Anda di halaman 1dari 6

Kartini peninggalan

Surat-surat Kartini juga diterjemahkan


oleh Sulastin Sutrisno. Pada mulanya Sulastin
menerjemahkan Door Duisternis Tot
Licht di Universitas Leiden, Belanda, saat ia
melanjutkan studi di bidang sastra tahun 1972.
Salah seorang dosen pembimbing di Leiden
meminta Sulastin untuk menerjemahkan buku
kumpulan surat Kartini tersebut. Tujuan sang
dosen adalah agar Sulastin bisa menguasai bahasa
Belanda dengan cukup sempurna. Kemudian,
pada 1979, sebuah buku berisi terjemahan
Sulastin Sutrisno versi lengkap Door Duisternis
Tot Licht pun terbit.
Buku kumpulan surat versi Sulastin Sutrisno
terbit dengan judul Surat-surat Kartini, Renungan
Tentang dan Untuk Bangsanya. Menurut Sulastin,
judul terjemahan seharusnya menurut bahasa
Belanda adalah: "Surat-surat Kartini, Renungan
Habis Gelap Terbitlah Terang Tentang dan Untuk Bangsa Jawa". Sulastin
menilai, meski tertulis Jawa, yang didamba
 Surat-surat Kartini, Renungan Tentang sesungguhnya oleh Kartini adalah kemajuan
dan Untuk Bangsanya seluruh bangsa Indonesia.

1. Ingin Mendirikan Sekolah Wanita


Seperti wanita Jawa pada umumnya saat itu, Kartini dipaksa menikah oleh orangtuanya dengan
seseorang keturunan ningrat. Beliau adalah Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adhiningrat, yang memiliki tiga istri.

Kartini akhirnya menikah dengan bupati tersebut pada 12 November 1903. Kartini ingin mendirikan
sekolah sekolah wanita. Sang suami mengerti keinginan Kartini untuk mendirikan sekolah wanita.
Berkat kegigihan Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada
1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama
sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer,
seorang tokoh politik Etis.

Baca juga:
7 Macam Besaran Pokok yang Sudah Disepakati
2. Pemikiran Feminisme di Indonesia
Perjuangan R.A Kartini lainnya berupa pemikiran-pemikirannya yang dituliskan melalui surat-suratnya.
Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang
kondisi perempuan pribumi.

Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang
dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Pemikiran Kartini juga merupakan pioner dari
pemikiran feminisme di Indonesia.

Pada perkenalan dengan seorang perempuan Belanda bernama Estelle 'Stella' Zeehandelaar, Kartini
menulis surat dengan mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia
menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di
bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia
dimadu.

3. Habis Gelap Terbitlah Terang


Wafatnya R.A Kartini tidak mengakhiri perjuangannya. Salah satu temannya di Belanda, yaitu Mr. J.H.
Abendanon yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda,
mengumpulkan surat-surat Kartini yang pernah dikirimkan oleh Kartini kepada dirinya.

Abendanon membukukan surat tersebut dan memberi judul yaitu Door Duisternis tot Licht yang berarti
"Dari Kegelapan Menuju Cahaya" atau yang bisa disebut Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku tersebut
dicetak pada tahun 1911. Di dalam buku tersebut menunjukkan perubahan pola pikir Kartini.

Buku tersebut mengubah pola pikir masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi kala itu. Tulisan dari
buku Kartini juga menginspirasi W.R Soepratman dalam menulis lagu Ibu Kita Kartini.

Fatmawati
Proses Penjahitan Bendera Pusaka
Bendera Merah Putih pertama kali dibuat oleh
Fatmawati pada tahun 1944. Menurut buku Ziarah
Sejarah yang disusun oleh Hamid Nabhan, Sang Saka
Merah Putih terbuat dari katun Jepang dengan ukuran
274 x 196 cm.
Sebagai sosok yang tangguh, Fatmawati menjahit bendera Merah
Putih dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangannya.
Saat itu, ia tengah hamil tua dan dokter melarangnya untuk
mengoperasikan mesin jahit dengan menggunakan kaki.
Kukuh Pamuji mengatakan dalam buku Menyelisik Museum
Istana Kepresidenan Jakarta, karena kondisi fisik Fatmawati
yang tengah hamil tua dan ukuran bendera yang besar, pekerjaan
menjahit bendera itu baru selesai dalam waktu dua hari.
Pada salah satu buku karya Bondan Winarno dengan judul Berkibarlah Benderaku terdapat sejumlah
kutipan dari penjahit bendera Pusaka itu. Seperti momen haru ketika Fatmawati meneteskan air mata
dan sekelumit cerita tentang dirinya yang sedang dalam kondisi hamil tua saat menjahit.
"Berulang kali saya menumpahkan air mata di atas bendera yang sedang saya jahit itu,"
"Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri
menjahit bendera Merah Putih,"

jamin ginting

Perjuangan Jamin Gintings berjasa dalam mendamaikan


pertikaian antarlaskar perjuangan di Sumatra Timur. 
Tanggal 21 Juli 1947 pasukan Belanda melancarkan agresi
militer pertamanya ke seluruh wilayah pasukan Indonesia,
termasuk Medan. Gintings memimpin perlawanan terhadap
pasukan Belanda di Front Tanah Karo seperti Sibolangit,
Pancurbatu, Tuntungan, Merek, dan Seribudolok. Di antara

misi pentingnya tersebut, ia juga bertugas mengawal perjalanan


Wakil Presiden Mohammad Hatta dari Berastagi ke Bukittinggi. 
Karena terdesak oleh Belanda, Jamin Gintings memindahkan
markas komando resimennya dari Suka ke Bukit Tusam,
Lawe Dua, Tanah Alas, Aceh Tengah.  Pemindahan ini guna
persiapan untuk melancarkan perang gerilya terhadap pasukan
Belanda yang berpusat di Kota Medan.  Perang melawan pasukan
Belanda ini kemudian dapat diakhiri melalui perundingan Renville
yang ditandatangani bulan Januari 1948.  Berdasarkan perjanjian
Renville, Tanah Karo sampai perbatasan Tanah Alas dinyatakan
sebagai daerah kekuasaan Belanda. Akibatnya, pasukan Resimen
IV TNI pimpinan Jamin Gintings harus mundur ke Kutacane, Aceh
Tengah. Belum berhenti di situ, peperangan kembali terjadi.
Pasukan Belanda kembali menyerang dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II.  Tanggal 19
Desember 1948, pasukan Belanda merebut ibukota Yogyakarta dan seluruh kota besar lainnya. Dalam
agresi kedua ini Belanda berhasil menangkap Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. 
Pada 23 Desember 1948, Gintings menyerang pos terdepan pasukan Belanda di Tanah Karo.  Memasuki
tahun 1949, pasukan Gintings menyergap konvoi Belanda di Tigakicat dekat Kampung Berastepu. Perang
antara Indonesia-Belanda yang keduai ini berakhir dengan berbagai perundingan pada tahun 1949. Namun
selama masa perundingan pertempuran masih terus berlangsung sebelum terjadinya gencatan senjata.
Perdamaian pun tercapai pada akhir tahun 1949.  Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatannya kepada
pemerintah Indonesia
Sultan hasanudin

kerajaan goa

Perjuangan Sultan Hasanuddin Melawan VOC

Pada saat beliau memimpin, Sultan Hasanuddin


dengan tegas menolak praktik monopoli perdagangan
VOC di daerah timur Indonesia. Beliau memiliki prinsip
bahwa kekayaan alam yang ada di wilayah
kekuasaannya harus digunakan untuk menyejahterakan
masyarakat Gowa.Terlebih lagi, pasukan Belanda yang
dipimpin oleh Cornelis Speelman juga telah menyerang kerajaan
lain di sekitar Kerajaan Gowa. Hal ini semakin membuat
Hasanuddin gencar dalam melakukan penolakan terhadap
kehadiran VOC. Perlawanan terhadap VOC dimulai tahun 1660.
Kerajaan Gowa yang memiliki armada laut yang tangguh mengumpulkan kekuatan bersama
kerajaan kerajaan lain untuk melawan penjajah.Pihak Belanda yang melihat ini pun tidak tinggal
diam. Belanda bekerja sama dengan Kerajaan Bone untuk mengalahkan Kerajaan Gowa. Mereka
kemudian memanfaatkan situasi yang tidak baik di antara dua kerajaan ini.Hasil perlawanan
Sultan Hasanuddin adalah kemenangan di pihak Gowa. Kerajaan Gowa mendapat kedamaian,
tapi hal ini tidak berlangsung lama karena Belanda kembali mengganggu perdagangan di daerah
timur. Selain itu, perjuangan beliau juga mengobarkan perjuangan dari Indonesia timur lainya,
beberapa tokoh juga ikut turun dalam pertempuran oleh karena semangatnya.

sultan Iskandar muda


Purnawarman perjuangan

Peninggalan

kapitan pattimura

perjuangan peninggalan
Tuanku imambonjol

Peninggalan perjuangan
Bungtomo peninggalan

perjuangan

Dewi sartika perjuangan

Anda mungkin juga menyukai