Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

GAGAL JANTUNG KONGESTIF/CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)


DI RUANG ICU

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Individu


Stase Praktek Keperawatan ICU

Oleh
ANDI SOPYAN

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
LAMPUNG 2019
A. PENGERTIAN
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang
singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa
organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh
klien menjadi bengkak (congestive).

B. ETIOLOGI
Etiologi gagal jantung kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor
eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung) seperti hipertensi renal, hipertiroid, dan
anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah
jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart
Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung
untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal
untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan
curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim
dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah
yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada
perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik
tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan
meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload
dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus,
yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-
aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi
cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

D. PATHWAY

Disfungsi Miokard Beban Beban diastolik Peningkatan kebutuhan Beban volume


(AMI) Miokarditis tekanan berlebihan metabolisme berlebihan
Kontraktilitas Beban sistol Preload meningkat
menurun meningkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventrikel
Gagal jantung kanan

COP menurun

Beban jantung meningkat

CHF

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan


v

Tekanan diastol
Forward failure Backward failure meningkat

LVED naik
Suplai darah Suplai O2 otak Renal flow Bendungan atrium
jaringan menurun menurun menurun kanan
Tekanan vena pulmonalis meningkat

Metabolisme anaerob Sinkop RAA Bendungan vena


Tekanan kapiler paru meningkat
meningkat sistemik

Asidosis metabolik
Penurunan perfusi Aldosteron
jaringan Edema paru Beban ventrikel kanan Hepatomegali,
meningkat
meningkat Splenomegali
Peningkatan asam laktat
dan ATP menurun
ADH meningkat Ronkhi basah
Mendesak
Hipertropi
diafragma
Fatigue Iritasi mukosa ventrikel kanan
Retensi natrium paru
dan air
Intoleransi aktivitas Penyempitan Sesak napas
lumen ventrikel
Kelebihan Reflkes batuk kanan
volume cairan menurun
vaskuler Pola napas tidak
efektif
Penumpukan
sekret

Gangguan pertukaran gas

E. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG


1. Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
2. Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau
aktifitas sehari-hari
3. Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
tanpa keluhan
4. Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas
apapun dan harus tirah baring
F. TANDA DAN GEJALA
1. Peningkatan volume intravaskular.
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung.
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik.
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
Gambaran klinis jantung sering dipisahkan menjadi efek ke depan (forward)
atau efek kebelakang (backward), dengan sisi kanan atau kiri jantung sebagai
titik awal serangan. Efek ke depan dianggap “hilir” dari miokardium yang
melemah. Efek ke belakang dianggap “hulu” dari miokardium yang melemah.
1. Efek ke depan gagal jantung kiri
a. Penurunan tekanan darah sistemik
b. Kelelahan
c. Peningkatan kecepatan denyut jantung
d. Penurunan pengeluaran urin
e. Ekspansi volume plasma
2. Efek ke belakang gagl jantung kiri
a. Peningkatan kongesti paru, terutama sewaktu berbaring.
b. Dispnea (sesak napas)
c. Apabila keadaan memburuk, terjadi gagal jantung kanan
3. Efek ke depan gagal jantung kanan
a. Penurunan aliran darah paru
b. Penurunan oksigenasi darah
c. Kelelahan
d. Penurunan tekanan darah sistemik (akibat penurunan pengisian jantung
kiri) dan semua tanda gagal jantung kiri
4. Efek ke belakang gagal jantung kanan
a. Peningkatan penimbunan darah dalam vena, edema pergelangan kaki
dan tangan
b. Distensi vena jugularis
c. Hepatomegali dan splenomegali
d. Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat
mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan

G. KOMPLIKASI YANG MUNCUL


1. Stroke
2. Penyakit katup jantung
3. Infark miokard
4. Emboli pulmonal
5. Hipertensi

H. PEMERIKSAAN KHUSUS DAN PENUNJANG


1. Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
2. Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
3. Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
4. Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
5. Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal
6. Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
7. Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
8. Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
9. Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang
jantung, hipertropi ventrikel
10. Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
11. Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
12. Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
13. EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia

I. TERAPI
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Diet pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan.
5. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.
Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-
80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
6. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 (2-3 liter/menit) dan
menurunkan konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.
7. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
a. Dosis digitalis
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
1) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan
2) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan
8. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.

J. Diet Penyakit Jantung


Penyakit jantung terjadi akibat berkelanjutan, di mana jantung secara
berangsur kehilangan kemampuannya untuk melakukan fungsi secara normal.
Pada awal penyakit, jantung mampu mengkompensasi ketidakefisien fungsinya
dan mempertahankan sirkulasi darah normal melalui pembesaran dan peningkatan
denyut nadi (Almatsier, 2004).
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk
menghindari dan membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol
darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami
stroke atau infark jantung (Purwati, 2002).
Diet tidak secara langsung menyembuhkan penyakit, tetapi dipakai untuk
memperbaiki kelainan metabolisme dan mencegah atau paling tidak mengurangi
gejala penyakit. Adanya gangguan pertumbuhan yang dipengaruhi faktor genetik,
hipoksia menahun, kelainan hemodinamik, faktor metabolik serta kelainan lain
yang menyertai memerlukan masukan energi tambahan. Aktivitas jantung dan
pernafasan memerlukan pula kalori yang cukup banyak.
Pada umumnya, pasien penderita hipertensi yang rawat inap disertai dengan
penyakit komplikasi, seperti penyakit jantung dan kardiovaskuler. Maka dari itu,
pemberian diet pada penderita hipertensi komplikasi jantung yang rawat inap
harus menjalani diet penyakit jantung.
Penderita hipertensi komplikasi jantung, sebaiknya meningkatkan konsumsi
buah dan sayur, terutama buah dan sayur yang mengandung kalium. Kalium atau
potassium 2 sampai 4 gram perhari dapat membantu penurunan tekanan darah.
Kadar kalium atau potassium umumnya banyak didapati pada beberapa buah-
buahan dan sayuran. Buah dan sayuran yang mengandung potasium dan baik
untuk dikonsumsi antara lain semangka, alpukat, melon, buah pare, labu siam,
bligo, labu parang/labu, mentimun, lidah buaya, seledri, bawang dan bawang
putih (Kurniawan, 2011).
Komposisi kalium pada beberapa bahan makanan (dalam mg per 100 gram
bahan makanan) antara lain sebagai berikut.
Tabel 1. Komposisi Kalium Dalam Beberapa Bahan Makanan
No. Bahan Makanan Komposisi per 100 gram (mg)
1. Pisang 435
2. Alpukat 278
3. Pepaya 221
4. Apel Merah 203
5. Daun Peterseli 900
6. Daun Pepaya 652
7. Bayam 416
8. Kapri 370
9. Mangga 189
10. Kembang Kol 349
11. Belimbing Wuluh 130

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pisang dan daun peterseli merupakan
buah dan sayur yang paling tinggi komposisi kalium nya. Bahan makanan yang
mengandung kalium atau potasium baik dikonsumsi karena berfungsi sebagai
diuretik sehingga pengeluaran natrium cairan dapat meningkat sehingga dapat
membantu menurunkan tekanan darah.
Pada penderita hipertensi khususnya dengan komplikasi jantung, disarankan
untuk mengatur menu makanannya setiap hari. Ada berbagai bahan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan pada penderita dengan komplikasi jantung. Bahan
makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2. Bahan Makanan Yang Dianjurkan Dan Tidak Dianjurkan Dalam


Diet Jantung
Golongan Bahan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Makanan
Sumber Karbohidrat Beras ditim atau Makanan yang
Sumber Protein disaring;roti, mie, mengandung gas atau
Hewani kentang, makaroni, alkohol, seperti ubi,
Sumber Protein biskuit, tepung singkong, tape singkong,
Nabati beras/terigu/sagu dan tape ketan
Sayuran aren/sagu ambon, Daging sapi dan
Lemak dan Minyak kentang, gula pasir, gula ayam yang berlemak,
Minuman merah, madu dan sirup gajih, sosis, ham, hati,
Bumbu Daging sapi, ayam limpa, babat, otak,
rendah lemak, ikan, kepiting dan kerang-
telur, susu rendah lemak; kerangan; keju, dan susu
dalam jumlah yang telah penuh
ditentukan Kacang-kacang
Kacang-kacangan kering yang
kering, seperti kacang mengandung lemak
kedelai dan hasil cukup tinggi seperti
olahannya seperti tahu kacang tanah, kacang
dan tempe. mete, dan kacang bogor
Sayuran yang tidak Semua sayuran yang
mengandung gas, seperti mengandung gas seperti
: bayam, kangkung, kol, lobak, sawi, dan
kacang buncis, kacang nangka muda.
panjang, wortel, tomat, Minyak kelapa
labu siam, tauge. sawit, minyak kelapa,
Minyak jagung, santan kental
minyak kedelai, Teh/kopi kental,
margarin, mentega minuman yang
teh encer, coklat, mengandung soda dan
sirup alkohol
semua bumbu selain Lombok, cabe rawit,
bumbu tajam dalam dan bumbu-bumbu lain
jumlah terbatas yang tajam
Sumber: Almatsier, 2004

1. Tujuan Diet Jantung


Tujuan diet penyakit jantung adalah memberikan makanan secukupnya tanpa
memberatkan kerja jantung, menurunkan berat badan bila terlalu gemuk, dan
mencegah atau menghilangkan penimbunan garam atau air (Almatsier, 2004).
2. Syarat Diet Jantung
Syarat-syarat diet penyakit jantung yaitu makanan yang diberikan harus
mengandung kalori yang cukup. Protein cukup yaitu sebesar 0,8 gr per kg berat
badan. Makanan yang disediakan harus mengandung lemak sedang sebesar 25-
30% dari kebutuhan energi total. Kolesterol yang terkandung harus kurang dari
300 mg. Makanan mengandung garam rendah, yaitu 2 sampai 3 gr per hari.
Makanan yang dimakan haruslah mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
Cukup serat untuk mencegah komplikasi. Bentuk makanan harus disesuaikan
dengan keadaan penyakit (Almatsier, 2004).
3. Jenis Diet Jantung
Menurut Arief (2002), jenis diet jantung berdasarkan indikasi pemberiannya
terdiri dari empat jenis diet jantung yaitu :
a. Diet jantung I, diberikan kepada pasien dengan infark miokard akut
(IMA) atau gagal jantung kongestif berat dengan gejala dan tanda: nyeri
dada, mual dan muntah, adanya perangsangan sistem saraf pusat, dan
diikuti oleh pembengkakan hati, edema periphenal, penurunan cardiac
output, dan output urine menurun. Diberikan makanan berupa 1-1,5 liter
cairan sehari selama 1-2 hari pertama bila pasien dapat menerimanya.
b. Diet jantung II diberikan secara berangsur dalam bentuk makanan lunak
setelah fase akut IMA teratasi. Menurut beratnya hipertensi atau edema
yang menyertai penyakit, makanan diberikan sebagai diet jantung II
rendah garam.
c. Diet jantung III diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung
II atau kepada pasien penyakit jantung yang tidak terlalu berat seperti rasa
sakit pada bagian dada, adanya masalah pencernaan, adanya gejala flu,
serta nafas pendek. Makanan diberikan dalam bentuk makanan mudah
cerna bentuk lunak. Menurut beratnya hipertensi atau edema yang
menyertai penyakit, diberikan sebagai diet jantung III rendah garam.
d. Diet jantung IV diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet jantung
III atau kepada pasien penyakit jantung ringan dengan gejala nyeri di
bagian dada, sesak nafas, jantung berderbar kencang, pingsan atau terasa
mau pingsan. Diberikan dalam bentuk makanan biasa. Menurut beratnya
hipertensi atau edema yang menyertai penyakit, makanan diberikan
sebagai diet jantung IV rendah garam.
Pada setiap jenis diet jantung memiliki komposisi zat gizi utama yang sama.
Komposisi zat gizi utama yang harus terkandung pada setiap jenis diet jantung
adalah zat gizi kalori, protein, lemak, karbohidrat, dan natrium. Komposisi zat gizi
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3 Komposisi Zat Gizi Kalori, Protein, Lemak, Karbohidrat, Dan
Natrium Dalam Diet Jantung
Jenis Kompisisi Zat Gizi Utama
Diet Kalori Protein Lemak Kabohid Natri
(kkal) (gr) (gr) rat (gr) um (mg)
Jantun 835 21 24 140 304
gI
Jantun 1325 44 35 215 248
g II
Jantun 1756 64 41 290 172
g III
Jantun 2023 67 51 329 172
g IV
Sumber : Arief, 2002
K.

L. DIAGNOSIS KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Decrease cardiac output
2. Pola napas tidak efektif
3. Intoleransi aktivitas
4. Kelebihan volume cairan
5. Kurang pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M., 2013.


Nursing Interventions Classification (NIC) 6 th Edition.USA : Elsevier
Mosby.
Mansjoer, A ., et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC) 5th Edition. SA : Elsevier Mosby.
NANDA. 2014. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014. The
North American Nursing Diagnosis Association. Philadelphia. USA
Price, S.A & Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol.1. Jakarta : EGC.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
RENCANA KEPERAWATAN CHF

N Diagnosa Tujuan Intervensi


o
1 Penurunan cardiac output Setelah dilakukan askep 3X24 jam Cardiac care: akut
b.d perubahan Klien menunjukkan respon pompa  Kaji vital sign, bunyi, fkekuensi, dan irama jantung.
kontraktilitas jantung efektif dg  Kaji keadaan kulit (pucat, cianois)
Kriteria Hasil:  Pantau seri EKG 12 lead
 menunjukkan vital sign dalam  Catat urine output
batas normal (TD, nadi, ritme  Posiskan pasien supinasi dg elevasi 30 derajat dan
normal, nadi perifer kuat) elevasi kaki
 melakukan aktivitas tanpa  Berikan oksigen.
dipsnea dan nyeri  Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat
 edema ekstremitas berkurang Monitoring vital sign
 perfusi perifer adekuat  Pantau TD, denyut nadi dan respirasi
Monitoring neurologikal
 Kaji perubahan pola sensori
 Catat adanya letargi dan cemas
Manajemen lingkungan
 Cptakan lingkungan ruangan yang nyaman
 Batasi pengunjung
2 Intoleransi aktivitas B.d Setelah dilakukan askep 3x24 jam Terapi aktivitas :
ketidakseimbangan Klien dapat menunjukkan toleransi  Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas
suplai & kebutuhan O2 terhadap aktivitas dgn KH:  Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap
 Klien mampu aktivitas minimal  Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan
 Kemampuan aktivitas aktivitas
meningkat secara bertahap  Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.
 Tidak ada keluhan sesak nafas Monitoring VITAL SIGN
dan lelah selama dan setelah  Pantau VITAL SIGN ps sebelum, selama, dan setelah
aktivits minimal aktivitas selama 3-5 menit.
 vital sign dbn selama dan Energi manajemen
setelah aktivitas  Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup
u/ melakukannya.
 Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.
Manajemen nutrisi
 Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan
sumber-sumber energi

Emosional support
 Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami
kemajuan
3 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Akep 3x24 jam, Respiratory monitoring:
b.d. kelemahan pola nafas pasien menjadi efektif dg  Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha untuk
Criteria hasil: bernafas.
 menunjukkan pola nafas yang  Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan
efektif tanpa adanya sesak otot Bantu dan retraksi dinding dada.
nafas, sesak nafas berkurang  Monitor suara nafas
 vital sign dbn  Monitor kelemahan otot diafragma
 Catat omset, karakteristik dan durasi batuk
 Catat hail foto rontgen

4 Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan askep 3x24 jam Fluit manajemen:
b.d. gangguan pasien akan menunjukkan  Kaji lokasi edem dan luas edem
mekanisme regulasi keseimbangan cairan dan elektrolit  Atur posisi elevasi 30-45 derajat
dengan  Kaji distensi leher (JVP)
Kriteria hasil:  Monitor balance cairan
 VITAL SIGN dbn
 Tidak menunjukkan Fluid monitoring
peningkatan JVP  Ukur balance cairan / 24 jam atau / shif jaga
 Tidak terjadi dyspnu, bunyi  Ukur VITAL SIGN sesuai indikasi
nafas bersih, RR; 16-20 X/mnt  Timbang BB jika memungkinkan
 Balance cairan adekuat  Awasi ketat pemberian cairan
 Bebas dari edema  Observasi turgor kulit (kelembaban kulit, mukosa,
adanya kehausan)
 Monitor serum albumin dan protein total
 Monitor warna, kualitas dan BJ urine
5 Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 3x24 jam tidak Konrol infeksi :
imunitas tubuh menurun, terdapat faktor risiko infeksi pada  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
prosedur invasive, edem klien dibuktikan dengan status imune  Batasi pengunjung bila perlu.
klien adekuat,  Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan
mendeteksi risiko dan mengontrol saat kontak dan sesudahnya.
risiko, vital sign dbn. Al dbn.  Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
 Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan.
 Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat
pelindung.
 Pertahankan lingkungan yang aseptik selama
pemasangan alat.
 Lakukan dresing infus setiap hari.
 Tingkatkan intake nutrisi.
 berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
 Monitor hitung granulosit dan WBC.
 Monitor kerentanan terhadap infeksi.
 Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
 Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase.
 Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.
 Dorong istirahat yang cukup.
 Monitor perubahan tingkat energi.
 Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.
 Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai
program.
 Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.
 Laporkan kecurigaan infeksi

6 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep 3x24 jam, Teaching : Dissease Process
tentang penyakit dan pengetahuan klien meningkat. Dg KH:  Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
perawatan nya b/d  Klien / keluarga mampu proses penyakit
kurang terpapar terhadap menjelaskan kembali apa yang  Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan
informasi, terbatasnya telah dijelaskan. gejala serta penyebab yang mungkin
kognitif  Klien dan keluarga kooperatif  Sediakan informasi tentang kondisi klien
dan mau kerja sama saat  Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti
dilakukan tindakan dengan informasi tentang perkembangan klien
 Sediakan informasi tentang diagnosa klien
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses penyakit
 Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
 Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
 Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
 Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
 Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari
penyakit
 Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
 Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas kesehatan
 kolaborasi dg tim yang lain.
7 Sindrom defisit Self care Setelah dilakukan asuhan keperawata Bantuan perawatan diri
b.d kelemahan, 3x24 jam kebutuhan ps sehari hari  Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
penyakitnya terpenuhi dengan criteria hasil :  Monitor kebutuhan akan personal hygiene,
 Pasien dapat melakukan berpakaian, toileting dan makan
aktivitas sehari-hari makan,  Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan
moblisasi secara minimal, untuk merawat diri
kebersihan, toileting dan  Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
berpakaian bertahap  Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
 Kebersihan diri pasien sesuai kemampuannya
terpenuhi  Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
 Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
 Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan
dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

Anda mungkin juga menyukai