Anda di halaman 1dari 22

CRITICAL JURNAL REVIEW

Psikologi Pendidikan

METODE DONGENG DALAM MENINGKATKAN PERKEMBANGAN


KECERDASAN MORAL ANAK USIA PRASEKOLAH
(Tentang Perkembangan Moral)
&
THE INFLUENCE OF TRADITIONAL GAME WITH EXPERIENTIAL
LEARNING METHOD ON SOCIAL COMPETENCE
(Pengaruh Permainan Tradisional Dengan Pembelajaran Eksperiential Metode
Kompetensi Sosial)
(Tentang Perkembangan Sosial)

Disusun Oleh :
SAPUTRA HATOGARAN SARAGIH
NIM : 6203111016

DOSEN PENGAMPU : HUSNA PARLUHUTAN TAMBUNAN S,Pd. M,Pd.


Mata Kuliah : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI,KESEHATAN,DAN


REKREASI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan kasihNya. saya dapat menyelesaikan tugas Critical Jurnal Reviewt yang
membahas mengenai Psikologi Pendidikan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari Critical Jurnal Review ini adalah
untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Psikologi Pendidikan. Selain
itu, Critical Jurnal Review ini juga bertujuan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Saya mengucapkan
terima kasih kepada bapak Husna Parluhutan Tambunan, selaku dosen mata
kuliah Psikologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
Critical Jurnal Review ini.Saya menyadari,Critical Jurnal Review yang saya
tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan Critical Jurnal
Review ini.

MEDAN, 8 APRIL 2021

(SAPUTRA HATOGARAN SARAGIH)


JURNAL 1 : METODE DONGENG DALAM
MENINGKATKAN PERKEMBANGAN KECERDASAN
MORAL ANAK USIA PRASEKOLAH

A. Latar Belakang Dan Tujuan Penelitian


Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam kehidupan yang diwarnai
oleh pelanggaran terhadap hak orang lain, kekerasan, pemaksaan,
ketidakpedulian, kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik,
perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Banyak masalah yang
diselesaikan dengan kekerasan, adu kekuatan fisik dan mengabaikan cara
penyelesaian dengan mengandalkan pertimbangan moral. Kondisi ini
menimbulkan keprihatinan dan hal tersebut dapat terjadi karena dalam semua
aspek telah terjadi pengabaian terhadap bagian yang sangat mendasar yaitu
nilai-nilai moral. Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan hak orang
lain merupakan pokok persoalan ranah moral. Kepekaan tersebut tercermin
dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi tindakannya bagi orang lain,
dan dalam orientasinya terhadap pemilikan bersama. Faktor yang sangat
dirasakan kurang menunjang terbentuknya nilai moral anak adalah pengaruh
lingkungan. Pola asuh yang adekuat, supervisi orang dewasa di sekitar anak
dan model perilaku moral diharapkan dapat meminimalisir pengaruh
lingkungan tersebut. Konsep kecerdasan moral memberikan pemahaman
bahwa kecerdasan moral dapat diajarkan. Anak dapat meniru model, anak
dapat menangkap inspirasi mengenai perilaku moral, dapat diberikan
penguatan (reinforcement) sehingga setahap demi setahap anak dapat
meningkatkan kecerdasan moralnya. Semakin dini diajarkan kepada anak
semakin besar kapasitas anak untuk mencapai karakter yang solid yaitu
growing to think, believe, and act morally.
Metode dongeng dapat dijadikan sebagai media pembentuk kepribadian
dan moralitas anak usia dini, melalui metode dongeng akan memberikan
pengalaman belajar bagi anak usia dini. Metode dongeng memiliki sejumlah
aspek yang diperlukan dalam perkembangan kejiwaan anak, memberi wadah
bagi anak untuk belajar berbagai emosi dan perasaan dan belajar nilai-nilai
moral. Anak akan belajar pada pengalaman-pengalaman sang tokoh dalam
dongeng, setelah itu memilah mana yang dapat dijadikan
panutan olehnya sehingga membentuknya menjadi moralitas yang dipegang
sampai dewasa.
Tujuan Penelitian. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu mengetahui
metode dongeng dalam meningkatkan perkembangan kecerdasan moral anak
usia prasekolah.
B. Metode Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa TK X dan TK Y di Surakarta dengan
karakter sekolah bukan sekolah favorit, memiliki fasilitas yang terbatas,
sekolah memiliki rumpun yang sama. Sekolah yang dipilih sebagai tempat
penelitian adalah TK Q. Sampel penelitian ditetapkan dengan tidak random
atau non random yaitu melalui penunjukan. Siswa yang menjadi sampel
penelitian adalah siswa TK B berusia 5 tahun. Jumlah siswa laki-laki dan
perempuan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama.
Rancangan penelitian ini menggunakan model The Untreated Control
Group Design with Pretest and Posttest (Cook & Campbell, 1979). Desain ini
menggunakan dua kelompok yang diamati yang terdiri dari satu kelompok
eksperimen dan satu kelompok kontrol. Pengukuran dilakukan dua kali yaitu
sebelum diberikan perlakuan (pre-test) dan sesudah diberikan perlakuan (post-
test).
Penelitian ini menggunakan instrumen pengukuran kecerdasan moral
untuk mengumpulkan data tentang kecerdasan moral anak usia prasekolah.
Instrumen dibuat dalam bentuk gambar berwarna dengan ukuran kertas (21cm
x 16cm) yang terdiri dari tujuh gambar yang mewakili tujuh kebajikan dan
dijilid menjadi sebuah buku instumen.
C. Hasil Peneltitian
Hasil analisis diskripstif menunjukkan kenaikan skor empirik pada pre-
test dan posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok
eksperimen dengan melihat rerata pada pre-test 11,18 dengan standar deviasi
3,522 terjadi kenaikan rerata pada post-test menjadi 17,47 dengan standar
deviasi 2,695. Pada kelompok kontrol juga terjadi kenaikan dengan melihat
rerata pada kelompok pre-test 11,82 dengan standar deviasi 3,067 menjadi
14,41 dengan standar deviasi 2,575 pada post-test.
Penelitian ini menggunakan tiga kategori. Ketiga kategori tersebut
adalah rendah, sedang dan tinggi. Kategori kecerdasan moral ditentukan
berdasarkan skor total subyek pada pengukuran dengan menggunakan
instrumen kecerdasan moral. Hasil data penelitian untuk pengukuran ini
diperoleh data mean hipotetik sebesar 14 dan standar deviasi sebesar 2,33.
Berdasarkan pengelompokkan dengan norma kategorisasi kecerdasan moral
dapat diketahui jumlah anak pada masing-masing kategori. Pada kelompok
eksperimen, jumlah anak dengan kategori rendah tidak ada atau kosong,
kategori sedang ada empat anak dan dengan kategori tinggi ada 13 anak. Pada
kelompok kontrol, jumlah anak dengan kategori rendah ada dua anak, kategori
sedang ada 10 anak dan dengan kategori tinggi ada lima anak. Uji normalitas
dalam penelitian ini menggunakan formulasi one-sample Kolmogorov-
Smirnov test.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran data kedua kelompok
subyek adalah normal dengan p sebesar 0,972 p > 0,05 untuk data pre-test dan
p sebesar 0,535 p > 0,05 untuk data post-test pada kelompok eksperimen, p
sebesar 0,541 p > 0,05 untuk data pre-test dan p sebesar 0,681 p > 0,05 untuk
data post-test pada kelompok kontrol, sehingga pengujian asumsi kemudian
dilanjutkan pada uji homogenitas. Uji homogenitas menunjukkan F sebesar
0,217 dengan p = 0,645 (p > 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka dapat
dinyatakan bahwa varian variabel terikat adalah homogen. Uji hipotesis ini
dilakukan dengan menggunakan analisis covariance (anacova) dan anava
amatan ulangan.
D. Lampiran

Judul METODE DONGENG DALAM MENINGKATKAN


PERKEMBANGAN KECERDASAN MORAL ANAK USIA
PRASEKOLAH (JURNAL NASIONAL)

Jurnal Jurnal Psikologi


Download https://journal.ugm.ac.id/index.php/jpsi/article/view/7078
Volume dan Volume 1 No. 1 dan 9 halaman
halaman
Tahun 2010
Penulis Latifah Nur Ahyani
Reviewer Saputra Hatogaran Saragih
Tanggal 8 April 2021
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dongeng
penelitian metode dalam meningkatkan perkembangan moral
kecerdasan anak-anak prasekolah. Subjek dari Penelitian
ini adalah siswa lima tahun di Universitas
Muhammadiyah Malang taman kanak-kanak. Penelitian
ini dirancang menggunakan model Desain Grup Kontrol
yang Tidak Diobati dengan Pretest dan Posttest. Desain
ini menggunakan dua kelompok yang diperiksa terdiri
dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Itu
pengukuran dilakukan dua kali menggunakan moral
instrumen pengukuran kecerdasan, yaitu sebelum
diberikan perawatan (pre-test) dan sesudahnya telah
diberikan perawatan (post-test). Hasil analisis
menggunakan analisis kovarians (Anacova)
menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat pencapaian
kecerdasan moral anak-anak prasekolah antara mereka
yang menerima pedoman nilai moral menggunakan
metode mendongeng dan mereka yang tidak
menerimanya. Hasil analisis juga menunjukkan hal itu
ada perbedaan kecerdasan moral tingkat pencapaian
sebelum mereka menerima moral bimbingan nilai
melalui metode bercerita dan setelah menerimanya.
Pentingnya metode mendongeng menuju moral
kecerdasan anak prasekolah adalah 34%.
Pendahuluan Anak-anak tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan yang diwarnai oleh pelanggaran terhadap hak
orang lain, kekerasan, pemaksaan, ketidakpedulian,
kerancuan antara benar dan salah, baik dan tidak baik,
perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Banyak
masalah yang diselesaikan dengan kekerasan, adu
kekuatan fisik dan mengabaikan cara penyelesaian dengan
mengandalkan pertimbangan moral. Kondisi ini
menimbulkan keprihatinan dan hal tersebut dapat terjadi
karena dalam semua aspek telah terjadi pengabaian
terhadap bagian yang sangat mendasar yaitu nilai-nilai
moral. Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan
hak orang lain merupakan pokok persoalan ranah moral.
Kepekaan tersebut tercermin dalam kepedulian seseorang
akan konsekuensi tindakannya bagi orang lain, dan dalam
orientasinya terhadap pemilikan bersama. Faktor yang
sangat dirasakan kurang menunjang terbentuknya nilai
moral anak adalah pengaruh lingkungan. Pola asuh yang
adekuat, supervisi orang dewasa di sekitar anak dan model
perilaku moral diharapkan dapat meminimalisir pengaruh
lingkungan tersebut. Konsep kecerdasan moral
memberikan pemahaman bahwa kecerdasan moral dapat
diajarkan. Anak dapat meniru model, anak dapat
menangkap inspirasi mengenai perilaku moral, dapat
diberikan penguatan (reinforcement) sehingga setahap
demi setahap anak dapat meningkatkan kecerdasan
moralnya. Semakin dini diajarkan kepada anak semakin
besar kapasitas anak untuk mencapai karakter yang solid
yaitu growing to think, believe, and act morally.
Metode dongeng dapat dijadikan sebagai media
pembentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini,
melalui metode dongeng akan memberikan pengalaman
belajar bagi anak usia dini. Metode dongeng memiliki
sejumlah aspek yang diperlukan dalam perkembangan
kejiwaan anak, memberi wadah bagi anak untuk belajar
berbagai emosi dan perasaan dan belajar nilai-nilai
moral. Anak akan belajar pada pengalaman-pengalaman
sang tokoh dalam dongeng, setelah itu memilah mana
yang dapat dijadikan panutan olehnya sehingga
membentuknya menjadi moralitas yang dipegang sampai
dewasa.

Metode Subyek penelitian adalah siswa TK X dan TK Y di


penelitian Surakarta dengan karakter sekolah bukan sekolah favorit,
memiliki fasilitas yang terbatas, sekolah memiliki rumpun
yang sama. Sekolah yang dipilih sebagai tempat penelitian
adalah TK Q. Sampel penelitian ditetapkan dengan tidak
random atau non random yaitu melalui penunjukan. Siswa
yang menjadi sampel penelitian adalah siswa TK B
berusia 5 tahun. Jumlah siswa laki-laki dan perempuan
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama.
Rancangan penelitian ini menggunakan model The
Untreated Control Group Design with Pretest and Posttest
(Cook & Campbell, 1979). Desain ini menggunakan dua
kelompok yang diamati yang terdiri dari satu kelompok
eksperimen dan satu kelompok kontrol. Pengukuran
dilakukan dua kali yaitu sebelum diberikan perlakuan
(pre-test) dan sesudah diberikan perlakuan (post-test).
Penelitian ini menggunakan instrumen
pengukuran kecerdasan moral untuk mengumpulkan data
tentang kecerdasan moral anak usia prasekolah. Instrumen
dibuat dalam bentuk gambar berwarna dengan ukuran
kertas (21cm x 16cm) yang terdiri dari tujuh gambar yang
mewakili tujuh kebajikan dan dijilid menjadi sebuah buku
instumen.
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa sebaran
data kedua kelompok subyek adalah normal dengan p
sebesar 0,972 p > 0,05 untuk data pre-test dan p sebesar
0,535 p > 0,05 untuk data post-test pada kelompok
eksperimen, p sebesar 0,541 p > 0,05 untuk data pre-test
dan p sebesar 0,681 p > 0,05 untuk data post-test pada
kelompok kontrol, sehingga pengujian asumsi kemudian
dilanjutkan pada uji homogenitas. Uji homogenitas
menunjukkan F sebesar 0,217 dengan p = 0,645 (p > 0,05).
Berdasarkan hasil tersebut maka dapat dinyatakan bahwa
varian variabel terikat adalah homogen. Uji hipotesis ini
dilakukan dengan menggunakan analisis covariance
(anacova) dan anava amatan ulangan.

Analisis jurnal Kelebihan :


(Kelebihan 1. Hipotesis yang digunakan sudah sangat bagus
jurnal & 2. Metode yang digunakan cocok pada penelitian
Kekurangan 3. Hasil penelitian yang diperoleh peneliti bagus
jurnal ) untuk diterapkan.
Kekurangan :
1. Hipotesis yang dibuat peneliti kurang bisa
dipahami oleh sebagian orang
2. Pembaca kurang bisa menyimpulkan maksud dari
hasil penelitian
3. Penyampaian bahasa penulis kurang bisa
dipahami oleh sebagian orang
Kesimpulan Metode dongeng sebagai stimulasi berperan dalam
meningkatkan perkembangan kecerdasan moral anak usia
5 tahun yang menjadi siswa di TK B di sekolah dengan
fasilitas terbatas dan bukan sekolah favorit. Anak yang
mendapatkan penyampaian nilainilai moral melalui
metode dongeng memiliki tingkat kecerdasan moral yang
lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak mendapatkan
penyampaian nilai moral melalui metode dongeng.
Selain itu, tingkat kecerdasan moral setelah mendapatkan
penyampaian nilai moral melalui metode dongeng lebih
tinggi dibandingkan tingkat kecerdasan moral sebelum
mendapatkan penyampaian nilai moral melalui metode
dongeng.
Saran Pada kesempatan berikutnya sebaiknya peneliti harus
melakukan penelitiannya dalam kurun waktu lebih lama
lagi sehingga dapat mendapatkan hasil yang maksimal,
dan sebaiknya metode yang dilakukan peneliti ini
harusnya diaplikasikan disetiap kegiatan pembelajaran.
Referensi Baldwin, J. & Dudding, K. (2007). Storytelling in school.
www.storytellingschools.org. Diunduh pada tanggal
20 Oktober 2009.
Blocks,J.H. (2002). The role of ego – control and ego
resilience in the organization of behavior. The
minesota symposium on child psychology, 13 (79),
118-122.
Borba, M. (2001). Building moral intelligence. San
Fransisco : Josey-Bass.
Coles, R. (1999). The moral intelligence of children.
Madison : Random House.
Cook, T.D & Campbell, D.T. (1979).
Quasiexperimentation design and analysis issues for
field settings. USA : Houghton Mifflin Company.
Dodge, D.T., Colker, L.J., & Heroman, C. (2002). The
creative curriculum for preschooll. Fourt edition.
Wasington DC. Teaching strategies inc.
Isbell, R., Sobol, J., Lindauer, L & Lowrance. (2004). The
effects of storytelling and story reading on the oral
language complexity and story comprehension of
young children. Early childhood education
journal, 32 (3). Springer Science Business Media,Inc
JURNAL 2 : THE INFLUENCE OF TRADITIONAL GAME WITH
EXPERIENTIAL LEARNING METHOD ON SOCIAL COMPETENCE
(Pengaruh Permainan Tradisional Dengan Pembelajaran Eksperiential Metode
Kompetensi Sosial).

A. Latar Belakang Dan Tujuan Penelitian


Kompetensi sosial adalah kemampuan yang berkaitan dengan sosial,
keterampilan emosional dan kognitif, dan juga dengan perilaku anak-anak
untuk menjalani penyesuaian sosial (Welsh dan Bierman, 2006).Kompetensi
sosial itu penting karena memberi anak a dasar yang kuat untuk melakukan
penyesuaian diri dalam menantang masa depan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kompetensi sosial antara anak-anak penting karena
memprediksi keberhasilan dan kegagalan hidup di masa depan (Semrud-
Clikeman, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan kompetensi
sosial yang rendah dapat menunjukkan perilaku bermasalah di tahap
pengembangan selanjutnya. Seperti itu anak-anak seringkali sulit dalam
melakukan sosial dan adaptasi emosional dan juga sulit untuk melewati mereka
perkembangan kognitif dan akademik (McLellan & Katz, 2001). Kompetensi
sosial dapat mencegah terjadinya agresivitas yang diprediksi sebagai penyebab
beberapa penyimpangan seperti kenakalan, penyalahgunaan narkoba, depresi,
sekolah putus sekolah, dan orang tua awal (Frey, Hirschstein dan Guzzo, 2000).
Kompetensi sosial yang baik dapat berkontribusi pada fisik yang baik dan
kesehatan mental (Spizberg, 2003). Beberapa penelitian telah mengindikasikan
bahwa anak-anak dengan positif pengembangan kompetensi sosial mungkin
memiliki hubungan yang baik dengan teman dan orang dewasa mereka.
Mereka dapat bekerja sama dengan orang lain, menangani konflik dengan
benar, dan memiliki kapasitas penyelesaian masalah. Anak-anak dengan
kompetensi sosial berisiko berisiko dengan masalah penyesuaian negatif
seperti agresivitas, kenakalan, penyalahgunaan narkoba, dan kegagalan sekolah
(Voegler-Lee & Kupersmidt, 2011). Menurut Kostelnik, Gregory, Soderman,
dan Whiren (2012), kompetensi sosial berisi kapasitas yang terkait dengan
atribut
individu, keterampilan sosial dan hubungannya dengan teman. Kompetensi
sosial dapat diartikan sebagai efektivitas tingkat seseorang dalam melakukan
interaksi sosial dengan orang lain.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah permainan
tradisional dengan metode experiential learning dapat meningkatkan
kompetensi sosial anak usia sekolah dan apakah peningkatan ini dapat
dimoderasinberdasarkan jenis kelamin.
B. Metode Penelitian

Variabel eksperimental dalam penelitian ini adalah permainan


tradisional dengan metode BERLIAN atau permainan tradisional tanpa
BERLIAN metode. Variabel dependen adalah kompetensi sosial, sedangkan
variabel moderator adalah jenis kelamin.
Subjek penelitian termasuk anak-anak usia sekolah, atau mereka yang
tetap terlambat masa kecil atau mereka yang belajar di Sekolah Dasar di
Malang Kabupaten. Jika ditinjau dari usia, anak-anak di kelas 5 dari Sekolah
dasar biasanya di akhir masa kanak-kanak mereka. Usia dalam kategori ini
berkisar antara 8 hingga 11 tahun (Kostelnik, 2010; Pasterski, Golombok &
Hines, 2011; Santrock, 2000). Anak terlambat dipilih karena fase ini adalah
transisi periode ketika anak-anak memasuki fase remaja. Memang, fase remaja
adalah di mana anak-anak memiliki sosial yang tinggi kompetensi dalam
menangani masalah yang menantang mereka fase remaja. Kriteria inklusi
subjek penelitian adalah bahwa anak-anak tidak mengalami cacat
perkembangan, lakukan tidak menderita penyakit berat, dan tidak menderita
penyakit. Itu deskripsi usia subjek penelitian di setiap kelompok.
Desain penelitian adalah eksperimen. Penelitian ini mencoba untuk
memanipulasi perawatan yang membantu mendorong perilaku perubahan.
Jenis percobaan adalah eksperimen semu karena mata pelajaran Kelompok
Eksperimen-I, Kelompok Eksperimen-II, dan Grup Kontrol tidak ditugaskan
secara acak.
C. Hasil Penelitian
Hasil Analisis Data Kompetensi Sosial Hasil analisis varian dalam
multivariat dua arah tentang variabel kompetensi dirangkum. Hasil ini dibuat
berdasarkan uji multivariat. Dalam tes multivarian ini, ada empat tes seperti
Pillai's Trace, Wilks 'Lambda, Hotelling's Trace, dan Roy Root Terbesar. Hasil
ini mendukung untuk satu sama lain. Menurut Patel & Bashvar (2013), Wilks
’ Lambda adalah tes multivarian yang paling sering digunakan, dan itu sangat
cocok untuk penggunaan sampel besar dan jumlah subjek dari masing- masing
kelompok serupa.
Penjelasan tentang perbedaan kompetensi sosial yang kurang antara
anak laki-laki dan perempuan diperoleh dari percobaan. Berdasarkan pada hasil
pengamatan dalam percobaan, diketahui bahwa anak laki-laki dan perempuan
tidak menunjukkan perbedaan mencolok tentang mereka perilaku selama
bermain. Antusiasme dan kemauan subyek penelitian sangat jelas baik untuk
anak laki-laki atau perempuan. Ini dibuktikan dengan hasil manipulasi
checklist yang menunjukkan bahwa sarana penilaian tiga pengamat untuk anak
laki-laki atau perempuan, baik kelompok BERLIAN atau NON- BERLIAN
tidak jauh berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh permainan
tradisional, baik dengan atau tanpa metode BERLIAN, di sosial kompetensi,
adalah 25,9%. Persentase poin dari faktor lain adalah 74,1% yang tidak diamati
dalam penelitian ini tetapi pengaruhnya kompetensi sosial anak usia sekolah.
Faktor ini termasuk faktor internal dan eksternal yang dalam berbagai
penelitian adalah ditampilkan sebagai berpengaruh terhadap kompetensi sosial.
Fabes, Gaertner & Popp (2008) dan Mulder (2008) memberikan catatan serupa
dengan mengatakan bahwa (1) temperamen atau faktor kepribadian, (2) sosial-
kognitif keterampilan yang melibatkan keterampilan komunikasi, (3)
lingkungan keluarga meliputi interaksi antara orang tua dan anak-anak, dan
gaya pengasuhan orang tua, (4) lingkungan sekolah yang berkaitan dengan
hubungan antara guru dan siswa, interaksi antara anak-anak dan teman-teman
di kelas, kurikulum sekolah, dan budaya di Indonesia kelas, dan (5) sosialisasi
dengan teman-teman.
D. Lampiran

Judul THE INFLUENCE OF TRADITIONAL GAME WITH


EXPERIENTIAL LEARNING METHOD ON SOCIAL
COMPETENCE (Pengaruh Permainan Tradisional
Dengan Pembelajaran Eksperiential Metode Kompetensi
Sosial). (JURNAL INTERNASIONAL)
Jurnal International Journal of Recent Scientific Research
Download https://recentscientific.com/sites/default/files/4816.pdf
Vol,halaman, Volume 7 issue 4, 11 halaman, 0976-3031
ISSN
Tahun 2016
Penulis Iswinarti1., Endang Ekowarni2., Adiyanti MG3 and
Rahmat Hidayat4
Reviewer Saputra Hatogaran Saragih
Tanggal 8 April 2021
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah
penelitian permainan tradisional dengan metode experiential
learning dapat meningkatkan kompetensi sosial anak usia
sekolah dan apakah peningkatan ini dapat
dimoderasinberdasarkan jenis kelamin. Penelitian ini
adalah eksperimen semu dengan desain multiple
treatment and control dengan pretest yang melibatkan tiga
kelompok subjek. Eksperimen-I Group bermain dengan
permainan tradisional metode pembelajaran pengalaman.
Eksperimen-II Group memainkan permainan tradisional
tanpa pengalaman metode pembelajaran. Kelompok
kontrol tanpa pengobatan. Subjek penelitian adalah siswa
kelas lima Sekolah Dasar yang kelompoknya dibedakan
antara laki-laki dan perempuan berjumlah 168
siswa. Alat ukur
menggunakan dua skala yang sama dari kompetensi
sosial. Skala I digunakan untuk mengukur pretest
sedangkan Skala II digunakan untuk mengukur posttest.
Analisis data menggunakan Two-Ways ANAVA
multivarian untuk membedakan selisih skor perolehan
antara Kelompok Eksperimen-I, Kelompok Eksperimen-
II, dan Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
pengaruh tradisional game dengan metode experiential
learning atau BERLIAN (Bermain- ExpeRiential
Learning-ANak) dan tanpa BERLIAN pada peningkatan
kompetensi sosial anak (F = 19.915; p
= 0.000). Permainan tradisional dengan metode
BERLIAN dapat meningkatkan kompetensi sosial
dibandingkan dengan permainan tradisional permainan
tanpa metode BERLIAN. Memang, permainan
tradisional tanpa metode BERLIAN dapat meningkat
aspek pemecahan masalah dan kerja sama, tetapi
permainan tradisional dengan metode BERLIAN
mungkin meningkatkan seluruh aspek kompetensi sosial,
seperti penyelesaian masalah, pengendalian diri, kerja
sama dan empati. Penelitian ini telah menjelaskan bahwa
perbedaan peran gender tidak cukup berpengaruh
terhadap peningkatan kompetensi sosial.

Pendahuluan Kompetensi sosial adalah kemampuan yang berkaitan


dengan sosial, keterampilan emosional dan kognitif, dan
juga dengan perilaku anak-anak untuk menjalani
penyesuaian sosial (Welsh dan Bierman,
2006).Kompetensi sosial itu penting karena memberi
anak a dasar yang kuat untuk melakukan penyesuaian diri
dalam menantang masa depan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kompetensi sosial antara anak-anak
penting karena memprediksi keberhasilan dan kegagalan
hidup di masa depan (Semrud-Clikeman, 2007). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dengan
kompetensi sosial yang rendah dapat menunjukkan
perilaku bermasalah di tahap pengembangan selanjutnya.
Seperti itu anak-anak seringkali sulit dalam melakukan
sosial dan adaptasi emosional dan juga sulit untuk
melewati mereka perkembangan kognitif dan akademik
(McLellan & Katz, 2001). Kompetensi sosial dapat
mencegah terjadinya agresivitas yang diprediksi sebagai
penyebab beberapa penyimpangan seperti kenakalan,
penyalahgunaan narkoba, depresi, sekolah putus sekolah,
dan orang tua awal (Frey, Hirschstein dan Guzzo, 2000).
Fenomena meningkatnya jumlah anak dan remaja
melakukan perkelahian jalanan, intimidasi, narkotika
konsumsi, agresivitas dan perilaku merusak lainnya diri
dan orang lain, adalah masalah yang harus diselesaikan
preventif dan kuratif. Perilaku tidak sosial mencerminkan
perilaku mereka kompetensi sosial yang rendah.
Kompetensi sosial yang rendah kemudian dapat
menyebabkan untuk perilaku bermasalah seperti
agresivitas, remaja kenakalan dan kegagalan hidup.
Kompetensi sosial yang baik bisa mengembangkan
kesuksesan hidup di masa depan.

Metode Variabel eksperimental dalam penelitian ini


penelitian adalah permainan tradisional dengan metode BERLIAN
atau permainan tradisional tanpa BERLIAN metode.
Variabel dependen adalah kompetensi sosial, sedangkan
variabel moderator adalah jenis kelamin.
Subjek penelitian termasuk anak-anak usia
sekolah, atau mereka yang tetap terlambat masa kecil
atau mereka yang belajar di Sekolah Dasar di Malang
Kabupaten. Jika ditinjau dari usia, anak-anak di kelas 5
dari Sekolah dasar biasanya di akhir masa kanak-kanak
mereka. Usia dalam kategori ini berkisar antara 8 hingga
11 tahun (Kostelnik, 2010; Pasterski, Golombok & Hines,
2011; Santrock, 2000). Anak terlambat dipilih karena fase
ini adalah transisi periode ketika anak-anak memasuki
fase remaja. Memang, fase remaja adalah di mana anak-
anak memiliki sosial yang tinggi kompetensi dalam
menangani masalah yang menantang mereka fase remaja.
Kriteria inklusi subjek penelitian adalah bahwa anak-
anak tidak mengalami cacat perkembangan, lakukan tidak
menderita penyakit berat, dan tidak menderita penyakit.
Itu deskripsi usia subjek penelitian di setiap kelompok.
Desain penelitian adalah eksperimen. Penelitian
ini mencoba untuk memanipulasi perawatan yang
membantu mendorong perilaku perubahan. Jenis
percobaan adalah eksperimen semu karena mata
pelajaran Kelompok Eksperimen-I, Kelompok
Eksperimen-II, dan Grup Kontrol tidak ditugaskan secara
acak.
Penjelasan tentang perbedaan kompetensi sosial
yang kurang antara anak laki-laki dan perempuan
diperoleh dari percobaan. Berdasarkan pada hasil
pengamatan dalam percobaan, diketahui bahwa anak laki-
laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan
mencolok tentang mereka perilaku selama bermain.
Antusiasme dan kemauan subyek penelitian sangat jelas
baik untuk anak laki-laki atau perempuan. Ini dibuktikan
dengan hasil manipulasi checklist yang menunjukkan
bahwa sarana penilaian tiga pengamat untuk anak laki-
laki atau perempuan, baik kelompok BERLIAN atau
NON-BERLIAN tidak jauh berbeda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengaruh permainan tradisional,
baik dengan atau tanpa metode BERLIAN, di sosial
kompetensi, adalah 25,9%. Persentase poin dari faktor
lain adalah 74,1% yang tidak diamati dalam penelitian ini
tetapi pengaruhnya kompetensi sosial anak usia sekolah.
Faktor ini termasuk faktor internal dan eksternal yang
dalam berbagai penelitian adalah ditampilkan sebagai
berpengaruh terhadap kompetensi sosial. Fabes, Gaertner
& Popp (2008) dan Mulder (2008) memberikan catatan
serupa dengan mengatakan bahwa (1) temperamen atau
faktor kepribadian, (2) sosial-kognitif keterampilan yang
melibatkan keterampilan komunikasi, (3) lingkungan
keluarga meliputi interaksi antara orang tua dan anak-
anak, dan gaya pengasuhan orang tua, (4) lingkungan
sekolah yang berkaitan dengan hubungan antara guru dan
siswa, interaksi antara anak-anak dan teman-teman di
kelas, kurikulum sekolah, dan budaya di Indonesia kelas,
dan
(5) sosialisasi dengan teman-teman.
Analisis jurnal Kelebihan :
(Kelebihan 1. Materi yang dibahas menarik dan bagus untuk
jurnal & diterapkan.
Kekurangan 2. Metode yang digunakanpun cocok untuk siswa
jurnal ) 3. Mudah dipraktekkan didalam sekolah
Kekurangan :
1. Metode yang digunakan, penjelasannya kurang
rinci
2. Hubungan dengan perkembangan sosial siswa
kurang dijelaskan secara rinci
3. Hasil dari penelitian kurang tersampaikan
Kesimpulan Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh permainan tradisional
dengan metode BERLIAN pada peningkatan kompetensi
sosial di antara anak-anak usia sekolah. Permainan
tradisional dengan metode BERLIAN sangat
berpengaruh peningkatan kompetensi sosial daripada
permainan tradisional tanpa Metode BERLIAN.
Permainan tradisional tanpa BERLIAN Metode dapat
meningkatkan kompetensi sosial jika dibandingkan
dengan kapan anak-anak tidak menerima perawatan
permainan tradisional. Tradisional game dengan metode
BERLIAN dapat meningkatkan semua sosial aspek
kompetensi, seperti penyelesaian masalah, pengendalian
diri, kerja sama, dan empati. Permainan tradisional tanpa
Metode BERLIAN dapat meningkatkan aspek
pemecahan masalah dan kerja sama anak-anak usia
sekolah. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa jenis
kelamin tidak berfungsi sebagai moderator dalam
hubungan antara permainan tradisional dengan atau tanpa
metode BERLIAN dan peningkatan kompetensi sosial di
antara anak-anak usia sekolah. Ini berarti bahwa tingkat
peningkatan kompetensi sosial di kalangan usia sekolah
anak-anak baik laki-laki atau
perempuan sangat berbeda satu sama lain.
Saran Dengan adanya hasil penelitian ini, dapat dikatakan
bahwa memperkenalkan permainan tradisional untuk
perkembangan sosial anak sangat baik, tetapi
diperlukannya juga faktor lain, yaitu kemauan seorang
anak itu sendiri dan bagaimana cara memperkenalkannya
dengan anak, oleh karena itu diperlukannya bimbingan
yang baik agar anak tersebut
dapat memahami atau memaknai dari kegiatan tersebut.
Referensi Abdi, B. (2010). Gender differences in social skills,
problem behaviours, and academic competence of
Iranian kindergarten children based on their parent
and teacher ratings. Social and Behavioral Sciences,
5, 1175-1179. doi: 10.1016/j.sbspro.2010.07.256.
Alkhateeb, H. M. & Midji, A. (2009). Learning styles and
approaches to learning mathematics of students
majoring in elementary education: A three year study.
Psychological reports, 105(2), 500-508.
Anderson, C. A. & Carnagey, N. L. (2009). Causal effects
of violent sports video game on aggression: It is
competitiveness or violent content? Journal of
Experimental Psychology, 45, 731-739.
Anderson, C. A., Shibuya, A., Ihori, N., Swing, E. L.,
Bushman, B. J., Sakamoto, A., Rothstein, H. R., &
Saleem, M. (2010). Violent video game effects on
aggression, empathy, and prosocial behavior in
eastern and western countries: A Meta-Analytic
review. Psychological Bulletin, 136 (2), 151-173. doi:
10.1037/a0018251
Anderson, V. (2001). Assessing executive functions in
children: biological, psychological, and
developmental considerations. Pediatric
Rehabilitation, 4(3), 119-136. Anderson, C. A. & Dill,
K. E. (2000). Video games and agressive thoughts,
feelings, and behavior in the laboratory and in life.
Journal of Personality and Social Behavior, 78(4),
772-790.
AVEF. (2006). Experiential learning: KPM Approach to
children. Malakarra, Kelara, India. www.kpmappro
ach.org Bandura, A. (1971). Social learning theory.
General learning Corporation, Stanford University.
http://www.jku.at/org/content/e54521/e54528/e5452
9/e17805 9/Bandura_SocialLearningTheory_ger.pdf
Banerjee, M., Capozzoli, M., Mcsweeney, L., & SlNHA,
D. (1999). Beyond kappa: A review of interrater
agreement measures. The Canadian Journal of
Statistics, 27(1), 3- 23.

Anda mungkin juga menyukai