Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

OLEH :
DIAN DWI PRATIWI
462018122

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA, 4 OKTOBER 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KASUS CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

1. PENGERTIAN
CHF atau yang disebut juga gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga jaringan tubuh kekurangan nutrisi
dan oksigen (Mahananto & Djunaidy, 2017 dalam Rahmadhani, 2020). Gagal jantung
atau CHF merupakan suatu keadaan dimana jantung gagal mempertahankan sirukulasi
darah yang adekuat untuk tubuh walaupun tekanan pengisian cukup (Masengi et al.,
2016). Gagal jantung kongestif yaitu jantung tidak mampu untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
oksigen sehingga metabolisme mengalami penurunan (Bachrudin & Najib, 2016).
Jadi, gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung dalam memompa darah
ke seluruh tubuh sehingga jaringan pada tubuh mengalami kekurangan oksigen dan
nutrisi.

2. KLASIFIKASI
Berdasarkan American Heart Association (Fay, 2015), klasifikasi dari gagal jantung
kongestif yaitu :
a. Stage A
Pada stage ini, pasien mempunyai resiko tinggi tetapi belum ditemukan
kerusakan pada struktural jantung dan belum ada tanda gejala dari CHF.
Pasien yang didiagnosa CHF biasanya pasien hipertensi, jantung koroner, DM,
keracunan pada jantung (cardiotoxins). Pada kasus ii, aktivitas tidak dibatasi
da dilakukan dengan normal.
b. Stage B
Pada stage B, sudah adanya kerusakan struktural jantung tetapi belum
menujukan tanda dan gejala dari CHF. Ditemukan pada pasien dengan infark
miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri atau penyakit valvural
asimptomatik.. aktivitas sudah sedikit dibatasi. Saat melakukan aktivitas
normal dapat menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, angina pektoris.
c. Stage C
Pada stage ini, sudah ada kerusakan pada struktural jantung dan muncul juga
tanda dan gejala dari gagal jantung. Gejala yang muncul seperti nafas pendek,
lemah, tidak dapat melakukan aktivitas yang berat. Aktivitas sangat dibatasi
dan melakukan aktivitas yang hanya sedikit dapat menimbulka gejala yang
berat.
d. Stage D
Pada stage D, pasien sudah memiliki kerusakan jantung dan tanda gejala yang
berat. Bahkan pasien istirahat saja mampu menimbulkan gejala yang berat.
Maka perlu penanganan khusus dan dimonitoring secara ketat.

3. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer (2012) dalam buku ajar keperawatan medikal-bedah, gagal jantung
disebabkan oleh :(Rahmadhani, 2020)
a. Kelainan otot jantung
Sering terjadi pada pasien gagal jantung. Kelainan otot jantung disebabkan
oleh penurunan kemampuan memompa atau kontraktilitas jantung. Kondisi
penyebab dari kelainan fungsi otot pada jantung yang lain yaitu aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi (pada
kondisi ini secara lagnsung merusak pada serabut jantung dan menyebabkan
kontraktilitas mengalami penurunan).
b. Aterosklerosis koroner
Merupakan penumpukan plak lemak jenuh pada otot jantung yang membuat
terjadi sumbatan atau penyempitan. Sehingga menyebabkan aliran darah ke
jantung terganggu. Terjadi hipoksia dan asidosis (penumpukan asam laktat).
Menyebabkan infark miokard atau kematian sel jantung. Hal ini menyebabkan
kontraktilitas berkurang, gerakan dinding tidak normal dan mengubah daya
kembang pada ruang jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Saat tekanan darah tinggi maka beban kerja pada jantung menjadi meningkat.
Kekuatan aliran darah menjadi kuat sehingga kerja jantung juga meningkat
maka terjadi penebalan pada dinding jantung. Jika hal ini berlanjut secara terus
menerus menyebabkan kemampuan jantung menurun dan jantung tidak dapat
memompa secara adekuat lagi. Hal ini dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri atau penebalan dan penambahan massa ventrikel. Dapat menyebabkan
juga aritmia atrial atau ventrikel pada jantung (irama jantung terlalu
cepat/lambat).
d. Penyakit jantung lain
Terjadi karena dari penyakit jantung yang sebenarnya dan mempengaruhi
jantung secara langsung. Mekanisme yang mencakup biasanya gangguan pada
aliran darah jantung yang masuk ke jantung yaitu pada katup jantung,
gangguan pada irama jantung, tidak mampu dalam mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif / stenosis AV), peningkatan mendadak
after load atau preload.
e. Faktor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme seperti demam, tirotoksikosis. Hipoksia dan
anemia dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung dan menyebabkan
kontraktilitas jantung.

4. MANIFESTASI KLINIK
a. Gagal jantung kiri (Padila, 2012)
1) Kongestif pulmonal : ventrikel kiri gagal memompa dan darah kembali atau
mengumpul dan menumpuk di paru – paru yaitu : dispnea (sesak), batuk, krekels
paru, saturasi oksigen rendah, bunyi jantung tambahan S3 yaitu gallop ventrikel
bisa didengar dengan pemeriksaan auskultasi.
2) Dispnea saat beraktivitas atau dyspnea on effect (DOE), ortopnea, dispnea
nocturnal paroksimal (PND).
3) Batuk kering tetapi lama kelamaan berubah ke batuk berdahak
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah)
5) Perfusi jaringan tidak memadai
6) Oliguria (penurunan urine) dan nokturia (berkemih di malam hari tetapi sering)
7) Berkembangnya gagal jantung dapat mengalami gangguan pencernaan, pusing,
sakit kepala, konfusi, gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat, kulit dingin dan
lembab.
8) Takikardia, lemah, letih, pulsasi lemah.
b. Gagal jantung kanan (Padila, 2012)
Ketidakmampuan ventrikel kanan dalam memompa darah yang cukup ke paru –
paru.
1) Edema ekstermitas bawah biasanya edema pitting (tetap akan cekung bahkan
setelah penekanan ringan) dan penambahan berat badan
2) Distensi vena leher dan ascites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada abdomen kuadran atas, akibat pembesaran
vena hepar
4) Anoreksia dan mual, terjadi karena pembesaran vena di rongga abdomen
5) Nokturia, curah jantung membaik maka perfusi renal meningkat dan terjadi
diuresis. Pada gagal jantung, jantung gagal memompa darah ke seluruh tubuh dan
menyebabkan bendungan aliran darah karena tidak adekuat memompa. Sehingga
darah akan berkumpul ke bawah tubuh. Dampak jantung tidak dapat memompa
yaitu pada ginjal. Ginjal kurang aliran darah menyebabkan sedikitnya darah yang
di filter di ginjal sehingga produksi air kencing lebih sedikit pada siang hari.
Pada malam hari saat penderita tidur, bendungan aliran darah yang sebelumnya
berada di tubuh bagian bawah akan kembali ke jantung dan peningkatan aliran
darah. Sehingga ginjal mengalami peningkatan filtrasi darah dan seseorang akan
cenderung untuk buang air kecil lebih sering pada malam hari.
6) Kelemahan, dimana terjadi pembuangan produk sampah katabolisme tidak
adekuat.

5. PATHWAY CHF
Infark miokard Hipertensi pulmonal Kardiomeopati dilatasi Kelainan katup

Nekrosis miokardium Hipertrofi ventrikel Kelemahan dan atrofi otot jantung


Stenosis katup

Kontraktilitas jantung menurun Stenosis ruang ventrikel Kekuatan jantung tidak adekuat Jantung bekerja lebih berat
memompa darah untuk memompa darah

CHF

Volume sekuncup Penurunan


curah jantung

Kurangnya darah yang


dialirkan ke seluruh tubuh

Sistem tubuh merespon Suplai oksigen dan nutrisi


Backward failure ke jaringan berkurang

Aktivasi RAAS
LVEDP meningkat Metabolisme
anaerob
Darah yang difiltrasi di ginjal
Atrium kiri penuh
Penimbunan
Mengeluarkan renin
asam laktat dan
Tekanan vena
ATP
Angiotensin – Angiotensin I – ACE pulmonalis meningkat
-Angiotensin II
Tekanan kapiler pada Fatigue
paru – paru meningkat Edema paru
Merangsang adrenal
mengeluarkan aldosteron
Perembesan Intoleransi aktivitas
Pengembangan
Merangsang adrenal cairan ke alveoli
paru tidak optimal
mengeluarkan aldosteron
Gangguan Pola nafas tidak
pertukaran gas efektif
Sekresi Na dan H2O

Retensi cairan Pitting edema

Gangguan integritas
Hipervolemia kulit
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada CHF : (Majid, 2016)
1) Elektrokardiogram (EKG)
Yaitu rekaman infomasi mengenai aktivitas listrik otot jantung dengan
memasang elektroda pada tubuh. Hasil EKG pada gagal ginjal umumnya, ada
gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH), semua jenis aritmia atrium dan
ventrikel, blok konduksi atrio-ventrikular dan intraventrikel, adanya iskemia
dan atau infark miokard, hipertrofi ventrikel kanan dan kiri, serta kelainan
pada atrium kanan, selain itu bisa uga hasilnya normal dan atau hanya
menunjukkan sinus takikardia. Misalnya yaitu hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas atrium kiri, dan fibrilasi atrium.
2) Katetirisasi jantung
Memasukkan selang panjang ke dalam pembuluh darah yang kemudian
diarahkan ke jantung. Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi.
Juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontraktilitas.
3) Rontgen dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal
4) Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung kongestif akut
menjadi kronis
5) AGD
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
6) BUN (Blood ureum nitrogen) dan kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN
dan kreatinin merupakan indikasi
7) Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus
gagal jantung

7. PENATALKSANAAN MEDIS
Terapi farmakologis : (Dipiro et al., 2015 dalam listyaindra & Mutmainah 2018)
1) Glikosida jantung
Dengan meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat
frekuensi dari jantung. Efeknya yaitu ada peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah, peningkatan diuresis, dan
mengurangi edema.
2) Terapi diuretik
Untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Mekanisme
kompensasi pada gagal jantung kongestif yaitu dengan meningkatkan retensi
air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru.
Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung kongestif ditujukan untuk
meringankan gejala dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa
dan Peters, 2006). Diuretik yang banyak digunakan yaitu dari golongan
diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid (HCT) dan golongan diuretik
lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal seperti furosemid.
3) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE I)
Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan
sekresi angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang
dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat
mengurangi kejadian remodeling jantung serta retensi air dan garam.
4) Terapi vasodilator
Memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas vena sehingga
tekanan pengisian ventrikel kiri dapat menurun.
5) Beta blocker
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan menggunakan β-
blocker pada semua pasien gagal jantung kongestif yang masih stabil dan
untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun
adanya riwayat intoleran pada β-blockers. Mekanisme kerja dari βblocker
sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta (beta-bloker) di jantung,
pembuluh darah perifer sehingga efek vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat
memperlambat konduksi dari sel jantung dan juga mampu meningkatkan
periode refractory.
6) Angiotensin II I receptor type 1 Inhibitor (ARB)
Mekanisme ARB yaitu menghambat reseptor angiotensin II pada subtipe AT1.
Penggunaan obat golongan ARB direkomendasikan hanya untuk pasien gagal
jantung dengan stage A, B, C yang intoleran pada penggunaan ACE I. Food
and Drug Approval (FDA) menyetujui penggunaan candesartan dan valsartan
baik secara tunggal maupun kombinasi dengan ACE I sebagai pilihan terapi
pada pasien gagal jantung kongestif.
7) Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi
Na dan eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis
aldosteron dengan dosis inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari pada kasus
klinik yang bersifat mayor.
8) Digoksin
Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat
inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan
meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang
berarti dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh
karena itu, diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan
monitoring ketat bila dikhawatirkan terjadi toksik.
Terapi nonfarmakologis : (Rahmadhani, 2020)
1) Diet rendah garam
Pembatasan natrium untuk mencegah, megontrol, atau mehilangkan edema
2) Membatasi cairan Mengurangi beban jantung dan menghindari kelebihan
volume cairan dalam tubuh.
3) Manajemen stres Respon psikologis daat mempengaruhi peningkatan kerja
jantung.
4) Menguragi aktivitas fisik Kelebihan aktivitas fisik mengakibatkan peningkatan
kerja jantung sehingga perlu dibatasi (Oktavianus & Sari, 2014).
5) Tarik napas dalam Pasien dengan masalah dyspnea pada relaksasi otot,
menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot pernafasan
yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan
dan mengurangi kerja pernafasan. Pernafasan yang lambat, rileks dan berirama
membantu dalam mengontrol klien saat mengalami dyspnea (Westerdahl,
2014; Muttaqin, 2012).

8. PROGNOSA
1) Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh
infark miokardium akut adalah hilangnya 40 % atau lebih jaringan otot pada
ventrikel kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen miokardium
2) Edema paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema dimana saja didalam
tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan interstitial paru meningkat
dari batas negatif menjadi batas positif. Penyebab kelainan paru yang paling
umum adalah:
a. Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat
peningkatan tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan
alveoli.
b. Kerusakan pada membrane kapiler paru yang disebabkan oleh infeksi
seperti pneumonia atau terhirupnya bahan-bahan yang berbahaya
seperti gas klorin atau gas sulfur dioksida. Masing - masing
menyebabkan kebocoran protein plasma dan cairan secara cepat keluar
dari kapiler (Padila, 2012)

9. PROSES KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan secara menyeluruh perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis keperawatan yang bertujuan untuk menentukan
tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Pengkajian dilakukan sesuai tanda
dan gejala yang dialami oleh klien. (Muttaqin, 2009 dalam Rahayu, 2019)
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
a) Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
suku/bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, nomor
medis, diagnosis medis dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, hubungan dengan klien dan
alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan meliputi :
(1) Dispnea : Keluhan dispnea atau sesak napas merupakan manifestasi
kongesti pulmonalis sekunder dan kegagalan ventrikel kiri dalam melakukan
kontraktilitas sehingga akan mengurangi curah sekuncup.
(2) Kelemahan fisik : Manifestasi utama dari penurunan curah jantung adalah
kelemahan dan kelelahan dalam melakukan aktivitas.
(3) Edema sistematik : Tekanan arteri paru dapat meningkatkan respons
terhadap peningkatan kronis terhadap vena paru. Hipertensi pulmonar
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Mekanisme kejadian
seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, di
mana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema sistemik.
b) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang yang mendukung keluhan utama
dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan
fisik klien secara PQRST, yaitu :
Provoking Incident : Kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas
ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung.
Quality of Pain : Seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas
yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien
merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernapasan).
Region : radiation, relief : Apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau
memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
Severity (Scale)mof Pain : Kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari – hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun
sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
Time : Sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas
biasanya setiap saat, baik istirahat maupun saat beraktivitas.
c) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat –
obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan.
d) Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian
juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya
pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit jantung
iskemik pada keturunannya
3) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial : menanyakan kebiasaan dalam pola hidup, misalnya minum alkohol,
atau obat tertentu. Kebiasaan merokok : menanyakan tentang kebiasaan
merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari dan jenis rokok. Dalam
mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien
4) Pemeriksaan kesehatan pada congestive heart failure meliputi pemeriksaan
fisik umum secara persistem berdasarkan hasil observasi keadaan umum,
pemeriksaan persistem meliputi : Sistem Pernafasan, Sistem Kardiovaskular,
Sistem Persyarafan, Sistem Urinaria, Sistem Pencernaan, Sistem
Muskuloskeletal, Sistem Integumen, Sistem Endokrin, Sistem Pendengaran,
Sistem Pengelihatan dan Pengkajian Sistem Psikososial. Biasanya
pemeriksaan berfokus menyeluruh pada sistem Kardiovaskular
5) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat. TTV normal : TD :
120/80 mmHg, N : 80-100 x/menit, R : 16-20x/menit, S : 36,5-37,0 oC
6) Pemeriksaan fisik persistem
a) Sistem pernapasan
Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda kongesti vaskular pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dan edema
pulmonal akut. Crakles atau ronki basah halus terdengar pada dasar posterior
paru
b) Sistem Kardiovaskular
Inspeksi: Adanya parut pada dada, kelemahan fisik, dan adanya edema
ekstermitas
Palpasi: Oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respons awal
jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung
Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan bunyi gallop dan murmur akibat kelainan
katup biasanya ditemukan apabila pada penyebab gagal jantung adalah
kelainan katup
Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukan adanya
hipertrofi jantung (Kardiomegali)
c) Sistem Persyarafan
Kesadaran biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien : wajah meringis,
menangis, merintih, meregang dan menggeliat.
(1) Test Nervus Cranial
(a) Nervus Olfaktorius (N.I)
Nervus Olfaktorius merupakan saraf sensorik yang fungsinya hanya satu, yaitu
mencium bau, menghirup (penciuman, pembauan).
(b) Nervus Optikus (N.II)
Penangkap rangsang cahaya ialah sel batang dan kerucut yang terletak di
retina.
(c) Nervus Okulomotorius, Trochearis, Abdusen
(N,III,IV,VI)
Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat
kelopak mata. Serabut otonom nervus III mengatur otot pupil.
(d) Nervus Trigeminus (N.V)
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor) dan bagian
motorik (porsio minor).
(e) Nervus Facialis (N. VII)
Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi
wajah..
(f) Nervus Auditorius (N.VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang membawa rangsangan dari
telinga ke otak.
(g) Nervus Glasofaringeus
Sifatnya majemuk (sensorik + motorik), yang mensarafi faring, tonsil dan
lidah.
(h) Nervus Vagus
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
(i) Nervus Assesorius
Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan trapezius menyebabkan
gerakan menoleh (rotasi) pada kepala.
(j) Nervus Hipoglosus
Saraf ini mengandung serabut somato sensorik yang menginervasi otot
intrinsik dan otot ekstrinsik lidah.
d) Sistem Pencernaan
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen, serta penurunan
berat badan.
e) Sistem Genitourinaria
Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan asupan cairan, karena
itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menandakan adanya retensi
cairan yang parah
f) Sistem Endokrin
Melalui auskultasi, pemeriksa dapat mendengar bising. Bising kelenjar tiroid
menunjukkan peningkatan vaskularisasi akibat hiperfungsi tiroid (Malignance)
g) Sistem Integumen
Pemeriksaan wajah pada klien bertujuan menemukan tanda-tanda yang
menggambarkan kondisi klien terkait dengan penyakit jantung yang
dialaminya. Tanda-tanda yang dapat ditemukan pada wajah antara lain :
(1) Pucat di bibir dan kulit wajah
(2) Kebiruan pada mukosa mulut, bibir dan lidah
(3) Edema periorbital.
(4) Grimace (tanda kesakitan dan tanda kelelahan).
h) Sistem Muskuloskeletal
Kebanyakan klien yang mengalami congestive heart failure juga mengalami
penyakit vaskuler atau edema perifer. Pengkajian sistem muskuloskeletal pada
gangguan Kardiovaskular congestive heart failure, mungkin ditemukan :
kelemahan fisik, kesulitan tidur, aktifitas terbatas dan personal hygine
i) Wicara dan THT
Kebanyakan klien dengan congestive heart failure tidak mengalami gangguan
wicara dan THT.
j) Sistem Pengelihatan
Pada mata biasanya terdapat :
(1) Konjungtiva pucat merupakan manifestasi anemia.
(2) Konjungtiva kebiruan adalah manifestasi sianosis sentral.
(3) Sklera berwarna putih yang merupakan gangguan faal hati pada pasien
gagal jantung.
(4) Gangguan visus mengindikasikan kerusakan pembuluh darah retina yang
terjadi akibat komplikasi hipertensi
7) Aktifitas Sehari-hari
a) Nutrisi
Perlu dikaji keadaan makanan dan minuman klien meliputi : porsi yang
dihabiskan, susunan menu, keluhan mual dan muntah, kehilangan nafsu
makan, nyeri ulu hati sebelum atau pada waktu masuk rumah sakit, yang
terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit.
b) Eliminasi
Pada klien dengan congestive heart failure biasanya terjadi retensi urine akibat
reabsorbsi natrium di tubulus distal meningkat
c) Pola Istirahat
Pola istirahat tidak teratur karena klien sering mengalami sesak nafas.
d) Personal Hygine
Kebersihan tubuh klien kurang karena klien lebih sering bedrest.
e) Aktifitas
Aktifitas terbatas karena terjadi kelemahan otot.
8) Data Psikologi
Jika klien mempunyai penyakit pada jantungnya baik akut maupun kronis,
maka akan dirasakan seperti krisis kehidupan utama. Klien dan keluarga
menghadapi situasi yang menghadirkan kemungkinan kematian atau rasa takut
terhadap nyeri, ketidakmampuan, gangguan harga diri, ketergantungan fisik,
serta perubahan pada dinamika peran keluarga
9) Data Spiritual
Pengkajian spiritual klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif dan prilaku klien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pada
klien tentang kapasitas fisik dan intelektualnya saat ini.
10) Data Sosial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenisasi jaringan,
stress akibat kesakitan bernafas, dan pengetahuan bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dan curah jantung dapat disertai
insomnia atau kebingungan
11) Data penunjang
a) Hb / Ht : untuk mengkaji sel darah yang lengkap dan kemungkinan anemia
serta viskositas atau kekentalan.
b) Leukosit : untuk melihat apakah adanya kemungkinan infeksi atau tidak.
c) Analisa Gas Darah : menilai keseimbangan asam basa baik metabolik
maupun respiratorik.
d) Fraksi Lemak : peningkatan kadar kolesterol, trigliserida.
e) Tes fungsi ginjal dan hati (BUN, Kreatinin) : menilai efek yang terjadi
akibat CHF terhadap fungsi hati atau ginjal.
f) Tiroid : menilai aktifitas tiroid.
g) Echocardiogram : menilai adanya hipertropi jantung.
h) Scan jantung : menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
kemampuan kontraksi.
i) Rontgen thoraks : untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
j) EKG : menilai hipertrofi atrium, ventrikel, iskemia, infark dan distritmia.

b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
jantung, perubahan afterload, perubahan frekuensi jantung, perubahan irama
jantung, perubahan preload. (D.0008)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler (D.0003)
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ansietas, posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru, keletihan, hiperventilasi, obesitas, hambatan
upaya nafas nyeri, keletihan otot pernapasan. (D.0005)
d. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan, natrium
(D.0022)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen (D.0056)

c. RENCANA INTERVENSI
N Diagnosa Intervensi Rasional
O Keperawatan
1 Penurunan 1. Observasi Observasi :
curah jantung  Identifikasi tanda/gejala
berhubungan primer Penurunan curah -mengetahui
dengan jantung (meliputi tanda gejala
gangguan dispenea, kelelahan, primer dari
kontraktilitas adema ortopnea penurunan
jantung, paroxysmal nocturnal curah jantung
perubahan dyspenea, peningkatan untuk dapat
afterload, CPV) dilakukan
perubahan  Identifikasi tanda /gejala tindakan
frekuensi sekunder penurunan selanjutnya
jantung, curah jantung (meliputi
perubahan peningkatan berat badan,
irama jantung, hepatomegali ditensi - mengetahui
perubahan vena jugularis, palpitasi, tanda gejala
preload. ronkhi basah, oliguria, sekunder dari
(D.0008) batuk, kulit pucat) penurunan
 Monitor tekanan darah curah jantung
(termasuk tekanan darah untuk dapat
ortostatik, jika perlu) dilakukan
 Monitor intake dan tindakan
output cairan selanjutnya
 Monitor berat badan
setiap hari pada waktu -tekanan darah
yang sama tinggi dapat
 Monitor saturasi oksigen memperberat
 Monitor keluhan nyeri kerja jantung
dada (mis. Intensitas,
lokasi, radiasi, durasi, -mengetahui
presivitasi yang balance cairan
mengurangi nyeri) pasien
 Monitor EKG 12
sadapoan -mengetahui
 Monitor aritmia adanya
(kelainan irama dan penambahan
frekwensi) berat badan
 Monitor nilai secara drastis
laboratorium jantung
(mis. Elektrolit, enzim -mengetahui
jantung, BNP, Ntpro- status saturasi
BNP) oksigen
 Monitor fungsi alat pacu
jantung -mengetahui
 Periksa tekanan darah kualitas nyeri
dan frekwensi yang dirasakan
nadisebelum dan
sesudah aktifitas -mengetahui
 Periksa tekanan darah irama jantung
dan frekwensi nadi
sebelum pemberian obat -mengetahui
(mis. Betablocker, adanya
ACEinhibitor, calcium kelainan
channel blocker, jantung
digoksin)
2. Terapeutik -mengetahui
 Posisikan pasien semi- adanya hasil
fowler atau fowler lab yang tidak
dengan kaki kebawah normal yang
atau posisi nyaman dpat
 Berikan diet jantung mengindikasika
yang sesuai (mis. Batasi n suatu
asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan
tinggi lemak) penyakit
 Gunakan stocking elastis
atau pneumatik -mengetahui
intermiten, sesuai status
indikasi perkembangan
 Fasilitasi pasien dan jantung klien
keluarga untuk
modifikasi hidup sehat -mengetahui
 Berikan terapi relaksasi apakah tekanan
untuk mengurangi stres, darah masih
jika perlu stabil atau
 Berikan dukungan semakin tinggi
emosional dan spiritual atau rendah
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan 2. terapeutik
saturasi oksigen >94%
3. Edukasi -mengurangi
 Anjurkan beraktivitas sesak napas
fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas -diet jantung
fisik secara bertahap dapat
 Anjurkan berhenti meningkatkan
merokok kerja jantung
 Ajarkan pasien dan menjadi lebih
keluarga mengukur berat baik
badan harian
 Ajarkan pasien dan -melancarkan
keluarga mengukur sirkulasi darah
intake dan output cairan pada kaki
harian
4. Kolaborasi -meningkatkan
 Kolaborasi pemberian pola hidup
antiaritmia, jika perlu sehat untuk
 Rujuk ke program kesehatan
rehabilitasi jantung jantung

Perawatan Jantung I.02075 -mengurangi


stress dan nyeri

-mengurangi
rasa cemas
pada klien

-melancarkan
sirkulasi
oksigen yang
masuk
3. edukasi

-membantu
klien hidup
sehat dan
memperkuat
kerja jantung

-membuat klien
dapat
melakukan
aktivitas secara
lebih teratur
dan tidak cepat
lelah

-membuat
jantung bekerja
lebih baik

-mengtahui
adanya
kenaikan berat
badan secara
drastis

-mengetahui
balance cairan
dengan asupan
yang sudah
masuk ke tubuh

4. kolaborasi

-menstabilkan
irama jantung

-membantu
pemulihan dan
membuat
jantung
menjadi lebih
sehat lagi.
2 Gangguan 1. Observasi 1. Observasi
pertukaran gas  Monitor kecepatan aliran
berhubungan oksigen -mengetahui
dengan  Monitor posisi alat kecepatan
perubahan terapi oksigen aliran yang
membran  Monitor aliran oksigen
alveolus-kapiler secara periodic dan
(D.0003) pastikan fraksi yang diberikan
diberikan cukup
 Monitor efektifitas terapi -mengetahui
oksigen (mis. oksimetri, letak posisi
analisa gas darah ), jika oksigen
perlu
 Monitor kemampuan -mengetahui
melepaskan oksigen saat aliran oksigen
makan yang masuk
 Monitor tanda-tanda ke tubuh
hipoventilasi secara teratur
 Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan -mengtahui
atelektasis adanya
 Monitor tingkat penyakit lain
kecemasan akibat terapi atau tingkat
oksigen keparahan
 Monitor integritas suatu penyakit
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen -Memandiri-
2. Terapeutik kan klien
 Bersihkan secret pada melepas
mulut, hidung dan oksigen secara
trachea, jika perlu mandiri
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas -mengetahui
 Berikan oksigen nafas yang
tambahan, jika perlu terlalu pendek
 Tetap berikan oksigen dan lambat
saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat -mengetahui
oksigen yang sesuai tingkat
dengat tingkat mobilisasi kecemasan
pasien yang
3. Edukasi dirasakan
 Ajarkan pasien dan pasien
keluarga cara
menggunakan oksigen -mengetahui
dirumah apakah ada
4. Kolaborasi lesi atau
 Kolaborasi penentuan infeksi pada
dosis oksigen hidung
 Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas 2. terapeutik
dan/atau tidur
-
Terapi Oksigen I.01026 membersihkan
jalan nafas
agar lancar

-
memperlancar
oksigen yang
masuk

-membuat
pasien
menjadi lebih
lega lagi untuk
bernafas

-menghindari
sesak nafas
pada pasien

-menghindari
pasien sesak
secara
mendadak
maka dipasang
oksigen dalam
keadaan
apapun

3. edukasi

-
memandirikan
agar bisa
sendiri
memasang
oksigen

4. kolaborasi

-mengetahui
oksigen
dengan dosis
yang tepat
diberikan pad
pasien

-mengurangi
resiko sesak
secara
mendadak
3 Pola nafas tidak 1. Observasi 1. observasi
efektif  Monitor frekuensi,
berhubungan irama, kedalaman, dan
dengan ansietas, upaya napas -mengetahui
posisi tubuh  Monitor pola napas status
yang (seperti bradipnea, pernafasan
menghambat takipnea, klien
ekspansi paru, hiperventilasi, Kussmaul
keletihan, , Cheyne-Stokes, -mengetahui
hiperventilasi, Biot, ataksik0 status
obesitas,  Monitor kemampuan pernafasan
hambatan upaya batuk efektif klien
nafas nyeri,  Monitor adanya
keletihan otot produksi sputum -mengetahui
pernapasan.  Monitor adanya kemampuan
(D.0005) sumbatan jalan napas dalam batuk
 Palpasi kesimetrisan yang dimiliki
ekspansi paru klien
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen -mengurangi
 Monitor nilai AGD resiko sesak
 Monitor hasil x- nafas secara
ray toraks mendadak
2. Terapeutik
 Atur interval waktu -mengetahui
pemantauan respirasi pengembanga
sesuai kondisi pasien n paru pada
 Dokumentasikan hasil dinding dada
pemantauan
3. Edukasi -mengetahui
 Jelaskan tujuan dan adanya cairan
prosedur pemantauan pada paru –
 Informasikan hasil paru
pemantauan, jika perlu
-mengetahui
Pemantauan Respirasi I.01014 status
oksigenasi

-mengetahui
asam basa
dalam tubuh

-mengetahui
adanya
kelainan pada
jantung atau
paru

2. terapeutik

-mengetahui
status respirasi
klien

-mencatat
semua
dokumentasi

3.edukasi

-supaya
keluarga dan
klien
mengetahui
perkembangan
status respirasi

4 Hipervolemia 1. Observasi 1.observasi


berhubungan  Periksa tanda dan gejala
dengan hypervolemia -mengetahui
kelebihan  Identifikasi penyebab adanya
asupan cairan, hypervolemia kelebihan
natrium  Monitor status cairan pada
(D.0022) hemodinamik, tekanan tubuh
darah, MAP, CVP, PAP,
PCWP, CO jika tersedia -mengetahui
 Monitor intaje dan penyebab dari
output cairan kelebihan
 Monitor tanda cairan
hemokonsentrasi ( kadar
Natrium, BUN, -mengetahui
hematocrit, berat jenis status
urine) perkembangan
 Monitor tanda status klien
peningkatan tekanan
onkotik plasma -mengetahui
 Monitor kecepatan infus balance cairan
secara ketat klien
 Monitor efek samping
diuretik Memonitor
2. Therapeutik status kadar
 Timbang berat bada natrium, BUN
setiap hari pada waktu dalam tubuh
yang sama
 Batasi asupan cairan dan -tekanan yang
garam berfungsi
 Tinggikan kepala tempat untuk
tidur 30-40 derajat membawa
cairan ke
3. Edukasi
dalam sistem
1. Anjurkan melapor jika peredaran
haluaran urine <0.5 darah
ml/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika -menghitung
BB bertambah > 1 kg cariran yang
dalam sehari masuk ke
3. Ajarkan cara mengukur dalam tubuh
dan mencatat asupan dan
haluaran cairan - mencegah
4. Ajarkan cara membatasi penyerapan
cairan garam,
4. Kolaborasi termasuk
natrium dan
 Kolaborasi pemberian klorida, di
diuritik ginjal.
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium 2. terapeutik
akibat diuretic
 Kolaborasi pemberian -mengetahui
continuous renal status berat
replacement therapy badan apakah
naik secara
Manajemen Hipervolemia drastis
(I.03114)
-mencegah
edema

-membuat
nafas lebih
lega

3. edukasi

-mengetahui
status urine
pasien

-adanya
kelebihan
cairan dari BB
yang naik

-mencegah
edema

4. kolaborasi

-mencegah
penyerapan
garam,
termasuk
natrium dan
klorida, di
ginjal.

-membantu
memberikan
kalium yang
dibutuhkan
tubuh

-terapi untuk
menggantikan
fungsi ginjal

5 Intoleransi 1. Observasi 1.observasi


aktivitas  Identifkasi gangguan
berhubungan fungsi tubuh yang -mengetahui
dengan mengakibatkan gangguan
ketidakseimban kelelahan fungsi tubuh
gan antara  Monitor kelelahan fisik
suplai dengan dan emosional -melihat
kebutuhan  Monitor pola dan jam adanya
oksigen tidur kelelahan fisik
(D.0056)  Monitor lokasi dan yang dirasan
ketidaknyamanan
selama melakukan -mmebantu
aktivitas mengataur jam
2. Terapeutik tidur pasien
 Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah 2.terapuetik
stimulus (mis. cahaya,
suara, kunjungan) -membantu
 Lakukan rentang gerak klien lebih
pasif dan/atau aktif rileks
 Berikan aktivitas
distraksi yang -melatih
menyenangkan kekuatan otot
 Fasilitas duduk di sisi pasaien
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau -
berjalan menghilangka
3. Edukasi n nyeri atau
 Anjurkan tirah baring kelelahan
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap -mencegah
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan pasien jatuh
gejala kelelahan tidak
berkurang 3. edukasi
 Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi -membantu
kelelahan klien untuk
4. Kolaborasi istirahat
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara -mencegah
meningkatkan asupan kelelahan
makanan pasien

Manajemen Energi (I.05178) -mencegah hal


yang tidak
dingingkan
terjadi

-mengurangi
kelelahan

4. kolaborasi

-membuat
nafsu makan
klien
meningkat

10. DAFTAR PUSTAKA (MINIMAL 5 LITERATUR CETAK, MUTAKHIR 10


TAHUN)
Bachrudin, M., & Najib, M. (2016). Bahan Ajar Cetak Keperawatan Medikal Bedah I.
DiPiro, J.T., Wells, B.G., andSchwinghammer, T.L., 2015, Pharmacotherapy: A
Patophysiologic Approach (9th edition), Mc.Graw Hill, New York
Fay, D. L. (2015). Angka kejadian Drug Related Problem (DRPs) pada pasien
Congestive Heart Failure (CHF) di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan
Senopati Bantul.
Listyaindra, A., & Mutmainah, N. (2018). Identifikasi Interaksi Obat Potensial Pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sukoharjo
Tahun 2016 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Majid, a. (2016). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan SISTEM


KARDIOVASKULER . Yogyakarta
Masengi, K. G. D., Ongkowijaya, J., & Wantania, F. (2016). Hubungan Hiperurisemia
Dengan Kardiomegali Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. E-CliniC, 4(1), 0–
5. https://doi.org/10.35790/ecl.4.1.2016.10971
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Rahayu, F. W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Klien Congestive Heart Failure
(Chf) Dengan Ketidakefektifan Pola Napas Di Ruang Mawar Rsud Dr.
Soekardjo Tasikmalaya.
Rahmadhani, F. N. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gagal Jantung
Kongestif (Chf) Yang Di Rawat Di Rumah Sakit.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai