Anda di halaman 1dari 7

Keputusan Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur

tentang Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i


A. Pendahuluan
Pembahasan legalitas Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai Amil syar’i telah berulang kali
dilakukan oleh PWNU Jawa Timur, baik secara internal dalam forum bahtsul masail NU Jawa Timur,
maupun secara eksternal khususnya dalam forum bahtsul masail Munas dan Konbes NU di Lombok
23-25 November 2017 yang menerima Rumusan Amil Zakat usulan PWNU Jawa Timur.
Namun demikian, di kalangan NU sendiri masih terdapat beragam pemahaman terhadap
berbagai keputusan bahtsul masail tersebut seiring perkembangan perundang-undangan zakat,
sehingga sering muncul pertanyaan: “Apakah LAZISNU termasuk Amil syar’i, mana dasarnya”, dan
pertanyaan semisal, yang sedikit banyak menghambat kinerja NU CARE LAZISNU sendiri. Sebab itu,
diperlukan rumusan yang lebih aplikatif dan dapat dijadikan rujukan oleh NU CARE LAZISNU maupun
warga Nahdliyyin untuk lebih bersemangat menyalurkan zakat infaq dan shadaqah melalui NU CARE
LAZISNU demi keabsahannya secara syar’i sekaligus tercapainya cita-cita kemandirian jamaah dan
jam’iyyah NU.
B. Definisi Amil Zakat
Merujuk Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur di PP Tremas Pacitan pada 09-10
November 2014, Amil Zakat dalam konteks syar’i adalah orang yang ditunjuk Imam (penguasa
tertinggi negara) sebagai penarik, pengumpul dan pendistribusi zakat kepada delapan golongan
yang berhak menerima zakat.1 Hal ini seiring penjelasan al-Qadhi Abdul Haq bin Ghalib al-Andalusi
al-Maliki (481-543 H/1088-1147 M) dalam tafsirnya, al-Muharrar al-Wajiz:
َ َُْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُّ ُ َ َ َ َّ ْ َ
‫ص ُف ِم ْن َو ْو َل ي ُ ْستَْغ ََ َنه ف ُه َو‬ ‫ي‬ ‫ن‬‫م‬ ‫ُك‬ ‫و‬ ‫ات‬‫ق‬‫د‬‫الص‬ ‫ع‬ ‫َج‬ ‫ِف‬ ‫ْع‬ْ ‫الس‬
َّ ‫ام ِف‬
ِ ِ َّ ‫َوأَ ِّما الْ َعا ِم ُل َف ُه َو‬
ُ ‫الر ُج ُل َّاَّلي ي َ ْستَنيبُ ُه ْاْل َم‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
2 َ ْ ْ
.)‫ِم َن (ال َعا ِم ِلْي‬
“‘Amil adalah orang ditugaskan oleh Imam untuk menggantikannya dalam menarik zakat, dan setiap orang
yang berkerja membantu ‘amil yang pasti dibutuhkannya, maka ia termasuk golongan amil.”
Demikian pula Ibn Qasim al-Ghazi (859-918 H/ 1455-1512 M) dalam karya legendarisnya, Fath
al-Qarib menjelaskan:
ِّ َْ َ َ َّ ْ َ ََ ُ َ ْ َُ َ َْ ْ َ ُ َْ َ
3
.‫ات َودف ِع َها ل ِ ُم ْستَ ِحقيْ َها‬
ِ ‫اْلمام لَع أخ ِذ الصدق‬
ِ ‫والعا ِمل م ِن استعمله‬
“Amil adalah orang yang ditugasi Imam untuk memungut zakat dan menyerahkan kepada mustahiqnya.”
Pengangkatan Amil Zakat sebenarnya merupakan kewenangan Imam (penguasa tertinggi)
seperti dalam definisi di atas. Namun demikian, kewenangan itu dapat dilimpahkan kepada para
pejabat pembantunya, badan maupun lembaga sesuai perundang-undangan yang berlaku.4
C. Perbedaan Amil Syar’i dan Amil yang Belum Syari’
Dalam perspektif fikih terdapat tiga perbedaan substansial antara Amil syar’i dan Amil yang
belum syar’i, yaitu:

1
Tim PW LBM NU Jawa Timur, NU Menjawab Problematika Umat, Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur Jilid 2: 2009
– 2014, (Surabaya: Pustaka Gerbang Lama dan PW LBM NU Jawa Timur, 2015), ed: Ahmad Muntaha AM, 675.
2
Abdul Haq bin Ghalib al-Andalusi, al-Muharrar al-Wajiz fi at-Tafsir al-Kitab al-‘Aziz (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1422
H/2001 M), III/49.
3
Ibn Qasim al-Ghazi, Fath al-Qarib pada Hasyiyah al-Bajuri (Bairut: Dar al-Kutub al-Islamiyah, tth.), I/283.
4
Tim PW LBM NU Jawa Timur, NU Menjawab Problematika Umat Jilid 2: 2009 – 2014, 692.

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |1


1. Amil syar’i berstatus sebagai naib (pengganti) mustahiq, sehingga bila terjadi penyelewengan dalam
pengelolaan zakat, kewajiban zakat muzakki telah gugur dengan hanya menyerahkan zakat
kepadanya. Berbeda dengan Amil yang belum syar’i yang berstatus sebagai wakil dari muzakki (bila
wakalahnya sah), sehingga bila terjadi penyelewengan dalam pengelolaan zakat, kewajiban zakat
muzakki belum gugur.
2. Amil syar’i berhak mengambil sebagian harta zakat sebagai biaya operasional bila dibutuhkan,
sedangkan Amil yang belum syar’i tidak berhak.
3. Amil syar’i berhak mendapatkan bagian zakat atas nama Amil Zakat, sementara sedangkan Amil
yang belum syar’i tidak berhak.5

D. Legalitas Lembaga Amil Zakat (LAZ) Sebagai Amil Syar’i


Lembaga Amil Zakat dalam forum bahtsul masail PWNU Jawa Timur pernah diputuskan tidak
termasuk sebagai Amil syar’i, mengingat dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,
status Amil Zakat adalah diberi izin, bukan diangkat. Dalam keputusan bahtsul masail tersebut
dinyatakan:
“ … yang jelas-jelas diangkat oleh pemerintah hanya BAZNAS, sedangkan LAZ hanya diberi izin dan Pengelola
Zakat Perseorangan atau Kumpulan Perseorangan dalam Masyarakat hanya diakui. Sehingga keduanya tidak
berstatus sebagai status Amil syar’i.”6
Namun demikian, setelah dikaji ulang dengan melihat perundang-undangan zakat dan surat
izin operasional LAZISNU, kemudian diputuskan sebaliknya, bahwa LAZ dapat berstatus sebagai Amil
syar’i. Hal ini tampak dalam keputusan bahtsul masail Munas NU di Lombok 2017 atas usulan PWNU
Jawa Timur dalam poin E. Status Kepanitian Zakat yang Dibentuk atas Prakarsa Masyarakat yang
berbunyi:
“Panitia zakat yang dibentuk secara swakarsa oleh masyarakat, tidak termasuk ‘amil yang berhak
menerima bagian zakat, sebab tidak diangkat oleh pihak yang berwenang yang menjadi kepanjangan
tangan kepala negara dalam urusan zakat. Lain halnya, jika pembentukan tersebut sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku di mana minimal dicatatkan ke KUA untuk ‘amil
perseorangan atau ‘amil kumpulan perseorangan.”7
Meski secara tekstual tidak mencantumkan LAZ, namun keputusan tersebut secara substansial
memberikan legalitas Amil syar’i kepada lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat
selama lembaga tersebut telah diangkat, diberi izin atau diakui sebagai Amil Zakat oleh pihak yang
berwenang yang menjadi kepanjangan tangan kepala negara dalam urusan zakat, sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam konteks ini, Negara memberi kewenangan BAZNAS untuk mengatur LAZ sebagaimana
diatur dalam PP No 14 tahun 2014 pasal 4, yang berbunyi:
“1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya BAZNAS menyusun Pedoman Pengelolaan Zakat.
2. Pedoman Pengelolaan Zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan Pengelolaan Zakat
untuk BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.”
Adapun pengertian Amil Zakat diatur dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 417
tahun 2018 yang memuat Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2018 tentang Kode Etik Amil Zakat pasal 1 ayat 13, berbunyi:
“Amil Zakat adalah seseorang atau sekelompok orang yang diangkat dan/atau diberi kewenangan oleh

5
Tim PW LBM NU Jawa Timur, NU Menjawab Problematika Umat Jilid 2: 2009 – 2014, 694.
6
Tim PW LBM NU Jawa Timur, NU Menjawab Problematika Umat Jilid 2: 2009 – 2014, 692.
7
Mujib Qulyubi dkk., Hasil-Hasil Munas Alim Ulama Konbes NU 2017, (Jakarta: Lembaga Ta’lif wan Nasyr PBNU, 2017), 71.

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |2


pemerintah, pemerintah daerah, badan, lembaga yang diberikan izin oleh pemerintah dan/atau
pemerintah daerah, dan/atau seseorang yang mendapat mandat dari pimpinan Pengelola Zakat untuk
mengelola Zakat.”8
Peraturan Pemerintah dan Perbaznas di atas memberi pengertian bahwa:
1. LAZ yang telah diangkat dan atau diberikan izin oleh pemerintah, dapat mengangkat atau
memberi wewenang kepada seseorang atau sekelompok orang sebagai Amil Zakat.
2. LAZ dengan kriteria seperti itu, juga dapat mendelegasikan kewenangannya dalam mengangkat
atau memberi wewenang kepada seseorang atau sekelompok orang sebagai Amil Zakat tersebut
kepada orang lain.
3. Dalam konteks yang lebih luas, proses pelimpahan wewenang pengesahan dan pengangkatan
Amil zakat di lingkungan NU CARE LAZISNU telah diatur dalam Pedoman Organisasi NU CARE-
LAZISNU, sehingga seluruh proses pembentukan, pengesahan, pengangkatan dan pelantikan
Amil Zakat di lingkungan NU yang telah sesuai dengan Pedoman Organisasi NU CARE-LAZISNU
dapat dikategorikan sebagai Amil syar’i.
E. Legalitas PP NU CARE-LAZISNU
PP NU CARE-LAZISNU sebagai Pengurus Pusat Lembaga ‘amil Zakat Infaq dan Shadaqah
Nahdlatul Ulama di tingkat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang bertugas menghimpun zakat dan
shadaqah yang berskala nasional serta mentasharufkannya kepada para mustahiqnya, telah
mendapatkan legalitas operasional, yaitu melalui Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 255 Tahun 2016 Tentang Pemberian Izin Kepada Yayasan Lembaga Amil Zakat Infaq
Shadaqah Nahdlatul Ulama Sebagai Lembaga ‘amil Zakat Skala Nasional. Dengan demikian, PP NU
CARE-LAZISNU berstatus sebagai Amil syar’i yang mempunyai wilayah kerja skala nasional.
Hal ini sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 18
ayat (1) dan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 57 dan Pasal 59 ayat (1) serta Keputusan Menteri Agama
(KMA) Nomor 333 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemberian Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat,
BAB III, poin A.
F. Legalitas PW NU CARE-LAZISNU Jawa Timur
PW NU CARE-LAZISNU Jawa Timur sebagai perwakilan PP NU CARE-LAZISNU di Provinsi Jawa
Timur juga telah mendapatkan legalitas sebagai Amil syar’i, yaitu melalui Keputusan Kepala Kantor
Wilayah Kementrian Agama Provinsi Jawa Timur Nomor 1979 Tahun 2017 Tentang Pemberian Izin
Kepada Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Sebagai Perwakilan
Lembaga Amil Zakat Skala Nasional di Provinsi Jawa Timur.
Hal ini seperti diatur dalam PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang Undang-
Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 62 ayat (1) sampai dengan ayat (5)
serta KMA Nomor 333 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemberian Izin Pembentukan Lembaga Amil
Zakat BAB VII poin A.
G. Legalitas UPZIS NU CARE-LAZISNU Kabupaten/Kota Se-Jawa Timur
PC LAZISNU yang juga disebut UPZIS (Unit Pengelola Zakat Infaq dan Shadaqah) NU CARE-
LAZISNU KABUPATEN/KOTA se-Jawa Timur yang bertugas membantu pengelolaan zakat, infaq, dan
shadaqah di tingkat Kabupaten/Kota dapat berstatus sebagai Amil syar’i apabila telah sesuai

8
Berita Negara Republik Indonesia No. 417 Tahun 2018. Pengertian yang sama juga dicantumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 417 Tahun 2018 yang memuat Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Sertifikasi Amil Zakat pasal 1 ayat 6.

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |3


dengan Pedoman Organisasi NU CARE-LAZISNU, yaitu:
1. Mendapat pengesahan secara resmi dari PP NU CARE-LAZISNU sebagai perwakilan Pengurus Pusat
di tingkat Kabupaten/Kota.
2. Diangkat dan dilantik oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU).
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Pusat Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah
Nahdlatul Ulama Nomor: 001 Tahun 2016 tentang Pedoman Organisasi NU CARE-LAZISNU tentang
Tata Kelola Organisasi sebagai berikut:
1. Pasal 2 ayat (8) berbunyi:
“UPZIS NU Care-Lazisnu Kabupaten/Kota adalah Pengurus Cabang Lembaga Amil Zakat Infaq dan
Shadaqah Nahdlatul Ulama di tingkat Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama yang berkedudukan di
Kabupaten/Kota. Memiliki tugas sebagai perwakilan Pengurus Pusat yang membantu dalam
pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah di tingkat Kabupaten/Kota.”9
2. Pasal 19 ayat 5 tentang tugas dan wewenang Pengurus Pusat yang berbunyi: “Mengesahkan
Pengurus Wilayah dan UPZIS Kabupaten/Kota dan Luar Negeri sebagai perwakilan Pengurus
Pusat NU CARE-LAZISNU melalui surat keputusan.” 10
3. Pasal 16 ayat (2) berbunyi: “Pengurus UPZIS NU Care-Lazisnu diangkat dan dilantik oleh Pengurus
Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) atau Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU).” 11
H. Legalitas UPZIS NU CARE-LAZISNU Kecamatan
LAZISNU MWC NU atau yang disebut UPZIS NU CARE-LAZISNU Kecamatan di masing-masing
Kecamatan yang bertugas sebagai perwakilan NU CARE-LAZISNU Kabupaten/Kota dapat berstatus
sebagai Amil syar’i apabila telah sesuai dengan Pedoman Organisasi NU Care-LAZISNU, yaitu:
1. Mendapat pengesahan secara resmi dari UPZIS NU CARE-LAZISNU Kabupaten/Kota sebagai
perwakilan UPZIS NU CARE LAZISNU Kabupaten/Kota.
2. Diangkat dan dilantik oleh Pengurus Majelis Wakiil Cabang Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU).
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Pusat Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah
Nahdlatul Ulama Nomor: 001 Tahun 2016 Tentang Pedoman Organisasi NU Care-Lazisnu tentang
Tata Kelola Organisasi sebagai berikut:
1. Pasal 2 ayat (10) berbunyi:
“UPZIS NU Care-Lazisnu Kecamatan adalah Pengurus Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah
Nahdlatul Ulama Majelis Wakil Cabang di tingkat Kecamatan. Memiliki tugas sebagai perwakilan
NU CARE-Lazisnu Kabupaten/Kota yang berfungsi sebagai bagian dari UPZIS Kabupaten/Kota.”12
2. Lampiran tentang Bagan Struktur Manajemen Eksekutif, nomor 4, berbunyi:
“UPZIS Kabupaten/Kota berwenang membentuk atau mengesahkan UPZIS kecamatan atas
rekomendasi dan usulan MWC-NU. UPZIS kecamatan adalah perpanjangan tangan pengelolaan
zakat, infaq dan shadaqah UPZIS kabupten/kota di tingkat kecamatan.”13
3. Pasal 17 ayat (2) berbunyi: “Pengurus UPZIS NU CARE-Lazisnu Kecamatan diangkat dan dilantik
oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU).” 14
I. Legalitas UPZIS NU CARE-LAZISNU Kelurahan/Desa
LAZISNU Pengurus Ranting NU atau yang disebut UPZIS NU CARE-LAZISNU KELURAHAN/DESA
di masing-masing Kelurahan/Desa yang bertugas sebagai perwakilan NU CARE-LAZISNU Kecamatan

9
Abdullah Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU Masa Khidmat 2015-2020, (Jakarta: PP NU CARE – LAZISNU,
2016), 5.
10
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 11.
11
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 10.
12
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 5.
13
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 18.
14
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 10.

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |4


dapat berstatus sebagai Amil syar’i apabila telah sesuai dengan Pedoman Organisasi NU Care-
LAZISNU yaitu:
1. Mendapat pengesahan secara resmi dari UPZIS NU CARE-LAZISNU Kecamatan sebagai
perwakilan UPZIS NU CARE-LAZISNU Kecamatan.
2. Diangkat dan dilantik oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU).
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Pusat Lembaga ‘amil Zakat Infaq dan Shadaqah
Nahdlatul Ulama Nomor: 001 Tahun 2016 Tentang Pedoman Organisasi NU Care-Lazisnu tentang
Tata Kelola Organisasi sebagai berikut:
1. Pasal 2 ayat (11) berbunyi:
“UPZIS NU Care-Lazisnu Kelurahan/Desa adalah adalah Pengurus Ranting Lembaga Amil Zakat Infaq
dan Shadaqah Nahdlatul Ulama di tingkat Kelurahan/Desa. Memiliki tugas sebagai perwakilan UPZIS
NU Care-Lazisnu Kecamatan yang berfungsi sebagai bagian dari UPZIS NU Care-Lazisnu Kecamatan.”15
2. Lampiran tentang Bagan Struktur Manajemen Eksekutif, nomor 5, berbunyi:
“UPZIS kecamatan berwenang membentuk atau mengesahkan UPZIS kelurahan/desa atas rekomendasi
dan usulan MWC-NU. UPZIS kecamatan adalah perpanjangan tangan pengelolaan zakat, infaq dan
shadaqah UPZIS kabupaten/kota di tingkat kecamatan.UPZIS Kelurahan/Desa (Ranting).”16
3. Pasal 18 ayat (2) berbunyi: “Pengurus UPZIS NU CARE-LAZISNU Kelurahan/Desa diangkat dan
dilantik oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU).” 17

J. Legalitas JPZIS CARE-LAZISNU


JPZIS NU CARE-LAZISNU adalah Jaringan Pengelola Zakat, Infaq, Shadaqah, yaitu jejaring
kultural Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia dan Luar Negeri yang berfungsi sebagai perpanjangan
tangan dari struktur NUCARE-LAZISNU pada setiap level. JPZIS dapat dibentuk di berbagai lembaga
(Masjid, Pondok Pesantren, Majelis Ta’lim, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
korporasi, dan lain-lain) atau kelompok masyarakat disemua tingkatan, baik di dalam negeri maupun
di luar negeri dan mendapatkan Surat Keputusan dari struktur NU CARE-LAZISNU di masing-masing
tingkatan.
JPZIS NU CARE-LAZISNU yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari struktur NU CARE-
LAZISNU pada setiap tingkatan, dapat berstatus sebagai Amil syar’i apabila sesuai dengan Pedoman
Organisasi NU Care-LAZISNU, yaitu:
1. Dibentuk oleh Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, UPZIS NU CARE-LAZISNU Kabupaten/Kota,
Kecamatan atau Kelurahan/Desa atau oleh oleh induk organisasi masing-masing.
2. Mendapat pengesahan secara resmi dari Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, UPZIS NU CARE-
LAZISNU Kabupaten/Kota, Kecamatan atau Kelurahan/Desa sesuai tingkatan masing-masing.
Hal ini berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Pusat Lembaga ‘amil Zakat Infaq dan Shadaqah
Nahdlatul Ulama Nomor: 001 Tahun 2016 Tentang Pedoman Organisasi NU Care-Lazisnu tentang
Tata Kelola Organisasi sebagai berikut:
1. Pasal 2 ayat (12) berbunyi:
“JPZIS NU CARE-LAZISNU adalah Jaringan Pengelola Zakat, Infaq, Shadaqah, yaitu jejaring kultural
Nahdlatul Ulama di seluruh Indonesia dan Luar Negeri yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan
dari struktur NUCARE-LAZISNU pada setiap level. JPZIS dapat dibentuk di berbagai lembaga (Masjid,
Pondok Pesantren, Majelis Ta’lim, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, korporasi,
dan lain-lain) atau kelompok masyarakat disemua tingkatan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri
dan mendapatkan Surat Keputusan dari struktur NU CARE-LAZISNU di masing-masing tingkatan.”18

15
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 5.
16
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 18.
17
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE – LAZISNU, 11.
18
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE-LAZISNU, 5-6.

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |5


2. Pasal 29:
“Pengurus JPZIS NUCARE-LAZISNU dibentuk dan disahkan oleh Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah,
UPZIS NU CARE-LAZISNU Kabupaten/Kota, Kecamatan atau Kelurahan/Desa atau mengajukan
permohonan kepada NU CARE-LAZISNU pada tingkatannya dengan ketentuan sebagai berikut:
1. JPZIS NU CARE-LAZISNU telah memiliki kantor atau sekretariat representatif untuk pengelolaan
dana zakat, infaq, shadaqah, CSR dan dana sosial lainnya di tingkatannya masing-masing.
2. JPZIS NU CARE-LAZISNU harus memiliki komitmen dan integritas dalam melaksanakan target
pengumpulan yang sudah ditargetkan oleh Pengurus NU CARE-LAZISNU di masing-masing
tingkatan.”19
3. Pasal 12 ayat (11) berbunyi: “Manajemen Eksekutif JPZIS dibentuk oleh induk organisasi masing-
masing dan disahkan oleh NU CARE-LAZISNU serta menginduk kepada manajemen di masing-
masing tingkatan.”20
K. Amil Perseorangan dan Kumpulan Orang dalam Masyarakat
Berkaitan dengan Amil Perseorangan dan Kumpulan Orang dalam Masyarakat yang
mendapatkan legalitas bertindak sebagai Amil Zakat berdasarkan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat 66 ayat 1 dan 2,
yang perlu diperhatikan adalah bahwa legalitasnya hanya berlaku bagi komunitas muslim yang
berada di suatu wilayah yang secara geografis jaraknya cukup jauh dari BAZNAS dan LAZ, dan tidak
memiliki infrastruktur untuk membayarkan zakat kepada BAZNAS atau LAZ, sebagaimana
disebutkan dalam lembar Penjelasan PP Nomor 14 Tahun 2014, yang berbunyi:
“Yang dimaksud dengan “Komunitas dan wilayah tertentu belum terjangkau BAZNAS dan LAZ” adalah
komunitas muslim yang berada di suatu wilayah yang secara geografis jaraknya cukup jauh dari BAZNAS
dan LAZ, dan tidak memiliki infrastruktur untuk membayarkan zakat kepada BAZNAS atau LAZ.”
Dengan demikian, legalitas Amil Perseorangan dan Kumpulan Orang dalam Masyarakat
sebagai amil syar’i tidak berlaku di selain wilayah dengan kondisi seperti di atas.

L. Rekomendasi
Mengingat begitu pentingnya keabsahan zakat, infaq dan shadaqah secara syar’i, sekaligus
tercapainya cita-cita kemandirian jamaah dan jam’iyyah NU, PWNU Jawa Timur merekomendasikan:
1. Kepada PW NU CARE-LAZISNU Jawa Timur:
a. Segera memfasilitasi proses legalisasi Amil syar’i bagi NU CARE-LAZISNU mulai tingkat cabang
sampai tingkat Ranting.
b. Membangun sinergi bersama PW LBM NU Jawa Timur dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan fiqhiyah yang berkaitan dengan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah.
c. Menyusun dan menerbitkan buku pedoman fikih praktis tentang pengelolaan zakat, infaq, dan
shadaqah.
d. Menyusun dan menerbitkan buku pedoman praktis tata kerja NU CARE-LAZISNU mulai tingkat
cabang sampai tingkat Ranting.
2. Kepada badan otonom, lembaga dan jaringan struktural dan kultural NU (masjid, mushala, pondok
pesantren, majelis ta’lim, rumah sakit, lembaga pendidikan, korporasi, badan usaha dan semisalnya)
di seluruh Jawa Timur yang melakuan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah agar segera memproses
legalisasi Amil syar’i dengan menginduk kepada NU CARE-LAZISNU (menjadi JPZIS).
3. Kepada warga Nahdliyyin di Jawa Timur agar menyalurkan zakat, infaq dan shadaqah melalui NU
CARE-LAZISNU sebagai satu-satunya Amil syar’i di lingkungan NU.

19
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE-LAZISNU, 15.
20
Mas’ud dkk., Pedoman Organisasi NU CARE-LAZISNU, 10.

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |6


Diputuskan di : Surabaya
Pada tanggal : 10 Sya’ban 1440 H/16 April 2019

BAHTSUL MASAIL PWNU JAWA TIMUR


PIMPINAN SIDANG

ttd ttd

KH. Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I. K. Ahmad Muntaha AM, S.Pd.


Ketua Sekretaris

Perumus:
1. KH. Romadlon Khotib 12. KH. Ali Saudi
(Wakil Katib PWNU Jawa Timur) 13. KH. Adibussholeh, M.H.I.
2. KH. Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I. 14. KH. Ahmad Jazuli Sholeh
3. K. Afif Amrullah, M.E.I. 15. K. Zahro Wardi
(Ketua PW LAZISNU Jawa Timur) 16. K. Muhammad Tohari Muslim
4. KH. MB Firjaun Barlaman 17. K. Muhammad Anas
5. KH. Syihabuddin Sholeh, S.Ag. 18. K. Muhammad Fathoni, Lc., M.Si.
6. KH. Ali Maghfur, S.Pd.I. 19. K. Muhammad Hamim HR
7. KH. Ahmad Shampton Masduqi, M.H.I 20. K. Lukmanul Hakim S.Pd.I.
8. K. Ahmad Muntaha AM, S.Pd. 21. K. Masykur Junaidi
9. K. Anang Darunnaja 22. K. Abdul Wahab Ahmad, M.H.I.
10. K. Ahmad Fauzi Hamzah Syam 23. K. Sibaweh Hadzazzaman
11. K. Ali Romzi

Legalitas NU CARE LAZISNU Sebagai Amil Syar’i |7

Anda mungkin juga menyukai