Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN


CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG ICU
RSUD KELET PROVINSI JAWA TENGAH

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD ZAENAL ABIDIN
NIM : 72020040235

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
Jl.Ganesa 1 Purwosari Telp./Faks.(0291)437218 Kudus 59316
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN KASUS

Laporan kasus dengan Judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn S


DENGAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF DI RUANG ICU RSUD KELET TAHUN
2021”, telah mendapat pengesahan oleh pembimbing klinik dan pembimbing akademik
pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 4 Maret 2021

Nama : MUHAMMAD ZAENAL ABIDIN

Nim : 72020040235

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Diana Kusmawati S.Kep,Ns Sukarmin S.Kep,Ns. M.Kep.Sp.KMB

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE


2
I. KONSEP DASAR PENYAKIT CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
A. PENGERTIAN
Congestive heart failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrien dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2011).
Beberapa definisi gagal jantung ditujukan pada kelainan primer dari sindrom
tersebut, yaitu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan sirkulasi yang
cukup bagi kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian vena dalam keadaan normal.
Namun beberapa definisi lain menyatakan bahwa gagal jantung bukanlah suatu
penyakit yang terbatas pada satu sistem organ melainkan suatu sindrom klinis akibat
kelainan jantung. Keadaan ini ditandai dengan suatu bentuk respon hemodinamika,
renal, neural dan hormonal yang nyata. Di samping itu, gagal jantung merupakan suatu
keadaan patologis dimana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat memenuhi
kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian (Muttaqin, 2012).
B. ETIOLOGI
Etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor eksterna
maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung) seperti hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia
kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:
Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup
(SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk

3
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut
jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus
dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang
akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka
akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume
darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi
ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi
ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu
efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan

4
cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan
peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel
kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam


sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada
gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan
atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.

D. PATHWAY

Disfungsi Miokard Beban Beban diastolik Peningkatan kebutuhan Beban volume


(AMI) Miokarditis tekanan berlebihan metabolisme berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol Preload meningkat


menurun meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventrikel
Gagal jantung kanan

COP menurun

Beban jantung meningkat

CHF

v ventrikel kiri
Gagal pompa Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastol
Forward failure Backward failure meningkat

LVED naik
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow Bendungan atrium
jaringan menurun menurun menurun Tekanan vena pulmonalis meningkat kanan

Metabolisme anaerob Sinkop RAA Bendungan vena


Tekanan kapiler paru meningkat
meningkat sistemik
Asidosis metabolik
Penurunan Aldosteron
Edema paru Beban ventrikel kanan Hepatomegali,
perfusi jaringan meningkat
Peningkatan asam laktat meningkat Splenomegali
dan ATP menurun Ronkhi basah
ADH meningkat
Mendesak
Hipertropi
Fatigue Iritasi mukosa diafragma
ventrikel kanan
Retensi natrium paru
dan air Sesak napas
Intoleransi aktivitas Penyempitan
lumen ventrikel
Kelebihan Reflkes batuk
kanan
volume cairan menurun
Pola napas tidak
vaskuler
efektif
5
Penumpukan
sekret

Gangguan pertukaran gas

E. TANDA DAN GEJALA


1. Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseral dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adequat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua
darah yang secara normal kembali ke sirkulasi vena.
a. Edema Anasarka/Ascites
Ascites atau edema anasarka atau edema tubuh generalisata, meskipun
gejala dan tanda dan gejala penimbunan cairan pada aliran vena sistemik
secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, tetapi manifestasi
paling dini dari bendungan sistemik umumnya disebabkan retensi cairan
daripada gagal jantung kanan yang nyata. Semua manifestasi yang
dijelaskan disini awalnya ditandai bertam-bahnya berat badan, yang jelas
mencerminkan adanya rentensi natri-um dan air.
b. Edema Perifer
Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang inter-stisial.
Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang tergantung.
c. Anoreksia dan Nausea
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembe-saran
vena dan statis vena di dalam rongga abdomen. Rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan karena kongesti hati dan usus.
d. Tekanan Vena Jugularis dan Vena Central
Tekanan vena jugularis terjadi karena adanya pembendungan. Teka-nan
vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradox selama inspirasi jika
jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan
aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. Meningkatnya CVP selama
inspirasi dikenal dengan tanda Kussmaul
e. Hepatomegali
Hepatomegali atau pembesaran hati dan nyeri tekan pada hati terjadi karena
peregangan kapsula hati dan pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal mening-kat sehingga
cairan keluar terdorong rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan
ascites.

6
f. Nokturia
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi oleh karena
perfusi renal didukung oleh penderita pada saat berbaring.  Nokturia
disebabkan karena redistribusi cairan dan reabsorbsi cairan pada wak-tu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat.

2. Gagal Jantung Kiri


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
a. Edema Paru
Edema paru di akibatkan karena bendungan sistemik sehingga aliran darah ke
atrium dan ventrikel kiri menurun atau terjadi gangguan fungsi pompa
ventrikel. Ini akan mengakibatkan curah jantung menurun sedangkan tekanan
akhir diastole ventrikel kiri meningkat sehingga terjadi bendungan vena
pulmonalis dan terjadi udem paru.
b. Dispnea
Dispnea terjadi akibat penimbunan cairan yang terdapat di alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dipsnea disebabkan oleh pening-katan kerja
pernafasan akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan paru.
Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbul-kan dispneu, Seperti juga
spectrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema
interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,  Dipsnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.

c. Ortopneu
Ortopneu, yaitu dispnea saat berbaring terutama disebabkan oleh redistribusi
aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang dibawa ke arah sirkulasi sentral.
Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vascular paru lebih lanjut.
d. Dispneu Nocturnal Paroksismal
Dispnea Nocturnal Paroksismal (Paroxysmal Nocturnal Dypsnea, PND) atau
mendadak terbangun karena dipsnea, dipicu oleh timbulnya edema paru
interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung
kiri dibandingkan dengan dipsnea atau ortopnea.
e. Batuk

7
Batuk dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berba-
ring.Timbulnya ronchi yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri
khas dari gagal jantung; ronkhi pada awalnya terdengar dibagian bawah paru-
paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat
dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal jantung kiri. Batuk yang
berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering atau tidak produktif, tetapi
yang tersering adalah batuk basah, batuk yang menghasilkan sputum berbusa.
f. Hemoptisis
Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronchial yang terjadi
akibat distensi vena.
g. Kelelahan/Fatique
Mudah lelahterjadi akibat curah jantung yang kurang danmengham-bat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di gunakan
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan atau batuk.
h. Kegelisahan/Kecemasan
Kegelisahan dan kecemasanterjadi akibat gangguan oksigenasi jari-ngan, stres
akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi
dengan baik, kecemasan terjadi juga dispnu, yang pada gilirannnya
memperberat kecemasan.

F. KOMPLIKASI YANG MUNCUL


1. Stroke
2. Penyakit katup jantung
3. Infark miokard
4. Emboli pulmonal
5. Hipertensi

G. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG


1. Ekokardiografi    
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan diag-nostik
yang pertama dan sebagai alat yang pertama untuk manajemen gagal jantung.
Sifatnya tidak invasif dan segera dapat memberikan diagnosis disfungsi jantung dan
segera. Gambaran yang paling sering di temukan pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi,dan beberapa kelainan katup adalah di latasi
ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding ventrikel.     
2. Rontgen Toraks

8
Foto rontgen tiraks posterior - anterior dapat menunjukan adanya hipertensi
vena, edema paru,atau kadiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan
tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya
peningkatan ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) meskipun memberikan informasi yang
berkaitan dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang spesifik.
Pada hasil pemeriksaan EKG yang normal perlu di curigai bahwa hasil diagnosis
salah.
Pada pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagak jantung dapat di temukan
kelainan EKG seperti berikut ini :
- Left bundke branch block,kelainan segmen ST/T menunjukkan dis-fungsi
ventrikel kiri kronis.
- Gelombang Q menunjukkan infark sebelumnya dan kelainan segmen ST
menunjukkan penyakit jantung iskemik.
- Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombamg T terbalik : menunjukkan stenosis
aorta danpenyakit jantung hipertensi.
- Aritmia
Deviasi aksis ke kanan,right bundle branc block dan hipertrofi ventrikel kanan
menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

H. TERAPI
 Adapun terapi yang bisa diberikan, yaitu :
1. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen terutama ditujukan pada klien dengan gagal jan-tung yang
disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan mengura-ngi kebutuhan
miokardium akan O2 dan membantu memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
2. Terapi Nitrat dan Vasodilator Koroner
Penggunaan nitrat baik secara akut maupun kronis sangat dianjurkan dalam
penatalaksanaan  gagal jantung. Jantung mengalami unloaded (penurunan afterload -
beban akhir) dengan adanya vasodilatasi perifer. Peningkatan curah jantung lanjut
akan menurunkan pulmonary artery wedge pressure (pengukuran yang menunjukkan
derajat kongesti vaskuler pulmonal dan beratnya gagal ventrikel kiri) dan penurunan
pada konsumsi oksigen miokardium.
3. Terapi Diuretik
Selain tirah baring,klien dengan gagal jantung perlu pembatasan garam dan air
serta pemberian diuretik baik oral atau parental. Tujuannya agar menurunkan preload

9
(beban awal) dan kerja jantung. Diuretik memiliki efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan penurunan
volume cairan dan menurunkan tekanan darah.
Jika garam natrum di tahan,air juga akan tertahan dan tekanan darah akan
meningkat. Banyak jenis diuretik yang menyebabkan pelepasan elektolit-elektolit
lainnya,yaitu kalium,magnesium,klorida, dan bikarbo-nat. Diuretik yang
meningkatkan ekskresi kalium digolongkan sebagai diuretik yang tidak menahan
kalium dan diuretik yang menahan kalium disebut diuretik hemat kalium.
4. Terapi Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Digitalis bila
diberikan dalam dosis yang sangat besar dan diberikan secara berulang dengan cepat,
kadang-kadang menyebabkan klien mengalami mabuk,muntah,pandangan
kacau,objek yang terlihat tampak hijau atau kuning,klien melakukan gerakan yang
sering dan kadang-kadang tidak mampu untuk menahannya. Digitalis juga
menyebabkan sekresi urine meningkat,nadi lambat hingga 35 denyut dalam 1 menit,
keringat dingin, kekacauan mental, sinkope, dan kematian.
Digitalis juga bersifat laksatif. Pada kegagalan jantung, digitalis di berikan
dengan tujuan memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi serta meningkatkan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat,volume cairan yang melewati ginjal akan meningkat untuk difiltrasi dan
diekskresi,sehingga volume intravaskuler menurun.
5. Terapi Inotropik Positif
Dopamine merupakan salah satu obat inotropik positif - bisa juga di- pakai
untuk meningkatkan denyut jantung (efek beta-1) pada keadaan baradikardia saat
pemberian atropin pada dosis 5-10 mg/kg/menit tidak menghasilkan kerja yang
efektif.
Kerja dopamine bergantung pada dosis yang diberikan,pada dosis kecil (1-2
mg/kg/menit), dopamine akan mendilatasi pembuluh darah ginjal dan pembuluh
darah mensenterik serta menghasilkan peningkatan pengeluaran urine (efek
dopaminergik); pada dosis 2-10 mg/kg/menit,dopamine akan meningkatkan curah
jantung melalui peningkatan kontrak-tilitas jantung (efek beta) dan meningkatkan
tekanan darah melalui vasokon-triksi (efek alfa - adrenergic). Penghentian
pengobatan dopamine harus di lakukan secara bertahap, penghentian pemakaian
yang mendadak dapat menimbulkan hipotensi yang berat.
Dobutamin (dobutrex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta-1
adrenergik.efek beta-1 adalah meningkatkan kekutan kontraksi miokardium (efek
inotropik positf) dan meningkatkan denyut jantung ( efek krontopik positif ).

10
6. Terapi Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat,pemberian sedatif dapat mengurangi
kegelisahan. Obat-obatan sedatif yang sering di gunakan adalah Pheno-barbital 15-
30 mg empat kali sehari dengan tujuan untuk mengistirahatkan klien dan member
relaksasi pada klien.  

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway: Bersihan jalan napas klien bisa terganggu karena produksi sputum
pada gagal jantung kiri
b. Breathing:
Kongesti vaskuler pulmonal
Gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah dispnea,orto-
pnea,dispnea noktural paroksismal,batuk,dan edema pulmonal akut.
 Dispnea, dikarakteristikan dengan pernapasan cepat, dangkal, dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara cukup
yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia,
gelisah, atau kelemahan yang disebabkanoleh dispnea.
 Ortopnea, ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispneaadalah
keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan
kongesti vaskuler pulmonal. Perawat harus menentukan apakah
ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau
apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien belaka.
Sebagai contoh bila klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan
tiga bantal saat tidur. Namun, perawat harus menanyakan alasan klien
tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia
melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah di
lakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung, Kondisi ini
tidak tepat di anggap sebagai ortopnea.
 Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang dikenal baik
oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam karena
mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal paroksismal di
perkirakan disebabkan oleh perpindahan cairan dari jaringan ke dalam
kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari posisi terlentang. Pada
siang hari,saat klien melakukan aktivitas,tekanan hidrostatisk vena

11
meningkat,khususnya pada bagian bawah tubuh karena adanya
gravitasi,peningkatan volume cairan,dan peningkatan tonus sismpatetik.
 Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler pulmonal
yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala
dominan. Batuk ini dapat produktif, tetapi biasanya kering dan batuk
pendek. gejala ini dihubungkan dengan kongesti mukosa bronchial dan
berhubungan dengan peningkatan produksi mucus.
 Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi
dihubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal.edema pulmonal akut
ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler (kurang
lebih 30 mmHg).

c. Circulation:
1) Inspeksi: Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik,dan adanya edema ekstremitas
2) Palpasi: Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya di temukan.
3) Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya di
temukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
4) Perkusi: Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjuk-kan
adanya hipertrofi (kardiomegali).
- Penuranan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang di akibatkan gagal ventrikel kiri dan
kongesti vaskuler pulmonal,kegagalan ventrikel kiri juga di hubungkan
dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah
jantung. Klien dapat mengeluh lemah,mudah lelah,apatis,letargi,kesulitan
berkonsentrasi,defisit memori,atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini
mungkin timbul pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan
keluhan utama klien.
- Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri yang
dapat dikenali dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga
dankeempat (S3 dan S4) dan crackles pada paru-paru. S4 atau gallop
atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti kon-traksi atrium dan
terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempelkan dengan
tepat pada apeks jantung.

12
- Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respon awal jantung
terhadap stress, sinus takikardia mungkin di curigai dan sering di
temukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
kontraksi atrium prematur,takikardia atrium paroksismal,dan denyut
ventrikel prematur. Kapanpun abnormalitas irama terdeteksi,seseorang
harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar
patofisiologisnya,kemudian terapi dapat di rencanakan dan diberikan
dengan tepat
- Ditensi Vena Jugularis
Bila ventrikel kanan tidak mampu berkompensasi terhadap
kegagalan ventrikel kiri, akan terjadi dilatasi dari ruang
ventrikel,peningkatan volume,dan tekanan pada diastolik akhir ventrikel
kanan,tahanan untuk mengisi ventrikel, dan peningkatan lanjut pada
tekanan atrium kanan. Peningkatan tekanan ini akan di teruskan ke hulu
vena kava dan dapat di ketahui dengan peningkatan pada tekanan vena
jugularis. Seseorang dapat mengevaluasi peningkatan vena jugularis
dengan melihat pada vena-vena di leher dan memerhatikan ketinggian
kolom darah. Klien diinstruksikan untuk berbaring di tempat tidur dan
kepala tempat tidur dan kepala di tempat tidur ditinggikan antara 30-60
derajat,kolom darah di vena-vena jugularis eksternal akan meningkat.
Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di atas batas klavikula.
Namun, pada klien dengan gagal ventrikel kanan akan tampak sangat
jelas dan berkisar antara 1-2 cm.
- Kulit Dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan ber-kurangnya perfusi ke
organ-organ. Karena darah di alihkan dari organ-organ nonvital ke
organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk mempertahankan
perfusinya,maka manifestasi paling awal dari gagal ke depan yang lebih
lanjut adalah berkurangnya perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-
otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah
perifer mengalami vasokontriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
- Perubahan Nadi

13
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan menunjukkan
denyut yang cepat dan lemah.

2. Pengkajian Sekunder
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien
Identitas klien yang berhubungan dengan penyakit gagal jantung
kongestif, yaitu : :
- Umur         : Gagal jantung adalah penyakit sistem kardio-
vaskuler yang banyak terjadi pada orang dewasa.
- Pendidikan : Pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi
terhadap pengetahuan klien tentang penyakit gagal jan-tung.
- Pekerjaan : Ekonomi yang rendah akan berpengaruh ka-rena
dapat menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan tubuh
klien rendah dan mudah jatuh sakit. 
2) Identitas penanggung jawab meliputi :
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien.
b. Riwayat Penyakit
1) Keluhan utama
Keluhan utama klien dengan gagal jantung adalah saat beraktivitas
dan sesak nafas.
2) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilaku-kan
dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kele-mahan fisik
klien secara PQRST.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dikaji dengan mena-nyakan
apakah sebelumya klien pernah menderita nyeri dada,hipertensi, iskemia
miokardium, infark miokardium,diabetes mellitus, dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien
pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-
obatan ini meliputi obat diuretik,nitrat,penghambat beta,serta
antihipertensi.catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,alergi
obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu
alergi sebagai efek samping obat.
4) Riwayat keluarga      

14
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh
keluarga,anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif,dan penyebab kematianya.penyakit jantung iskemik. Pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
5) Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkunganya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola
hidup misalya minum alcohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok
dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok,sudah berapa
lama,berapa batang perhari, dan jenis rokok.
Disamping pertanyaan-pertanyaan tersebut,data biografi juga
merupakan data yang perlu diketahui,yaitu dengan menanyakan
nama,umur,jenis kelamin,tempat tinggal, suku, dan agama yang dianut
oleh klien.
Saat mengajukan pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan
kondisi klien. Bila klien dalam keadaan kritis,maka pertanyaan yang di
ajukanbukan pertanyaan terbuka tetapi pertanyaan tertutup yaitu
pertanyaan yang jawabanya adalah “ya” dan “tidak” atau pertanyaan
yang dapat di jawab dengan gerakan tubuh,yaitu menganggnk atau
menggelengkan kepala sehingga tidak memerlukan energi yang besar.
6) Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah klien
menyangkal,takut mati,perasaan ajal sudah dekat,marah pada
penyakit/perrawatan yag tak perlu,kuatir tentang keluarga,pekerjaan, dan
keuangan.kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak,menyangkal,cemas,kurang kontak mata,gelisah,marah,perilaku
menyerang,dan fokus pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stress karena
keluarga,pekerjaan,kesulitan biaya ekonomi dan kesulitan koping dengan
sresor yang ada,kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan,stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari
curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia
atau tampak kebingungan.
7) Pemeriksaan fisik

15
Pada pemeriksaan keadaan umum,kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau kompos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan perfusi sistem, saraf pusat.
- B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering di temu-kan
sianosis perifer apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat.
Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis,menangis,merintih,meregang,dan menggeliat.
- B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu di hubungkan de-ngan
intake cairan. Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena
merupakan tanda awal dari syok kardio-genik. Adanya edema
ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
- B5 (Bowel)
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen,suatu kondisi
yang di namakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma sehingga
klien dapat mengalami distress pernapasan.
- Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi aki-bat
pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
- B6 (Bowel)
Edema
- Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah. Hal ini terjadi
akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jari-ngan dan
penghambat  pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
akibat meningkatnya energi yang  di gunakan untuk bernapas dan
insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka menyebabkan
kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat di picu oleh
ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit atau anorek-sia.

16
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
3. Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan
4. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
5. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive, edema
6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar
terhadap informasi, terbatasnya kognitif

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN


CONGESTIVE HEART FAILURE DI RUANG ICU
RSUD KELET PROVINSI JAWA TENGAH

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
a. Nama pasien : Tn. S
b. Usia : 66 tahun
c. Jenis kelamin : Laki - Laki
d. Diagnosa medis : Congestive Heart Failure & Bronkopneuminia
e. Tanggal masuk : 1 maret 2021
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak napas, nyeri dada, dada terasa
berdebar – debar, batuk berdahak, kemudian mengalami penurunan
kesadaran E2 M2 V1 (sopor), hipotensi (91/42), urine output 0cc / 14 jam.
3. Riwayat penyakit dahulu

17
Pasien memiliki riwayat penyakit CHF , terakhir dirawat di RSUD Kelet ruang
Dahlia bulan mei 2018 dengan CHF, Oedem pulmo, Bronkopneumonia
4. Pengkajian fokus
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Patensi jalan napas baik, terpasang ETT, produksi mukus/ sekret aktif
Dx keperawatan :
bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas
resiko aspirasi b.d penggunaan ETT
2) Breathing
Sesak napas (+), RR 33 x/menit, SPO2 93%, terpasang ventilator
mode P (A/C) RR mesin 12, FiO2: 100, PEEP 5, I:E 1:2, Pi
15 ,pengembangan dada simetris, irama reguler. Kedalaman normal,
batuk (+) sputum (+), diaphoresis (-), retraksi interkosta (+),bunyi nafas
ronkhi basah halus pada kedua basal paru.
hasil ro. Thoraks tgl 1-3-2021 kesan : suspek kardiomegali, curiga
gambaran awal oedem pulmo disertai bronkopneumonia.
Hasil BGA 1-3-2021 :
PH: 7,028 P/ F ratio : 65,2 (ARDS)
PCO2: 162,1 AaDO2 : 559,25 (ARDS)
HCO3: 25
(asidosis respiratorik murni)
dx. keperawatan : Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan
ventilasi – perfusi

3) Circulation :
sirkulasi perifer
sianosis perifer (+), CRT > 3detik HR : 105x/menit, irama tidak teratur,
pulsasi lemah, TD : 91/42 mmHg, ekstremitas dingin, warna kulit
cyanosis, turgor kulit sedang, mukosa lembab, edema (+) area tungkai.
eliminasi dan cairan
UOP/24 jam = 0 cc / 14 jam, BAB 2 hr sekali, abdomen datar, elastis,
lembek, turgor kulit buruk, mukosa lembab, peristaltic usus 10x / menit
kulit
Dx keperawatan :
Penurunan curah jantung b.d perubahan afterload
Penurunan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran arteri dan /
atau vena
4) Dissability
Kesadaran sopor, pupil isokor 3/3, reaksi cahaya kanan (+) kiri (+),
GCS E2M2V1, kekuatan otot 5,
18
Dx keperawatan :
Intoleransi aktifitas b.d penurunan suplai dan kebutuhan oksigen.
b. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada yang menderita penyakit seperti
pasien
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat penyakit CHF dan
Penyakit Paru bertahun-tahun
3) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
 Keadaan umum lemah
 Kesadaran sopor (E: 2, V: ETT, M: 2)
 TTV TD: 91/42 mmHg, MAP 51, N: 105x/menit, RR: 33 x/menit, S:
36,3 ºC, GDS 85 mg/dl
 Kepala: mecochepal, tidak terdapat luka, tidak tampak adanya
benjolan/ massa.
 Wajah: simetris, tidak tampak adanya luka.
 Mata: simetris, sclera non ikterik, konjungtiva non anemis, pupil
isokor 3mm/3mm reaksi cahaya +/+ ,kotoran pada mata (-)
 Hidung: simetris, tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
epistaksis.
 Mulut: terpasang OPA, terpasang ETT no 6,5, mukosa bibir
lembab, gigi kotor, terdapat banyak cairan saliva pada mulut.
 Telinga: simetris, tidak ada serumen
 Leher: tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak tampak tahanan
vena jugularis.
 Dada:
- Paru
Inspeksi: pergerakan simetris,tidak tampak lesi / jejas di dada,
tidak tampak adanya pembesaran massa, tampak retraksi
interkosta.
Palpasi: pergerakan dinding dada simetris, tidak teraba adanya
massa, tidak teraba adanya krepitasi.
Perkusi: sonor pada apex paru, redup pada basal paru.
Auskultasi: ronkhi pada kedua basal paru
- Jantung
Inspeksi: simetris, iktus kordis tampak
Palpasi: teraba iktus kordis diantara ICS 6 & 7
Perkusi: suara redup, batas jantung tidak normal, terdapat
pembesaran / perluasan batas jantung.

19
Auskultasi: bunyi jantung s1 dan s2 tidak teratur, bunyi jantung
gallop (+)
 Abdomen:
Inspeksi: ascites (-), tidak tampak adanya jejas / luka, tidak tampak
bendungan vena porta.
Auskultasi: peristaltic usus normal 10 kali permenit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran akibat massa.
Tidak ada nyeri pada regio renalis.
Perkusi: timpani
Genetalia: Terpasang DC, genitalia bersih, tidak ada lesi, tidak ada
tanda infeksi, tidak ada perdarahan atau cairan abnormal.
Rectum dan Anus Bersih, tidak ada lesi, tidak ada tanda infeksi,
tidak ada perdarahan, ada hemoroid grade 2.
 Ekstremitas:
Atas : kelemahan otot (-), Kekuatan Otot 5 , deformitas (-), atrofi
otot (-), kontraktur (-), tremor (-),
Bawah : kelemahan otot (-), Kekuatan Otot 5 , deformitas (-), atrofi
otot (-), kontraktur (-), tremor (-), edema tungkai (-).
3. Prosedur diagnostik dan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 1-3-2021
Hemoglobin= 13, 7 GDS = 85 Cholesterol= 136
Hematokrit = 41,2 Ureum = 39 Trigliserida= 73
Leukosit= 18, 53 Creatinin = 0,2 CKMB = 181
Trombosit = 256.000 As. Urat = 1,4

PH = 7,08 PCO2= 162,1 HCO3= 25 PO2= 251,7


Na= 133,7 K= 5,27 Ca= 0,53

Hasil pemeriksaan Radiologi 1-3-2021


Suspek Kardiomegali, curiga gambaran awal oedem pulmo disertai
bronkopneumonia.
Gambaran EKG = ST Elevasi V3 – V6 anterolateral
Penatalaksanaan medis
Therapi Per Oral:
Dorbigot 3 x 1
Candesartan 1 x 8 mg
Lacons Syr 0-0-2c
CPG 1 x 75 mg
Aspilet 1 x 80 mg
Therapi IV:
Infus asering 12 Tpm
Inj Levofloxacin 1 x 750 mg
Inj Arixtra SC 1 x 1
Syringe Pump:
20
Vascon 0,05mcg/kgbb/m Furosemide 5mg/j
Amiodaron 600mg / 18jam Dopamine 5mcg/kgbb/m
Dobutamine 5mcg / kgbb / m Omeprazole 8mg / jam

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
ANALISA DATA
NO. HARI/TANGGAL DATA PROBLEM ETIOLOGI
1. Senin , 1-3-2021 DS : - Hipersekresi Bersihan
DO : jalan napas jalan napas
- Terpasang ETT tidak efektif
- Terpasang OPA
- Produksi secret
berlebih
- Bunyi napas ronkhi
- Batuk tidak efektif
2. Senin , 1-3-2021 DS : - Ketidakseimba Gangguan
DO: ngan ventilasi - pertukaran
- RR = 33x/m perfusi gas
- SPO2 93%
- Sianosis
- Penurunan kesadaran
- PCO2 162,1
- PO2 251,7
- PH 7,028
- HCO3 25
- p/f rasio = 65,2
- AaDO2 559,25

Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan napas
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi – perfusi

21
C. PERENCANAAN
NO. DX TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI PARAF
DX. 1 NOC 0410 NIC 3140
Domain 10 kelas 2 Status Pernapasan : kepatenan Manajemen jalan napas
kode diagnosis jalan napas dipertahankan pada O:
00081 NANDA hal skala target outcome 3 sedang - Monitor pola napas
384 ditingkatkan ke skala 5 baik - Monitor bunyi napas tambahan
dengan kriteria hasil : - Monitor produksi sputum
Ketidakefektifan 1. Frekuensi pernapasan T:
bersihan jalan 2. Irama pernapasan - Pertahankan kepatenan jalan napas
napas b/d 3. Kedalaman inspirasi - Posisikan semi fowler
hipersekresi jalan 4. Akumulasi sputum - Lakukan fisioterapi dada
napas - Lakukan hisap lendir berkala kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi debelum melakukan suction ETT
E:
- Jelaskan pada pasien dan keluarga prosedur dan manfaat hisap lendir
untuk mengurangi akumulasi sekret
K:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator expectoran, mukolitik.

22
DX 2 NOC 0402 NIC 3300
Domain 3 kelas 4 Status pernapasan : pertukaran  Manajemen ventilasi mekanik
kode diagnosis gas dipertahankan pada skala O:
00030 NANDA hal target outcome 3 sedang - Monitor frekuensi, kedalaman, irama, dan upaya napas
207 ditingkatkan ke skala 5 baik - Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
dengan kriteria hasil : stokes, biot
Hambatan 1. PO2 - Monitor kemampuan batuk efektif
pertukaran gas b.d 2. PCO2 - Monitor adanya produksi sputum
ketidakseimbangan 3. PH arteri
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
ventilasi – perfusi 4. Saturasi oksigen
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
5. Keseimbangan ventilasi
- Auskultasi bunyi napas
dan perfusi
- Monitor saturasi oksigen
 
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil X-Ray Thorax
- Monitor efek pemakaian ventilator terhadap status oksigenasi
- Monitor kriteria perlunya penyapihan ventilator
- Monitor kondisi yang dapat meningkatkan konsumsi oksigen
- Monitor gangguan mukosa oral, nasal, trakea dan laring
- Identifikasi indikasi dan kontraindikasi dilakukan fisioterapi dada
- Periksa segmen paru yang mengandung secret berlebih
- Monitor toleransi sebelum dan setelah prosedur
T:

23
- Atur interval pemantauan respirasi
- Dokumentasikan hasil pemantauan
- Atur posisi kepala 45-60o untuk mencegah aspirasi
- Lakukan perawatan mulut secara rutin setiap 12 jam
- Lakukan fisioterapi dada bila perlu
- Lakukan hisap lendir sesuai kebutuhan
- Ganti sirkuit ventilator tiap 24 jam
- Siapkan bag valve mask di samping tempat tidur pasien untuk antisipasi
malfungsi mesin
- Berikan media untuk berkomunikasi seperti kertas dan pulpen
- Dokumentasikan respon terhadap ventilator.
E:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan respirasi
- Informasikan hasil pemantauan
- Jelaskan tujuan dan prosedur fisioterapi
- Anjurkan batuk segera setelah fisioterapi.
K:
- Kolaborasi pemilihan mode ventilator
- Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot, analgesic, sedative sesuai
kebutuhan.
- Kolaborasi pemberian PS atau PEEP untuk meminimalkan hipoventilasi
alveolus

24
D. IMPLEMENTASI
NO DX HARI/ JAM IMPLEMENTASI EVALUASI SUMATIF PARAF
TANGGAL
1,2 1-3-2021 08.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 99/44, MAP: 79, HR: 71 X/ menit, SPO2: 99 %, RR: 19
x/ menit, Suhu: 36 C
08.30  Memonitor tingkat kesadaran S=-
O = sopor, E2 M2 V2
09.00  Memonitor pola napas S= -
O= Reguler
09.30  Memonitor hasil AGD S= -
O= PH: 7,028, PCO2: 162,1, PO2: 251,7, FiO2: 80, HCO3: 25
( asidosis respiratorik murni)
10.30  Memberikan posisi semi fowler S= -
O= Nafas reguler, RR: 19 x/ menit, SPO2: 99%
11.00  Memberikan injeksi fentanyl bolus IV S= -
50mcg sesuai 6 benar O= IV line lancar, Obat masuk, tidak ada tanda-tanda alergi
11.15  Mendampingi Dokter jaga melakukan S= -
intubasi O=ETT no 6,5 terpasang, dengan balon terisi udara 10cc
11.20  Melakukan setting awal ventilator S= -
O= Seting ventilator Mode AC, Pi: 15, RR:12, FiO2: 100,

25
PEEP:5, I:E= 1:2
11.30  Menginspeksi kesimetrisan ekspansi paru S= -
O= Thorax kanan dan kiri bersamaan mengembang ke atas dan
ke bawah
12.00  Mengauskultasi suara napas tambahan S= -
O= Terdengar suara ronkhi dikedua lapang paru
13.30  Melakukan setting ventilator sesuai dengan S= -
advis dokter (dr. Agung Sp.An ) O= Seting ventilator Mode PSIMV Pi: 20, RR:14, FiO2: 100,
PEEP:9, I:E= 1:3, PS :25
14.00  Memonitor efek pemakaian ventilator S= -
terhadap status oksigenasi pasien O= VTE:391, Ppeak: 24, SPO2: 92%, RR: 18x/ menit
14.30  Memonitor kondisi yang dapat S= -
meningkatkan konsumsi oksigen O= pasien posisi semi fowler
15.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 97/49, MAP: 88, HR: 61 X/ menit, SPO2: 90 %, RR: 14
x/ menit, Suhu: 36 C
15.15  Memonitor produksi sputum S= -
O= terdapat banyak sputum pada ETT pasien
15.20  Melakukan hisap lender S= -
O= Terdapat banyak sekret/ sputum pada ETT pasien
15.30  Memonitor kepatenan posisi ETT S= -
O= fixasi ETT melekat dengan baik
 Memastikan balon ETT mengembang S= -
dengan baik O= balon ETT terisi 10cc udara
16.00  Melakukan fisioterapi dada S= -
O= menepuk-nemuk dada pasien

26
17.00  Melakukan oral hygiene S= -
O= Mulut pasien bersih
17.30  Meletakkan BVM di samping tempat tidur S=-
pasien untuk antisipasi bila terjadi O= BVM berada di samping pasien
malfungsi mesin ventilator
18.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 97/49, MAP: 88, HR: 61 X/ menit, SPO2: 90 %, RR: 14
x/ menit, Suhu: 36 C
20.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 87/46, MAP: 51, HR: 81 X/ menit, SPO2: 99 %, RR: 14
x/ menit, Suhu: 36 C
21.00  Melakukan hisap lender S= -
O= Terdapat banyak sekret/ sputum pada ETT pasien

1, 2 2-3-2021 08.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-


O = TD: 106/49, MAP: 55, HR: 107X/ menit, SPO2: 97 %, RR:
17 x/ menit, Suhu: 36 C
08.00  Memonitor tingkat kesadaran S=-
O = Apatis E3 M4 VETT

27
09.00  Memonitor pola napas S= -
O= Reguler
09.30  Memonitor hasil AGD S= -
O= PH: 7,372, PCO2: 52,4, PO2: 131.5, FiO2: 50, HCO3: 25
( asidosis respiratorik murni)
10.30  Memberikan posisi semi fowler S= -
O= Nafas reguler, RR: 24 x/ menit, SPO2: 100%
14.00  Melakukan perubahan setting ventilator S= -
O= Seting ventilator Mode PSIMV Pi: 20, RR:12, FiO2: 60,
PEEP:5, I:E= 1:2, PS :14
14.30  Memonitor efek pemakaian ventilator S= -
terhadap status oksigenasi pasien O= VTE:563, Ppeak: 20, SPO2: 96%, RR: 18x/ menit
15.00  Menginspeksi kesimetrisan ekspansi paru S= -
O= Thorax kanan dan kiri bersamaan mengembang ke atas dan
ke bawah
 Mengauskultasi suara napas tambahan S= -
O= Terdengar suara ronkhi dikedua lapang paru
15.00  Melakukan perubahan setting ventilator S= -
O= Seting ventilator Mode PSIMV Pi: 8, RR:12, FiO2: 50,
PEEP:5, I:E= 1:2, PS :8
16.00  Memonitor efek pemakaian ventilator S= -
terhadap status oksigenasi pasien dan O= VTE:527, Ppeak: 20, SPO2: 97%, RR: 18x/ menit
melakukan weaning ventilator
17.00  Memonitor kondisi yang dapat S= -
meningkatkan konsumsi oksigen O= pasien posisi semi fowler
 Mengukur TTV dan SPO2 dan kesadaran S = Pasien mengatakan Sesak nafas berkurang

28
Pasien O = TD: 114/47, MAP: 110, HR: 102X/ menit, SPO2: 100 %, RR:
14 x/ menit, Suhu: 36 C
 Memonitor produksi sputum S= -
O= terdapat banyak sputum pada ETT pasien
 Melakukan hisap lendir S= -
O= Terdapat banyak sekret/ sputum pada ETT pasien
17.30  Melakukan extubasi S= Pasien mengatak sedikit tidak nyaman ditenggorkannya
O= ETT terlepas, perdarahan (-)
17.40  Memberikan therapy Oksigen S= Pasien mengatakn ingin batuk, dan sedikit sesak nafas
O= terpasang O2 NRM 8lpm, SPO2 : 98%
19.00  Melakukan fisioterapi dada S= Pasien mengatak ingin mengeluarkan dahak
O= menepuk-nemuk dada pasien, pasien batuk, keluar dahak
20.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 116/57, MAP: 82, HR: 123 X/ menit, SPO2: 99 %, RR:
14 x/ menit, Suhu: 36 C
1,2 3-3-2021 08.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 135/44, MAP: 87, HR: 95 X/ menit, SPO2: 95 %, RR: 19
x/ menit, Suhu: 36 C
08.30  Memonitor tingkat kesadaran S=-
O = CM, E4 M6 V5
09.00  Memonitor pola napas S= -
O= Reguler
09.30  Memonitor hasil AGD S= -
O= PH: 7,33, PCO2: 74, PO2: 57, FiO2: 80, HCO3: 39
( asidosis respiratorik terkompensasi sebagian)
10.30  Memberikan posisi semi fowler S= -

29
O= Nafas reguler, RR: 17 x/ menit, SPO2: 100%
11.30  Menginspeksi kesimetrisan ekspansi paru S= -
O= Thorax kanan dan kiri bersamaan mengembang ke atas dan
ke bawah
14.30  Memonitor kondisi yang dapat S= -
meningkatkan konsumsi oksigen O= pasien posisi semi fowler
15.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 101/38, MAP: 63, HR: 87 X/ menit, SPO2: 98 %, RR: 20
x/ menit, Suhu: 36 C
18.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 129/63, MAP: 91, HR: 94 X/ menit, SPO2: 97 %, RR: 22
x/ menit, Suhu: 36 C
20.00  Mengukur TTV dan SPO2 S=-
O = TD: 121/58, MAP: 88, HR: 115 X/ menit, SPO2: 97 %, RR:
22 x/ menit, Suhu: 372 C
22.00  Memonitor tingkat kesadaran S=-
O = CM, E4 M6 V5

30
E. EVALUASI
NO.DX HARI/TANGGAL JAM EVALUASI PARAF
1,2 Senin, 1-3-2021 06.30 WIB S:-
O : Irama nafas teratur,
Tidak ada suara nafas tambahan, OPA/ETT bersih. TD: 58/37, MAP: 42, HR: 110 X/ menit, SPO2:
99 %, RR: 16 x/ menit, Suhu: 36 C
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
- Lakukan suction/penghisapan lendir berkala
- Monitor dan kaji secara berkala adanya mukus berlebih serta adanya suara nafas tambahan.
1,2 Selasa, 2-3-2021 06.30 WIB S:-
O : Irama nafas teratur,
Tidak ada suara nafas tambahan, posisi pasien semi fowler, TD: 135/44, MAP: 87, HR: 95 X/ menit,
SPO2: 95 %, RR: 19 x/ menit, Suhu: 36 C
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
- Monitor dan kaji secara berkala adanya mukus berlebih serta adanya suara nafas tambahan
- Berikan lingkungan yang dapat meningkatkan konsumsi oksigen
1,2 Rabu, 1-3-2021 06:30 WIB S:-
O : irama nafas
teratur, tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan, TD: 121/53, MAP: 82, HR: 107 X/ menit,

31
SPO2: 95 %, RR: 25 x/ menit, Suhu: 36 C
A : masalah resiko ketidakefektifan
pola nafas teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
- Monitor secara berkala pola,irama,dan frekuensi pernafasan
- Monitor secara berkala saturasi oksigen

32

Anda mungkin juga menyukai