Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan dan Promosi Kesehatan
Fakultas : Kesehatan
Jurusan : S1-Keperawatan
1. PERMENKES Peningkatan Kesehatan adalah setiap Upaya Konsep hidup sehat sampai
RI No.74 kegiatan atau serangkaian kegiatan yang Peningkatan saat ini relevan untuk
Tahun 2015 dilakukan secara berkesinambungan, Kesehatan dan diterapkan. Kondisi secara
tentang Upaya terpadu, yang bersifat promotif, Pencegahan holistik bukan saja kondisi
Peningkatan terintegrasi ditujukan mengoptimalkan Penyakit bertujuan sehat secara fisik melainkan
Kesehatan dan derajat kesehatan masyarakat. Adapun untuk juga spiritual dan sosial
Pencegahan Pencegahan Penyakit adalah setiap mewujudkan dalam bermasyarakat. Untuk
Penyakit kegiatan atau serangkaian kegiatan individu dan menciptakan kondisi sehat
dilakukan secara berkesinambungan, masyarakat yang seperti ini diperlukan suatu
yang yang menghindari atau mengurangi sehat tetap sehat, keharmonisan dalam
risiko dan dampak bersifat preventif, dan mencegah menjaga kesehatan tubuh
terpadu, terintegrasi dan ditujukan untuk terjadinya dimana ada empat faktor
buruk akibat penyakit. penyakit pada utama yang mempengaruhi
Dalam pelaksanaan kesehatan individu dan derajat kesehatan
peningkatan dan pencegahan penyakit masyarakat yang masyarakat. Keempat faktor
ini, Pemerintah Pusat, Pemerintah berisiko, sehingga tersebut merupakan faktor
Daerah, dan/atau masyarakat tercapai individu determinan timbulnya
bertanggung jawab untuk dan masyarakat masalah kesehatan. Keempat
menyelenggarakan upaya Peningkatan yang sehat dan faktor tersebut terdiri dari
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit. produktif. faktor perilaku/gaya hidup
Begitupun, setiap tenaga kesehatan dan (life style), faktor
fasilitas pelayanan kesehatan wajib lingkungan (sosial, ekonomi,
berperan aktif dalam penyelenggaraan politik, budaya), faktor
upaya Peningkatan Kesehatan dan pelayanan kesehatan (jenis
Pencegahan Penyakit. cakupan dan kualitasnya)
Sasaran upaya Peningkatan Kesehatan dan faktor genetik
dan Pencegahan Penyakit ini meliputi: (keturunan/heriditer/pendud
uk). Keempat faktor tersebut
1. individu dan masyarakat sehat pada saling berinteraksi yang
seluruh siklus hidup dalam semua mempengaruhi kesehatan
tatanan perorangan dan derajat
2. individu dan masyarakat rentan, kesehatan masyarakat.
meliputi anak, perempuan, lanjut usia Namun yang terjadi di
dan miskin; dan individu dan masyarakat saat ini, dalam
masyarakat berisiko kesehatan. meningkatkan derajat
Upaya Pencegahan Penyakit kesehatan justru lebih tinggi
diselenggarakan melalui kegiatan yang pada pelayanan kesehatan
meliputi: yang artinya banyak
a. pengendalian faktor risiko masyarakat yang dilakukan
b. deteksi dini pengobatan atau kuratif di
c. pemberian kekebalan atau imunisasi; fasilitas kesehatan tapi
dan/atau kebersihan lingkungan
d. pemberian obat pencegahan secara kurang diperhatikan
masal.
Perilaku atau hal yang dapat dilakukan Di zaman yang semakin
oleh masyarakat dan lingkungan untuk maju seperti sekarang ini
memutus rantai penularan atau maka cara pandang kita
mencegah terjadinya penyakit, dengan terhadap kesehatan juga
cara: mengalami perubahan.
1. perbaikan kualitas media lingkungan Apabila dahulu paradigma
2. penyakit pengendalian vektor dan sakit yakni kesehatan hanya
binatang dipandang sebagai upaya
3. rekayasa lingkungan menyembuhkan orang yang
4. peningkatan daya tahan tubuh; dan sakit dimana terjalin
perubahan perilaku masyarakat. hubungan dokter dengan
Adapun anggaran atau pendanaan untuk pasien (dokter dan pasien),
membantu dalam penyelenggaran upaya namun sekarang konsep
Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan yang dipakai adalah
Penyakit bersumber dari anggaran paradigma sehat, dimana
pendapatan dan belanja Negara (APBN), upaya kesehatan dipandang
anggaran pendapatan dan belanja daerah sebagai suatu tindakan untuk
(APBD), dan sumber lain yang sah menjaga dan meningkatkan
sesuai dengan ketentuan peraturan derajat kesehatan individu
perundang- undangan. ataupun masyarakat.
2. Peraturan Dalam peraturan menteri kesehatan Dalam Peraturan Peraturan Menteri Kesehatan
Menteri republik indonesia Nomor 44 tahun 2018 Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Kesehatan Tentang Penyelenggaraan promosi Republik 44 Tahun 2018 Tentang
Republik kesehatan rumah sakit menjelaskan Indonesia Nomor Penyelenggaraan Promosi
Indonesia bahwa Promosi Kesehatan Rumah Sakit 44 Tahun 2018 Kesehatan Rumah Sakit
Nomor 44 yang selanjutnya disingkat PKRS tentang menjadi hal yang sangat
Tahun 2018 merupakan proses memberdayakan penyelenggaraan penting dalam penyaluran
Tentang Pasien, keluarga Pasien, sumber daya promosi kesehatan promosi kesehatan, dimana
Penyelenggaraa manusia Rumah Sakit, pengunjung rumah sakit segala bentuk mengenai
n Promosi Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar menjelaskan promosi kesehatan memang
Kesehatan Rumah Sakit untuk berperan serta aktif bahwa Promosi harus diatur secara jelas
Rumah Sakit dalam proses asuhan untuk mendukung Kesehatan Rumah menggunakan undang-
perubahan perilaku dan lingkungan serta Sakit yang undang, agar tidak adanya
menjaga dan meningkatkan kesehatan selanjutnya perbedaan antara kasta
menuju pencapaian derajat kesehatan disingkat PKRS menegah atas dan menengah
yang optimal. merupakan proses kebawah.
bantuan Pasien, Rumah sakit juga harus
Pengaturan penyelenggaraan PKRS keluarga Pasien, selalu aktif dalam
bertujuan untuk memberikan acuan bagi sumber daya melakukan promosi
Rumah Sakit dalam menyelenggarakan manusia Rumah kesehatan serta menjadikan
Promosi Kesehatan secara optimal, Sakit, pengunjung program PKRS ini menjadi
efektif, efisien, terpadu, dan Rumah Sakit, dan efektif, karena PKRS ini bisa
berkesinambungan bagi Pasien, masyarakat sekitar menjadi bagian penting
Keluarga Pasien, Pengunjung Rumah Rumah Sakit dalam penyembuhan pasien.
Sakit, SDM Rumah Sakit, dan untuk berperan Tetapi ada masanya dimana
Masyarakat Sekitar Rumah Sakit. serta aktif dalam program ini tidak berjalan
PKRS ini diselenggarakan dengan proses asuhan efektif banyak rumah sakit
prinsip paradigma sehat, kesetaraan, untuk mendukung yang kurang menerapkan isi
kemandirian, keterpaduan, dan perubahan dari peraturan perundang-
kesinambungan. perilaku dan undangan ini, contohnya di
lingkungan serta dalam peraturan perundang-
Pelaksanaan manajemen PKRS dan menjaga dan undangan ini dijelaskan
pemenuhan standar PKRS dilakukan meningkatkan bahwa PKRS ini ditujukkan
oleh: kesehatan menuju juga untuk keluarga pasien
a. Kepala atau Direktur Rumah Sakit; ajakan derajat tapi pada nyatanya
b. unit kerja fungsional yang dibentuk kesehatan yang penerapan ini masih jarang
oleh kepala atau direktur rumah optimal. dilakukan diberbagai rumah
sakit; dan/atau Pengaturan sakit apalagi pada keluarga
c. profesional pemberi asuhan pada penyelenggaraan pasien yang berada pada
setiap unit pelayanan di rumah sakit. PKRS bertujuan kelas menengah kebawah
untuk memberikan banyak tenaga kesehatan
standar pkrs meliputi: acuan bagi Rumah yang kurang perhatian
a. rumah sakit memiliki regulasi Sakit dalam terhadap PKRS ini dan
promosi kesehatan; menyelenggarakan mengabaikan isi dari
b. rumah sakit melaksanakan asesmen Promosi perundang-undangan ini,
promosi kesehatan bagi pasien, Kesehatan secara serta dengan demikian
keluarga pasien, sdm rumah sakit, optimal, efektif, pemerintah harus terus
pengunjung rumah sakit, dan efisien, terpadu, menekan kan harus terus
masyarakat sekitar rumah sakit; dan layang-layang memaparkan segala bentuk
c. rumah sakit melaksanakan intervensi bagi Pasien, isi dari Peraturan Menteri
promosi kesehatan; dan Keluarga Pasien, Kesehatan Republik
d. rumah sakit melaksanakan Pengunjung Indonesia Nomor 44 Tahun
monitoring dan evaluasipromosi Rumah Sakit, 2014Tentang
kesehatan. SDM Rumah Penyelenggaraan Promosi
penyelenggaraan PKRS dilaksanakan Sakit, dan Kesehatan Rumah Sakit agar
pada 5 (lima) tingkat pencegahan yang Masyarakat peraturan ini dapat berjalan
meliputi Promosi Kesehatan pada Sekitar Rumah dengan efektif dan setara.
kelompok masyarakat yang sehat Sakit
sehingga mampu meningkatkan
kesehatan, Promosi Kesehatan tingkat
preventif pada kelompok berisiko tinggi
(high risk) untuk mencegah agar tidak
jatuh sakit (specific protection), Promosi
Kesehatan tingkat kuratif agar Pasien
cepat sembuh atau tidak menjadi lebih
parah (early diagnosis and prompt
treatment), Promosi Kesehatan pada
tingkat rehabilitatif untuk membatasi
atau mengurangi kecacatan (disability
limitation), dan Promosi Kesehatan pada
Pasien baru sembuh (recovery) dan
pemulihan akibat penyakit
(rehabilitation).
4.
Masalah kesehatan pada umumnya Promosi kesehatan yang
Kepmenkes disebabkan oleh tiga faktor yang muncul Dapat ditarik dilaksanakan Puskesmas
RI Nomor: secara bersamaan yaitu; (1) adanya bibit kesimpulan bahwa menggunakan strategi
585\ penyakit atau pengganggu lainnya, (2) implementasi pemberdayaan, bina suasana
MENKES\SK\ adanya lingkungan yang memungkinkan kebijakan dan advokasi dengan
V\2007 tentang berkembangnya bibit penyakit, dan (3) promosi kesehatan didukung media promosi.
Pedoman adanya perilaku hidup manusia yang harus dilakukan Dari implementasi promosi
Pelaksanaan tidak peduli terhadap bibit penyakit dan sesuai dengan kesehatan di Puskesmas
Promosi lingkungan. Oleh sebab itu, sehat dan Keputusan tersebut didukung dengan
Kesehatan di sakitnya seseorang sangat ditentukan Menteri Kesehatan adanya petugas khusus
Puskesmas oleh perilaku hidup manusia itu sendiri. agar kegiatan promosi kesehatan yang
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut terlaksana mendapatkan pelatihan
Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 dengan baik. untuk promosi kesehatan dan
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Surat Keputusan media pendukung hasil dari
Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan Menteri Kesehatan petugas puskesmas.
adalah upaya untuk meningkatkan Nomor Walaupun begitu terdapat
kemampuan masyarakat melalui 585/Menkes/SK/V pula penghambat dalam
pembelajaran dan, oleh, untuk, dan /2007 tentang implementasi promosi
bersama masyarakat, agar mereka dapat Pedoman kesehatan, seperti
menolong diri sendiri, serta Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
mengembangkan kegiatan yang promosi yang masih belum optimal
bersumber daya masyarakat, sesuai Kesehatan di yang dilihat dari keterangan
dengan kondisi sosial budaya setempat Puskesmas Namun petugas mengenai daerah
dan didukung kebijakan publik yang masih kurang yang belum terdapat kader
berwawasan kesehatan. optimal dalam kesehatan untuk lebih
Pernyataan tersebut sejalan dengan visi memotivasi memudahkan dalam
misi Departemen Kesehatan dan fungsi masyarakat untuk memberikan informasi
puskesmas khususnya dalam pergerakan berperilaku hidup kepada masyarakat.
dan pemberdayaan keluarga dan bersih dan sehat
masyarakat dapat dirumuskan bahwa yang dapat dilihat
promosi kesehatan puskesmas adalah pada tabel dalam
upaya puskesmas melaksanakan pembahasan dari
pemberdayaan kepada masyarakat untuk hasil pengkajian
mencegah penyakit dan meningkatkan perilaku hidup
kesehatan setiap individu, keluarga serta bersih dan sehat
lingkungannya secara mandiri dan yang dilakukan
mengembangkan upaya kesehatan puskesmas.
bersumber masyarakat.
Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004
mengenai Kebijakan Nasional Promosi
Kesehatan dan Surat Keputusan Menteri
KesehatanNomor
1114/Menkes/SK/VII/2005 mengenai
Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di daerah, strategi dasar
utama Promosi Kesehatan adalah (1)
Pemberdayaan, (2) Bina Suasana, (3)
Advokasi, dan (4) Kemitraan.
No Nama Kontribusi %
1 Lulu Ambarwati Menganalisis
kebijakan\peraturan
dan menyususn format
materi
BN.2015/NO. 1755, kemenkes.go.id : 14 hlm. Permenkes No.74 Tahun 2014. Upaya peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit.
Gulthom, dkk. 2000. Buku Pedoman Pembinaan Program PHBS di Tatanan Sarana Kesehatan. Pusat
PKM. Depkes. Jakarta
Materi 1
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
Lampiran
TENTANG
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang bersifat promotif, dilakukan
secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan, yang ditujukan untuk mengoptimalkan
derajat kesehatan masyarakat.
2. Pencegahan Penyakit adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang bersifat preventif,
dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan, yang ditujukan untuk
menghindari atau mengurangi risiko dan dampak buruk akibat penyakit.
5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Pasal 2
1. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.
2. Upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat
1) bertujuan untuk mewujudkan individu dan masyarakat yang sehat tetap sehat, dan
mencegah terjadinya penyakit pada individu dan masyarakat yang berisiko, sehingga
tercapai individu dan masyarakat yang sehat dan produktif.
Pasal 3
Sasaran upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit meliputi:
a. individu dan masyarakat sehat pada seluruh siklus hidup dalam semua tatanan;
b. individu dan masyarakat rentan, meliputi anak, perempuan, lanjut usia dan miskin; dan
c. individu dan masyarakat berisiko kesehatan
Pasal 4
Penyelenggaraan upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit dapat dilaksanakan dengan
mengembangkan program terobosan yang lebih efektif sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
dengan berbasis bukti (evidence based).
Pasal 5
Setiap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan wajib berperan aktif dalam
penyelenggaraan upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.
BAB II
PENINGKATAN KESEHATAN
Pasal 6
a. perbaikan gizi;
b. peningkatan kesehatan lingkungan;
c. peningkatan kesehatan kerja dan olahraga;
d. peningkatan kesehatan keluarga; dan
e. penanggulangan penyakit.
Pasal 7
Promosi Kesehatan harus dilaksanakan dalam bentuk:
a. pengembangan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan;
b. penciptaan lingkungan yang kondusif;
c. penguatan gerakan masyarakat;
d. pengembangan kemampuan individu; dan
e. penataan kembali arah pelayanan kesehatan.
Pasal 8
Pengembangan kebijakan publik berwawasan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
a dilakukan agar para penentu kebijakan dalam menetapkan kebijakan mempertimbangkan
dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Pasal 9
Penciptaan lingkungan yang kondusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dilakukan agar
semua pihak mewujudkan lingkungan fisik dan sosial yang mendukung terciptanya derajat kesehatan
yang optimal.
Pasal 10
Penguatan gerakan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c dilakukan agar semua
pihak memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat untuk mengendalikan faktor yang
mempengaruhi kesehatan.
Pasal 11
Pengembangan kemampuan individu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d dilakukan agar
setiap individu tahu, mau, dan mampu membuat keputusan yang efektif dalam upaya memelihara,
meningkatkan, dan mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
Pasal 12
Penataan kembali arah pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf e dilakukan
untuk mengubah pola pikir serta sistem pelayanan kesehatan masyarakat agar lebih mengutamakan
aspek promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan aspek kuratif dan rehabilitatif.
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 16
1) Kemitraan dilaksanakan untuk mendukung pemberdayaan masyarakat dan advokasi dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
2) Kemitraan dilaksanakan dengan prinsip kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan
kedudukan, dan transparansi di bidang kesehatan.
Pasal 17
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan harus didukung dengan metode dan media yang tepat, data dan
informasi yang valid/akurat, serta sumber daya yang optimal termasuk sumber daya manusia yang
profesional.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Promosi Kesehatan dan kegiatan perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan lingkungan, peningkatan kesehatan kerja dan olahraga, peningkatan kesehatan
keluarga, dan penanggulangan penyakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a sampai dengan
huruf e diatur dengan atau dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PENCEGAHAN PENYAKIT
Pasal 19
Pasal 22
Untuk terselenggaranya upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah harus menjamin tersedianya fasilitas kesehatan, sumber daya
manusia, dan pendanaan yang diperlukan.
Pasal 23
Fasilitas kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 meliputi fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas umum yang dapat digunakan untuk upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan
Penyakit.
Pasal 24
1) Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 meliputi tenaga kesehatan dan
tenaga non kesehatan yang memiliki kemampuan teknis di bidang Peningkatan Kesehatan dan
Pencegahan Penyakit.
2) Kemampuan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui pendidikan
dan/atau pelatihan yang dibuktikan dengan sertifikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 25
Pendanaan penyelenggaran upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN), anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD), dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 26
1) Tanggung jawab masyarakat dalam upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit
diwujudkan dalam bentuk peran serta aktif masyarakat, baik secara perorangan maupun
terorganisasi.
2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:
a. program Corporate Social Responsilibity (CSR) di bidang Peningkatan Kesehatan dan
Pencegahan Penyakit;
b. penelitian dan mengembangkan model Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit
yang efektif;
c. penyediaan pelayanan Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit;
d. penyediaan data dan informasi dalam sistem surveilans kesehatan dan sistem informasi
lainnya;
e. penyediaan dan pembinaan kemampuan teknis sumber daya manusia untuk upaya
Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit; dan/atau
f. upaya lain di bidang Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.
BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Pasal 27
1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
secara berjenjang melakukan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan upaya Peningkatan
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.
2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
informasi dari sistem surveilans kesehatan dan sistem informasi lain yang terintegrasi dalam
sistem informasi kesehatan.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
1) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan
Penyakit dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan mengikutsertakan organisasi profesi terkait, sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing.
2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
berjenjang dan saling berkoordinasi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlandaskan pada hasil dan
merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan upaya
Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.
4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk
meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan upaya Peningkatan Kesehatan dan
Pencegahan Penyakit.
5) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. bimbingan teknis;
b. penyediaan jaringan informasi kesehatan;
c. pemberian bantuan tenaga ahli; dan/atau
d. bentuk lainnya.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan; dan b. Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/X/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Materi 2
Lampir
an
Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2018
Tentang
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan
Rumah Sakit
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang
kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab dan setiap orang berhak
memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan tingkat rujukan
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan promotif dan
preventif di Rumah Sakit dapat diwujudkan melalui penyelenggaraan PKRS. Untuk
itu Rumah Sakit berperan penting dalam melakukan Promosi Kesehatan baik untuk
Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit, Pengunjung Rumah Sakit,
maupun Masyarakat Sekitar Rumah Sakit.
Penyelenggaraan PKRS telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 004 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan hukum
serta kebutuhan masyarakat dalam memperoleh PKRS yang efektif, efisen, dan
berkualitas serta yang berdampak pada terjadinya perilaku hidup sehat pada
Pasien, Keluarga Pasien, sumber daya manusia Rumah Sakit, Pengunjung Rumah
Sakit,
dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit, maka perlu dilakukan revisi terhadap
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
Berdasarkan kebijakan nasional Promosi Kesehatan yang tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, Promosi Kesehatan dilaksanakan dalam bentuk
pengembangan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan, penciptaan lingkungan
yang kondusif, penguatan gerakan masyarakat, pengembangan kemampuan individu,
dan penataan kembali arah pelayanan kesehatan. Promosi Kesehatan dilakukan dengan
strategi pemberdayaan masyarakat, advokasi, dan kemitraan serta didukung dengan
metode dan media yang tepat, data dan informasi yang valid/akurat, serta sumber daya
yang optimal, termasuk sumber daya manusia yang profesional.
Penyelenggaraan PKRS dilaksanakan pada 5 (lima) tingkat pencegahan yang
meliputi Promosi Kesehatan pada kelompok masyarakat yang sehat sehingga mampu
meningkatkan kesehatan, Promosi Kesehatan tingkat preventif pada kelompok berisiko
tinggi (high risk) untuk mencegah agar tidak jatuh sakit (specific protection), Promosi
Kesehatan tingkat kuratif agar Pasien cepat sembuh atau tidak menjadi lebih parah
(early diagnosis and prompt treatment), Promosi Kesehatan pada tingkat
rehabilitatif untuk membatasi atau mengurangi kecacatan (disability limitation),
dan Promosi Kesehatan pada Pasien baru sembuh (recovery) dan pemulihan akibat
penyakit (rehabilitation).
Dengan terselenggaranya Promosi Kesehatan di Rumah Sakit dapat mewujudkan
Rumah Sakit yang berkualitas yang memenuhi standar akreditasi Rumah Sakit baik
nasional maupun internasional. Integrasi Promosi Kesehatan dalam asuhan Pasien
melalui peningkatan komunikasi dan edukasi yang efektif juga dapat mewujudkan
peningkatan mutu dan keselamatan Pasien. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan
oleh lembaga akreditasi Rumah Sakit, menunjukan bahwa sebagian besar kejadian
sentinel disebabkan karena ketidakefektifan dalam berkomunikasi, baik antar
Profesional Pemberi Asuhan (PPA), maupun antara PPA dengan Pasien. Selain itu,
penyelenggaraan PKRS yang baik dan berkesinambungan dapat menciptakan
perubahan perilaku dan lingkungan berdasarkan kebutuhan Pasien.
Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk menjamin pemenuhan hak setiap orang
dalam memperoleh informasi dan edukasi tentang kesehatan dan untuk menjamin
terlaksananya pelayanan kesehatan yang paripurna di Rumah Sakit, diperlukan
adanya PKRS melalui pelaksanaan manajemen PKRS dan pemenuhan standar PKRS
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
B. Tujuan
1. memberikan acuan kepada Rumah Sakit dalam penyelenggaraan PKRS.
2. mewujudkan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
melindungi Pasien dalam mempercepat kesembuhannya, tidak mengalami sakit
berulang karena perilaku yang sama, dan meningkatkan perilaku hidup sehat.
3. mewujudkan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
memberikan informasi dan edukasi kepada Keluarga Pasien agar mampu
mendampingi Pasien dalam proses penyembuhan dan mencegah Pasien tidak
mengalami sakit berulang, menjaga, dan meningkatkan kesehatannya, serta
menjadi agen perubahan dalam hal kesehatan.
4. mewujudkan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat
memberikan informasi dan edukasi kepada Pengunjung Rumah Sakit agar
mampu mencegah penularan penyakit dan berperilaku hidup sehat.
5. mewujudkan Rumah Sakit sebagai tempat kerja yang sehat dan aman untuk
SDM Rumah Sakit.
6. mewujudkan Rumah Sakit yang dapat meningkatkan derajat kesehatan
Masyarakat Sekitar Rumah Sakit.
C. Sasaran
1. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2. Kepala atau Direktur Rumah Sakit.
3. SDM Rumah Sakit.
4. Pasien.
5. Keluarga Pasien.
6. Pengunjung Rumah Sakit.
7. Masyarakat Sekitar Rumah Sakit.
8. Pemangku kepentingan terkait.
BAB II
PRINSIP PENYELENGGARAAN PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT
A. Paradigma Sehat
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan lebih difokuskan pada peningkatan,
pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan, sehingga tidak hanya terfokus pada
pemulihan atau penyembuhan penyakit. Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan tingkat rujukan berperan penting mendorong seluruh pemangku kepentingan
untuk berkomitmen dalam upaya promotif dan preventif dalam mencegah dan
mengurangi risiko kesehatan yang dihadapi Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah
Sakit, Pengunjung Rumah Sakit dan masyarakat, serta menjaga agar tetap dalam
keadaan sehat. Penyelenggaraan PKRS mengedepankan upaya-upaya promotif dan
preventif, dengan tidak mengesampingkan tindakan kuratif dan rehabilitatif, sehingga
seluruh aspek pelayanan kesehatan dapat terlaksana secara efektif dan efisien dan
dapat menciptakan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar.
Penyelenggaraan PKRS sangat membutuhkan komitmen dari seluruh pemangku
kepentingan, dalam rangka merubah perilaku Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah
Sakit, Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit untuk
mencegah terjadinya penyakit berulang karena perilaku yang sama, mencegah dan
mengurangi risiko terjadinya penyakit, serta menjaga agar tetap dalam keadaan
sehat, dengan berperilaku hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu penyelenggaraan
PKRS perlu didukung dengan regulasi, kebijakan, kelembagaan, tenaga, sumber dana,
sarana dan prasarana yang memadai, sehingga penyelenggaraan Promosi Kesehatan
akan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit, patien safety, dan
terpenuhinya hak-hak Pasien, dan menciptakan Rumah Sakit sebagai tempat kerja
yang sehat.
B. Kesetaraan
Penyelenggaraan PKRS dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, mudah
diakses, dan memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh sasaran.
Penyelenggaraan PKRS harus dapat menjangkau seluruh sasaran dengan tidak
membeda-bedakan baik akses dan mutu pelayanan. Promosi Kesehatan harus dapat
memberi akses terhadap yang
membutuhkan maupun masyarakat umum, sehingga tidak ada ketimpangan baik
berdasarkan sasaran, status sosial, ekonomi, suku, agama, ras, jenis kelamin, dan lain
sebagainya, sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi
tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab.
C. Kemandirian
Penyelenggaraan PKRS mendorong Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit,
Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat secara mandiri sehingga tidak mengalami sakit berulang karena
perilaku yang sama serta mampu mencegah dan mengelola risiko terjadinya penyakit.
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan dalam rangka memandirikan individu,
Keluarga Pasien, dan masyarakat agar mampu menghadapi masalah-masalah
kesehatan potensial (yang mengancam) yaitu dengan cara mencegahnya dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara
menanganinya secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, mampu berperilaku
hidup bersih dan sehat dalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan
yang dihadapinya (problem solving), baik masalah-masalah kesehatan yang sudah
diderita maupun yang potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-batas
tertentu). Dengan demikian dapat terwujudnya tujuan dari pembangunan kesehatan
yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis.
A. Pengkajian
Pengkajian dilaksanakan oleh pelaksana PKRS di masing-masing instalasi/unit
pelayanan Rumah Sakit setiap tahun, dengan pendekatan sasaran untuk melihat
penyebab dan faktor risiko terjadinya penyakit berdasarkan perilaku dan non perilaku.
Perilaku meliputi pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan tindakan (practice).
Pengetahuan yang dikaji antara lain apa yang diketahui oleh sasaran tentang penyakit,
cara menghindari dan mengendalikan penyakit, cara memelihara kesehatan, dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sikap yang dikaji adalah respon sasaran terhadap
kesehatan. Tindakan yang dikaji adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh
sasaran dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan. Non perilaku meliputi
ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, kebijakan
kesehatan, pendidikan kesehatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,
kebijakan publik berwawasan kesehatan, kondisi lingkungan, dan sebagainya. Non
perilaku yang dikaji adalah faktor yang terkait langsung dengan penyebab masalah
kesehatan.
Pengkajian bagi Pasien dan Keluarga Pasien dapat dilakukan berdasarkan
formulir pengkajian Pasien, dengan menganalisis formulir pengkajian Pasien
(assessment patient), yang meliputi status merokok, riwayat konsumsi alkohol,
aktivitas fisik, status gizi, status sosial ekonomi, dan faktor risiko lainnya terkait
diagnosa penyakitnya, penggunaan obat yang aman, dan rasional, penggunaan
peralatan medis yang aman, nutrisi, manajemen nyeri, teknik rehabilitasi.
Dikelompokkan
berdasarkan demografi diuraikan menurut usia, etnis, tingkat pendidikan, serta bahasa
yang digunakan termasuk hambatan komunikasi (kemampuan membaca, hambatan
emosional, keterbatasan fisik dan kognitif serta kesediaan menerima informasi) agar
edukasi dapat efektif.
Pengkajian bagi SDM Rumah Sakit dilaksanakan dengan melakukan penilaian
terhadap keadaan SDM Rumah Sakit dengan mengunakan instrumen asesmen
SDM Rumah Sakit yang meliputi:
1. karakteristik SDM Rumah Sakit, terdiri atas umur, jenis kelamin, tempat bekerja;
2. status gizi, terdiri atas Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, LLA;
3. kondisi kesehatan, terdiri atas tekanan darah, frekuensi nadi, gula darah sewaktu,
kolestrol total, dan asam urat;
4. perilaku, terdiri atas status merokok, riwayat konsumsi alkohol, aktivitas fisik,
makan sayur dan buah, riwayat vaksinasi, cek kesehatan berkala dan risiko
terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja; dan
5. riwayat penyakit yang pernah didireta dan keluarga.
Pengakajian terhadap Pengunjung Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar
Rumah Sakit dilaksanakan menggunakan data sekunder yang terdiri atas data
demografi, data penyakit, data kunjungan dan data perilaku. Data domografi diuraikan
menurut, usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, serta bahasa yang digunakan. Data
penyakit yaitu data penyakit yang ditangani di Rumah Sakit dalam satu tahun
dikelompokkan berdasarkan berdasarkan diagnosa penyakit. Data kunjungan yaitu
dengan cara merinci kunjungan di setiap instalasi/unit dalam bulan 1 tahun terakhir.
Data perilaku didapat dari hasil survei Rumah Sakit, atau survei kesehatan
(Riskesdas)/survei kesehatan dari lembaga lainnya. Untuk mengetahui dampak
terhadap keberadaan Rumah Sakit serta pola penyakit di wilayah setempat, pengkajian
dilakukan dengan melakukan analis terhadap data kondisi lingkungan sekitar Rumah
Sakit dan kondisi wilayah setempat seperti daerah endemis rabies, malaria, DHF, dsb.
Data dapat menggunakan laporan tahunan dari dinas kesehatan pemerintah daerah
setempat, seperti data kejadian penyakit menular dan tidak menular, prevalensi
stunting, gizi buruk, TBC, cakupan imunisasi lengkap, angka kematian ibu dan
anak, dan sebagainya, serta data
terhadap sumber-sumber yang ada di masyarakat yang dapat dijadikan mitra.
Berdasarkan hasil pengkajian tersebut di atas, diperoleh data dan informasi profil
masing-masing sasaran untuk menentukan kebutuhan aktivitas Promosi Kesehatan dari
masing-masing sasaran, dan dijadikan dasar dalam membuatkan perencanaan PKRS.
Untuk melakukan pengkajian terhadap Pasien dan Keluarga Pasien serta
pengkajian terhadap SDM Rumah Sakit dapat melihat contoh formulir pengkajian
sebagaiberikut
B. Perencanaan
Perencanaan PKRS dibuat oleh pengelola PKRS, setiap tahun disetiap
instalasi/unit pelayanan dengan melibatkan multi profesi/disiplin, profesional pemberi
asuhan (PPA), dan unsur lain yang terkait dengan Promosi Kesehatan bagi sasaran di
Rumah Sakit. Perencanaan PKRS dibuat berdasarkan hasil kajian kebutuhan Promosi
Kesehatan, dengan menetapkan target capaian, kebutuhan sarana dan prasarana,
tenaga, dana dan menetukan metode pelaksanaan perubahan perilaku, yang akan
dijadikan sebagai bahan dalam monitoring dan evaluasi. Perencanaan PKRS dapat
menggunakan instrumen perencanaan yang dapat dikembangkan sendiri oleh
masing-masing Rumah Sakit. Langkah- langkah dalam perencanaan PKRS sebgai
berikut:
1. Penetapan tujuan perubahan perilaku sasaran, mencakup target peningkatan
pengetahuan, peningkatan sikap, peningkatan perilaku, dan peningkatan status
kesehatan.
2. Penentuan materi Promosi Kesehatan yang dibuat secara praktis mudah dipahami
oleh sasaran.
3. Penentuan metode berdasarkan tujuan dan sasaran, dengan mempertimbangkan
sumber daya Rumah Sakit (tenaga, waktu, biaya, dan sebagainya).
4. Penentukan media yang akan digunakan untuk membantu penyampaian
informasi dan edukasi dengan bahasa mudah dimengerti, meliputi media cetak,
media audiovisual, media elektronik, media luar ruang, dan sebagainya.
5. Penyusunan rencana evaluasi, meliputi waktu dan tempat pelaksanaan evaluasi,
kelompok sasaran yang akan dievaluasi, pelaksana kegiatan evaluasi, dan
sebagainya.
6. Penyusunan jadwal pelaksanaan, meliputi tempat dan waktu pelaksanaan
kegiatan, penanggung jawab dan pelaksana kegiatan, biaya yang dibutuhkan dan
sebagainya. Jadwal pelaksanaan biasanya disajikan dalam bentuk tabel/gantt
chart.
Perencanaan ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit. Perencanaan
dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan bersama dengan instalasi/unit terkait
lainnya dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi Rumah Sakit.
C. Pelaksanaan
Pelaksanaan PKRS dilakukan dengan strategi pemberdayaan masyarakat,
advokasi, dan kemitraan, dengan berbagai metode dan media yang tepat, data dan
informasi yang valid/akurat, serta sumber daya yang optimal termasuk sumber daya
manusia yang profesional. Pelaksanaan PKRS menjadi tanggung jawab
instalasi/unit/tim PKRS serta melibatkan multi disiplin/multi profesi terkait sesuai
dengan peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing.
Pelaksanaan PKRS dilakukan sesuai dengan perencanaan kebutuhan Promosi
Kesehatan yang telah ditetapkan melalui strategi pemberdayaan masyarakat, advokasi,
dan kemitraan, yang meliputi:
1. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat, yang merupakan upaya membantu atau
memfasilitasi sasaran, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan
kemampuan untuk mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapinya. Berbagai metode pemberdayaan masyarakat yang dapat dilalukan
di Rumah Sakit pada sasaran, antara lain berbentuk pelayanan konseling
terhadap:
a. bagi pasein dan Keluarga Pasien di rawat inap maupun rawat jalan dapat
dilakukan beberapa kegiatan pemberdayaan Pasien seperti konseling di
tempat tidur (disebut juga bedside health promotion), diskusi kelompok
(untuk penderita yang dapat meninggalkan tempat tidur) terhadap upaya
peningkatan kesehatan terhadap penyakit yang diderita, biblioterapi
(menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan bagi Pasien).
Konseling penggunaan obat, alat bantu, dan sebagainya. Pemberdayaan
Keluarga Pasien misalnya konseling terhadap diagnosa penyakit yang
diderita Pasien, diskusi kelompok dengan mengumpulkan Keluarga
Pasien dalam upaya meningkatan hudup sehat. Pelaksanaan pemberdayaan
Pasien dan Keluarga Pasien dalam konseling/edukasi dicatat dalam rekam
medis dan dilaksanakan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Dalam
melaksanakan pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien agar intervensi
Promosi Kesehatan berjalan efektif harus memperhatikan sosial budaya,
tingkat pendidikan, ekonomi, etnis, agama, bahasa yang digunakan serta
hambatan
komuniasi, emosional dan motivasi untuk berubah, keterbatasan fisik
dan kognitif, serta kesediaan Pasien menerima informasi. Pemberdayaan
Pasien dan Keluarga Pasien dalam Promosi Kesehatan berkelanjutan
dilaksanakan pada Pasien setelah pulang dari Rumah Sakit atau rujuk balik
sesuai dengan hasil re-asesmen kebutuhan Promosi Kesehatan. Bentuk
kegiatan dapat berupa kunjungan rumah untuk melakukan
konseling/edukasi kepada Pasien dan Keluarga Pasien dalam rangka upaya
mengendalikan faktor risiko penyakit dan peningkatan kesehatan,
pembinaan komunitas dimana Pasien sebagai bagian dari kelompok
masyarakat peduli kesehatan seperti kelompok peduli TBC, HIV/AID,
Diabetes, Klub Jantung Sehat, dan sebagainya. Pembinaan teknis medis
dilakukan oleh profesional sesuai dengan keahlian.
b. bagi SDM Rumah Sakit, dalam rangka merubah perilaku berdasarkan
hasil asesmen, dilakukan intervensi perubahan perilaku, sesuai dengan
kebutuhan Promosi Kesehatan, seperti intervensi terhadap masih banyaknya
SDM Rumah Sakit yang merokok, maka kegiatan pemberdayaan dapat
dilakukan dengan konseling merokok/coaching berhenti merokok.
Membudayakan aktivitas fisik setiap SDM Rumah Sakit dengan
melakukan senam secara rutin setiap hari tertentu dan dilakukan
pengukuran kebugaran, edukasi terhadap risiko pekerjaan dan lingkungan
terutama sampah medis, pentingnya pengendalian IMT normal, di setiap
unit/instalasi sebagai agent of change (AoC) sebagai motor dalam
perubahan perilaku, memberikan hadiah” (reward) atau harus “dipaksa”
menggunakan peraturan dan sanksi (punishment), serta peningkatan
keterampilan SDM Rumah Sakit dengan pelatihan, sosialisasi dan
sebagainya.
c. bagi Pengunjung Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit,
pelaksanaan Promosi Kesehatan dilakukan dalam rangka perubahan
perilaku yang berisiko dengan peningkatan pengetahuan, menumbuhkan
sikap dan kemauan individu dan masyarakat sehingga dapat berperilaku
hidup bersih dan sehat dan lingkungan sehat. Kegiatan pemberdayaan dapat
dilakukan melalui penyuluhan terhadap penyakit yang berisiko tinggi dan
berbiaya mahal, dan terbanyak yang terjadi di Rumah Sakit, penyebarlusan
informasi melalui media komunikasi, media cetak (leaflet, poster, dan
baliho), media massa penyedia informasi (koran, TV, radio, buletin,
penayangan video pada TV di tempat- tempat yang strategi, dan
sebagainya), penyuluhan massa, demonstrasi/kampanye kesehatan,
pemeriksaan kesehatan, pembinaan pembentukan kelompok peduli
kesehatan, pengembangan daerah binaan Rumah Sakit, dan penggerakan
Masyarakat Sekitar Rumah Sakit dan lain sebagainya.
2. Advokasi
Advokasi dibutuhkan apabila dalam upaya memberdayakan sasaran
PKRS membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain, seperti dalam rangka
pelaksanaan Promosi Kesehatan yang terintegrasi perlu dibuat kebijakan oleh
direktur atau kepala Rumah Sakit tentang pelaksanaan Promosi Kesehatan
terhadap hasil asesmen Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit,
Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit. Selain itu
diperlukan juga dukungan kebijakan antara lain kelembagaan, organisasi,
tenaga, sarana dan prasarana. Contoh lainnya yaitu untuk mengupayakan
adanya kebijakan lingkungan Rumah Sakit yang tanpa asap rokok, pengaturan
tentang sampah baik sampah medis dan sampah non medis, serta kebijakan
terhadap hasil asesemen yang ditemukan pada sasaran dan lain sebagainya, perlu
melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah atau
pemangku kepentingan lainnya untuk diterbitkannya peraturan/kebijakan yang
berkomitmen dalam pelaksanaan PKRS seperti tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) yang mencakup di Rumah Sakit, kebijakan mengharuskan seluruh SDM
Rumah Sakit menerapkan PHBS, kebijakan pelaksanaan PKRS harus
dilaksanakan pada setiap unit/intalasi yang terintegrasi dan didukung oleh tenaga
profesional, dana sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
Beberapa metode dalam advokasi antara lain lobby, seminar, sosialisasi,
dan workshop. Dalam melakukan advokasi juga harus didukung dengan data
dan informasi terhadap keadaan situasi Rumah Sakit. Adapun tahapan-
tahapan yang dapat memandu advokasi di Rumah Sakit sebagai berikut:
a. memahami/menyadari persoalan yang diajukan
b. tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan
c. mempertimbangkan sejumlah pilihan kemungkinan dalam
berperan
d. menyepakati satu pilihan kemungkinan dalam berperan
e. menyampaikan langkah tindak lanjut
Jika kelima tahapan tersebut dapat dicapai selama waktu yang disediakan
untuk advokasi, maka dapat dikatakan advokasi tersebut berhasil. Langkah
tindak lanjut yang tercetus di ujung perbincangan (misalnya dengan membuat
disposisi pada usulan/proposal yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen
untuk memberikan dukungan.
Kata-kata kunci dalam penyiapan bahan advokasi adalah “Tepat, Lengkap,
Akurat, dan Menarik”. Artinya bahan advokasi harus dibuat:
a. Sesuai dengan sasaran (latar belakang pendidikannya, jabatannya,
budayanya, kesukaannya, dan lain-lain).
b. Sesuai dengan lama waktu yang disediakan untuk advokasi.
c. Mencakup unsur-unsur pokok, yaitu Apa, Mengapa, Dimana, Bilamana,
Siapa Melakukan, dan Bagaimana lakukannya (5W + 1H).
d. Memuat masalah dan pilihan-pilihan kemungkinan untuk memecahkan
masalah.
e. Memuat peran yang diharapkan dari sasaran advokasi.
f. Memuat data pendukung, bila mungkin juga bagan, gambar, dan lain-
lain.
Materi 3
Lampiran
PEDOMAN UMUM
PROGRAM INDONESIA SEHAT DENGAN PENDEKATAN
KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5 Nawa Cita,
yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung oleh program
sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Kerja, dan Program
Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya menjadi program utama
Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan pencapaiannya melalui Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019, yang ditetapkan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015.
RPJMN 2015-2019
PEMBANGUNAN
MANUSIA
3 DIMENSI PEMBANGUNAN
PRESIDEN
TRISAKTI:
PEMERATAAN
RENSTRA
Gambar 1. Penjabaran Visi & Misi Presiden Menjadi Program Indonesia Sehat
2015-2019
KELUARGA
KELUARGA
SEHAT
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan dan
status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang
didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Sasaran ini
sesuai dengan sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN)
2015-2019, yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak, (2)
meningkatnya pengendalian penyakit, (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan, (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Kesehatan, (5)
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6) meningkatnya
responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama, yaitu:
(1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan (3) pelaksanaan
jaminan kesehatan nasional (JKN). Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi
pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif,
serta pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan
strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimasi sistem rujukan, dan
peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi berbasis
risiko kesehatan. Pelaksanaan JKN dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan
manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya. Kesemuanya itu ditujukan kepada
tercapainya keluarga-keluarga sehat.
BAB II
PRIORITAS PEMBANGUNAN KESEHATAN
TAHUN 2015-2019
e. Kesehatan Jiwa
Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban
kesehatan yang signifikan. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas)
sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih dari 14 juta
jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia. Sedangkan untuk
gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7
per 1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita
gangguan jiwa berat (psikosis). Angka pemasungan pada orang dengan
gangguan jiwa berat sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus.
Gangguan jiwa dan penyalahgunaan NAPZA juga berkaitan dengan
masalah perilaku yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan
laporan dari Mabes Polri pada tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh
diri sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang berarti ada sekitar
1.170 kasus bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun. Prioritas untuk
kesehatan jiwa adalah mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis
Masyarakat (UKJBM) yang
ujung tombaknya adalah Puskesmas dan bekerja bersama masyarakat dalam
mencegah meningkatnya gangguan jiwa masyarakat.
Selain permasalahan kesehatan di atas terdapat juga berbagai
permasalahan yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya
masalah kesehatan lingkungan, penyakit tropis yang terabaikan, sumber
daya manusia kesehatan (SDM-K), pembiayaan di bidang kesehatan dan
lain sebagainya. Permasalahan kesehatan tersebut telah diatasi dengan
berbagai upaya pendekatan program, misalkan dengan program
peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, program
pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan, aksesibilitas serta mutu
sediaan farmasi dan alat kesehatan, penelitian dan pengembangan,
manajemen, regulasi dan sistem informasi kesehatan, dan program-program
kesehatan lainnya.
Upaya pendukung program yang saat ini dirasakan kurang maka perlu
dilakukan penetapan area prioritas yang dapat memberikan dampak yang
signifikan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat tanpa
meninggalkan program diluar area prioritas. Uraian secara garis besar
kegiatan yang dilakukan dalam masing-masing area prioritas adalah
sebagai berikut:
1) Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB)
Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB), kegiatan intervensi dilakukan
mengikuti siklus hidup manusia sebagai berikut:
a) Ibu Hamil dan Bersalin:
(1) Mengupayakan jaminan mutu Ante Natal Care
(ANC) terpadu.
(2) Meningkatkan jumlah Rumah Tunggu Kelahiran (RTK).
(3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan.
(4) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusui
Dini dan KB pasca persalinan.
(5) Meningkatkan penyediaan dan pemanfaatan buku KIA.
b) Bayi dan Ibu Menyusui:
(1) Mengupayakan jaminan mutu kunjungan neonatal
lengkap.
(2) Menyelenggarakan konseling Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif.
(3) Menyelenggarakan pelayanan KB pasca persalinan.
(4) Menyelenggarakan kegiatan pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP ASI).
c) Balita:
(1) Melakukan revitalisasi Posyandu.
(2) Menguatkan kelembagaan Pokjanal Posyandu.
(3) Meningkatkan transformasi KMS ke dalam Buku KIA.
(4) Menguatkan kader Posyandu.
(5) Menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Balita.
d) Anak Usia Sekolah:
(1) Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
(2) Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS.
(3) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah
(PROGAS).
(4) Mengembangkan penggunaan rapor kesehatan.
(5) Menguatkan SDM Puskesmas.
e) Remaja:
(1) Menyelenggarakan pemberian Tablet Tambah
Darah (TTD).
(2) Menyelenggarakan pendidikan kesehatan
reproduksi di sekolah menengah.
(3) Menambah jumlah Puskesmas yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan peduli remaja
(PKPR).
(4) Mengupayakan penundaan usia perkawinan.
f) Dewasa Muda:
(1) Menyelenggarakan konseling pranikah.
(2) Menyelenggarakan gerakan pekerja perempuan
sehat produktif (GP2SP) untuk wanita bekerja.
(3) Menyelenggarakan pemberian imunisasi dan TTD.
(4) Menyelenggarakan konseling KB pranikah.
(5) Menyelenggarakan konseling gizi seimbang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi, menurut data SDKI tahun 2002-2003
sebesar 307 per 100.000 kelahiran hid up demikian pula angka kematian bayi juga masih cukup tinggi
yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup. Penduduk lndonesiapun menu rut data SDKI tahun 2002-2003
masih mempunyai umur harapan hidup rata-rata adalah 66 tahun baik laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa masalah-masalah kesehatan yang ada di masyarakat
terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak ternyata masih cukup tinggi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka pelayanan kesehatan di masyarakat perlu terus
ditingkatkan baik yang bersifat kuratif maupun promotif dan preventif serta rehabilitatif. Hal ini
sejalan dengan misi Departemen Kesehatan, yaitu membuat rakyat sehat dan strategi utamanya antara
lain 1) menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dan 2) meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Puskesmas sebagai penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan terdepan, kehadirannya
di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi
juga sebagai pusat komunikasi masyarakat. Di samping itu, keberadaan Puskesmas di suatu wilayah
dimanfaatkan sebagai upaya-upaya pembaharuan (inovasi) baik di bidang kesehatan masyarakat
maupun upaya Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas pembangunan lainnya bagi
kehidupan masyarakat sekitarnya sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, Oleh
karena itu keberadaan Puskesmas dapat diumpamakan sebagai "agen perubahan" di masyarakat
sehingga masyarakat lebih berdaya dan timbul gerakan-gerakan upaya kesehatan yang bersumber pada
masyarakat.
Hal tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/11/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat yang menjelaskan bahwa Puskesmas
mempunyai 3 fungsi yaitu 1) sebagai Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan; 2) Pusat
pemberdayaan keluarga dan masyarakat; 3) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Namun, dalam
pelaksanaannya puskesmas masih menghadapi berbagai masalah antara lain: 1) kegiatan yang
dilaksanakan puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat tetapi
lebih berorientasi pada pelayanan kuratif bagi pasien yang datang ke puskesmas; 2) keterl ibatan
masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum
dikembangkan secara optimal. Sampai saat ini puskesmas kurang berhasil menumbuhkan inisiatif
masyarakat dalam pemecahan masalah dan rasa memiliki puskesmas serta belum mampu mendorong
kontribusi sumberdaya dan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.
Disadari bahwa untuk mengatasi masalah tersebut sesuai dengan salah satu azas
penyelenggaraan Puskesmas yaitu pemberdayaan masyarakat, artinya Puskesmas wajib menggerakkan
dan memberdayakan masyarakat agar berperan 2 Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Puskesmas aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan, terutama dalam berperilaku hidup
bersih dan sehat. Oleh karena itu, upaya promosi kesehatan puskesmas membantu masyarakat agar
mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (BAB PH BS).
Berkenaan dengan pentingnya peran promosi kesehatan dalam pelayanan kesehatan, telah
ditetapkan Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004. Kebijakan dimaksud juga didukung dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SKNII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di Daerah. Untuk melaksanakan upaya kesehatan wajib tersebut di Puskesmas diperlukan
tenaga fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat (PKM) untuk mengelola promosi kesehatan di
Puskesmas secara profesional dan mampu untuk mengelola serta menyelenggarakan pelayanan yang
bersifat promotif dan preventif.
B. Tujuan
disusunnya buku pedoman ini sebagai acuan bagi petugas puskesmas untuk menyelenggarakan
kegiatan promosi kesehatan di wilayah kerja puskesmas.
BAB II
PROMOSI KESEHATAN PUSKESMAS
Misalnya: Setiap ibu yang telah mendapat pelayanan pengobatan untuk anak balitanya,
dapat disampaikan tentang manfaat menimbang anak balita secara berkala untuk
mengetahui perkembangan dan pertumbuhan anak balitanya, bagaimana mencatat dan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan dimana ibu dapat melakukan penimbangan
anak balitanya selain di puskesmas yaitu di Posyandu. Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan di Puskesmas lbu yang dikunjungi ke rumahnya oleh petugas Puskesmas, yang
berhenti memeriksakan kandungannya ke Puskesmas. Atau penderita yang tidak datang
mengambil obat TBC di Puskesmas. Saat kunjungan tersebut dilakukan proses
pemberdayaan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Metode yang digunakan dapat berupa pilihan atau kombinasi dari dialog, demonstrasi,
konseling dan bimbingan. Demikian pula media komunikasi yang digunakan dapat berupa
pilihan atau kombinasi dari lembar balik, leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain
yang mudah dibawa untuk kunjungan rumah.
b. Pemberdayaan Keluarga
Pemberdayaan keluarga yang dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan
kunjungan rumah terhadap keluarga, yaitu keluarga dari individu pengunjung puskesmas
atau keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja puskesmas. Tujuan dari
pemberdayaan keluarga juga untuk memperkenalkan perilaku baru yang mungkin
mengubah perilaku yang selama ini dipraktikan oleh keluarga terse but. Perilaku baru
misalnya, perilaku buang air besar di jamban, mengonsumsi garam beryodium,
memelihara taman obat keluarga, menguras bak mandi, menutup persediaan air, mengubur
benda-benda buangan yang menampung air, dan mengonsumsi makanan berserat (buah
dan sayur). Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas Pemberian informasi
tentang peri laku yang diperkenalkan seperti tersebut diatas perlu dilakukan secara
sistematis agar anggota-anggota keluarga yang dikunjungi oleh petugas puskesmas dapat
menerima dari tahap "tahu" ke "mau" dan jika sarana untuk melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan tersedia diharapkan sampai ke tahap "mampu" melaksanakan. Metode dan
media komunikasi yang digunakan untuk pemberdayaan keluarga dapat berupa pilihan
atau kombinasi. Metodenya antara lain dialog, demonstrasi, konseling dan media
komunikasi seperti lembar balik, leaflet, gambar/ foto (poster) atau media lain yang mudah
dibawa saat kunjungan rumah.
c. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan terhadap masyarakat (sekelompok anggota masyarakat) yang dilakukan
oleh petugas puskesmas merupakan upaya penggerakan atau pengorgan isasian
masyarakat.
Penggerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan membantu kelompok
masyarakat mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan sehingga masalah
tersebut menjadi masalah bersama. Kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk
dipecahkan secara bersama. Dari hasil tersebut tentunya masyarakat melakukan upaya-
upaya agar masalah tersebut tidak menjadi masalah lagi. Tentunya upaya-upaya kesehatan
tersebut bersumber dari masyarakat sendiri dengan dukungan dari puskesmas. Peran aktif
masyarakat tersebut diharapkan dalam Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Puskesmas penanggulangan masalah kesehatan di lingkungan mereka dengan dukungan
dari puskesmas.
Beberapa yang harus dilakukan oleh Puskesmas dalam pemberdayaan masyarakatyang
berwujud UKBM:
• Upaya kesehatan ibu dan anak Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita
• Upaya pengobatan: Pos Obat Desa, Pos Kesehatan Des a
• Upaya perbaikan gizi : Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, KeluargaSadarGizi (Kadarzi)
• Upaya kesehatan sekolah: dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka
Bakti Husada, Pos Kesehatan Pesantren.
• Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan
Kesehatan Lingkungan.
Disamping itu, Puskesmas juga berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan yaitu:
• Menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan
pembangunan yang berwawasan kesehatan.
• Memantau dan melaporkan secara aktif dampak kesehatan dan penyelenggaraan setiap
program pembangunan di wilayah kerjanya.
• Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan dan pemulihan. Ketiga hal tersebut bertujuan untuk mendorong masyarakat
LS/LSM/Dunia Swasta untuk membantu pelayanan promosi kesehatan melalui bantuan
dana, sarana, metode yang dimilikinya dan diutamakan pada sa saran yang tepat.
BAB III
PENUTUP
Kiranya dapat diingatkan kembali bahwa promosi kesehatan untuk peningkatan
PHBS di Puskesmas bukanlah tugas petugas PKM Puskesmas saja, namun tanggung
jawab upaya promosi kesehatan di Puskesmas adalah Kepala Puskesmas, dan menjadi
tugas bagi seluruh petugas kesehatan Puskesmas. Yang paling penting dilaksanakan dalam
rangka promosi kesehatan Puskesmas adalah upaya-upaya pemberdayaan, baik
pemberdayaan terhadap pasien maupun terhadap individu keluarga masyarakat yang sehat.
Namun demikian, upaya-upaya pemberdayaan ini akan lebih berhasil, jika
didukung oleh upaya-upaya bina suasana dan advokasi. Bina suasana dilakukan terhadap
mereka yang paling berpengaruh terhadap pasien/individu/keluarga/ masyarakat.
Sedangkan advokasi dilakukan terhadap mereka yang dapat mendukung/membantu
Puskesmas dari segi kebijakan atau peraturan perundang-undangan dan sumber daya,
dalam rangka memberdayakan pasien/individu/keluarga/ masyarakat.
Banyak sekali peluang untuk melaksanakan promosi kesehatan Puskesmas, yaitu
di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas atau masyarakat. Peluang-peluang tersebut
harus dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga upaya wajib Puskesmas, yaitu promosi
kesehatan, dapat terlaksana dengan baik.