SAMARINDA
2023
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering di sebut dengan gagal jantung kongestif
adalah keadaan dimana jantung tidak mampu untuk memompakan darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi, sehingga penderita
biasanya akan mengalami sesak napas karena tidak ada oksigen yang dapat di terima oleh
tubuh. Istilah gagal jantung kongestif lebih sering digunakan kalau terjadi gagal jantung
sisi kiri dan sisi kanan (Brunner & Suddarth, 2017).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan ketika jantung tidak dapat lagi
untuk memompakan darah yang cukup dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh yang
digunakan untuk kepeluan metabolisme jaringan pada tubuh dalam kondisi tertentu.
Sedangkan tekanan pada pengisian ke dalam masih cukup tinggi (Aspaiani RY, 2016).
2. Etiologi
Menurut (Rahmatiana & Clara, 2019) ada 6 macam penyebab dari CHF adalah sebagai
berikut :
a. Kelainan pada otot jantung yang biasa di sebabkan karena menurunnya kontraktilitas
pada jantung.
b. Aterosklerosis coroner yang dapat mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke bagian otot-otot jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal dapat meningkatkan beban kerja pada jantung dan
mengakibatkan hipertrofi serabut otot pada jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi pada serabut jantung rusak, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit jantung lain, gagal jantung dapat terjadi karena sebab penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
f. Faktor sistemik, terdapat sejumlah faktor yang berperan pada perkembangan dan
beratnya gagal jantung meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
3. Tanda dan Gejala
Gejala Congestive Heart Failure (CHF) menurut NHFA, 2016 sebagai berikut:
1. Sesak nafas saat beraktifitas muncul pada sebagian besar pasien, awalnya sesak dengan
aktifitas berat, tetapi kemudian berkembang pada tingkat berjalan dan akhirnya saat
istirahat
2. Ortopnea, pasien menopang diri dengan sejumlah bantal untuk tidur. Hal ini
menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung disebabkan oleh Congestive Heart Failure
(CHF), tetapi terjadi pada tahap berikutnya
3. Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND) juga menunjukkan bahwa gejala lebih cenderung
disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF), tetapi sebagian besar pasien dengan
(CHF) tidak memiliki PND
4. Batuk kering dapat terjadi, terutama pada malam hari. Pasien mendapatkan kesalahan
terapi untuk asma, bronkitis atau batuk yang diinduksi ACEi
5. Kelelahan dan kelemahan mungkin jelas terlihat, tetapi umum pada kondisi yang lain
6. Pusing atau palpitasi dapat menginduksi aritmia
4. Pathway
Disfungsi Beban Beban Beban Penyakit Atero- Hipertensi
miokard tekanan sistolik Peningkatan volume jantung sklerosis pulmonal
(AMI) berlebih berlebih kebutuhan meningkat (Stenosis koroner
Miokarditis metabolisme katup AV,
Stenosis
Beban Preload ↑ katup Gangguan
Kontraktilitas ↓ sistol ↑ tamponade aliran darah
perikardium, ke otot
perikarditis jantung
Kontraktilitas ↓ konstruktif
Hambatan Disfungsi
pengosongan Miokardium
ventrikel
Atrofi
Beban serabut
COP ↓ jantung ↑ otot
Gagal pompa ventrikel kiri Penurunan Curah Jantung Gagal pompa ventrikel kanan
6. Penatalaksanaan
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan kelainan
regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal
terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal terapi
diuretik
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif
akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung.
1. Pengkajian
1) Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
2) Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien Keluhan
klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes
mellitus, dan hiperpidemia
4) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, Penyakit
jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
5) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat
tertentu.
6) Pengkajian Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan,
stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
7) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya
baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi
system saraf pusat.
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos metis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat.
1. B1 (Breathing)
Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea,
dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.
Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang
cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya
insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,
adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang berhubungan
dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus menetukan apakah
ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah
peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien.
Batuk
Batuk dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Gejala ini
dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus.
Edema pulmonal
Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk, ortopnea,
ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sangat
sering nyeri dada dan sputum berwarna merah mudah, dan berbusa dari
mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus ditangani.
2. B2 (Blood)
Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstermitas
Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume sekucup.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan
apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup
Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali)
Penurunan Curah Jantung
Klien dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis letargi, kesulitan
berkonsentrasi, defisit memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala
ini mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien. curah jantung rendah kronis dan
merupakan keluhan utama klien. Namun, gejala ini tidak spesifik dan
sering dianggap sebagai depresi, neurosis atau keluhan fungsional.
Bunyi Jantung dan Crackles
Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk
mendapatkan bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung
petama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif,
tetapi bunyi jantung pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti
kegagalan kongestif, tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan
complains (peningkatan kekakuan) miokardium. Bunyi S4 umumnya
ditemukan pada klien dengan infark miokardium akut. S3 terdengar pada
awak diastolik setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan
periode pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terdengar
paling baik dengan bell stetoskop yang diletakkan tepat apeks, akan
lebih baik dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir
ekspirasi.
Disritmia
Sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi konstraksi atrium
prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut vertikel prematur.
Distensi Vena Jugularis
Klien diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur dengan kepala
tempat tidur ditinggikan antara 30 sampai 60 derajat, kolom darah di
vena-vena jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal,
hanya beberapa millimeter di atas batas atas klavikula, namun pada klien
gagal vertikel kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar 1 sampai 2
cm.
Kulit dingin
Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
Perubahan nadi.
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut
yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau takikardia,
mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf simpatis. Hipotensi
sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih berat. Selain itu, pada
gagal jantung kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans (suatu
perubahan kekuatan denyut arteri). Pulsus alternans menunjukkan
gangguan fungsi mekanis yang berat dengan berulangnya variasi denyut
ke denyut pada curah sekuncup.
3. B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien
meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan
menggeliat.
4. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake
cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan
tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas
menandakan adanya retensi cairan yang parah.
5. B5 (Bowel)
Hepatomegali
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong
keluar rongga abdomen, yaitu suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafargma dan distress pernapasan.
Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran
vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
6. B6 (Bone)
Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung ditandai
dengan gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia yang
menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi dengan kaki
tergantung sehingga terjadi penurunan tugor jaringan subkutan yang
berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin penyakit vena pimer
seperti varikositis, edema pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili
faktor ini daripada kegagalan ventrikel kanan.
Mudah Lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi
akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi
normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan
sisa hasil katabolisme.
7. Pemeriksaan khusus jantung
Inspeksi Vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis
(normal : ICS ke5)
Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi
ventrikel
Perkusi :
Batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas :
SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah :
SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas :
SIC II Linea Para Sternalis sinistra
Kiri bawah :
SIC IV Linea Medio Clavicularis sinistra
- Auskultasi bunyi jantung I dan II
BJ I :
Terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular, yang terjadi
pada saat kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan systole.
BJ II :
Terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis
pada dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I)
2. Diagnosa
3. Intervensi
Kolaborasi
1.14 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan Tingkat Nyeri 2.1 Identifikasi lokasi, karakteristik,
(L.08066) Menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
kriteria hasil : nyeri
1. Kemampuan menuntaskan 2.2 Identifikasi skala nyeri
aktivitas meningkat (5) 2.3 Identifikasi respons nyeri non verbal
2. Keluhan nyeri menurun (5) 2.4 Identifikasi faktor yang memperberat
3. Meringis menurun (5) dan memperingan nyeri
4. Sikap protektif menurun 2.5 Identifikasi pengetahuan dan
(5) keyakinan tentang nyeri 2.6
5. Gelisah menurun (5) Identifikasi pengaruh budaya
6. Kesulitan tidur menurun terhadap respon nyeri
(5) 2.7 Identifikasi pengaruh nyeri pada
7. Menarik diri menurun (5) kualitas hidup
8. Berfokus pada diri sendiri 2.8 Monitor keberhasilan terapi
menurun (5) komplementer yang sudah diberikan
9. Diaforesis menurun (5) 2.9 Monitor efek samping penggunaan
10. Perasaan depresi analgetik
(tertekan) menurun (5)
11. Perasaan takut mengalami Terapeutik
cedera berulang 2.10 Berikan teknik nonfarmakologis
menurun (5) untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
12. Anoreksia menurun (5) TENS, hipnosis, kupresur, terapi
13. Perineum terasa tertekan musik, biofeedback, terapi pijat,
menurun (5) aromaterapi, teknik imajinasi
14. Uterus teraba membulat terbimbing, kompres hangat/dingin,
menurun (5) terapi bermain)
15. Ketegangan otot Pupil 2.11 Kontrol lingkungan yang
dilatasi menurun (5) memperberat rasa nyeri (mis. suhu
16. Muntah menurun (5) ruangan, pencahayaan,kebisingan)
17. Mual menurun (5) 2.12 Fasilitasi istirahat dan tidur
18. Frekuensi nadi membaik 2.13 Pertimbangkan jenis dan sumber
(5) nyeri dalam pemilihan strategi
19. Pola napas Tekanan darah meredakan nyeri
membaik (5)
20. Proses berpikir membaik Edukasi
(5) 2.14 Jelaskan penyebab, periode, dan
21. Fokus membaik (5) pemicu nyeri
22. Fungsi berkemih 2.15 Jelaskan strategi meredakan nyeri
membaik (5) 2.16 Anjurkan memonitor nyeri secara
23. Perilaku membaik (5) mandiri
24. Nafsu makan membaik 2.17 Anjurkan menggunakan analgetik
(5) secara tepat
25. Pola tidur membaik (5) 2.18 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
2.19 Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
3. Penurunan Curah Setelah dilakukan Perawatan Jantung (I.02075)
Jantung (D.0008) intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan Curah Jantung 3.1 Identifikasi tanda/gejala primer
(L.02008) Meningkat dengan penurunan curah jantung (meliputi
kriteria hasil : dispnea, kelelahan, edema, ortopnea,
paroxysmal noctural dyspnea,
1. Kekuatan nadi perifer peningkatan CVP)
Ejection fractian (EF) 3.2 Identifikasi tanda/gejala sekunder
meningkat (5) penurunan curah jantung (meliputi
2. Cardiec todex (CI) peningkatan berat badan,
meningkat (5) hepatomegali, distensi vena
3. Left ventricular stroke jugularis, palpitasi, ronkhi basah,
work index (LVSWI) oliguria, batuk, kulit pucat)
meningkat (5) 3.3 Monitor tekanan darah (termasuk
4. Stroke volume index (SVI) tekanan darah ortostatik, jika perlu)
5. Palpitasi menurun (5) 3.4 Monitor intake dan output cairan
6. Bradikardia menurun (5) 3.5 Monitor berat badan setiap hari pada
7. Takikardia menurun (5) waktu yang sama
8. Gambaran EKG aritmia 3.6 Monitor saturasi oksigen
menurun (5) 3.7 Monitor keluhan nyeri dada (mis.
9. Lelah menurun (5) intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
10. Edemamenurun (5) presivitasi yang mengurangi nyeri)
11. Distensi vena Jugularis 3.8 Monitor EKG 12 sadapan
menurun (5) 3.9 Monitor aritmia (kelainan irama dan
12. Dispnea menurun (5) frekuensi)
13. Oliguria 3.10 Monitor nilai laboratorium jantung
14. Pucat/sianosis menurun (mis. elektrolit, enzim jantung,
(5) BNP, NTpro-BNP)
15. Paroxysmal nocturnal 3.11 Monitor fungsi alat pacu jantung
dyspnea (PND) menurun (5) 3.12 Periksa tekanan darah dan frekuensi
16. Ortopnea menurun (5) nadi sebelum dan sesudah aktivitas
17. Batuk menurun (5) 3.13 Periksa tekanan darah dan frekuensi
18. Suara jantung S3 nadi sebelum pemberian obat (mis.
menurun (5) beta blocker, ACE inhibitor,
11. Suara jantung S4 calcium channel blocker, digoksin)
menurun (5)
12. Murmur jantung Berat Terapeutik
badan menurun (5) 3.14 Posisikan pasien semi-Fowler atau
13. Hepatomegali menurun Fowler dengan kaki ke bawah atau
(5) posisi nyaman
14. Pulmonary vascular 3.15 Berikan diet jantung yang sesuai
resistance (PVR) menurun (5) (mis. batasi asupan kafein, natrium,
15. Systernic vascular kolesterol, dan makanan tinggi
resitance menurun (5) lemak)
16. Tekanan darah membaik 3.16 Gunakan stocking elastis atau
(5) pneumatik Intermiten, sesuai
17. Capillary refill time indikasi
(CRT) membaik (5) 3.17 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
18. Pulmonary artery wedge modifikasi gaya hidup sehat
pressure (PAWP) membaik 3.18 Berikan terapi relaksasi untuk
(5) mengurangi stres, jika perlu
19. Central venous pressure 3.19 Berikan dukungan emosional dan
membaik (5) spiritual
3.20 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
3.21 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
3.22 Anjurkan beraktivitas secara
bertahap
3.23 Anjurkan berhenti merokok
3.24 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
3.25 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
3.26 Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
3.27 Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
4. Gangguan Pertukaran Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.01014)
Gas (D.0003) intervensi keperawatan
selama 3 x 24 jam, Observasi
diharapkan Pertukaran Gas 4.1 Monitor frekuensi, irama, kedalaman
(L.01003) dengan Kriteria dan upaya napas
Hasil : 4.2 Monitor pola napas (seperti
bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
1. Tingkat kesadaran Kussmaul, Cheyne-
meningkat (5) Stokes,Biot,ataksia
2. Dispnea menurun (5) 4.3 Monitor kemampuan batuk efektif
3. Bunyi napas tambahan 4.4 Monitor adanya produksi sputum
menurun (5) 4.5 Monitor adanya sumbatan jalan
4. Pusing menurun (5) napas
5. Penglihatan kabur menurun 4.6 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(5) 4.7Auskultasi bunyi napas
6. Diaforesis menurun (5) 4.8 Monitor saturasi oksigen
7. Gelisah menurun (5) 4.9 Monitor nilai AGD
8. Napas cuping hidung 4.10 Monitor hasil x-ray toraks
menurun (5)
9. PCO2 membaik (5) Terapeutik
10. PO₂ membaik (5) 4.11 Atur interval pemantauan respirasi
11. Takikardia membaik (5) sesuai kondisi pasien
12. pH arteri membaik (5) 4.12 Dokumentasikan hasil pemantauan
13. Sianosis membaik (5)
14. Pola napas membaik (5) Edukasi
15. Warna kulit membaik (5) 4.13 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
4.14 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Edukasi
5.11 Anjurkan melapor jika haluaran urin
<0,5 mL/kg/jam dalam 6 jam
5.12 Anjurkan melapor jika BB
bertambah >1 kg dalam sehari
5.13 Ajarkan cara mengukur dan
mencatat asupan dan haluaran cairan
5.14 Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
5.15 Kolaborasi pemberian diuretik
5.16 Kolaborasi penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
5.17 Kolaborasi pemberian continuous
renal replacement therapy (CRRT),
jika perlu.
4. Implementasi
Implementasi kerja keperawatan merupakan fase dimana perawat mengimplementasikan
rencana atau intervensi yang telah diimplementasikan sebelumnya. Berdasarkan
terminologi SIKI, implementasi terdiri dari pelaksanaan dan pendokumentasian langkah-
langkah khusus pelaksanaan intervensi (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari sebuah proses keperawatan yang
berfungsi untuk mengukur keberhasilan dari rencana dan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, apakah tujuan dari tindakan keperawatan tercapai atau perlu tindakan
keperawatan yang lain.
Komponen format yang sering digunakan dalam proses evaluasi asuhan keperawatan
dikenal dengan istilah SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment dan Planning) yaitu sebagai
berikut :
S : Subjektif, menunjukkan informasi subjektif, yaitu Informasi diperoleh dari pernyataan
atau keluhan pasien setelah tindakan medis.
O : Objektif, menunjukkan informasi objektif, yaitu data berdasarkan hasil pengukuran
atau hasil observasi perawat secara langsung kepada pasien setelah tindakan medis.
A : Analisis, Interpretasi informasi subjektif dan objektif. Analisis ditulis dalam bentuk
masalah yang dihadapi atau Diagnosis keperawatan. Evaluasi hasil yang ditulis dalam
analisis dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu. tujuan teratasi, tujuan teratasi sebagian
dan tujuan tidak teratasi.
P : Planning, dalam planning diuraikan perencanaan tindakan yang akan dilanjutkan atau
ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya,
dan juga tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak
memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA
Saida. (2022). Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Gagal jantung di Ruang Mawar RS
Universitas Muhammadiyah Malang.
Yulia. (2022). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien
Congestive Heart Failure (Chf) Di Rsud Harapan Dan Doa Kota Bengkulu Tahun 2022
Yulia.