengobatan, bagaimana caranya, lamanya

64 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 65


pengobatan dinaikkan, serta penentuan kapan harus mencari pertolongan Rencana darurat diperlukan apabila timbul gejala atau nilai PFR
medis sehingga memberi keleluasaan pada anak dalam menentukan sendiri menurun. Langkah-langkah tindakan pada episode serangan asma:
perubahan paduan pengobatan berdasarkan gejala dan penilaian PFM. • Berikan pengobatan mengikuti petunjuk yang tercatat di kartu
Dalam pelaksanaannya, RAA berisi catatan harian asma yang diisi setiap • Siswa tetap sekolah jika keadaan anak dapat dikendalikan
hari untuk memonitor keadaaan tidur malam, gejala asma, aktivitas, dahak,
• Hubungi orang tua jika anak tidak dapat mengikuti pelajaran
peak flow rate (PFR), pemakaian obat harian, dan penggunaan inhaler.
Pemantauan harian ini mempergunakan tiga zona warna: • Meminta perawatan medis darurat jika tidak ada perbaikan klinis
selama 15-20 menit setelah pengobatan, nilai PFR rendah, sulit
• Zona hijau menunjukkan 80-100% dari nilai terbaik anak, biasanya
bernapas, gangguan berjalan atau bicara dan tidak dapat beraktivitas
tanpa gejala dan mengisyaratkan tetap menggunakan obat pengendali
kembali, serta bibir atau kuku terlihat biru
asma.
• Zona kuning menunjukkan Asthma of Physical Effort (APE) 50-80%,
gejala sudah tampak seperti batuk, wheezing, pilek/selesma, napas Dengan pelaksanaan program KIE yang benar diharapkan angka
berat dan cepat, gelisah, serta mengurangi aktivitas bermain. Ini kesakitan dan kematian akibat asma akan menurun, semakin sedikit anak
mengisyaratkan penggunaan obat pereda sebagai tambahan obat. yang dibatasi aktivitas fisisnya, dan semakin banyak anak yang meningkat
kualitas hidupnya. Kita tidak dapat mengharapkan perubahan perilaku
• Zona merah yang menunjukkan APE <50%, gejala asmanya semakin
pasien dan keluarga, kecuali mereka dapat diyakinkan sepenuhnya.
berat meskipun sudah diberi pengobatan ‘zona kuning’, kesulitan
Mengomunikasikan edukasi asma yang layak merupakan kerja sama yang
makan, berbicara, berjalan dan bermain, serta gelisah sampai penurunan
berlangsung terus menerus, membutuhkan tenaga medis, peralatan dan
kesadaran merupakan keadaan gawat darurat dan harus segera
material edukasi. Peralatan seperti buklet, diagram, kaset audio, spirometri,
menghubungi dokter atau rumah sakit.
peralatan inhalasi, spacer dan material lain sangat diperlukan pada klinik
asma.
Penerapan RAA ini terutama ditujukan pada pasien asma persisten,
anak dengan kendali asma yang buruk, serta adanya riwayat eksaserbasi
asma.
Penghindaran pencetus
Penghindaran pencetus asma merupakan bagian dari tata laksana non-
Kartu Aksi Asma (KAA) medikamentosa pada asma anak selain tata laksana KIE, baik pada pasien
maupun keluarganya. Serangan asma bisa terjadi akibat dua faktor, yaitu
Program KIE di sekolah diterapkan dalam bentuk Kartu Aksi Asma (KAA) kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang dan kegagalan menghindari
berisi identitas anak dan nomor telepon untuk dapat dihubungi bila terjadi faktor pencetus, ketika faktor pencetus ini bisa menyebabkan keadaan yang
kekambuhan, rencana tata kelola asma harian dan rencana saat darurat. tidak ada gejala menjadi bergejala atau yang gejalanya ringan menjadi berat.
Rencana tata kelola harian berisi: Telah diketahui banyak faktor risiko terhadap kejadian asma pada anak,
• Identifikasi faktor pencetus asma seperti aktivitas, infeksi, makanan, tetapi ada dua faktor besar yang dipercaya sangat berperan pada kejadian
debu dan lainya asma, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik hampir tak dapat
dimodifikasi lagi dalam tata laksana penghindaran pencetus. Sedangkan
• Pengendalian lingkungan sekolah
faktor lingkungan dalam hal ini diklasifikasikan dalam beberapa kategori,
• Monitor PFR antara lain alergen hirupan (indoor dan outdoor), iritan, kondisi komorbid,
• Rencana pengobatan harian. dan faktor lain.

66 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 67


Anggapan bahwa asma dapat disembuhkan atau dikendalikan hanya Tabel 7.2. Faktor pencetus asma dan cara penghindaran
dengan obat-obatan akan membuat penyakit asma semakin parah karena No. Pencetus Cara Penghindaran
penghindaran faktor pencetus ini merupakan upaya utama dalam tata 1. Tungau debu • Membersihkan lantai dari debu setiap hari, lakukan pengisapan dengan
laksana asma. Dengan penghindaran pencetus yang adekuat, kebanyakan rumah (TDR) high-efficiency particulate air (HEPA) filter setiap minggu
• Menggunakan sprei, sarung bantal dan selimut ‘mite impermeable’
asma dapat dikendalikan walau terkadang tanpa obat asma. Sedemikian dengan pori-pori lebih kecil dari 10 µm
pentingnya penghindaran pencetus hingga Dolovich J. dkk. (1983) • Membersihkan perabot-perabot rumah yang potensial menyimpan debu
minimal 2 minggu sekali
mengemukakan: “Thus, strategies to avoid offending substances are potentially • Memasukkan mainan ke dalam freezer semalaman atau mencucinya
‘curative’ and require the dedicated attention of the therapist.” dengan air hangat secara teratur
• Menjemur kasur yang mengandung kapuk serta karpet di bawah sinar
Peranan pajanan alergen dalam perjalanan perkembangan asma matahari selama minimal 3 jam setiap minggu atau menggantinya dengan
melalui dua proses bertingkat, yaitu pajanan yang menyebabkan terjadinya spring bed, atau jika tidak memungkinkan membungkusnya dengan
plastik
sensitisasi dan pajanan pada individu yang telah tersensitisasi akan • Mencuci dan merendam dengan air hangat (minimal 60oC) sprei, kain
menyebabkan berkembangnya asma. Gambaran patologi asma terutama penutup pintu dan jendela minimal seminggu sekali, atau menjemurnya di
bawah sinar matahari
oleh karena sensitisasi alergen dan inflamasi atopi diantaranya perubahan • Mencuci karpet yang berbulu atau mengantinya dengan karpet berbahan
fibrotik jaringan di sekitar lumen jalan napas, hipertrofi dan hiperplasia dasar plastik
otot polos, hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, dan kerusakan epitel • Mengupayakan udara ruangan bebas debu dengan menggunakan exhaust
fan, serta membersihkan dan mengganti saringan udara secara teratur
jalan napas. Paparan ini juga mampu menyebabkan terjadinya sensitisasi • Menyingkirkan koran dan majalah bekas dari ruang tempat anak
alergen, hiperresponsif jalan napas, dan gambaran remodelling (hipertrofi beraktivitas
• Tidak menumpuk buku lebih dari 3 buah dalam satu tumpukan
dan hiperplasia kelenjar mukus, penebalan membran basalis, dan kerusakan • Menghindari boneka bulu atau mencucinya minimal seminggu sekali
epitel). • Menurunkan kelembaban ruangan dengan penggunaan air conditioning
atau dehumidifier
Walaupun pada beberapa hasil penelitian terakhir yang dilakukan • Ganti karpet dengan matras yang mudah dibersihkan
bahkan dengan meta-analisis menilai penghindaran alergen termasuk di • Ganti furnitur yang menyimpan dan susah dibersihkan dari debu
• Hindari tinggal di bawah lantai dasar (ground level)
antaranya tungau debu rumah dan binatang peliharaan tidak memberi
2. Asap rokok • Memaksimalkan ventilasi udara dan penggunaan pembersih udara
manfaat dalam pengendalian asma, namun beberapa penelitian lain justru • Orangtua atau anggota keluarga yang merokok mutlak menghentikan
menyimpulkan bahwa penghindaran alergen masih merupakan tindakan kebiasaan merokok
• Jika terpaksa, setidaknya tidak merokok di dalam rumah terutama pada
yang sangat bermanfaat. saat anak berada di dalamnya
3. Kecoa • Memberantas kecoa dengan menggunakan pestisida, insektisida, dan
memasang perangkap
• Menutup akses masuk ke dalam rumah
• Membuang sisa-sisa makanan
4. Serbuk sari/ • Menutup pintu pada saat angin kencang di musim serbuk sari
pollen • Mengurangi aktivitas yang menyebabkan paparan
• Segera mandi setelah melakukan aktivitas yang terpapar dengan serbuk
sari
• Menggunakan HEPA filter
• Menggunakan exhaust fan di rumah pada saat kadar serbuk sari yang
tinggi
5. Jamur • Membersihkan jamur dari dalam rumah
• Menutup lubang di dinding/atap yang bocor dan retak
• Mengurangi kelembaban serta menjaga rumah tetap kering

68 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 69


70
9.
8.
7.
6,

13.
12.
11.
10.
No.

Tikus

Rinitis,
hewan

lainnya
zat lain

Alergen

induced
(animal

Lain-lain
Pencetus

makanan

Exercise-
danders)
Rontokan

infeksi virus
Hirupan zat-

Kegemukan
sinusitis, dan

asthma (EIA)
coklat

aktivitas

Pedoman Nasional Asma Anak 2016


tetrasiklin)
menghilang.

maupun alergi
Cara Penghindaran

Penutupan makanan

yang bersifat aerobik


penampungan sampah
memungkinkan dibuang.

Menggunakan cerobong asap


kucing pada awal-awal kehidupan

pabrik, asap kendaraan dan lain-lain


mengurangi paparan terhadap alergen

aspirin), anggur merah, asam lemak omega-6


bagi hewan peliharaan jauh dari kamar tidur anak

Menurunkan berat badan pasien asma yang gemuk


Penutupan lubang serta dinding-dinding yang retak

Kontrol terhadap infeksi pada rinitis atau sinusitis jika ada


Memakai pembersih udara atau penyaring udara (exhaust fan)

Menggunakan inhalasi agonis β2 lepas lambat sebelum beraktivitas


Edukasi, eksterminasi, pembersihan serta penutupan tempat-tempat

Hati-hati pada zat dalam bahan makanan yang dapat memprovokasi

obat-obatan tertentu, (mis. aspirin, penisilin, sefalosporin, eritromisin,


Membersihkan dan mencuci permukaan/tempat-tempat yang pernah

Memandikan hewan peliharaan sedikitnya 2 kali dalam seminggu dapat


Mengeluarkan hewan peliharaan dari dalam rumah. Butuh waktu sekitar

ditempati oleh hewan tersebut secara teratur, seperti matras bahkan jika

penyebab alergi seperti susu, telur, ikan, kacang, ragi, keju, gandum, dan
Menghindari paparan terhadap binatang peliharaan terutama anjing dan
4-6 bulan setelah ditinggalkan oleh hewan peliharaan hingga alergennya

Hindari asap obat nyamuk bakar ( juga semprotan dan elektrik), asap kayu

yang mendadak dingin, stress/emosional, refluks gastroesofageal, alergen


Anak asma dengan alergi makanan, sebaiknya menghindari jenis makanan
bakar, minyak tanah, gas, asap bakaran sampah, asap bakaran hutan, polusi

Kendalikan influenza pada hidung dan sinus yang disebabkan karena infeksi
seperti tartrazin, penyedap rasa (misalnya MSG), golongan salisilat (misalnya

Pemanasan serta pendinginan yang benar sebelum atau sesudah melakukan


Jika tidak memungkinkan untuk mengeluarkannya, berikan tempat tersendiri

Menghindari perubahan musim/cuaca, suhu AC yang terlalu dingin, atmosfer


terjadinya asma: sulfur dioksida, sodium benzoat, zat pewarna (alami/sintetis)

Mengalihkan atau memodifikasi jenis olahraga atau aktivitas ke arah olahraga

Gambar 7.1. Rencana Aksi Asma (RAA) 


Nama (Pasien) :_____________________________  Dokter :______________________________________________________  Tanggal : ________________________ 
  No. Telp Dokter : ___________________________  No. Telp Rumah Sakit/Instalasi Gawat Darurat : ____________________________________________________ 
  Kondisi Baik  Minumlah obat pengendali jangka panjang di bawah ini setiap harinya  
 Tidak batuk, wheezing, sesak di dada, atau napas yang   (termasuk satu obat anti radang) 
 
  pendek saat siang atau malam hari  Nama obat          Cara Pemakaian Obat 
 Dapat melakukan aktivitas sehari‐hari  ___________________________   ___________________________________ 
Dan, jika menggunakan peak flow meter (PFM) : 
___________________________  ___________________________________ 
Peak flow : 
lebih dari _______________________(80% atau   DAFTAR PUSTAKA
___________________________  ___________________________________ 
lebih dari peak flow terbaik saya) 
ZONA HIJAU 

Hembusan udara terkuat saya : _________________  ___________________________  ___________________________________ 

Sebelum berolahraga                                                                    □  _________________       □  2 atau  □  4 semprot  dipakai 5 menit sebelum berolahraga 

Asma Memburuk  Tambahkan obat pereda kerja pendek dan lanjutkan pemakaian obat pengendali 
 Batuk, wheezing, sesak di dada, atau napas  Pertama          □  2 atau  □  4 semprot, setiap 20 menit, maksimal 2 kali 
pendek, atau  ____________________     □  nebulisasi, maksimal 2 kali 
(agonis β2 kerja pendek) 
 Terbangun di malam hari karena asma, atau 
 Dapat melakukan beberapa, namun tidak  Jika gejala (dan peak flow, jika menggunakan peak flow meter) membaik ke ZONA HIJAU 
semua aktivitas sehari‐hari  Kedua setelah 1 atau 2 kali menggunakan obat‐obatan di atas: 
  □ Lanjutkan pemantauan pengobatan anda untuk memastikan anda tetap  di zona hijau 
‐ Atau ‐  ‐ Atau ‐ 
Peak flow :  Jika gejala anda (dan peak flow, jika menggunakan peak flow meter) tidak membaik ke  
ZONA KUNING 

_____________  sampai  _________________  ZONA HIJAU setelah 2 kali menggunakan obat‐obatan di atas: 
(50 sampai 79% dari peak flow terbaik saya) □ Segera ke fasyankes/UGD untuk tata laksana lebih lanjut 

Waspada!  Gunakan obat ini:
 Napas sangat pendek, atau  □  ________________________  
 Obat‐obatan kerja pendek tidak membantu, atau  (agonis β2 kerja pendek) 
 Tidak dapat melakukan aktivitas sehari‐hari, atau  □  ________________________ 
 Gejala sama atau memburuk setelah 24 jam di                      (steroid minum) 
ZONA KUNING  Telepon dokter anda SEKARANG. Datanglah ke rumah sakit atau telpon ambulan jika: 
Atau Peak flow :  □ Anda masih di zona merah setelah 15 menit DAN 
ZONA MERAH 

Kurang dari  __________  (50% dari peak flow terbaik saya)  □ Anda belum bisa bertemu dengan dokter anda 
TANDA  □ Kesulitan berjalan dan berbicara karena napas pendek   Gunakan  □  2  atau □  4 semprot obat pereda kerja pendek DAN  
BAHAYA   Datang ke rumah sakit atau telepon ambulans __________ SEKARANG! 
□ Bibir atau ujung jari menjadi kebiruan                                                                                          (NO. TELEPON) 
Pedoman Nasional Asma Anak 2015
Lihat halaman belakang untukmengetahui apa yang dapat anda lakukan untuk menghindari pencetus asma anda
UKK Respirologi IDAI
71
72
 Cara mengendalikan hal‐hal yang dapat membuat asma anda memburuk 
Panduan ini menyarankan beberapa hal yang dapat anda lakukan untuk mencegah serangan asma. Berikan tanda ceklis pada setiap pencetus yang anda ketahui dapat memperburuk 
asma anda dan tanyakan kepada dokter anda untuk mencari tahu jika ada memiliki pencetus lain. Lalu tetapkan dengan dokter anda langkah apa yang akan anda lakukan. 
 

Alergen   
 

□  Bulu/Serpihan kulit hewan  □ Serbuk sari atau jamur di luar rumah 
Beberapa orang alergi terhadap serpihan kulit atau air liur kering dari hewan berbulu.   Jagalah jendela anda tetap tertutup 
Tindakan yang dapat dilakukan:   Tetaplah di dalam rumah dengan jendela tertutup pada pagi hingga siang hari 
 Tidak memelihara hewan berbulu/unggas di dalam rumah  karena jumlah serbuk sari di udara meningkat pada saat tersebut 
Jika anda tidak dapat menjaga hewan peliharaan di luar rumah,   Bila dosis tambahan obat anti radang dibutuhkan sebelum musim alergi dimulai, 
 Jangan biarkan hewan peliharaan anda masuk ke dalam kamar tidur anda dan  mintalah kepada dokter anda 
tempat tidur lain kapanpun, dan jagalah agar pintu anda selalu tertutup 
Iritan 
 Jangan gunakan karpet dan furnitur yang dilapisi kain. Jika hal ini tidak mungkin 
dilakukan, jagalah hewan peliharaan anda dari furnitur yang dilapisi kain dan  □  Asap rokok 

Pedoman Nasional Asma Anak 2016


karpet   Jika anda merokok, berhentilah merokok atau tanya dokter anda cara yang 
dapat membantu anda agar berhenti merokok 
□   Tungau debu rumah   Ajak seluruh anggota keluarga untuk berhenti merokok 
Banyak pasien asma yang alergi terhadap tungau debu rumah. Tungau debu rumah   Jangan merokok dalam rumah atau mobil 
adalah kumbang kecil yang dapat ditemukan di seluruh bagian rumah: kasur bantal, 
karpet, furnitur yang dilapis kain, bed cover, pakaian, mainan, dan kain atau benda  □ Asap, bau, dan semprotan yang menyengat 
yang tertutup kain. Tindakan yang dapat dilakukan:   Jika memungkinkan, jangan memasak dengan kayu bakar, minyak tanah, atau 
 Simpan kasur dengan membungkus di dalam pelindung bebas debu  perapian 
 Simpan bantal di dalam pelindung bebas debu atau cuci bantal setiap minggu   Hindari bau dan semprotan yang menyengat seperti parfum, bedak, cat, dan 
dengan air panas bersuhu di atas 55˚C untuk membunuh tungau  hair spray. 
 

 Cuci seprai dan selimut dengan detergen dan pemutih untuk membunuh tungau 
Hal lain yang dapat menimbulkan gejala asma 
 Gunakan dehumidifier  atau penyejuk ruangan terpusat untuk mengurangi  
kelembaban dalam ruangan hingga di bawah 60% (idealnya 30‐50%)  □ Penyedot debu 
 Cobalah untuk tidak tidur atau berbaring di atas sofa yang dilapisi kain   Minta bantuan orang lain untuk menyedot debu seminggu atau dua minggu 
 Jagalah mainan di luar kamar tidur atau cucilah mainan setiap minggu dengan air  sekali. Berada di luar ruangan tersebut pada saat sedang disedot debunya dan 
panas atau air dingin dengan detergen dan pemutih  beberapa saat setelahnya 
 Jika ada yang sedang menyedot ruangan, gunakan masker anti debu (dari toko 
□  Kecoak  perkakas), gunakan kantung vakum dengan filter mikro atau kantung vakum dua 
Banyak pasien dengan asma yang alergi terhadap bangkai atau sisa‐sisa kecoak.  lapis, atau kantung vakum dengan filter HEPA 
Tindakan yang dapat dilakukan:   
□ Hal lainnya yang dapat memperburuk asma 
 Jagalah makanan dan sampah dalam tempat atau wadah tertutup.   
 Sulfit (pengawet) pada makanan dan minuman: Jangan minum bir, anggur, atau 
 Gunakan bubuk, gel, atau pasta beracun (misalnya asam borat) atau perangkap 
buah yang dikeringkan, kentang yang telah diproses, atau udang, jika hal tersebut 
untuk membunuh kecoak.  
menimbulkan gejala asma 
 Jika anda menggunakan semprotan untuk membunuh kecoak, jauhi ruangan 
 Udara dingin : Lapisi hidung dan mulut dengan kain (selendang) saat udara dingin 
sampai bau semprotan hilang 
atau cuaca berangin 
□ Jamur di dalam rumah   Obat‐obatan. Beri tahu dokter tentang semua obat‐obatan yang anda konsumsi 
 Betulkan keran, pipa, atau sumber air lain yang bocor dengan adanya jamur di sekitar  seperti obat flu, aspirin, vitamin, dan suplemen lainnya, dan obat beta bloker non 
sumber air tersebut  selektif (termasuk dalam obat tetes mata)
 Bersihkan permukaan yang berjamur dengan pembersih yang mengandung pemutih 
Pedoman Nasional Asma Anak 2015
8.
9.
7.
6.
5.
4.
3.
2.
1.

16.
15.
14.
13.
12.
11.
10.
pdf

53:778 –84.
ing_asthma.pdf.
Daftar Bacaan

sensus report. Allergy. 2008;63:5-34.

Indian J Chest Dis Allied Sci. 2007; 49:93-8.

Issue 1. DOI: 10.1002/14651858.CD002989 .


children. Arch Bronconeumol. 2006; 42:453-6.
hood asthma. Indian Pediatrics. 2005; 42:362-6.

(review). Cochrane Database Syst Rev. 2008. h.4-5.


asthma. Adolesc Med State Art Rev. 2010;21:57–71.

prevention updated 2012. Diunduh dari:www.ginasthma.org.

asthma in rural and urban schools. Ambul Pediatr. 2006;6:198-203.


the management of asthma: meta-analysis. BMJ. 1998; 317:1105-10.

self-management. Journal of Asthma & Allergy Educators. 2012;3:10-9.


Gupta KB, Verma M. Nutrition and asthma. Lung India . 2007; 24:105-14.
www.doe.virginia.gov/support/health_medical/asthma/guidelines_manag-

Kilburn SA, Lasserson TJ, McKean MC. Pet allergen control measures for
Hillemeier MM, Gusic, M., Bai Y. Communication and education about
Gøtzsche PC, Johansen HK. House dust mite control measures for asthma
Gøtzsche PC, Hammarquist C, Burr M. House dust mite control measures in
Agarkhedkar SR, Bapat HB, Bapat BN. Avoidance of food allergens in child-

dkk. Diagnosis and treatment of asthma in childhood: a PRACTALL con-

UKK Respirologi IDAI


dari: http://www.chcs.org/usr_doc/Self_Management_Goals_for_Children.

George M, Stoloff S. Teaching patients the critical components of asthma


Education and the Virginia Asthma Coalition. 2003. Diunduh dari : http://

dkk. Global initiative for asthma: global strategy for asthma management and
Castro-Rodríguez JA. Assessing the risk of asthma in infants and pre-scholl
Virginia Department of Health in collaboration with Virginia Department of
Baxi SN, Phipatanakul W. The role of allergen exposure and avoidance in
Asthma self-management goals for children 9 years and younger. Diunduh

Jones MA. Asthma self-management patient education. Respir Care. 2008;

allergic asthma in children and adults. Cochrane Database Syst Rev. 2001.
Dykewicz MS. Rhinitis and sinusitis. J Allergy Clin Immunol. 2003;111:S520-9.
Burns L, Cifaloglio C, Elwood L, Enoch JP, Geldmaker B, Hughes T, dkk.
Bachrier LB, Boner A, Carlsen KH, Eigenmann PA, Frischer T, Götz M,

Guidelines for Managing Asthma in Virginia Schools: A Team Approach.

FitzGerald M, Batemen ED, Boulet LP, Cruz AA, Haahtela T, Levy ML,
Bedi RS. Patient education programme for asthmatics: indian perspective.

73
17. Liccardi G, Custovic A, Cazzola M, Russo M, D’Amato M,D’Amato G. 30. Wheeler LS, Bartholomew LK, Boehm R, Brasler M, Constante C, Goldberg
Avoidance of allergens and air pollutants in respiratory allergy. Allergy. E, dkk. Managing asthma a guide for schools 2003. Diunduh dari: http://
2001:56:705-22. www.nhlbi.nih.gov/health/prof/lung/asthma/asth_sch.pdf.
18. Maryland State Department of Education Student Services and Alternative 31. Woodfine L, Neal RD, Edwards RT, Linck P, Mullock L, Nethans N, dkk. En-
Programs Branch. Management of student with asthma in school mary- hancing ventilation in homes of children with asthma: pragmatic randomised
land state school health services guideline 2006 .Diunduh dari:http://www. controlled trial. Br J Gen Prac. 2011; DOI: 10.3399/bjgp11X606636.
marylandpublicschools.org/NR/rdonlyres/6561B955-9B4A-4924-90AE- 32. Yeatts K, Washington D, Sleath B, Ayala GX, Gilette C, Williams D, dkk.
F95662804D90/35018/Asthma_Guidelines_02272013_.pdf. Communication and education about triggers and environmental control
19. Matondang MA, Lubis HM, Daulay RM, Panggabean G, Dalimunthe W. strategies during pediatric asthma visits. Patient Educ Couns. 2012;86:63-9.
Peran komunikasi, informasi, dan edukasi pada asma anak. Sari Pediatri.
2009;10:314-9.
20. Murphy S, Bleecker ER, Boushey H, Buist AS, Busse W, Clark NM, dkk.
Practical guide for the diagnosis and management of asthma based on the
expert panel report 2: guidelines for the diganosis and management of asth-
ma. 1997. Diunduh dari: http://www.niehs.nih.gov/health/assets/docs_a_e/
asthma_action_plan_.pdf.
21. Myers TR. Guidelines for asthma management: a review and comparison of
5 current guidelines. Respir Care. 2008; 53:751–69.
22. National Heart, Lung, and Blood Institute. National asthma education and
prevention program expert panel report 3: guidelines for the diagnosis and
management of asthma full report 2007. Diunduh dari: http://www.nhlbi.
nih.gov/guidelines/asthma/asthgdln.pdf.
23. Platts-Mills T, Leung DYM, Schatz M. The role of allergens in asthma. Am
Fam Physician. 2007;76:675-80.
24. Rahajoe N. Pengobatan pencegahan asma. Cermin Dunia Kedokteran. 1991;
69:45-9
25. Risnes KR, Belanger K, Murk W, Bracken MB. Antibiotic exposure by 6
months and asthma and allergy at 6 years: findings ina cohort of 1,401 us
children. Am J Epidemiol. 2011;173:310-8.
26. Stevens CA, Wesseldine LJ, Couriel JM, Dyer AJ, Osman LM, Silverman M.
Parental education and guided self-management of asthma and wheezing in
the pre-school child: a randomised controlled trial. Thorax. 2002;57:39–44.
27. Sin DD, Sutherland ER. Obesity and the lung : 4. Obesity and asthma. Tho-
rax. 2008; 63:1018–23.
28. The International Study of Asthma and Allergies in Childhood. The glob-
al asthma report 2011. International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease.. Diunduh dari: http://www.globalasthmareport.org/.
29. Vichyanond P, Pensrichon R, Kurasirikul S. Progress in the management of
childhood asthma. Asia Pac Allergy. 2012;2:15-25.

74 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 75


BAB VIII Sebagian besar pasien asma terkena rinitis dan sekitar 20-40% pasien
dengan rinitis persisten akan berkembang menjadi asma. Rinitis selain
Asma dengan sebagai faktor risiko terjadinya asma, juga merupakan salah satu faktor yang
akan meningkatkan derajat keparahan asma dan penggunaan obat-obatan
Penyakit Penyerta asma. Alergen yang ditengarai berpotensi menimbulkan rinitis dan asma
adalah alergen indoor dan outdoor seperti tungau debu rumah (house dust
mite), bulu binatang, dan pollen. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma
(ARIA) merekomendasikan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya
asma pada semua pasien dengan rinitis.
Penyakit penyerta atau komorbid yang sering ditemukan pada pasien asma
Rinitis alergi sering luput tidak terdiagnosis pada pasien asma dan
di antaranya rinitis alergi, rinosinusitis, penyakit refluks gastroesofageal
sering pula tidak diobati dengan semestinya. Terbukti bahwa penelantaran
(gastroesophageal reflux disease = GERD), obesitas, dan infeksi respiratori.
pengobatan rinitis meningkatkan morbiditas asma. Tata laksana rinitis yang
Dalam menghadapi pasien asma yang tidak dapat mencapai derajat kendali,
tepat akan memperbaiki gejala asma. Obat anti inflamasi termasuk steroid
salah satu yang harus dipikirkan adanya kondisi komorbid ini karena gejala
topikal, antileukotrien, dan antikolinergik dapat berperan efektif baik pada
respiratori yang berkelanjutan kadang hanya dipikirkan disebabkan asma
rinitis maupun asma. Tetapi, ada obat yang hanya efektif terhadap rinitis
semata.
(misalnya antagonis H1) dan efektif terhadap asma (misalnya agonis β2).
Sebagian besar pasien asma dapat mencapai derajat kendali yang baik
Penelitian tentang penggunaan steroid intranasal untuk rinitis alergi
tetapi beberapa pasien asma ada yang tidak dapat mencapai derajat kendali
menunjukkan perbaikan gejala nasal (bersin, rinorea, hidung buntu dan
meskipun sudah dengan terapi yang optimal. Pasien yang tidak dapat
gatal), serta gejala okular jangka pendek. Oleh karena itu, cukup beralasan
mencapai derajat kendali pada tahap 4 tata laksana asma jangka panjang
untuk mengasumsikan bahwa pengobatan rinitis alergi yang menyertai
(obat pereda dan dua atau lebih obat pengendali) dikategorikan sebagai
asma akan mengurangi gejala rinitis. Pertanyaannya adalah apakah
difficult-to-treat asthma. Pasien difficult-to-treat asthma merupakan pasien
pengobatan rinitis alergi akan memperbaiki kendali asma? Pada pasien
asma yang memiliki respons jelek atau parsial terhadap pengobatan, baik
dewasa, penggunaan steroid intranasal berhubungan dengan penurunan
karena pengaruh asma itu sendiri maupun karena adanya pengaruh faktor-
bermakna risiko perawatan darurat dan rawat inap terkait asma (adjusted
faktor lain. Selain penyakit penyerta, hal lain yang dapat menjadi penyebab
OR: 0,75; KI95%: 0,62-0,91 dan 0,56; 0,42-0,76, berurutan). Kelompok
difficult-to-treat asthma adalah ketepatan diagnosis, akses yang kurang
ARIA merekomendasikan pemakaian steroid intranasal baik pada pasien
terhadap pengobatan medis, kepatuhan yang jelek terhadap pengobatan,
dewasa maupun anak, walaupun bukti pada anak masih lebih rendah
metode inhalasi yang salah, pajanan lingkungan seperti perokok pasif atau
dibanding dengan pada dewasa.
pajanan terhadap alergen, dan faktor psikososial.
Sinusitis merupakan komplikasi dari infeksi respiratori atas, rinitis
alergi, atau bentuk lain dari obstruksi nasal. Sinusitis akut maupun kronik
dapat memperburuk gejala asma. Diagnosis sinusitis, selain berdasarkan
Rinitis alergi dan rinosinusitis gambaran klinis, direkomendasikan pula untuk berdasarkan pemeriksaan
penunjang seperti CT scan. Dokter perlu membedakan sinusitis viral dan
Rinosinusitis dan asma menunjukkan terdapat hubungan antara saluran sinusitis bakteri. Bila dicurigai infeksi bakteri dengan gejala menetap lebih
respiratori atas dan bawah yang dikenal sebagai konsep united airway dari 10 hari dan tidak membaik; panas tinggi yang didahului purulent nasal
disease. Dasar pemikiran konsep ini antara lain teori tentang epitel, inervasi discharge sedikitnya 3-4 hari, atau perburukan gejala infeksi respiratori
(sinu-nasal-bronchial reflex), dan inflamasi (bone marrow derived systemic atas setelah sebelumnya menunjukkan gejala perbaikan (double sickening),
inflammation syndrome). Di antara ketiga teori tersebut, teori inflamasi direkomendasikan diberikan antibiotik.
dikatakan yang paling banyak berperan.

76 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 77


Refluks gastroesofageal Infeksi respiratori
Refluks gastroesofageal merupakan faktor yang sering terlupakan dalam Infeksi respiratori berperan penting pada asma karena dapat memperburuk
etiopatogenesis asma. Asma dan refluks gastroesofageal dapat terjadi timbulnya gejala asma dan umum ditemukan pada anak yang mengalami
bersamaan pada seorang pasien tanpa saling berhubungan atau keduanya serangan asma. Mikroorganisme yang sering dikaitkan dengan peningkatan
saling memberatkan, karena efek fisiologis obstruksi saluran respiratori gejala asma adalah virus, sedangkan bakteri lebih jarang. Virus yang sering
pada asma memperburuk refluks gastroesofageal atau refluks gatroesofageal menjadi penyebab wheezing pada bayi adalah respiratory syncytial virus,
memicu terjadinya bronkokonstriksi pada asma. sementara rhinovirus merupakan trigger utama wheezing dan memperparah
Kecurigaan terdapatnya refluks gastroesofageal sebagai penyakit gejala asma pada anak yang lebih besar dan dewasa. Virus respiratori lain
penyerta asma, khususnya pada pasien difficult-to-treat asthma, dipikirkan seperti virus influenzae, parainfluenzae, adenovirus, dan coronavirus juga
jika terdapat gejala asma yang memberat terutama malam hari atau saat dikaitkan dengan timbulnya wheezing dan gejala asma.
berbaring, atau memburuk setelah makan. Sejumlah mekanisme yang menerangkan virus respiratori ini dapat
Telaah pustaka tentang pengobatan refluks gastroesofageal dengan menjadi trigger wheezing dan meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas,
berbagai macam modalitas seperti proton pumps inhibitor, antagonis H2, dan termasuk kerusakan epitel saluran napas, stimulasi antibodi IgE spesifik,
pembedahan gagal menunjukkan keuntungannya. Penelitian pada pasien pengeluaran mediator dan late asthmatic response terhadap alergen inhalasi.
asma dewasa tanpa gejala refluks gastroesofageal menunjukkan pengobatan Selain itu infeksi virus ikut berperan dalam respons inflamasi.
dengan proton pumps inhibitors (PPI) tidak memperbaiki gejala ataupun Tata laksana saat terjadi serangan asma yang dipicu infeksi virus sama
eksaserbasi asma. Hasil penelitian pengobatan antirefluks tidak terbukti seperti tata laksana serangan asma karena sebab lain yaitu dengan inhalasi
bermanfaat, terutama pada anak yang lebih besar, tetapi pengobatan agonis β2 kerja pendek dan steroid oral.
secara empiris cukup beralasan pada anak yang lebih kecil jika riwayatnya Peran infeksi Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae
mendukung adanya refluks gastroesofageal. dalam patogenesis atau perburukan gejala asma belum jelas, termasuk
penggunaan makrolid.

Obesitas
Daftar Bacaan
Asma akan lebih sulit dikendalikan pada pasien dengan obesitas. Hubungan
antara obesitas dengan asma cukup kompleks. Faktor yang memengaruhi 1. Adams RJ, Fuhlbrigge AL, Finkelstein JA, Weiss ST. Intranasal steroids and
diantaranya adalah pengaruh refluks gastroesofageal, efek dari obstructive sleep the risk of emergency department visits for asthma. J Allergy Clin Immunol.
apnea, faktor mekanik, dan faktor lain yang belum bisa ditentukan. Literatur 2002;109:636-42.
juga menunjukkan terdapat perbedaan jenis kelamin, perkembangan paru, 2. Bousquet J, Mantzouranis E, Cruz AA, Aı¨t-Khaled N, Baena-Cagnani CE,
dan pubertas yang memengaruhi interaksi antara obesitas dengan jalan Bleecker ER, dkk. Uniform definition of asthma severity, control, and exacerba-
napas. Diagnosis asma pada pasien obesitas seyogyanya disertai dengan tions: Document presented for the World Health Organization Consultation on
pengukuran parameter hiperreaktivitas bronkus karena gejala respiratori Severe Asthma. J Allergy Clin Immunol. 2010;126:926-38.
pada pasien obesitas seringkali menyerupai asma. Tidak cukup bukti yang 3. Bousquet J, Van Cauwenberge P, Khaltaev N. Allergic rhinitis and its impact on
menyatakan adanya perbedaan tata laksana asma dengan obesitas atau tanpa asthma. J Allergy Clin Immunol. 2001;108:S147-334.
obesitas. Penurunan berat badan pada pasien obesitas akan memperbaiki 4. Bowrey DJ, Peters JH, DeMeestervTR. Gastroesophageal reflux disease in asth-
derajat kendali asma, fungsi paru, dan mengurangi kebutuhan penggunaan ma: effects of medical and surgical antireflux therapy on asthma control. Ann
obat-obatan. Surg. 2000;231:161-72.

78 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 79


5. Brozek JL, Bousquet J, Baena-Cagnani CE, Bonini S, Canonica GW, Casale TB,
dkk. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) guidelines: 2010 revi- BAB IX
6.
sion. J Allergy Clin Immunol. 2010;126:466-76.
Busse WW. Respiratory infections: their role in airway responsiveness and the
Asma pada Anak
pathogenesis of asthma. J Allergy Clin Immunol. 1990;85:671-83. Balita
7. Chan WW, Chiou E, Obstein KL, Tignor AS, Whitlock TL. The efficacy of pro-
ton pump inhibitors for the treatment of asthma in adults: a meta analysis. Arch
Intern Med. 2011;171; 620-9.
8. Chow AW, Benninger MS, Brook I, Brozek JL, Goldstein EJC, Hicks LA, dkk.
IDSA Clinical Practice Guideline for Acute Bacterial Rhinosinusitis in Children
Diagnosis asma pada anak usia ≤5 tahun (balita), merupakan suatu
and Adults. Diunduh dari http://cid.oxfordjournals.org/atIDSA.
tantangan tersendiri karena manifestasi klinis tidak spesifik dan beragam.
9. Ciprandi G, Caimmi D, del Guidice MM, La Rosa M, Salpietro C, Marseglia
Wheezing berulang merupakan gejala paling sering terjadi, tetapi kita tidak
GL. Recent developments in united airways disease. Allergy Asthma Immunol
Res. 2012;4:171-7.
dapat menegakkan diagnosis asma secara langsung, karena wheezing pada
anak balita dapat disebabkan oleh banyak hal, salah satu yang tersering
10. Corren J, Manning BE, Thompson SF, Hennessy S, Strom BL. Rhinitis therapy
adalah oleh infeksi virus saluran respiratori dengan akibat terjadi obstruksi
and the prevention of hospital care for asthma: a case-control study. J Allergy Clin
Immunol. 2004;113:415-19. parsial. Kekerapan dan lamanya wheezing selama infeksi respiratori akut,
ditambah dengan riwayat alergi pada keluarga, menjadi indikator utama
11. Dahl R, Nielsen LP, Kips J, Foresi A, van Cauwenberge, Tudoric N, dkk. Intra-
nasal and inhaled fluticasone propionate for pollen induced rhinitis and asthma.
untuk memulai dugaan ke arah asma.
Allergy. 2005;60:875-81.
12. Enell IU, Skybo T, Camargo CA Jr. Weight loss and asthma: a systematic review. Patogenesis dan patofisiologi asma anak balita
Thorax. 2008;63:671-6.
13. Global Initiative for Asthma (GINA). Diunduh dari http://www.ginasthma.org/. Patofisiologi asma anak balita tidak banyak dapat diterangkan karena
14. Mathew JL, Sign M, Mittal SK. Gastroesophageal reflux and bronchial asthma: keterbatasan penelitian pada usia ini. Pada anak balita terdapat dua pola
current status and future directions. Post Grad Med J. 2004;80:701-5. klinis asma yaitu non-atopic viral respiratory infection-induced asthma
15. Matronarde JG, Anthonisen NR, Castro M, Holbrook JT, Leone FT, Teague dan asma atopik (atopic asthma) dengan gejala menetap. Pada penelitian
WG, Wise RA. Efficacy of esomeprazole for treatment of poorly controlled asth- pengamatan profil sitokin dari broncho-alveolar lavage (BAL) ditunjukkan
ma. N Engl J Med. 2009;360:1487-99. bahwa terdapat perbedaan (heterogenisitas) dalam inflamasi saluran
16. Passalacqua G, Ciprandi G, Canonica GW. United airways disease: therapeutic respiratori yaitu bahwa pada anak prasekolah yang didiagnosis asma,
aspects. Thorax. 2000;55:S26-S27 respons Th-2 dominan (IL-4 tinggi dan IFN- γ rendah ) ditemukan pada
17. Price D, Zhang Q, Kocevar VS, Yin DD, Thomas M. Effect of a concomitant asma atopik, sedangkan respons inflamasi Th-1 (IL-4 rendah dan IFN-γ
diagnosis of allegic rhinitis on asthma related health care use by adults. Clin Exp tinggi) lebih sering diidentfikasi pada asma non-atopik. Atas dasar keadaan
Allergy. 2005;35:282-7. ini maka diduga terdapat perbedaan mekanisme imun dan inflamasi untuk
18. Saint-Pierre P, Bourdin A, Chanez P, Daures JP, Godard P. Are overweight asrh- virus respiratory infection-induced asthma dan asma atopik. Fenotip asma
matics more difficult to control? Allergy 2006;61:97-84. yang paling sering terdapat pada anak prasekolah adalah non-atopic viral
19. Stardal K, Johannesdoltir GB, Bentsen BS, Knudsen PK, Carlsen KCL, Closs respiratory induced asthma.
O, dkk. Acid Supression does not change respiratory symptoms in children with Beberapa istilah dan klasifikasi wheezing terdahulu yang sering
asthma and gastroesophageal reflux disease. Arch Dis Child. 2005;90:956-60. digunakan pada penjelasan tentang asma pada balita, ternyata merupakan
20. Thakkar K, Boatright RO, Gilger MA, El Serag HB. Gastroesophageal reflux and fenotip wheezing yang bersifat sementara dan tidak jelas apabila diterapkan
asthma in children: a systematic review. Pediatrics. 2010;125:e925-30. di dalam praktik klinis. Klasifikasi wheezing seperti viral induced wheezing,

80 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 81


episodic wheezing, transient wheezing, persistent wheezing, late-onset wheezing, Tabel 9.1. Gambaran klinis yang mendukung diagnosis asma pada anak balita
(Modifikasi GINA 2015)
tidak praktis pada pemakaian sehari-hari, sehingga cenderung over- dan
underdiagnosis asma. Gambaran Klinis Karakteristik yang Mendukung Asma
Batuk Batuk berulang atau persisten non-produktif yang
dirasakan lebih berat pada malam hari disertai dengan
wheezing dan atau sesak. Batuk terjadi pada saat aktivitas,
tertawa, menangis atau terpajan asap rokok tanpa infeksi
Diagnosis asma anak balita Wheezing
respiratori
Terjadi berulang, pada saat tidur atau dicetuskan oleh infeksi
virus, aktivitas, tertawa, menangis atau terpajan asap rokok
Kekerapan dan durasi gejala, pemicunya terhadap gejala, riwayat alergi atau polusi air (dalam ruangan atau luar ruangan)
pada pasien serta riwayat asma pada keluarga dipakai sebagai petunjuk awal Kesulitan bernapas Terjadi pada saat demam, aktivitas, tertawa atau menangis
untuk menduga asma. Aktivitas terbatas Tidak dapat berlari, bermain atau tertawa dengan intensitas
yang sama dengan anak lain, mudah lelah pada saat berjalan
Diagnosis asma pada anak balita didasarkan pada pendekatan (selalu ingin digendong)
probabilitas yang terdiri dari komponen-komponen berikut: Riwayat keluarga Penyakit alergi lain (dermatitis atopi dan rinitis)
Asma pada orang tua atau saudara kandung
• Pola gejala (wheezing, batuk, sesak napas, terbangun malam hari karena Uji terapi dengan steroid Klinis membaik selama 2-3 bulan dengan obat pengendali
asma) (lihat tabel 9.1) inhalasi dosis rendah dan dan memburuk ketika pengobatan dihentikan.
pemberian agonis β2 kerja
• Adanya faktor risiko untuk berkembang asma (riwayat alergi pada pendek bila diperlukan
pasien dan/atau asma pada keluarga) (as needed)

• Respons terhadap terapi pengendali


Pemeriksaan penunjang
  Gejala (batuk, wheezing,  Gejala (batuk, wheezing, Gejala (batuk, wheezing, Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk diagnosis asma pada anak balita, tetapi be-
sulit bernapas) >10 hari 
sulit bernapas) ≤10 hari 
selama IRA 
sulit bernapas) >10 hari  berapa uji berikut mungkin membantu.
  selama IRA   selama IRA 
      
  2‐3 episode/tahun  >3 episode/tahun, atau  >3 episode/tahun, atau  a. Uji terapi
  
 
episode berat dan/atau  episode berat dan/atau 
  
perburukan malam hari
 
perburukan malam hari
 
Uji terapi dengan menggunakan bronkodilator inhalasi (short–acting
  Tidak ada gejala di  Di antara episode anak 
  antara episode  mungkin batuk, 
Di antara episode anak 
mungkin batuk, 
beta agonist, agonis β2 kerja pendek) bila diperlukan dan steroid
  
 
wheezing atau sulit  wheezing atau sulit  inhalasi (SI) dosis rendah yang diberikan selama 2-3 bulan dapat
bernapas  bernapas 
       membantu menegakkan diagnosis asma. Apabila gejala berkurang
  Alergi/atopi pada  Alergi/atopi pada  Alergi/atopi pada 
  pasien, riwayat asma  pasien, riwayat asma  pasien, riwayat asma  selama pengobatan dan memberat pada saat pengobatan dihentikan,
  pada keluarga (‐) 
 
pada keluarga (+/‐) 
 
pada keluarga (+) 
 
maka diagnosis asma menjadi lebih kuat.
  MUNGKIN 
 
SANGAT 
  MUNGKIN  ASMA  MUNGKIN  ASMA 
BUKAN ASMA 
 
  a. Uji untuk atopi
  Gambar 9.1. Skema kemungkinan asma pada anak balita
(Modifikasi GINA 2015)
Sensitisasi terhadap alergen untuk diagnosis asma dapat diperiksa
Keterangan: dengan uji cukit kulit, eosinofil darah ≥4%, atau IgE alergen spesifik,
• Skema di atas menggambarkan bahwa asma pada anak balita merupakan suatu spektrum tetapi kurang bermakna pada anak balita. Gejala atopi sering ditemukan
yang dinamis, semakin ke kanan pola gejala yang ditemui, maka makin kuat dugaan ke pada mayoritas anak asma ketika mereka berusia lebih dari 3 tahun,
arah asma, dan seorang pasien dapat berubah posisinya seiring waktu.
akan tetapi jika tidak ada atopi belum tentu anak tidak asma.
• Bila seorang balita sudah memenuhi klinis sesuai kriteria klasik asma, maka bisa langsung
didiagnosis asma tanpa melalui algoritma diagnosis asma

82 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 83


b. Foto Rontgen toraks • Wheezing yang terus menerus
Jika terdapat keraguan, maka dapat dilakukan foto Rontgen toraks • Gagal terhadap pemberian obat pengendali asma
untuk melihat adanya kelainan struktur, benda asing, atau gambaran • Tidak ada gejala dengan pemicu tertentu, seperti IRA
tuberkulosis. Foto Rontgen toraks lebih berperan untuk menyingkirkan • Tanda-tanda kelainan paru atau kardiovaskuler atau jari tabuh (clubbing
diagnosis banding. of fingers)
• Hipoksemia saat tidak infeksi virus

Diagnosis banding
Tabel 9.2. Diagnosis banding asma anak balita Tata laksana jangka panjang asma anak balita
Kondisi Karakteristik tipikal
Secara umum, evaluasi gejala pada asma anak balita sama dengan asma pada
1. Infeksi virus pada saluran Utamanya batuk, hidung pilek dan tersumbat <10 hari,
respiratori, termasuk wheezing biasanya ringan, tidak muncul gejala di antara usia di atas 5 tahun. Komponen kunci adalah edukasi, pelatihan pemakaian
bronkiolitis infeksi alat inhalasi yang benar dan keteraturannya, strategi nonfarmakologi
2. GERD (Gastroesophageal Batuk ketika makan; infeksi paru berulang; mudah muntah termasuk kontrol lingkungan yang baik, monitoring berkala, dan evaluasi
Reflux Disease) terutama setelah makan terlalu banyak; respons buruk
terhadap terapi asma klinis. Seperti pada asma anak >5 tahun, obat asma diberikan secara bertahap
3. Aspirasi benda asing Episode mendadak, batuk dan/atau stridor yang berat saat sesuai dugaan awal yang akan menentukan di jenjang mana terapi dimulai.
makan atau bermain; batuk dan infeksi paru yang berulang;
tanda-tanda infeksi paru fokal
4. Tuberkulosis Batuk yang persisten; demam yang tidak respons terhadap JENJANG 1: Agonis β2 kerja pendek inhalasi bila perlu
antibiotik; pembesaran kelenjer limfe; respons buruk
terhadap bronkodilator atau steroid inhalasi; riwayat kontak Pada jenjang ini, kemungkinan diagnosis penyakit bukan asma. Semua anak yang
dengan pasien TB paru mengalami episode wheezing harus diberikan agonis β2 kerja pendek inhalasi untuk
5. Displasia Riwayat lahir prematur; BBLR; membutuhkan ventilasi mengurangi gejala (Evidence D). Tidak perlu pemberian obat pengendali asma.
bronkopulmoner mekanik yang lama atau suplemen oksigen; susah bernapas
sudah ada sejak lahir
6. Pertusis Diawali dengan gejala selesma pada fase kataral (2-3 minggu JENJANG 2: Uji terapi dengan SI dosis rendah, agonis β2 kerja pendek
pertama), berlanjut dengan batuk terus menerus kadang
diakhiri dengan inspirasi dalam berbunyi whoop, riwayat inhalasi bila perlu
tidak atau belum mendapat imunisasi DPT lengkap, Semua anak yang mengalami episode wheezing harus diberikan agonis
7. Rinosinusitis Batuk berulang dengan tipe batuk yang berdehem
(ekspiratori refleks) yang juga disertai oleh gejala hidung β2 kerja pendek inhalasi untuk mengurangi gejala (Evidence D). Terapi
yang dominan bronkodilator oral tidak direkomendasikan karena awitan aksi yang lambat
dan tingkat efek samping yang tinggi dibandingkan dengan agonis β2
kerja pendek inhalasi (Evidence D). Pada jenjang ini anak mungkin/sangat
Indikasi untuk rujukan mungkin asma, sehingga dapat dicoba uji terapi dengan steroid inhalasi
dosis rendah.
Jika ditemukan hal berikut, maka perlu dirujuk ke konsultan terkait untuk
penelusuran lebih lanjut :
JENJANG 3: Terapi awal dengan obat pengendali, dengan agonis β2
• Gagal tumbuh kerja pendek inhalasi bila perlu
• Neonatus atau awitan gejala yang sangat dini (khususnya jika terjadi Steroid inhalasi dosis rendah tiap hari ditambah agonis β2 kerja pendek bila
gagal tumbuh) perlu. Steroid inhalasi dosis rendah merupakan pilihan terbaik untuk terapi
• Muntah yang disertai gejala respirasi inisial agar tercapai kendali asma pada anak ≤5 tahun (Evidence A). Terapi

84 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 85


awal ini harus diberikan setidaknya selama 3 bulan untuk memastikan
efektifitasnya dalam mencapai kendali asma yang baik. Bila belum terkendali,
dapat ditambahkan Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA).

JENJANG 4: Obat pengendali tambahan dengan agonis β2 kerja pendek


inhalasi bila perlu
Jika terapi awal 3 bulan dengan steroid inhalasi dosis rendah gagal untuk
mengendalikan gejala, atau jika eksaserbasi menetap, lihat hal berikut ini
sebelum mempertimbangkan untuk menaikkan terapi.
• Pastikan bahwa gejala-gejala disebabkan asma bukan karena penyakit
yang lain

Keterangan: SI (steroid inhalasi); LTRA (Leukotriene Receptor Antagonist);


• Tilik dan koreksi penggunaan inhaler

SABA (short acting beta agonist, agonis β2 kerja pendek)


• Pastikan keteraturan pemakaian obat sesuai dosis yang ditentukan
• Selidiki tentang faktor risiko seperti alergen atau pajanan asap rokok
Gambar 9.2. Tata laksana asma anak balita Pilihan utama pada jenjang ini adalah steroid inhalasi dosis menengah
(gandakan dosis rendah), sedangkan pilihan lain yang dapat diberikan yaitu
kombinasi LTRA dengan steroid inhalasi dosis rendah.

JENJANG 5: Lanjutkan obat pengendali dan rujuk ke konsultan


respirologi anak untuk pemeriksaan lebih lanjut
Pilihan terbaik pada jenjang ini adalah merujuk anak ke konsultan respirologi
anak untuk investigasi lebih lanjut (Evidence D). Jika penggandaan dosis
steroid inhalasi inisial gagal mencapai kendali asma yang baik, dan jika
kendali gejala tetap jelek dan/atau eksaserbasi yang menetap, atau jika
dicurigai adanya efek samping terapi, anak harus dirujuk ke konsultan
respirologi anak.

Tabel 9.3. Steroid inhalasi (SI) harian dosis rendah untuk anak balita

Obat Dosis rendah per hari (mcg)

Beclomethasone dipropionate (HFA) 100


Budesonide MDI + spacer 200
Nebulisasi budesonide 500
Fluticasone propionate (HFA) 100

MDI: metered dose inhaler; HFA: hydrofluoralkane


Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2015

86 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 87


Penentuan tingkat kendali asma perbedaan. Kemungkinan perburukan klinis lebih cepat terjadi, sehingga
Menentukan tingkat kendali gejala asma pada anak balita tidak mudah. klasifikasi serangan asma pada anak balita lebih agresif, dan cenderung
Dokter bergantung pada laporan anggota keluarga atau pengasuh, sehingga untuk segera dilakukan rujukan ke rumah sakit. Tata laksana awal oleh
anamnesis harus dilakukan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. orang tua di rumah, hanya boleh dilakukan satu-dua kali, dan harus segera
dibawa ke IGD jika tidak terdapat perbaikan. Gejala awal serangan asma
Tabel 9.4. Klasifikasi asma anak balita berdasarkan derajat kendali
termasuk berikut:
Karakteristik Terkendali penuh Terkendali sebagian Tidak terkendali
• Wheezing atau sesak napas yang akut atau subakut
(semua kriteria di (1-2 kriteria dalam 1 (3-4 kriteria • Batuk terutama saat anak tidur
bawah) minggu) dalam 1 minggu)
Gejala pada siang Tidak ada (<2x/ ≥2x/minggu (dalam ≥2x/minggu (dalam
• Letargis atau aktivitas berkurang
hari (wheezing, minggu) waktu beberapa menit waktu beberapa menit • Gangguan aktivitas sehari-hari, termasuk makan
batuk, sesak dan teratasi dengan atau jam atau kambuh,
napas) bronkodilator kerja teratasi sebagian atau • Respons buruk terhadap pengobatan
pendek) sepenuhnya dengan
bronkodilator kerja • Gejala infeksi respiratori atas (selesma, common cold, rinofaringitis)
pendek) seringkali mendahului eksaserbasi asma.
Keterbatasan Tidak ada Ada (batuk, wheezing, Ada (batuk, wheezing,
aktivitas sesak napas setelah sesak napas setelah
olahraga, tertawa dan olahraga, tertawa dan Penilaian tingkat keparahan serangan asma
aktivitas berlebihan) aktivitas berlebihan)
Terbangun pada Tidak ada Ada (batuk ketika tidur, Ada (batuk ketika tidur, Tabel 9.5. Penilaian awal serangan asma pada anak balita
malam hari karena terbangun karena terbangun karena
asma batuk, wheezing dan/ batuk, wheezing dan/ Gejala Ringan-sedang Berat/Mengancam nyawa
atau sesak) atau sesak) Kesadaran terganggu Tidak Agitasi, bingung, atau mengantuk
Kebutuhan terhadap ≤2 hari/minggu >2 hari/minggu >2 hari/minggu Saturasi oksigen ≥94% <90%
obat pereda Berbicara Per kalimat Per kata
Frekuensi nadi <100 x/menit >200 x/menit (0-3 tahun)
Sumber: GINA 2014 >180 x/menit (4-5 tahun)
Sianosis sentral Tidak ada Mungkin ada
Intensitas wheezing Variasi Suara napas mungkin lemah
Menilai respons dan penyesuaian terapi
Sumber: Modifikasi GINA 2015
• Kunjungan rutin tiap 3-6 bulan, untuk evaluasi kendali asma, faktor
risiko dan efek samping. Tabel 9.6. Indikasi rujukan rumah sakit segera untuk anak balita
• Tinggi anak harus diukur minimal tiap 3 bulan, atau lebih sering. Rujukan segera ke rumah sakit harus untuk anak balita, jika mengalami salah satu :
• Jika terapi dihentikan, jadwalkan kunjungan kontrol 3-6 minggu • Pada saat pemeriksaan inisial atau setelahnya
• Anak tidak dapat bicara atau minum
setelahnya untuk memeriksa apakah gejala muncul lagi. • Sianosis
• Orang tua/pengasuh harus diberikan rencana aksi asma (RAA) dengan • Retraksi subkostal
• Saturasi oksigen <92%
gejala spesifik yang rinci tentang perburukan asma, pengobatan yang • Suara napas menghilang pada auskultasi
harus diberikan di awal, dan kapan dan bagaimana mengontak petugas • Respons kurang terhadap terapi bronkodilator inisial
• Respons kurang terhadap 6 semprotan agonis β2 kerja pendek (2 semprotan
kesehatan. terpisah, diulang 3 kali) selama 1-2 jam
• Takipnea* menetap walaupun telah diberi inhalasi agonis β2 kerja pendek 3 kali,
walaupun anak telah memperlihatkan perbaikan klinis
Tata laksana serangan asma anak balita • Lingkungan sosial yang memperburuk pemberian obat pereda, atau orang tua/
pengasuh yang tidak dapat mengatasi serangan asma di rumah
Pada prinsipnya gejala serangan asma pada anak balita hampir sama dengan *Laju pernapasan normal: <60 kali/menit untuk anak 0-2 bulan;
anak di atas 5 tahun, kecuali pada beberapa indikator tertentu terdapat <50 kali/menit untuk anak 2-12 bulan; <40 kali/menit untuk anak 1-5 tahun

88 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 89





Keterangan:

* PERINGATAN PEMBERIAN STEROID SISTEMIK:

• Steroid sistemik hanya diberikan pada serangan asma

!

• Hati-hati bila dalam 1 bulan terakhir pasien sudah mendapat
steroid oral/sistemik. Perlu dievaluasi apakah indikasi steroid

oral/sistemik sudah tepat, dan pikirkan kemungkinan pasien
sudah memerlukan obat pengendali.


Kriteria pulang dari RS dan pemantauan setelah

eksaserbai
Sebelum dipulangkan keadaan anak harus stabil (misal anak harus sudah
dapat berjalan dan bisa makan dan minum tanpa masalah).

Anak yang baru selesai mengalami eksaserbasi memunyai risiko
untuk mengalami episode serangan ulang dan membutuhkan pemantauan.
Tujuannya untuk memastikan perbaikan komplit, menentukan penyebab
eksaserbasi, dan kapan sebaiknya menetapkan terapi lanjutan yang cocok
dan kepatuhan anak (Evidence D).




Daftar Bacaan

1. Bacharier L. Diagnosis and treatment of asthma in childhood: A PRAC-
TALL consensus report. Allergy. 2008;63:5–34.
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar Na-
sional (RISKESDAS). Jakarta; 2007.
3. Boehmer ALM, Merkus PJFM. Asthma therapy for children under 5 years of

age. Lippincott Williams & Wilkins.2006;12:34–41.

4. Bisgaard H, Szefler S. Prevalence of asthma–like symptoms in young chil-
dren. Pediatr Pulmonol. 2007;42:723–728.
5. Brand PL, Baraldi E, Bisgaard H, Boner AL, Castro–Rodriguez JA, Custovic
A, dkk. Definition, assessment and treatment of Wheezing disorders in pre-
school children: An evidence–based approach. Eur Repir J. 2008;32:1096–
1110.
  6. Bufford JD, Gern JE, Early exposure to pets: Good or bad? Curr Allergy
Asthma Rep. 2007;7:375–382.
7. Bush A. Phenotypic differences between pediatric and adult asthma. Proc
Gambar 9.3. Tata laksana serangan asma pada anak balita Am Thorac Soc. 2009;6:712–9.
di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes)/UGD

90 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 91


8. Carlsen K. Identification of asthma phenotypes in children. Breathe. 22. Spycher B. Distinguishing phenotypes of childhood wheeze and cough using
2011;8:39–43. latent class analysis. Eur Respir J. 2008;31:974–81.
9. Global Initiative for Asthma. A Pocket Guide for Physicians and Nurses; 23. Spycher B. Phenotypes of childhood asthma: are they real? Clin Exp Allergy.
2009. 2010;40:1130–41.
10. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Diagnosis and 24. Stein R. Peak flow variability, methacoline responsiveness and atopy as
Prevention. Global Initiative for Asthma 2009. Diunduh dari: http://www. markers for detecting different Wheezing phenotypes in childhood. Thorax.
ginasthma. org. 1997;52:946–52.
11. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Management and Preven- 25. Stein RT, Martinez FD. Asthma phenotypes in childhood:lessons from an
tion. Global Initiative for Asthma 2015. Diunduh dari: http://www. ginasth- epidemiological approach. Paed Respir Rev.2004;5:155–161.
ma. org 26. Szefler S, Weiss S, Tonascia J. Long–term effects of budesonide or nedocro-
12. Henderson J. Association of Wheezing phenotypes in the first 6 years of mil in children with asthma; The Childhood Asthma Management Program
life with atopy, lung function, and airway responsiveness in mild–childhood. Research Group. N Engl J Med.2000;343:1054–63.
Thorax. 2008;63: 974–80.
13. Kuehni CE, Strippoli MP, Low N, Brooke AM, Silverman M. Wheeze and
asthma prevalence and related health–service use in white and south Asian
pre–school children in the United Kingdom. Clin Exp Allergy. 2007;37:1738–
46.
14. Masoli M, Fabian D, Holt S, Beasley R. The global burden of asthma: Ex-
ecutive summary of the GINA Dissemination Committee report. Allergy
2004;59:469–78.
15. Martinez FG, Wright AL, Taussig LM, Holberg CJ, Halonen M, Morgan
WJ. Asthma and Wheezing in the first six years of life. The Group Health
Medical Associates. N Engl J Med. 1995;332:133–8.
16. Moraitaki P. Severe Asthma : Definitions, risk factors and phenotype charac-
terization. Pneumon. 2010;23:276–92.
17. Morgan WJ, Stm DA, Sherril DL, Guerra S, Holberg CJ, Guilbert TW,
dkk. Outcome of asthma and Wheezing in the first 6 years f life follow–up
through adolescence. Am J Respir Crit Care Med. 2005;172:1253–8.
18. NIH. National Asthma Education and Prevention Program. Expert Pan-
el Report III: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma.
Bethesda, MD: National Institutes of Health; National Heart, Lung, and
Blood Institute; 2007. NIH Publication No. 07–4051.
19. Potter PC. Current guidelines for the management of asthma in young chil-
dren. Allergy Asthma Immunol Res.2010;2:1–13.
20. Pontes MJF, Fonseca MTM, Camargos PAM, Affonso AGA, Calazans
GMC. Asthma in children under five uears of age: problems in diagnosis and
in inhaled corticosteroid treatmen. J Bros Pneumol.2005;31:244–53.
21. Roorda RJ, Mezei G, Bisgaard H, Maden C. Respons of preschool children
with asthma symptopms to fluticasone propionate. J Allergy Clin Immu-
nol.2001;108:540–6.

92 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 93


BAB X Batuk lama dan berulang pasti asma
Batuk lama dan berulang merupakan gejala utama asma di samping
Kekeliruan dalam wheezing dan sesak napas. Namun batuk lama dapat ditemukan pada
Tata Kelola Asma beberapa keadaan di luar asma misalnya GERD (gastroesophageal reflux
disease), pertusis, dan rinosinusitis. Perbedaan batuk lama dan berulang
pada GERD dan asma adalah pada GERD selain batuk lama dapat disertai
gejala lain seperti sering muntah, demam yang tidak tinggi, dan berat badan
Asma merupakan penyakit paru kronik yang sering dijumpai pada anak. yang sulit naik serta umumnya pada anak di bawah 3 tahun. Pada asma,
Diagnosis asma sering sulit ditegakkan karena beberapa penyakit dapat batuk lama biasanya diserta gejala lain seperti wheezing dan sesak sedangkan
menyerupai asma. Di sisi lain asma kadang-kadang tidak terdiagnosis berat badan umumnya normal tidak terdapat failure to thrive (FTT).
karena dianggap asma tidak mungkin terjadi pada anak di bawah 3 tahun. Perbedaan batuk lama pada pertusis dan asma adalah pada pertusis
Demikian pula tata laksana asma masih banyak yang kurang tepat. Dalam batuknya disertai whooping dan sulit inspirasi bahkan disertai muntah
bab ini dibahas tentang kekeliruan yang sering terjadi pada asma baik dalam sedangkan pada asma batuk bersifat episodik, terutama malam hari dan
hal diagnosis maupun tata laksana. dapat sembuh dengan atau tanpa bronkodilator. Perbedaan batuk lama pada
rinosinusitis dan asma adalah pada rinosinusitis disertai post nasal drip dan
nyeri tekan pada daerah sinus paranasal. Di satu sisi rinosinusitis disertai
Kekeliruan pada diagnosis
gejala lain seperti hidung yang tersumbat dan gangguan suara sengau.
Bila dijumpai wheezing pasti asma
Wheezing merupakan gejala yang sering dijumpai pada asma selain batuk Diagnosis asma harus dengan uji fungsi paru
dan sesak. Wheezing merupakan manifestasi sumbatan saluran respiratori Pada asma terjadi sumbatan pada saluran respiratori yang dapat diketahui
bagian bawah sehingga identik dengan sumbatan bronkus dengan diameter dengan pemeriksaan uji fungsi paru yaitu menurunnya FEV1 di bawah
yang kecil. Namun demikian wheezing bukan hanya terjadi pada asma 80% dari prediksi uji fungsi paru sesuai umur, jenis kelamin, dan tinggi
karena beberapa keadaan medis dapat memperlihatkan gejala wheezing badan. Bahkan untuk menentukan diagnosis pasti asma adalah dengan uji
seperti bronkiolitis, benda asing, bahkan pada bayi normal (chesty child). provokasi bronkus dengan histamin atau metakolin. Terjadinya penurunan
Pada bronkiolitis, wheezing dapat terjadi karena inflamasi pada bronkiolus FEV1 sebesar 20% pada uji provokasi bronkus menunjukkan diagnosis pasti
akibat infeksi virus terutama RSV (respiratory syncytial virus) dan umumnya asma. Namun demikian bukan berarti tanpa pemeriksaan uji fungsi paru
wheezing timbul pertama kali. Perbedaan asma dan bronkiolitis adalah pada dengan atau tanpa provokasi bronkus, tidak dapat ditentukan asma. Asma
bronkiolitis, wheezing terjadi pertama kali dan pada usia di bawah 2 tahun, dapat ditegakkan secara klinis dengan memperhatikan gejalanya yaitu
sedangkan pada asma, wheezing terjadi berulang yang bersifat episodik, batuk dan atau wheezing yang bersifat episodik (berulang) timbul terutama
terutama malam hari, dan perbaikan yang nyata dengan bronkodilator dan pada malam hari, dapat hilang dengan atau tanpa obat bronkodilator serta
umumnya pada anak di atas 2 tahun. Perbedaan wheezing akibat benda adanya atopi pada keluarga atau dirinya sendiri. Dengan kriteria tersebut
asing dan asma adalah pada benda asing wheezing terdengar pada satu sisi sudah dapat didiagnosis asma dan ditatalaksana sebagai asma.
saja disamping adanya riwayat masuknya benda asing ke saluran respiratori
sedangkan pada asma wheezing bersifat menyeluruh (dua sisi).
Diagnosis asma hanya pada anak di atas 5 tahun
Perbedaan wheezing pada chesty child dan asma adalah pada chesty
child biasanya terjadi pada bayi dengan berat badan lebih (obesitas) dengan Diagnosis asma pada anak di atas 5 tahun lebih mudah yaitu ditandai dengan
riwayat atopi dan bayi tampak tetap ceria (tanpa gejala lainnya) sedangkan batuk lama dan atau wheezing. Pada anak yang lebih besar pemeriksaan uji
pada asma biasanya disertai gejala lain seperti batuk dan sesak. fungsi paru dapat dilakukan tetapi pada anak di bawah 5 tahun (balita)
uji fungsi paru tidak dapat dilakukan. Namun demikian bukan berarti

94 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 95


diagnosis asma tidak dapat dilakukan pada anak balita. Pada pedoman ini napas. Jika pada pasien asma terdapat rinitis alergi dapat digunakan
dibahas secara khusus asma pada balita pada Bab IX. antihistamin generasi baru untuk mengatasi gejala rinitisnya.

Uji cukit kulit 2. Steroid inhalasi dosis rendah (sebagai obat pereda)
Tidak semua anak untuk menentukan diagnosis asma memerlukan Steroid sistemik diberikan pada asma serangan ringan-sedang dan berat
pemeriksaan penunjang uji cukit kulit. Uji cukit kulit hanya untuk disamping bronkodilator. Namun beberapa penelitian menggantikan
menentukan anak atopi saja dan tidak spesifik untuk mendapatkan alergen steroid sistemik dengan steroid inhalasi dosis tinggi. Pemberian steroid
yang utama. Meskipun uji cukit kulit positif belum tentu menjadi alergen dosis tinggi (2400 µg sehari dibagi 4 dosis) dilaporkan memunyai
yang utama karena harus dikonfirmasikan dengan kesesuaian/relevansi efektivitas yang sama dengan steroid sistemik. Dengan demikian
gejala yang timbul. penggunaan steroid dosis rendah untuk mengatasi serangan asma tidak
dianjurkan karena data yang ada hanya dengan dosis tinggi.
Foto Rontgen toraks perlu dilakukan untuk diagnosis
asma
3. Kombinasi steroid dan LABA sebagai pereda serangan
Patofisiologi asma adalah inflamasi saluran respiratori dan remodelling
sehingga terjadi obstruksi aliran udara, yang dapat kembali spontan Penggunaan kombinasi LABA, yang memiliki waktu kerja hingga
maupun dengan pengobatan. Kelainan asma pada foto Rontgen toraks 12 jam, dan steroid ditujukan sebagai obat pengendali. Penggunaan
tidak patognomonik. Salah satu gambaran yang dapat dilihat pada asma kombinasi obat tersebut sebagai pereda tidak tepat karena waktu
adalah emfisematus akibat gangguan aliran keluar udara dari paru. Namun, kerja LABA yang panjang serta dosis steroid yang digunakan sebagai
gambaran tersebut tidak selalu ditemukan dan dapat pula merupakan kombinasi adalah dosis rendah. Maka dari itu, perlu diingat bahwa
bagian dari penyakit paru dan saluran respiratori lain. Dengan demikian, terapi inhalasi LABA dengan steroid tidak bermanfaat sebagai pereda
foto Rontgen toraks bukan merupakan pemeriksaan diagnostik untuk serangan asma, namun berguna bila digunakan sebagai pengendali,
menegakkan asma. Foto Rontgen toraks baru dilakukan jika dipikirkan yang diberikan tiap 2 kali perhari.
diagnosis lain selain asma.
4. Kekeliruan dalam pemberian obat nebulisasi
a. Pemberian obat nebulisasi harus sampai habis
Kekeliruan pada tata laksana Pemberian bronkodilator pada serangan asma yang terbaik adalah
secara inhalasi dibandingkan oral. Dosis bronkodilator yang
Pada saat serangan
diberikan secara inhalasi pada serangan asma tidak tergantung
1. Antihistamin pada usia dan berat badan, dan bila pada saat diberikan gejala
Asma merupakan penyakit respiratori yang sebagian besar didasari menghilang maka dapat dihentikan tanpa harus menunggu sampai
alergi sehingga sering diberikan antihistamin pada saat serangan. Teori obat habis. Dengan demikian pemberian obat inhalasi tidak harus
bahwa asma merupakan penyakit yang didasari alergi adalah benar sampai habis meskipun dapat diberikan sampai habis.
tetapi pada saat serangan asma yang dominan adalah bronkokonstriksi b. Nebulisasi dengan campuran berbagai obat (SABA, steroid,
sehingga terapi pilihan adalah bronkodilator. Pada serangan asma terjadi mukolitik) untuk mengatasi serangan asma
keadaan bronkokonstriksi, inflamasi dan hipersekresi yang dengan
pemberian antihistamin terutama generasi pertama akan membuat Karakterisasi dari serangan asma adalah bronkospasme sehingga
sputum menjadi lebih kental yang dapat berakibat obstruksi saluran tata laksana awal serangan asma adalah menggunakan bronkodilator

96 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 97


awitan cepat, kerja pendek untuk mengatasi serangan asma 2. Obat asma dalam bentuk inhalasi berbahaya
tersebut. Dengan demikian, SABA merupakan pilihan obat pereda
Prinsip dasar terapi inhalasi adalah pemberian obat dalam bentuk
yang tepat untuk mengatasi serangan asma. Campuran berbagai
aerosol melalui hirupan langsung ke saluran respiratori. Keuntungan
obat, yaitu SABA, steroid (yang biasanya diberikan dalam dosis
pemberian obat secara inhalasi adalah dengan pemberian obat langsung
rendah), serta mukolitik tidak efektif untuk mengatasi serangan
ke organ target, yaitu saluran respiratori, dosis obat dapat diminimalisir
asma. Penggunaan mukolitik bahkan dapat memperburuk keluhan
sehingga efek sistemik kecil, efek maksimal di organ target, serta awitan
batuk pada serangan asma.
kerja obat lebih cepat.
c. Nebulisasi dengan sistem paket
Praktik yang sering dilakukan saat ini adalah pemberian nebulisasi 3. Pemakaian obat asma jangka panjang berbahaya
dengan sistem paket, yaitu telah ditentukan sebelumnya jumlah
pemberian nebulisasi tanpa melihat gejala klinis. Obat yang Dasar penyakit asma adalah proses inflamasi kronik sehingga diperlukan
sering digunakan adalah SABA, maupun campuran SABA tata laksana jangka panjang. Tujuan tata laksana asma anak secara
dengan steroid, juga mukolitik. Praktik ini tentu tidak bermanfaat umum adalah mencapai kendali asma sehingga menjamin tercapainya
dan dapat berbahaya pada pasien. Nebulisasi merupakan salah potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Pemberian tata laksana
modalitas pemberian obat langsung ke organ target yaitu saluran jangka panjang memiliki jenjang yang akan dievaluasi 6-8 minggu
respiratori, sesuai dengan indikasi klinis. Tanpa indikasi yang kemudian untuk ditentukan apakah kendali asma tercapai sehingga
jelas, misalnya absennya gejala saluran respiratori, nebulisasi tidak menentukan tata laksana selanjutnya, naik jenjang atau turun jenjang
perlu diberikan. Pemberian obat yang tidak tepat dapat merugikan (lihat Bab V). Pemberian obat jangka panjang tidak berbahaya, justru
pasien dengan munculnya efek samping, misalnya takikardi pada dengan mengendalikan inflamasi kronik dan mengontrol gejala asma,
pemberian agonis β, atau tumbuh jamur pada rongga oral pada anak dapat beraktivitas normal dan memiliki tumbuh kembang yang
pemberian nebulisasi steroid sistem paket. baik.

4. Obat asma menyebabkan ketergantungan


Tata laksana jangka panjang
Beberapa persepsi yang salah mengenai penggunaan obat pengendali
adalah obat akan dipakai selama hidupnya. Hal ini dapat benar tetapi
1. Penggunaan bronkodilator kerja pendek (SABA) sebagai pengendali juga dapat salah karena pada anak penggunaan obat pengendali dapat
dihentikan apabila selama pengobatan dan proses penurunan obat
Pada serangan asma terjadi bronkokonstriksi sehingga obat pilihan
pengendali anak dapat normal tanpa obat. Dikenal istilah step-up dan
adalah bronkodilator. Pada asma persisten serangan asma dapat
step down yaitu pada asma yang membutuhkan obat pengendali dapat
terjadi hampir setiap bulan sehingga dapat mengganggu aktivitas
diberikan dengan dosis tinggi lalu diturunkan bertahap sampai tidak
sehari-hari. Untuk mengatasi hal tersebut maka setiap hari selalu
memakai obat bila mungkin (step down). Disebut step up apabila dimulai
diberikan bronkodilator. Hal ini tidak dianjurkan karena penggunaan
dengan dosis kecil dan tidak ada respons maka dinaikkan sampai dosis
bronkodilator kerja pendek dalam waktu lama akan menyebabkan
yang optimal dan dipertahankan sampai akhirnya diturunkan secara
takifilaksis dan pengurangan reseptor agonis β2 yang berdampak
bertahap.
kurang efektif terhadap bronkodilator.
Pada asma yang sering menggunakan bronkodilator dalam waktu lama
harus dipertimbangkan bahwa asmanya sudah termasuk asma persisten 5. Steroid oral sebagai pengendali
yang membutuhkan obat pengendali misalnya steroid inhalasi. Pemberian pengendali adalah dalam bentuk steroid inhalasi karena

98 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 99


diberikan dalam waktu yang lama. Namun pemberian secara inhalasi pada anak yang lebih kecil penggunaan MDI harus menggunakan spacer.
membutuhkan teknik yang khusus dan kadang-kadang sulit bagi Tanpa penggunaan spacer, hasil yang didapat tidak akan maksimal.
anak sehingga diberikan dalam bentuk sistemik (oral). Hal ini tidak Langkah-langkah penggunaan terapi inhalasi baik MDI, DPI maupun
dianjurkan karena pemberian steroid sistemik dalam jangka panjang nebuliser harus dipahami sesuai dengan prosedur baku.
memunyai efek samping yang berbahaya seperti hipertensi, gangguan • Cara membersihkan spacer perlu diketahui. Cara membersihkan
pertumbuhan, dan osteoporosis. Dengan demikian penggunaan steroid spacer dengan cara digosok harus dihindari karena menimbulkan gaya
sistemik jangka panjang sangat tidak dianjurkan karena efek sampingnya elektrostatis, hal ini menyebabkan partikel obat inhalasi menempel
dan pemberian jangka panjang harus dalam bentuk inhalasi. pada spacer sehingga tidak dapat mencapai saluran napas yang kecil.
Pembersihan spacer dapat menggunakan air mengalir dan air sabun lalu
diletakkan hingga kering dengan sendirinya..
6. Udara pantai menyembuhkan asma
• Pemilihan alat inhalasi sangat penting karena tidak semua anak dapat
Ada tata laksana suportif yang menyatakan bahwa udara pantai dapat menggunakan berbagai jenis alat. Anak yang kecil harus menggunakan
mengurangi kejadian serangan asma karena tungau debu rumah akan MDI dengan spacer atau nebuliser sedangkan anak yang lebih besar
berkurang jumlahnya pada lingkungan pantai. Hal ini tidak terbukti dapat menggunakan DPI. Pada anak sangat dianjurkan menggunakan
karena prevalens asma di daerah pantai tetap tinggi dibanding daerah spacer apabila alat inhalasi yang dipilih adalah MDI. Sementara,
non pantai. Benar bahwa tungau debu rumah kurang dapat hidup dan nebuliser dapat digunakan pada semua umur.
berkembang biak pada udara pantai tetapi faktor risiko asma adalah
• Pada pemberian inhalasi dengan nebuliser masih terdapat beberapa
multifaktorial sehingga tidak ada perbedaan antara daerah pantai dan
pengertian yang salah yaitu penggunaan masker lebih baik dibandingkan
non pantai.
mouth piece. Yang benar adalah penggunaan mouth piece lebih baik
dibandingkan masker pada penggunaan nebulisasi kecuali pada bayi
7. Bagian tubuh binatang tertentu dapat digunakan sebagai obat asma yang kurang kooperatif. Pada bayi penggunaan masker lebih baik
dibandingkan mouth piece karena kesulitan teknik pada bayi yang harus
Di berbagai daerah tertentu, konsumsi daging hewan tertentu,
berkoordinasi.
misalnya kalong dan kelinci, serta rambut binatang dipercaya dapat
menyembuhkan asma. Pandangan ini tentu tidak didukung dengan • Pada penggunaan MDI kesalahan yang sering adalah lupa untuk
bukti ilmiah, bahkan dapat mengurangi kepatuhan pasien dalam mengocok kanisternya sehingga dikhawatirkan homogenisasi antara
mengikuti tata laksana asma yang benar. Prinsip utama tata laksana zat aktif dan propelan kurang merata. Tindakan mengocok kanister
asma adalah penghindaran pencetus serangan asma, pemberian pereda dilakukan sesaat sebelum digunakan. Tujuan pengocokan adalah
saat serangan, dan pemberian tata laksana jangka panjang. Perlu diingat agar obat yang ada menjadi merata karena proses penyimpanan akan
bahwa bagian tubuh hewan tersebut dapat berperan sebagai pencetus mengakibatkan adanya perubahan kelarutan cairan.
asma pada anak tertentu. • Selain teknik, jenis obat yang diberikan pun memunyai peranan pada
terapi inhalasi. Inhalasi dengan agonis β2 sering diberikan pada kasus
rinitis padahal pemberian agonis β2 bermanfaat pada saluran napas
intratorakal karena partikel yang dihasilkan lebih mencapai saluran
Kekeliruan pada terapi inhalasi napas kecil.

Dalam rangka menghasilkan efek yang optimal dan efektif maka beberapa
Untuk lebih jelas, dapat dipalajari dalam Terapi Inhalasi.
kesalahan dalam penggunaan terapi inhalasi dapat diminimalkan.
• Cara atau teknik pemberian terapi inhalasi perlu diperhatikan, seperti

100 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 101
Bahan Bacaan LAMPIRAN
1. Barthwal MS. Pitfalls in the management of bronchial asthma. Medicine
Update. 2008;18:283-9.
2. Corrigan C. Asthma: Tips and pitfalls in diagnosis and treatment. Prescriber.
2010;21:17-26. Lampiran 1
3. Khilnani GC, Banga A. Aerosol therapy. Indian J Chest Dis Allied Sci.
2008;50:209-19. Pilihan obat asma pada anak
4. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Leman- Fungsi Nama Dosis Contoh nama Sediaan Keterangan
Generik dagang yang
ske R, dkk. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Aller- tersedia di
gy.2012;67:976-97. Indonesia
Golongan agonis β (kerja pendek) dan/atau antikolinergik
Terbutalin Oral
0,05−0,1 mg/kgBB/kali BricasmaR Tab 2.5mg
DPI
Ank 7-12 tahun: 0.25-0.5 mg, 4 Turbuhaler 0.5mg/dosis
kali sehari
Nebuliser
BB >25kg: 5mg, 2-4 kali/hari Respule 2.5mg/ml
Salbutamol Oral
0,05−0,1 mg/kgBB/kali VentolinR Tab 2 mg
Syr 2 mg/5ml
MDI
Anak 100-200 mcg, maksimal VentolinR 100mcg/semprot
4kali/hari inhaler
DPI
Anak 200 mcg, diberikan 3-4 Ventolin Rotacap 200 mcg
kali/hari RotacapsR
Nebuliser
Obat pereda Dosis awal 2.5 mg lalu dapat VentolinR Nebule
(reliever) diulang 4 kali/hari nebulisasi 2.5 mg/2.5 ml
Salbutamol + Nebuliser
ipratropium Dosis awal 2.5 mg lalu dapat CombiventR Unit Dose Vial (UDV)
bromida diulang 4 kali/hari 2.5ml
(Ipratropium Br 0.5mg,
salbutamol sulfate
2.5 mg)
Fenoterol MDI
Inhaler 1 semprot/kali, ulangi BerotecR MDI 100mcg/puff
bila perlu
Nebuliser
Anak >12 th: 0.5-2 ml, ulangi Inhalation solution 0.1%
bila perlu hingga 4 kali/hari. (1 mg/ml)
Anak 6-12 th (22-36kgBB) 0.25-
1.5ml ulangi bila perlu hingga
4 kali/hari.
Anak <6 th: 50 mcg/kgBB/
dosis ulangi bila perlu hingga
3 kali/hari

102 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 103
Fungsi Nama Dosis Contoh nama Sediaan Keterangan Fungsi Nama Dosis Contoh nama Sediaan Keterangan
Generik dagang yang Generik dagang yang
tersedia di tersedia di
Indonesia Indonesia
Fenoterol +MDI Golongan kombinasi steroid + LABA
ipratropiumSerangan akut anak >6 th: 2 BerodualR Ipratropium Br 0.02 mg Budesonid + DPI
bromida semprot, ulangi bila diperlukan. dan fenoterol HBr 0.05 Formoterol Obat pereda dan pengendali: SymbicortR Turbuhaler 80/4.5
Terapi jangka panjang 1-2 mg per semprot ≥12th: 2 inhalasi/hari mcg/dosis, Turbuhaler
semprot, 3 kali/hari, maksimal 8 Obat pengendali: anak ≥12th:1- 160/4.5 mg/dosis
semprot/hari 2 inhalasi 2 kali/hari. Anak ≥6
Procaterol Oral th: Turbuhaler 80/4.5 mcg 1
Anak ≥6 th: 25 mcg 2 diberikan MeptinR Tab 50 mcg, Minitab 25 LABA inhalasi/hari
kali/hari, <6 th: 1.25 mcg/kgBB mcg, Syr 25 mcg/5ml awitan DPI
diberikan 2-3 kali/hari cepat, Titrasi dosis hingga dosis
Nebuliser durasi Flutikason + terendah yang tidak Diskus 100 mcg/50 mcg
Anak: 10-30 mcg/dosis Inhalation solution 100 panjang Salmeterol menimbulkan gejala asma SeretideR (flutikason 100 mcg
MeptinR mcg/0.3 ml Diskus dan salmeterol 50 mcg);
inhalation Diskus 250 mcg/50 mcg,
Obat pereda DPI solution Diskus 500 mcg/ 50 mcg
(reliever) Anak: 10 mcg hingga 4 kali/hari DPI 10 mcg/dosis
MeptinR
Golongan kombinasi steroid + LABA
swinghaler
Flutikason + MDI
Ipratropium MDI
Salmeterol Anak ≥12 th: 2 inhalasi 2 kali/ SeretideR Seretide 50 mcg/25
Bromida Anak >12 th: 2 semprot AtroventR MDI 0.02 mg/dosis Obat hari Inhaler mcg (flutikason 50 mcg
diberikan 4 kali/hari. Maksimal pengendali Anak ≥4 th: 2 inhalasi Seretide dan salmeterol 25 mcg),
12 semprot/hari (controller) 50, 2 kali/hari Seretide 125 mcg/25
Nebuliser
mcg
Anak ≥14 th 0.4-2 ml, anak Inhalation solution
6-14th 0.4-1 ml diberikan 3-4 0.025% (0.25 mg/ml) Golongan obat kerja panjang/lepas terkendali
kali sehari Teofilin lepas Oral
Golongan xantin lambat Anak >6 th: ½ kaplet, 2 kali/hari Kaplet lepas lambat
pagi dan malam 300 mg
Teofilin Oral
3-4mg/kgBB/kali, 4 kali/hari Tab 150mg Golongan antileukotrien
Syr 150mg/15ml Zafirlukas Oral
Golongan antiinflamasi steroid Usia ≥12 th 20mg/hari AccolateR Tablet salut film
20 mg
Budesonid Nebuliser
Montelukas Oral
Awal: ≥12th 1-2mg 2 kali/hari, PulmicortR Respule 0.25mg/ml
Usia ≥15 th 10mg/hari; 6-14 th Oral granule 4 mg;
3bln-12th 0,5-1 mg 2 kali/hari Respule (2ml), 0.5mg/ml (2ml)
5mg/hari; 2-5 th 4mg/hari; 12 tablet kunyah 4 mg dan
Rumatan: ≥12th 0.5-1mg 2 kali/
bln-2 th 4 mg/hari oral granule 5 mg; tablet salut film
hari, 3bln-12th 0.25-0.5mg 2
10 mg
kali/hari
Obat Golongan anti-IgE
DPI
pengendali
Awal 200-1200 mcg/hari dibagi 200mcg/dosis Omalizumab Subkutan XolairR Powder for injection
(controller)
2-4 dosis, rumatan 200-400mcg PulmicortR 75-600 mg dalam 1-4 injeksi 150 mg + solvent for
2 kali/hari Turbuhaler subkutan tiap 2-4 minggu injection
ObucortR
Swinghaler * LABA yang memunyai awitan kerja pendek
Flutikason Nebuliser
Anak >16th 500-2.000 mcg 2 FlixotideR Nebule
kali/hari, anak 4-16 th 1.000 0.5mg/2ml
mcg 2 kali/hari

104 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 105
Lampiran 2 Lampiran 3
Daftar obat untuk nebulisasi Obat antihistamin untuk rinitis alergi sebagai komorbiditas asma
Fungsi Nama Generik Dosis Contoh Sediaan Nama Generik Nama Sediaan Dosis
nama da- Dagang
gang Setirizin RyzenR tablet 10 mg, tetes Usia 2-6 tahun: 2,5 mg, sekali sehari
Golongan agonis β 10mg/ml, sirup Usia > 6 tahun: 5-10 mg, sekali sehari
5mg/5ml
Terbutalin BB >25kg: 5mg, 2-4 kali/ BricasmaR Respule 2.5mg/
hari ml Desloratadin Tablet 5 mg, sirup Usia ≥12 th 10 ml (5 mg) sekali sehari
2.5 mg/5 ml Usia 6-11 th: 5 ml (2.5 mg) sekali sehari
Salbutamol Dosis awal 2.5 mg lalu VentolinR Nebule 2.5 Usia 1-5 th: 2.5 ml (1.25 mg) sekali sehari
dapat diulang 4 kali/hari mg/2.5 ml
Fenoterol Anak >12 th: 0.5-2 ml,
ulangi bila perlu hingga 4 BerotecR
kali/hari.
Anak 6-12 th (22-36kgBB)
0.25-1.5ml ulangi bila
Inhalation
solution 0.1% (1
Lampiran 4
perlu hingga 4 kali/hari. mg/ml)
Anak <6 th: 50 mcg/ Perbaikan kondisi lingkungan
Obat pere- kgBB/dosis ulangi bila
Sprei Harus mencuci sprei dan menjemur di bawah sinar matahari
da perlu hingga 3 kali/hari
Kasur Jangan gunakan kasur kapuk
(reliever) Procaterol Anak: 10-30 mcg/dosis Meptin R
Inhalation
solution 100 Sofa Penggunaan sofa terbuat dari kulit atau kulit artifisal
mcg/0.3 ml Boneka mainan Menggunakan mainan yang dapat dicuci
Golongan antikolinergik Furniture Gunakan furniture mudah dibersihkan
Tirai jendela Gunakan tirai yang mudah dicuci
Ipratropium Anak ≥14 th 0.4-2 ml, AtroventR Inhalation
Bromida anak 6-14th 0.4-1 ml solution 0.025% Hewan peliharaan Tidak ditempatkan dalam kamar
diberikan 3-4 kali sehari (0.25 mg/ml) Alat pembersih Gunakan vacuum cleaner yang dilengkapi kantong debu
Golongan agonis β + antikolinergik Pot tanaman Jangan menanam tanaman di dalam kamar
Salbutamol + Dosis awal 2.5 mg lalu CombiventR Unit Dose Vial Laundry Jangan menggantung pakaian di dalam kamar
ipratropium dapat diulang 4 kali/hari (UDV) 2.5ml Gas/pemanas Saluran pembuangaan keluar rumah
bromida (Ipratroprium Br Bahan bangunan Hindari bahan kimia yang mudah menguap seperti aldehid/fenol
0.5mg, salbu- Tembakau/rokok Tidak merokok di dalam ruangan
tamol sulfate 2.5
mg) Sumber: Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese
Golongan antiinflamasi steroid guideline for childhood asthma. Allergol Int. 2014;63:335-56
Budesonid Awal: ≥12th 1-2mg 2 kali/ PulmicortR Respule 0.25mg/
hari, 3bln-12th 0,5-1 mg 2 ml (2ml), 0.5mg/
Obat pen- kali/hari ml (2ml)
gendali Rumatan: ≥12th 0.5-1mg
(controller) 2 kali/hari, 3bln-12th
0.25-0.5mg 2 kali/hari
Flutikason Anak >16th 500-2.000 FlixotideR Nebule
mcg 2 kali/hari, anak 4-16 0.5mg/2ml
th 1.000 mcg 2 kali/hari

106 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 107
Lampiran 5 bisa dilihat pada skala wadah obat. Rata-rata volume isi yang dianjurkan
adalah 4-5 ml.
Perbandingan kesetaraan dalam steroid inhalasi (SI) 4. Pasangkan kabel listrik ke stop kontak.
Jenis obat Dosis rendah Dosis menengah Dosis tinggi
5. Sambungkan kompresor dan selang ke alat inti nebuliser
(mcg) / hari (mcg) / hari (mcg) / hari 6. Pasangkan antarmuka ke alat inti nebuliser, nyalakan tombol.
Fluticasone (FP) 100 200 400
7. Bila cairan nebulisasi mulai muncul, sambungkan antarmuka ke mulut
Beclomethasone (BPD) 100 200 400
pasien (mouthpiece) atau mulut dan hidung pasien (masker).
Ciclesonide (CIC) 100 200 400
Budesonide (BDP-DPI) 200 400 800
Budesonide Inhalation Solution (BIS) 250 500 1.000
Dosis tinggi SI sebaiknya diberikan di bawah pengawasan seorang dokter dengan
pengalaman yang cukup dalam manajemen asma anak. Lampiran 7
Sumber: Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T, dkk. Japanese
guideline for childhood asthma. Allergol Int. 2014;63:335-56
Macam-macam DPI

Lampiran 6
Petunjuk pemakaian nebuliser jet

c.

1. Siapkan alat nebuliser jet yang terdiri dari (1) kompresor, (2) selang, (3)
alat inti nebuliser, dan (4) antarmuka berupa mouthpiece atau masker.
2. Siapkan obat yang akan diberikan yaitu zat aktif dan NaCl fisiologis.
3. Masukkan obat dalam wadah nebuliser, bila volume obat belum
memenuhi volume isi, tambahkan NaCl seperlunya. Volume isi dapat
berbeda untuk tiap alat nebuliser, batas minimal dan batas maksimalnya

108 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 109
Lampiran 8 Lampiran 9
Petunjuk pemakaian DPI Turbuhaler Macam-macam spacer

Langkah-langkah penggunaan DPI yang ideal: Keterangan


1. Memastikan alat dan mouthpiece bersih dan bebas dari sumbatan a. Spacer dengan indikator warna (http:www//saffron.pharmabiz.com)
2. Memasukkan sejumlah dosis yang diperlukan (untuk alat dosis tunggal) b. Spacer dengan volume kecil dan katup sensitif (http:www//
3. Memegang inhaler sejajar dengan mouthpiece dan menghadap ke bawah monaghanmed.com)
4. Mengangkat kepala sedikit ke belakang, ekspirasi perlahan tanpa c. Spacer dengan bahan metal antistatik (www.paride.com)
bernapas ke dalam alat d. Spacer dengan bahan silikon(http://www.itinhaler.fr/index.html)
5. Menempatkan gigi di mouthpiece dan menutup sekitar tabung dengan e. Spacer yang dapat berbunyi (http://www.funhaler.fr/index.html
bibir, serta memastikan lidah tidak menutup jalan alat
6. Bernapas dengan kuat dan dalam (2-3 detik) lewat mulut untuk
mengaktivasi aliran obat.
7. Pindahkan alat dari mulut. Menahan napas, lalu melepas napas
perlahan melawan bibir. Langkah ini penting agar obat menempel pada
di saluran respiratori.

110 Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 111
Lampiran 10 Lampiran 11
Teknik penggunaan MDI dengan spacer Kode ICD-10 untuk asma
Lampiran 10. Teknik penggunaan MDI dengan spacer 
ICD-10 Diagnosis
J45.20 Asma Intermiten tanpa komplikasi
J45.21 Asma intermiten ringan dengan eksaserbasi serangan akut
J45.22 Asma intermiten ringan dengan status asmatikus
J45.30 Asma persisten ringan tanpa komplikasi
J45.31 Asma persisten ringan dengan eksaserbasi serangan akut
J45.32 Asma persisten ringan dengan status asmatikus
2. Masukkan canister MDI ke dalam
1. Kocok tabung terlebih dahulu ujung karet aerochamber (spacer) J45.40 Asma persisten sedang tanpa komplikasi
J45.41 Asma persisten sedang dengan eksaserbasi serangan akut
J45.42 Asma persisten sedang dengan status asmatikus

J45.50 Asma persisten berat tanpa komplikasi
J45.51 Asma persisten berat dengan eksaserbasi serangan akut

J45.52 Asma persisten berat dengan status asmatikus


3. Lakukan ekspirasi maksimal, kemudian
letakkan aerochamber ke dalam mulut
di antara gigi anda. Usahakan supaya
aerochamber dalam posisi rapat
dengan menggunakan bibir anda
4. Tekan MDI ke bawah sekali untuk
menyemprotkan obat. Obat akan terjebak
di ruang spacer. Inspirasi perlahan dan
dalam
 

5. Tahan napas anda ± 6-10 detik. Ekspirasi perlahan

112
  Pedoman Nasional Asma Anak 2016 UKK Respirologi IDAI 113
114 Pedoman Nasional Asma Anak 2016

Anda mungkin juga menyukai