Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA PEMERIKSAAN

FISIK TTV
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Praktik Klinik Kebidanan Mata Kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia

DISUSUN OLEH
SINTA PRAMUDITA (P17331211001)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN JEMBER

TAHUN 20212022
Kata Pengantar

Segala puji dan puja kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kami kemudahan dan kelancaran sehingga laporan pendahuluan ini bisa diselesaikan
dengan tepat waktu dan dengan baik. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya kami tidak
akan bisa untuk menyelesaikan laporan ini dengan sebaik ini. Shalawat serta salam
kami limpahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya
di akhirat nanti.

Laporan Pendahuluan ini dibuat untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia yang sekaligus menjadi persyaratan dalam melakukan tugas
praktik klinik kami nantinya. Dengan demikian laporan ini bertujuan untuk menjadi
acuan dalam melakukan praktik klinik yang akan kami laksanakan. Semoga dengan
dibuatnya laporan pendahuluan pemeriksaan umum ini akan membantu siapapun yang
akan melaksanakan praktik pemeriksaan fisik.

Kami menyadari bahwa tulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan dan
meyakini masih ada kesalahan maupun kekurangan yang ada di dalamnya. Maka dari
itu kami mengharapkan pembaca untuk bisa memberikan kritik serta saran agar
nantinya pemahaman saya mengenai topik ini bisa lebih baik lagi dan karya tulis
selanjutnya bisa menjadi referensi yang lebih berkualitas bagus lagi.

Jember, 9 April 2022

Hormat saya,

Penulis

2
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................5
1.4 Manfaat................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................6
TINJAUAN TEORI........................................................................................................6
2.1 Definisi tentang pemeriksaan fisik.......................................................................6
2.2 Prinsip pemeriksaan fisik....................................................................................6
2.3 Metode pemeriksaan fisik...................................................................................7
2.3.1 Inpeksi...........................................................................................................7
2.3.2 Palpasi..........................................................................................................7
2.3.3 Perkusi..........................................................................................................8
2.3.4 Auskultasi......................................................................................................9
2.3.5 Tingkat Kesadaran......................................................................................10
2.3.6 Pemeriksaan TTV (suhu tubuh, nadi, pernpasan, dan tensi darah)...........12
2.4 Prosedur TTV....................................................................................................16
BAB III.........................................................................................................................21
PENUTUP...................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan........................................................................................................21
3.2 Saran.................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktik klinik kebidanan merupakan bentuk pengalaman belajar yang
dilaksanakan pada suatu tatanan nyata keterampilan pada setiap peserta didik.
Pengalaman belajar dimana peserta didik bertolak dari keadaan yang dihadapi
secara nyata untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
di pendidikan sehingga pada praktik klinik yang akan dilakukan ini akan
membentuk suatu pribadi yang terampil dan berbudi, mampu memberikan
pelayanan dalam bidang kebidanan secara mandiri.
Pada kesempatan kali ini, mahasiswa Poltekkes Kemenkes Malang Program
Studi Sarjana Terapan Kebidanan Jember diberikan kesempatan untuk
melakukan praktik klinik dalam rangka memenuhi tugas dari mata kuliah
Kebutuhan Dasar Manusia yaitu melakukan pemeriksaan fisik umum kepada
pasien.
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya 
kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara
melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi).
Perawat atau bidan dalam melaksanakan tugas profesinya dituntut untuk
memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan kemampuan teknis agar
dapat melayani pasien secara efisien. Salah satu keterampilan yang harus
dimiliki oleh seorang perawat atau bidan adalah keterampilan untuk melakukan
pemeriksaan fisik untuk memperoleh data tentang keadaan kesehatan pasien.
Pemeriksaan fisik merupakan langkah awal yang harus dilakukan agar perawat
dapat merumuskan diagnosa keperawatan dan membuat rencana asuhan
keperawatan (Manalu, 2016).
pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak, yaitu kaki Setelah pemeriksaan organ utama
diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus
mungkin diperlukan seperti tes neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyususn sebuah diagnosis banding, yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang
lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ
yang spesifik. Dalam praktiknya, tanda vital atau pemeriksaan
suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definis tentang pemeriksaan fisik?
2. Bagaimana prinsip dari pemeriksaan fisik?
3. Apa metode yang bisa dilakukan untuk pemeriksaan fisik?
4. Bagaimana prosedur pelaksanaan dari TTV?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mencari informarsi tentang pemeriksaan fisik
2. Tujuan Khusus
1. Memberikan mahasiswa pengetahuan tentang pemeriksaan fisik umum.
2. Memberikan mahasiswa pengetahuan secara mendetail tentang prosedur
dari pemeriksaan fisik umum

1.4 Manfaat
Sebagai pedoman mahasiswa dalam melakukan kegiatan praktik klinik
pemeriksaan fisik umum di rumah sakit.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi tentang pemeriksaan fisik


Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya
kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara
melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan
(auskultasi).
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. pemeriksaan akan dicatat
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan
fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada
anggota gerak (Ignatavisius & Workman, 2010). Oleh sebab itu, perawat dituntut
untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan proses
keperawatan yang termasuk proses pengumpulan data dari pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh perawat atau bidan.
Perawat dalam melaksanakan tugas profesinya dituntut untuk memiliki
kemampuan intelektual, interpersonal, dan kemampuan teknis agar dapat melayani
pasien secara efisien. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang
perawat adalah keterampilan untuk melakukan pemeriksaan fisik untuk memperoleh
data tentang keadaan kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik merupakan langkah awal
yang harus dilakukan agar perawat dapat merumuskan diagnosa keperawatan dan
membuat rencana asuhan keperawatan (Manalu, 2016).
Pemeriksaan ini memiliki tujuan untuk pengecekan kondisi tubuh dan
diagnosis penyakit.
Jurnal Pendidikan Keperawatan dan Kebidanan, 01 (1), 2021, 1-6 3 Arafah,
Fadli, Mansyur Muhammad. Pengetahuan Perawat Dalam Melakukan
Pemeriksaan Fisik Pada Kasus Kardiovaskuler

2.2 Prinsip pemeriksaan fisik


Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitif pemeriksaan fisik adalah, pertama, untuk
mengidentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya variasi dari
keadaan normal tersebut dengan cara memvalidasi keluhan-keluhan dan gejala-
gejala pasien, penapisan/skrining keadaan wellbeing pasien, dan pemantauan
masalah kesehatan/penyakit pasien saat ini.
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai respon terhadap keluhan atau gejala
diarahkan untuk mengetahui atau mencegah masalah kesehatan yang potensial dan
merupakan interaksi yang terfokus
Pengkajian kesehatan menyeluruh seorang individu terdiri dari tiga komponen:
1. wawancara dan riwayat kesehatan;

6
2. pengamatan umum dan pengukuran tanda-tanda vital; dan
3. pemeriksaan fisik, yang meliputi evaluasi diagnostik, interpretasi temuan
klinis, diagnosis, terapi dan tindak-lanjut

2.3 Metode pemeriksaan fisik


Terdapat empat teknik pengkajian yang secara universal diterima untuk
digunakan selama pemeriksaan fsik: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Teknik-teknik ini digunakan sebagai bingkai kerja yang menfokuskan pada indera
penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan
berdasarkan semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi
yang pasti.
Teknik-teknik tersebut secara keseluruhan disebut sebagai
observasi/pengamatan, dan harus dilakukan sesuai dengan urutan di atas, dan
setiap teknik akan menambah data yang telah diperoleh sebelumnya. Dua
perkecualian untuk aturan ini, yaitu jika usia pasien atau tingkat keparahan gejala
memerlukan pemeriksaan ekstra dan ketika abdomen yang diperiksa
2.3.1 Inpeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat
dan mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode tertua yang
digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Sebagai individu-individu, kita selalu
menilai orang lain setiap hari, membangun kesan pada pikiran kita mengenai orang
lain, memutuskan apakah kita menyukai atau tidak menyukai mereka, dan secara
umum akan tetap bersama mereka atau sebaliknya menjauhi mereka. Yang tidak
kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.
Secara formal, pemeriksa menggunakan indera penglihatan berkonsentrasi
untuk melihat pasien secara seksama, persisten dan tanpa terburu-buru, sejak detik
pertama bertemu, dengan cara memperoleh riwayat pasien dan, terutama,
sepanjang pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera
pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas dan
memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan dengan suara atau bau yang
berasal dari pasien. Pemeriksa kemudian akan mengumpulkan dan menggolongkan
informasi yang diterima oleh semua indera tersebut, baik disadari maupun tidak
disadari, dan membentuk opini, subyektif dan obyektif, mengenai pasien, yang akan
membantu dalam membuat keputusan diagnosis dan terapi. Pemeriksa yang telah
melakukan observasi selama bertahun-tahun (ahli) melaporkan bahwa mereka
seringkali mempunyai persepsi intuitif mengenai sumber/penyebab masalah
kesehatan pasien segera setelah melihat pasien. Karena inspeksi umum digunakan
pada interaksi dengan pasien sehari-hari pada berbagai situasi di apotek, maka
teknik ini merupakan metode yang paling penting yang harus dikuasai pada praktek
kefarmasian
2.3.2 Palpasi
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data yang telah
diperoleh melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi struktur individu,baik pada
permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen, akan
memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan

7
mobilitas/gerakan komponen-komponen anatomi yang normal, dan apakah terdapat
abnormalitas misalnya pembesaran organ atau adanya massa yang dapat teraba.
Palpasi juga efektif untuk menilai menganai keadaan cairan pada ruang tubuh.
Pemeriksa yang ahli akan menggunakan bagian tangan yang paling sensitif
untuk melakukan setiap jenis palpasi. Pads atau ujung jari pada bagian distal ruas
interphalangeal paling baik digunakan untuk palpasi, karena ujung saraf spesifik
untuk indera sentuh terkelompok saling berdekatan, sehingga akan meningkatkan
kemapuan membedakan dan interpretasi apa yang disentuh. Pengukuran kasar
suhu tubuh paling baik dilakukan memggunakanbagian punggung (dorsum) tangan.
Posisi, ukuran dan konsistensi struktur dapat ditentukan secara paling efektif
menggunakan tangan yang berfungsi untuk meraih atau memegang. Struktur
individu dalam rongga tubuh, terutama dalam abdomen/perut, dapat dipalpasi untuk
mengetajui posisi, ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas. Tangan juga dapat
digunakan untuk mendeteksi massa atau mengevaluasi cairan yang terkumpul
secara abnormal. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak
tangan, sepanjang persendian tulang metakarpophalangeal (MCP) atau aspek ulnar
digit kelima dari pergelangan tangan ke sendi MCP. Area ini dapat mendeteksi
getaran dengan baik, karena suara dapat lewat dengan mudah melalui tangan.
Untuk area mana saja yang dinilai, akan sangat bermanfaat jika menggunakan
palpasi dalam, medium atau ringan.
Pada awal selalu digunakan palpasi ringan, dan kekuatan palpasi dapat
ditingkatkan terus sepanjang pasien dapat menoleransi Jika pada awal palpasi, anda
melakukan terlalu dalam, anda mungkin melewatkan dan tidak mengetahui jika
terdapat lesi permukaan dan palpasi anda akan mengakibatkan rasa nyeri yang
tidak perlu pada pasien. Palpasi ringan bersifat superfisial, lembut dan berguna
untuk menilai lesi pada permukaan atau dalam otot. Juga dapat membuat pasien
relaks sebelum melakukan palpasi medium dan dalam. Untuk melakukan palpasi
ringan, letakkan/tekan secara ringan ujung jari anda pada kulit pasien, gerakkan jari
secara memutar
Palpasi medium untuk menilai lesi medieval pada peritoneum dan untuk
massa, nyeri tekan, pulsasi (meraba denyut), dan nyeri pada kebanyakan struktur
tubuh. Dilakukan dengan menekan permukaan telapak jari 1-2 cm ke dalam tubuh
pasien, menggunakan gerakan sirkuler/memutar. Palpasi dalam digunaka Jika
dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan yang di bawah
2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau tidak nyaman
selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa tidak nyaman atau
nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
Jika dilakukan dengan dua tangan, tangan yang di atas menekan tangan
yang di bawah 2-4 cm ke bawah dengan gerakan sirkuler. Bagian yang nyeri atau
tidak nyaman selalu dipalpasi terakhir. Kadang, diperlukan untuk membuat rasa
tidak nyaman atau nyeri untuk dapat benar-benar menilai suatu gejala.
2.3.3 Perkusi
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan tubuh
secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan densitas struktur
atau cairan atau udara di bawahnya. Menepuk permukaan akan menghasilkan
gelombang suara yang berjalan sepanjang 5-7 cm (2-3 inci) di bawahnya. Pantulan

8
suara akan berbeda-beda karakteristiknya tergantung sifat struktur yang dilewati
oleh suara itu.
 Pitch (atau frekuensi) adalah jumlah vibrasi atau siklus per detik (cycles per
second/cps) Vibrasi cepat menghasilkan nada dengan pitch yang tinggi,
sedangkan vibrasi lambat menghasilkan nada pitch yang rendah.
 Amplitudo (atau intensitas) menentukan kerasnya suara. Makin besar
amplitude, makin keras suara.
 Durasi adalah panjangnya waktu di mana suara masih terdengar.
 Kualitas (atau timbre, harmonis, atau overtone) adalah konsep subyektif yang
digunakan untuk menggambarkan variasi akibat overtone suara yang tertentu.

Prinsip dasarnya adalah jika suatu struktur berisi lebih banyak udara (misalnya
paru-paru) akan menghasilkan suara yang lebih keras, rendah dan panjang daripada
struktur yang lebih padat (misalnya otot paha), yang menghasilkan suara yang lebih
lembut, tinggi dan pendek. Densitas jaringan atau massa yang tebal akan menyerap
suara, seperti proteksi akustik menyerap suara pada ruang “kedap suara”. Ada dua
metode perkusi, langsung (segera) dan tak langsung (diperantarai). Perkusi
diperantarai (tak langsung) adalah metode yang menggunakan alat pleksimeter
untuk menimbulkan perkusi. Dari sejarahnya, pleksimeter adalah palu karet kecil,
dan digunakan untuk mengetuk plessimeter, suatu obyek padat kecil (biasanya
terbuat dari gading), yang dipegang erat di depan permukaan tubuh. Ini merupakan
metode yang disukai selama hampir 100 tahun, tetapi pemeriksa merasa repot untuk
membawa peralatan ekstra ini. Sehingga, perkusi tak langsung, menggunakan jari
telunjuk dan jari tengah atau hanya jari tengah satu tangan bertindak sebagai
pleksimeter, yang mengetuk jari tengah tangan yang lain sebagai plessimeter,
berkembang menjadi metode pilihan sekarang.
Kini, jari pasif (plessimeter) diletakkan dengan lembut dan erat pada permukaan
tubuh, dan jari-jari lainnya agak terangkat di atas permukaan tubuh untuk
menghindari berkurangnya suara. Pleksimeter, mengetuk plessimeter dengan kuat
dan tajam, di antara ruas interphalangeal proksimal. Setelah melakukan ketukan
cepat, jari segera diangkat, agar tidak menyerap suara. Perkusi langsung dan tak
langsung juga dapat dilakukan dengan kepalan tangan (Gambar 4-4).
Perkusi langsung kepalan tangan melibatkan kepalan dari tangan yang dominan
yang kemudian mengetuk permukaan tubuh langsung. Perkusi langsung kepalan
bermanfaat untuk toraks posterior, terutama jika perkusi jari tidak berhasil. Pada
perkusi tak langsung dengan kepalan, plessimeter menjadi tangan yang pasif,
diletakkan pada tubuh ketika pleksimeter.
2.3.4 Auskultasi
Auskultasi adalah ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru,
jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Umumnya, auskultasi
adalah teknik terakhir yang digunakan pada suatu pemeriksaan. Suara-suara
penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-
paru, terbentuk oleh thorax dan viscera abdomen, dan oleh aliran darah yang
melalui sistem kardiovaskular. Suara terauskultasi dijelaskan frekuensi (pitch),
intensitas (keraslemahnya), durasi, kualitas (timbre) dan waktunya. Pemeriksa akan

9
mengauskultasi suara jantung, suara tekanan darah (suara Korotkoff), suara aliran
udara melalui paru-paru, suara usus, dan suara organ tubuh.
Auskultasi dilakukan dengan stetoskop Stetoskop regular tidak
mengamplifikasi suara. Stetoskop regular meneruskan suara melalui ujung alat
(endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang ke telinga (earpiece),
menghilangkan suara gangguan eksternal dan demikian memisahkan dan
meneruskan satu suara saja. Stetoskop khusus yang mengamplifikasi suara juga
tersedia dengan akuitas suara yang lebih rendah. Yang penting diperhatikan adalah
kesesuaian dan kualitas stetoskop. Ujung yang ke telinga harus diletakkan pas ke
dalam telinga, dan tabung/pipa tidak boleh lebih panjang dari 12-18 inci.
Bagian endpiece harus memiliki diafragma dan bel (Gambar 4-5). Diafragma
digunakan untuk meningkatkan suara yang tinggi-pitch-nya., misalnya suara nafas
yang terdengar dari paruparu dan suara usus melalui abdomen dan ketika
mendengarkan suara jantung yang teratur (S1 dan S2). Bel dipergunakan
khususnya untuk suara dengan pitch-rendah dan mengamplifikasi suara-suara
gemuruh murmur jantung, turbulensi arteri (bruits) atau vena (hums), dan friksi
organ. Karena aliran darah memberikan suara dengan pitch yang rendah, bel juga
digunakan untuk mengukur tekanan darah; namun, peletakan bel dengan tepat pada
beberapa pasien kadang-kadang cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu, diafragma
sering juga digunakan untuk mengukur tekanan darah.
Banyak pemeriksa, baik yang masih baru maupun yang sudah ahli,
cenderung meletakkan stetoskop pada dada segera setelah pasien melepas pakaian
dan tanpa melakukan perkusi pasien dahulu. Jika praktek yang buruk ini menjadi
kebiasaan, maka pemeriksa akan melewatkan/tidak mengetahui petunjuk penting
mengenai analisis gejala. Mengikuti metode pemeriksaan secara berurutan dan
menggunakan auskultasi sebagai pemeriksaan terakhir merupakan hal-hal yang
esensial. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pemeriksaan abdomen
merupakan perkecualian aturan ini. Auskultasi abdomen harus mendahului palpasi
dan perkusi; jika tidak demikian, suara mekanik yang terjadi dalam abdomen akibat
menekan-nekan sekitar isi perut akan menghasilkan “suara usus” palsu.
Auskultasi adalah keterampilan yang mudah dipelajari tapi sulit
interpretasinya. Pertama, suara normal yang bermacam-macam harus dipelajari
sebelum dapat membedakan mana suara yang abnormal dan ektra. Ketika
menggunakan stetoskop, kurangi suara-suara eksternal yang mengganggu dan
suara artefak. Tutup mulut anda dan, jika endpiece telah diletakkan pada permukaan
tubuh, tutup mata anda dan berkonsentrasilah. Dengan cara demikian, anda akan
mengeliminasi suara yang ditransmisikan melalui mulut yang terbuka, yang dapat
berfungsi seperti megaphone, dan gangguan akibat stimulasi visual terus menerus.
Jones, Rhonda M. "Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar." Bab ini
meliputi materi yang ditulis pada edisi pertama oleh Jean DeMartinis (2012).
2.3.5 Tingkat Kesadaran
Kesadaran merupakan suatu kondisi dimana seseorang mampu mengenal
tentang dirinya dan berespon terhadap stimulus yang diberikan dari lingkungan
(Morton, & Fontaine, 2012). Penilaian tingkat kesadaran merupakan salah satu
kemampuan dasar yang harus dimiliki perawat atau bidan. Penilaian tingkat
kesadaran merupakan indikator penting dalam menentukan prognosis pasien (Dewi,

10
dkk, 2011; Wijdicks, et al, 2005). Alat ukur penilaian kesadaran yang paling banyak
digunakan yaitu Glasgow Coma Scale (Laurey, 2005).
Jenis-jenis Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran ini dibedakan menjadi beberapa tingkat yaitu :
1. Composmentis, yaitu kondisi seseorang yang sadar sepenuhnya,
baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya dan dapat
menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis, yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak
acuh terhadap lingkungannya.
3. Delirium, yaitu kondisi seseorang yang mengalami kekacauan
gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu dan tampak gaduh
gelisah, kacau, disorientasi serta meronta-ronta.
4. Somnolen, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk namun masih
dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur
kembali.
5. Sopor, yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam,
namun masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat,
misalnya rangsang nyeri, tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
6. Semi-coma, yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali,
respons terhadap rangsang nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea
dan pupil masih baik.
7. Coma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan
respons terhadap pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada
respons terhadap rangsang nyeri.
MATA

 4 = mata terbuka secara spontan


   3 = membuka mata untuk perintah verbal
   2 = membuka mata terhadap rasa sakit
   1 = tidak membuka mata. 

VERBAL

   6 = mematuhi perintah
   5 = nyeri lokalisasi
   4 = menarik diri dari rasa sakit
   3 = respon fleksi terhadap nyeri
   2 = respon ekstensi terhadap nyeri
   1 = tidak ada respon motorik.

11
GERAKAN

   5 = berorientasi
   4 = bingung
   3 = kata-kata yang tidak pantas
   2 = suara yang tidak dapat dipahami
   1 = tidak ada respon verbal.

NILAI GCS

 Nilai GCS (15-14) : Composmentis


 Nilai GCS (13-12) : Apatis
 Nilai GCS (11-10) : Delirium
 Nilai GCS (9-7) : Somnolen
 Nilai GCS (6-5) : Sopor
 Nilai GCS (4) : Semi-coma
 Nilai GCS (3) : Coma
Bruno, Ledoux, D., Lambermont, B., Damas, F., Schnakers, C.,
Vanhaudenhuyse, A., Gosseries, O., et al. (2013). Comparison of the Full
Outline of Unresponsiveness and Glasgow Liege/Glasgow Coma Scale In An
Intensive Care Unit Population. Neurocrit Care, 15 : 447- 453
Sulistyowati, Agus. "Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital." (2018).

2.3.6 Pemeriksaan TTV (suhu tubuh, nadi, pernpasan, dan tensi darah)
Menurut Potter dan Perry (2005) pengukuran tanda vital diperlukan saat
1. Ketika klien masuk ke fasilitas perawatan kesehatan
2. Di rumah sakit atau fasilitas perawatan pada jadwal rutin sesuai program
dokter atau standar praktik institusi
3. Sebelum dan sesudah prosedur bedah.
4. Sebelum dan sesudah prosedur diagnostik invasif
5. Sebelum dan setelah pemberian medikasi yang mempengaruhi
Kardiovaskuler, pernafasan dan fungsi kontrol suhu.
6. Ketika kondisi umum fisik klien berubah
7. Sebelum dan setelah intervensi keperawatan yang mempengaruhi tanda vital.
8. Ketika klien melaporkan gejala non-spesifik distres fisik.
Sulistyowati, Agus. "Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital." (2018).
1. Suhu tubuh
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh
proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan keluar. Suhu
permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas
yang hilang ke lingkungan luar.
Suhu badan normal yakni 36,5o C-37o C. Bila suhu seseorang menjadi lebih
dari 37,5o C, maka orang tersebut dikatakan demam. Alat yang digunakan untuk

12
melakukan pengukuran suhu disebut termometer. Prinsip dasar dari alat ukur ini
ialah fenomena pemuaian yang merupakan indeks temperatur. Suhu seorang
pasien adalah bagian penting dari data klinis. Dalam konteks data lain dapat
memandu langkah-langkah diagnostik dan terapi dengan menentukan adanya
penyakit dan sejauh mana pasien menanggapi pengobatan
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu. Perbedaan
hasil pengukuran antara termometer air raksa dan digital dapat mempengaruhi
diagnostik.
Tempat yang paling sering digunakan untuk pengukuran suhu dan dapat
digunakan secara intermitten adalah membran timpani, mulut, rektum dan aksila.
Variasi suhu yang didapatkan bergantung pada tempat pengukuran. Berikut
variasi suhu berdasarkan tempat pengukurannya.
1. Oral rata rata: 37°C
2. Rektal rata rata: 37,5°
3. Aksila rata rata: 36,5°C
Suhu tubuh normal antara suhu 36 °C -37,5°C Suhu tubuh tidak normal bisa
disebut:
1. Hipotermia yaitu suhu tubuh kurang dari normal
2. Hipertermia yaitu suhu tubuh lebih dari normal
Nusi, Danial T., Vennetia R. Danes, and Maya EW Moningka. "Perbandingan
Suhu Tubuh Berdasarkan Pengukuran Menggunakan Termometer Air Raksa
dan termometer Digital Pada Penderita Demam Di Rumah Sakit Umum Kandou
Manado." eBiomedik 1.1 (2013).
Sulistyowati, Agus. "Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital." (2018).
2. NADI
Denyut jantung/nadi merupakan faktor penting dalam bidang kesehatan yang
berfungsi untuk mengetahui kondisi kesehatan pada tubuh seseorang. Metode
pengukuran jumlah denyut nadi saat ini masih menggunakan cara manual yaitu
dengan menghitung detak denyut jantung/nadi per menit. Untuk mengetahui
denyut nadi seseorang perlu melakukan pengukuran di rumah sakit, sehingga
tidak semua orang dapat mengukur denyut nadi mereka sendiri.
Perhitungan denyut nadi dalam bidang kedokteran saat ini masih
menggunakan cara manual, yaitu dengan cara pengukuran menggunakan
Stethoscope atau dengan mengukur denyut nadi pada pergelangan tangan
dengan bantuan jam tangan.
Sulistyo, Eko. "Alat pendeteksi denyut nadi berbasis arduino yang
diinterfacekan ke komputer." Prosiding Semnastek (2016)
Pengukuran denyut nadi, meliputi:
 Frekuensi
 Irama
 kekuatan
 kesetaraan dari setiap denyutan.

13
Denyut abnormal yang lambat, cepat atau tidak teratur dapat menandakan masalah
dalam pengaturan sirkulasi darah, keseimbangan cairan atau metabolisme tubuh.
1. Takikardia adalah nadi lebih dari normal (nadi cepat).
2. Bradikardia adalah nadi kurang dari normal (nadi lambat).
Lokasi nadi yang sering digunakan
Frekuensi nadi dapat dikaji pada setiap arteri, namun arteri radialis dan
artei karotid dapat dengan mudah diraba pada nadi perifer. Pada saat kondisi
klien tiba-tiba menurun, area karotid adalah area terbaik untuk menemukan
nadi secara cepat. Nadi radialis dan apikal merupakan tempat yang paling
sering digunakan untuk mengkaji nadi. Jika nadi radialis yang terletak pada
pergelangan tangan tidak normal atau intermitten akibat disritmia atau jika
nadi yang tidak dapat diraba karena balutan, gips, atau halangan lain, yang
dikaji adalah nadi apikal.
Batasan Normal Nadi :
Usia Denyut Nadi (x/permenit)
Balita 120-160
Anak 90 – 140
Pra sekolah 80 – 110
Sekolah 75 – 100
Remaja 60 – 90
Dewasa 60-100

3. TEKANAN DARAH
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem
sirkulasi.peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi
homeostatsis di dalam tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai lagi,
maka terjadilah gangguan pada sistem transportasi oksigen, karbondioksida, dan
hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi organ-organ tubuh akan
mengalami gangguan seperti gangguan pada proses pembentukan air seni di
dalam ginjal ataupun pembentukan cairan cerebrospinalis dan lainnya. Terdapat
dua macam kelainan tekanan darah, antara lain yang dikenal sebagai hipertensi
atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah.
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi homeostatsis
di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya dorong mengalirnya
darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga terbentuklah
suatu aliran darah yang menetap (Ibnu M, 1996).
Anggara, Febby Haendra Dwi, and Nanang Prayitno. "Faktor-faktor yang
berhubungan dengan tekanan darah di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang
Barat tahun 2012." Jurnal ilmiah kesehatan 5.1 (2013): 20-25.

14
4. PERNAFASAN
Pernafasan adalah mekanisme tubuh menggunakan pertukaran udara antara
atmosfir dengan darah serta darah dengan sel. Mekanisme pernafasan meliputi:
1. Ventilasi yaitu pergerakan udara masuk ke luar paru
2. Difusi yaitu pertukaran O2 & CO2 antara alveoli & sel darah merah
3. Perfusi yaitu distribusi oleh sel drh merah ke dan dari kapiler darah
Mekanisme pernapasan
1. Inhalasi Normalnya terjadi proses berikut; diafragma berkontraksi
(mengempis), tulang iga bergerak ke atas dan keluar, dan sternum bergerak
keluar sehingga memperbesar ukuran toraks dan memungkinkan
pengembangan paru.
2. Ekshalasi Selama ekshalasi, diafragma relaksasi, tulang iga bergerak ke
bawah dan ke dalam, dan strenum bergerak ke dalam sehingga memperkecil
ukuran toraks saat paru-paru terkompresi. Normalnya proses bernapas terjadi
secara normal dan tanpa usaha. Proses inspirasi pada orang dewasa normal
berlangsung selama 1-1,5 detik dan proses ekspirasi berlangsung selama 2-3
detik

15
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian pernafasan:
1. Frekuensi pernafasan Perawat mengobservasi inspirasi dan ekspirasi penuh
pada saat menghitung frekuensi ventilasi dan pernapasan. Frekuensi
pernapasan normal turun sepanjang hidup.
2. Kedalaman pernafasan Kedalaman dikaji dengan mengobservasi derajat
peyimpangan atau gerakan dinding dada. Perawat menggambarkan gerakan
ventilator sebagai dalam, normal dan dangkal. Pernapasan yang dalam
melibatkan ekspansi penuh paru dengan ekshalasi penuh.
3. Irama pernafasan Dengan bernapas normal interval reguler terjadi setelah
setiap siklus pernapasan. Bayi cenderung untuk kurang teratur dalam
bernapas. Anak-anak kecil mungkin beranpas secara lambat selama
beberapa detik dan kemudian tiba-tiba bernapas secara cepat. Irama
pernapasan teratur dan tidak teratur
Frekuensi pernapasan rata-rata normal menurut usia
Usia Frekuensi (x/menit)
Bayi baru lahir 35-40
Bayi (6 bulan) 30 – 50
Todler (2 tahun) 25 – 32
Anak-anak 20 – 30
Remaja 16 – 19
Dewasa 12 – 20

16
2.4 Prosedur TTV
1. SUHU
Persiapan alat & bahan :
- Handsanitizer
- Sarung tangan bersih
- Termometer
- Tisu
CHEKLIST KETRAMPILAN MENGUKUR SUHU TUBUH (AXILA)

N NILAI
LANGKAH/ KEGIATAN KET
O 1 2 3 4
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri pada
pasien.
2.* Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan
3. Mencuci tangan, keringkan dengan handuk
kering
4. Mempersiapan alat-alat secara sistematis.
5. Gunakan sarung tangan
6. Atur posisi pasien
7. Tentukan letak aksila (Ketiak) dan bersihkan
* daerah aksila dengan menggunakan tissue
8.* Turunkan suhu termometer dibawah antara 34 0C
– 350C.
9.* Letakkan termometer pada daerah aksila dan
lengan pasien dengan posisi fleksi diatas dada
(mendekap dada)
10. Setelah 3 – 5 menit, angkat termometer dan baca
hasilnya
11. Bersihkan termometer dengan kertas / tissue
12. Cuci termometer dengan air sabun, desinfektan,
bilas dengan air bersih dan keringkan.
13. Merapikan kembali pasien
14. Alat-alat dibereskan dan dikembalikan ketempat
semula
15. Mencuci tangan
16. Mencatat hasil tindakan yang telah dilakukan,
nama terang dan tanda tangan

17
....................................
Nilai= x100
TOTAL NILAI

2. NADI
Persiapan alat & bahan
1. handsanitizer
CHEKLIST KETRAMPILAN MENGHITUNG DENYUT NADI

NILAI
NO LANGKAH/ KEGIATAN KET
1 2 3 4
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri pada
pasien.
2. Memberitahu klien / keluarga
3. Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan
4. Mencuci tangan, keringkan dengan handuk kering
5. Mengkaji faktor yang mempengaruhi irama nadi
radialis (usia, latihan, perubahan posisi,
keseimbangan cairan, medikasi, suhu)
6. Membantu klien untuk melakukan posisi
telentang/duduk
7. Menempatkan ujung jari pertama / tiga jari tengan
anda menekan disepanjang radial/sisi ibu jari
pergelangan dalam klien
8. Menekan perlahan diatas radius, abaikan nadi awal
dan kemudian tekanan rileks pada nadi menjadi
mudah dipalpasi
9. Menetapkan kekuatan nadi
10. Merasakan nadi yang teratur dengan menggunakan
jam tangan detik dan mulai menghitung frekuaensi,
mulai dari 0 dan kemudian 1, dst
11. Nadi tertatur dihitung selama 30 detik dan kalikan
totalnya dengan 2 atau bila nadi tidak teratur, hitung
selama 1 menit penuh
12. Merapikan kembali pasien
13. Mencuci tangan
14. Mencatat hasil tindakan yang telah dilakukan, nama
terang dan tanda tangan

18
....................................
Nilai= x100
TOTAL NILAI

3. PERNAFASAN

Persiapan alat dan bahan


1. handsanitizer
CHEKLIST KETRAMPILAN MENGHITUNG PERNAFASAN
NILAI KET
NO LANGKAH/ KEGIATAN
1 2 3 4 .

1. Memberi salam dan memperkenalkan diri pada


pasien.
2. Memberitahu klien / keluarga
3. Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan
4. Mencuci tangan, keringkan dengan handuk kering
5. Menyakinkan bahwa dada dapat dilihat
6. Menempatkan lengan klien dalam posisi rileks
melintangi abdomen atau dada bawah atau
menempatkan tangan pemeriksa langsung diatas
abdomen atas klien
7. Mengobservasi siklus pernafasan komplit (1 inspirasi
dan 1 ekspirasi)
8. Bila 1 siklus terobservasi, melihat pada detik jam
tangan dan mulai menghitung frekuensi pernafasan,
bila detik mencapai 1 angka penetapan, hitung “1”
untuk mulai siklus penuh yang pertama
9. Untuk orang dewasa, hitung jumlah pernafasan
dalam 30 detik dan kalikan 2 atau bila memiliki
pernafasan dengan irama tidak teratur atau lambat
atau cepat yang tidak normal hitung 1 menit penuh.
Untuk bayi / anak, hitung pernafasan selama 1 menit
penuh
10. Merapikan kembali pasien
11. Mencuci tangan
12. Mencatat hasil tindakan yang telah dilakukan, nama
terang dan tanda tangan

19
....................................
Nilai= x100
TOTAL NILAI

4. TEKANAN DARAH
persiapan alat & bahan
1. handsanitizer
2. tensi meter
3. stetoskop
4. sarung tangan bersih

CHEKLIST KETRAMPILAN MENGUKUR TEKANAN DARAH

NO NILAI KE
LANGKAH/ KEGIATAN
. 1 2 3 4 T.

1. Memberi salam dan memperkenalkan diri pada


pasien.
2.* Menjelaskan tujuan dari tindakan yang akan
dilakukan
3. Mencuci tangan, keringkan dengan handuk kering
4. Mempersiapan alat-alat secara sistematis.
5. Mengatur posisi pasien : supinasi
6. Menempatkan diri di sebelah kanan pasien, bila
mungkin
7. Membebaskan lengan pasien dari baju
8.* Memasang manset 2 jari di atas mediana cubiti,
selang sejajar arteri brachialis
9.* Meraba denyut arteri brachialis
10. Meletakkan difragma stetoskop di atas arteri
tersebut
11. Menutup sekrup balon, membuka pengunci air
* raksa
12. Memompa manset hingga tak terdengar denyut
arteri

20
13. Membuka sekrup balon perlahan-lahan sambil
* melihat turunnya air raksa/jarum dan dengarkan
bunyi denyut pertama (systole) hingga bunyi
terakhir (diastole), sampai tekanan nol
14. Melakukan validasi dengan mengulang mulai 12
dan 13 (bila hasil pengukuran keduanya berbeda,
ulangi sekali lagi)
15. Mengunci air raksa dan melepas manset
16. Merapikan kembali pasien
17. Alat-alat dibereskan dan dikembalikan ketempat
semula
18. Mencuci tangan

19. Mencatat hasil tindakan yang telah dilakukan,


nama terang dan tanda tangan
....................................
Nilai= x100
TOTAL NILAI

21
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
adanya  kelainan-kelainan dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh
dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan
mendengarkan (auskultasi).
Perawat atau bidan dalam melaksanakan tugas profesinya dituntut
untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, dan kemampuan teknis
agar dapat melayani pasien secara efisien. Salah satu keterampilan yang
harus dimiliki oleh seorang perawat atau bidan adalah keterampilan untuk
melakukan pemeriksaan fisik untuk memperoleh data tentang keadaan
kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik merupakan langkah awal yang harus
dilakukan agar perawat dapat merumuskan diagnosa keperawatan dan
membuat rencana asuhan keperawatan (Manalu, 2016).

3.2 Saran
Diharapkan kepada para bidan agar dapat melakukan pemeriksaan fisik
secara benar, sesuai dengan persiapan, teknik, dan prosedur yang telah
ditentukan. Pada saat melakukanpemeriksaan fisik umum, hendaknya terjalin
hubungan terapeutik antara bidan dan pasien, karena biasanya pasien berubah
menjadi cemas ketika akan dilakukan pemeriksaan fisik. Kerjasama antara bidan
dan pasien juga sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan agar tindakan yang
dilakukan lancar dan mendapat hasil yang maksimal.

22
(Placeholder1)

Works Cited
There are no sources in the current document.

DAFTAR PUSTAKA
Anggara, F. H. (2013). "Faktor-faktor yang berhubungan dengan tekanan darah di Puskesmas Telaga
Murni, Cikarang Barat tahun 2012." Jurnal ilmiah kesehatan 5.1 (2013): 20-25.

Arafah, F. M. (2021). Jurnal Pendidikan Keperawatan dan Kebidanan, 01 (1), 2021, 1-6 3 .
Pengetahuan Perawat Dalam Melakukan Pemeriksaan Fisik Pada Kasus Kardiovaskuler .

Bruno, L. D. (2013). . (2013). Comparison of the Full Outline of Unresponsiveness and Glasgow
Liege/Glasgow Coma Scale In An Intensive Care Unit Population. Neurocrit Care, 15.

Jones, R. M. (2012). "Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar." Bab ini meliputi materi yang
ditulis pada edisi pertama oleh Jean DeMartinis (2012).

Nusi, D. T. (2013). "Perbandingan Suhu Tubuh Berdasarkan Pengukuran Menggunakan Termometer


Air Raksa dan termometer Digital Pada Penderita Demam Di Rumah Sakit Umum Kandou
Manado." eBiomedik 1.1 (2013).

Sulistyo, E. (2016). "Alat pendeteksi denyut nadi berbasis arduino yang diinterfacekan ke komputer."
Prosiding Semnastek (2016).

Sulistyowati, A. (2018). "Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital." (2018).

23

Anda mungkin juga menyukai