Anda di halaman 1dari 11

Khutbah Pertama – Khutbah Jum’at Singkat Tentang

Bersyukur
ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَاَل ُم‬،‫ت َأ ْع َمالِنَا‬
‫ َو َم ْن‬،ُ‫ض َّل لَه‬ ِ ‫ُور َأ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيَِّئا‬ِ ‫ َونَعُو ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشر‬،ُ‫إن الـ َح ْم َد هّلِل ِ نَـحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬ َّ
ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُمـ َح َّمداً َع ْب ُدهُ َو َرسُوله‬ ُ‫ك لَه‬ َ ‫اَل‬ َّ َ َّ ‫َأ‬
َ ‫ َو شهَد ن ال ِإلهَ ِإال هللا َوحْ َدهُ ش ِر ْي‬،ُ‫ي له‬ ُ ْ ‫َأ‬ َ ‫اَل‬َ
َ ‫يُضْ لِلْ ف هَا ِد‬
َ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن ِإاَّل َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬،‫قال هللا تعالى فى كتابه الكريم‬
‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَوْ اًل َس ِديدًا‬ ،‫وقال تعالى‬
‫يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد فَا َز فَوْ ًزا َع ِظي ًما‬
‫ُأل‬
ِ ‫ َو َش َّر ا ُم‬، ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫ َو ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة‬، ‫ور ُمحْ َدثَاتُهَا‬ َ ‫ي ُم َح َّم ٍد‬ ُ ‫ي هَ ْد‬ ِ ‫ َوَأحْ َسنَ ْالهَ ْد‬، ِ ‫ث ِكتَابُ هَّللا‬ ِ ‫ق ْال َح ِدي‬ َ ‫ص َد‬َ ‫ـ فِإ َّن َأ‬،‫َأ َّما بَ ْع ُد‬
َّ
ِ ‫ضاللَ ٍة فِي الن‬
‫ار‬ ُ
َ ‫ َوك َّل‬، ‫ضاللَة‬ٌ َ ‫ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬، ٌ‫بِ ْد َعة‬

Ummatal Islam,

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji hamba-hambaNya yang bersyukur. Namun


itu sangat sedikit dari hamba-hambaNya. Allah Ta’ala berfirman:

…١٣﴿ ‫ي ال َّش ُكو ُر‬


َ ‫﴾ َوقَلِي ٌل ِّم ْن ِعبَا ِد‬

“…Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba[34]: 13)

Allah juga memuji Nabi Nuh, karena ia termasuk hamba Allah yang bersyukur. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berjanji untuk memberikan tambahan kepada orang-orang yang bersyukur. Allah
berfirman:

…٧﴿ ‫﴾لَِئن َشكَرْ تُ ْم َأَل ِزي َدنَّ ُك ْم ۖ َولَِئن َكفَرْ تُ ْم ِإ َّن َع َذابِي لَ َش ِدي ٌد‬

“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan
jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS.
Ibrahim[14]: 7)

Mensyukuri nikmat Allah membutuhkan kekuatan Iman. Karena sesungguhnya nikmat-nikmat


tersebut seringkali melalaikan. Banyak orang yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
nikmat, bukan semakin dekat kepada Allah. Akan tetapi semakin ia jauh kepada Allah.

Semakin banyak nikmat, semakin banyak harta yang Allah berikan kepada seorang hamba,
bukan menjadikan dia semakin dekat dan bertaqarrub kepada Allah. Akan tetapi semakin
menjadikan dia kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Bersombong, karena ia merasa memiliki harta yang banyak. Ujub dengan kekayaannya dan
hartanya, dengan pakaiannya yang mewah. Seperti si Qorun yang ia keluar kepada kaumnya
dengan perhiasannya dan ia merasa sombong dengannya. Ia menganggap bahwasannya kekayaan
itu semua hasil jerih payahnya. Tanpa sama sekali menisbatkan kepada Allah pemberi 
kenikmatan tersebut.
Oleh karena itulah, berapa banyak kenikmatan-kenikmatan tersebut seringkali membuat kita lupa
kepada Allah. Cobalah kita renungkan dalam kehidupan kita. Allah memberikan kepada kita
nikmat-nikmat yang banyak. Berupa nikmat pakaian, demikian pula nikmat makanan, nikmat
tempat tinggal, demikian pula nikmat kendaraan, terutama nikmat ketika kita bisa berhubungan
dengan manusia berupa handphone. Demikian pula alat-alat komunikasi yang lainnya.

Semua itu adalah nikmat yang Allah berikan kepada kita. Tapi entah kenapa kamudian diantara
kita lebih disibukkan dengan WhatsApp, lebih disibukkan dengan Facebook, lebih disibukkan
dengan alat-alat tersebut daripada berdzikir kepada Allah, lebih disibukkan dari membaca Al-
Qur’anul Karim, lebih disibukkan daripada berdzikir kepada Allah.

Bahkan ia lebih banyak membaca WhatsApp daripada ia membaca Al-Qur’an, daripada ia


membaca kitab-kitab para ulama. Bukankah itu semua adalah nikmat Allah? Bukankah itu
sesuatu yang harus disyukuri? Sedangkan syukur itu kita gunakan untuk menaati Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bukan Untuk kufur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah menyebutkan bahwasannya syukur itu mempunyai rukun.

Rukun yang pertama, mengakui dengan hati kita bahwasannya nikmat ini adalah dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Tidak seperti sebagaimana seseorang yang sombong yang menganggap
bahwasannya kenikmatan tersebut hasil dari pada jerih payahnya, karena kecerdasannya, karena
keterampilannya, karena kemampuannya dalam berbisnis sehingga dia tidak menisbatkan itu
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka seorang yang mengakui bahwasanya nikmat ini semua dari Allah dan semua itu diberi oleh
Allah, maka ia telah mensukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Rukun yang kedua, ia mengucapkan dengan lisannya puji dan syukur kepada Allah. Karena
sesungguhnya ia tahu dan yakin bahwasannya satu-satunya yang memberikan kenikmatan
hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan atasannya, bukan pula siapa-siapa, dia yakin
dengan seyakin-yakinnya bahwa pemberi rezeki hanyalah Allah. Maka ia memuji Allah, ia puji
Allah atas seluruh kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan kepadanya.

Adapun rukun yang ketiga kata Ibnul Qayyim yaitu menggunakan nikmat-nikmat tersebut
untuk mentaati Allah. Kita gunakan HP kita untuk mentaati Allah, kita gunakan kendaraan kita
untuk menaati Allah, bahkan panca indra kita yang merupakan nikmat yang besar, kita gunakan
mata kita untuk melihat apa yang Allah ridhai, kita gunakan telinga kita untuk mendengarkan
apa yang Allah cintai, kita gunakan hati kita untuk memahami ayat-ayatNya, kita gunakan akal
yang berikan untuk memahami ayat-ayat Allah yang Allah turunkan kepada kita. Bukan untuk
menentang ayat-ayatNya.

Siapa yang menggunakan seluruh kenikmatan tersebut saudaraku, sungguh ketika ia gunakan
dalam kebaikan dan ketaatan, ketika ia gunakan dalam perkara yang diridhai oleh Ar-Rahman,
maka sungguh ia telah mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ummatal Islam,
Dahulu Salafush Shalih dengan diberikan banyak kenikmatan, mereka menjadi ketakutan.
Mereka takut sekali dengan hisab pada hari kiamat. Mereka sangat takut sekali, semua
kenikmatan yang diberikan kepada mereka akan dipertanyakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka takut dengan jawaban apa yang harus mereka lakukan.

Maka dari itu Salafush Shalih, ketika mereka diberikan oleh kenikmatan-kenikmatan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala, segera mereka infaqkan, segera mereka gunakan untuk ketaatan, bahkan
semakin mereka mencintai suatu harta semakin mereka malah menginfakkannya. Hal ini karena
mereka ingin mendapatkan keutamaan yang besar yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala:

َ‫… ۚ لَن تَنَالُوا ْالبِ َّر َحتَّ ٰى تُنفِقُوا ِم َّما تُ ِحبُّون‬

“Kalian tidak akan sampai kepada kebajikan, sampai kalian menginfakkan apa yang kalian
cintai…” (QS. Ali-Imran[3]: 92)

Subhanallah.. Demikianlah Salafush Shalih.


Sementara kita, gembira dan senang ketika kita mendapatkan kenikmatan dunia belaka. Lalu
setelah itu kita lupa untuk mensyukurinya. Sementara Salafush Shalih ketika diberikan
kenikmatan dunia, mereka sungguh malah ketakutan. Takut itu menjadi adzab pada hari kiamat
untuknya.

Maka dari itulah saudaraku sekalian, setiap kita wajib merenungi tentang harta, tentang karunia,
tentang kenikmatan yang Allah berikan kepada kita. Sudah untuk apa kita lakukan? Sebelum
dihari kiamat Allah tanya kita, tanyakanlah di dunia ini kepada diri kita sendiri.

‫أقول قولي هذا واستغفر هللا لي ولكم‬

Khutbah kedua – Khutbah Jum’at Singkat Tentang Bersyukur

‫وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك‬ ،‫ نبينا محمد و آله وصحبه ومن وااله‬،‫الحمد هلل والصالة والسالم على رسول هللا‬
ُ‫أن مح ّمداً عبده ورسوله‬
َّ ‫وأشهد‬ ،‫له‬

Ummatal Islam,

Orang yang bersyukur tak akan tertipu dengan banyaknya amal. Banyak diantara kita ketika kita
merasa telah banyak beramal, kita merasa sudah menjadi orang yang bersyukur. Sementara kita
melihat bagaimana Rasulullah dan para Sahabatnya, diberikan oleh Allah kenikmatan-
kenikmatan yang luar biasa dalam perkara dunia maupun agama. Terutama urusan akhiratnya.

Ini dia Rasulullah, semalam suntuk beliau shalat dan beliau perpanjang shalatnya sampai-sampai
kakinya bengkak. Kemudian ditanya oleh istrinya, “kenapa engkau lakukan itu ya Rasulullah?
Sementara Allah mengampuni dosamu yang telah lalu maupun yang akan datang” Maka
Rasulullah bersabda:

‫يا عائشةُ ! أفال أكونُ عبدًا شكورًا‬


“Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari dan
Muslim)

Subhanallah..
Rasulullah tidak tertipu dengan janji Allah kepadanya berupa telah diampuni dosanya yang lalu
maupun yang akan datang. Bahkan Rasulullah tidak tertipu dengan janji surga Allah untuknya.
Justru semua itu menjadikan beliau semakin dekat kepada Allah.

Lihatlah para Sahabat yang telah dijamin masuk surga, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali,
Rasulullah telah menyatakan bahwa mereka semua di surga. Apakah mereka tertipu dengan
janji-janji itu semuanya? Ataukah mereka semakin bertaqarrub kepada Allah sebagai rasa
syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka orang yang bersyukur tak akan tertipu dengan banyaknya amal. Karena ia tidak tahu
berapa amal yang akan diterima disisi Allah. Dia tidak tahu dan bahkan khawatir kalau ternyata
Allah jadikan hatinya berpaling dari amalan shalih. Ia dipalingkan karena cintanya kepada dunia,
karena ternyata harapannya kepada dunia naudzubillah.

ِ َ‫ َوب‬.‫ ِإنَّكَ َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬،‫صلَّيْتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬


ِ ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬
‫آل‬ َ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى آ ِل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬
َ َّ‫ ِإن‬،‫ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬
‫ك َح ِم ْي ٌـد َم ِج ْي ٌد‬

ِ ‫ت اَألحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأل ْم َوا‬


‫ت‬ ِ ‫ت َوالمْؤ ِمنِ ْينَ َوالمْؤ ِمنَا‬ ِ ‫اللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َوالم ْسلِ َما‬
‫اللهُ َّم اجْ َعلنَا ِمن التَّوَّابِين‬
‫اللهُ َّم اجْ َعلنَا ِمن المتَّقِين‬
‫اللهُ َّم َوتُبْ َعلَ ْينَا اِنَّكَ اَ ْن التوابُ ال َّر ِحيم‬
َّ َ‫ت‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬ َ ‫اللهُ َّم آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬

‫عباد هللا‬:

ِ ‫﴾ِإ َّن اللَّـهَ يَْأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواِإْل حْ َس‬


٩٠﴿ َ‫ان َوِإيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُمن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي ۚ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬
‫ ول ِذك ُر هللا أكبَر‬،‫ َوا ْش ُكرُوهُ َعلَى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُكم‬،‫فَ ْاذ ُكرُوا هللا ال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُكم‬.
Saat Ketenaran Duniawi Menjadi Tujuan

Oleh : Murod Asy Syathiri

‫ ومن‬،ُ‫ض َّل لَه‬


ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِده هللا فَال ُم‬،‫ت أ ْع َمالِنا‬ ِ ‫ ونعو ُذ به ِمن ُشر‬،ُ‫ـ ونستغف ُره‬،‫ ونستعينُه‬،‫ نَحْ َمدُه‬،‫الح ْم َد هلل‬
ِ ‫ َو ِم ْن سيئا‬،‫ُور أنفُ ِسنَا‬ َ ‫إن‬ َّ
َُ‫ فَال هَا ِدي له‬، ْ‫يُضْ لِل‬

‫أن ُم َح َّمدًا ع ْبدُه و َرسُولُه‬ ْ ‫َأ ْشهَ ُد‬


َّ ‫ وأشه ُد‬،ُ‫أن ال إلَهَ إال هللاُ َوحْ َدهُ ال َش ِريكَ لَه‬

‫صلِّى َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َع هُدًى‬


َ ‫اَللَّهُ َّم‬

َ‫ق تُقَاتِ ِه َوال تَ ُموتُ َّن ِإال َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬

‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجاال َكثِيرًا َونِ َسا ًء َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه‬
َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬ ٍ ‫يَاَأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
َ َ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬
‫َواألرْ َحا َم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬

ِ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َوقُولُوا قَوْ ال َس ِديدًا * يُصْ لِحْ لَ ُك ْم َأ ْع َمالَ ُك ْم َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ فَقَ ْد فَازَ فَوْ ًزا ع‬
‫َظي ًما‬

Jama’ah shalat jum’ah yang dirahmati Allah SWT

Khatib mewasiatkan kepada seluruh para jama’ah agar senantiasa meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah Swt. Salah satunya dengan mengikhlaskan seluruh amal perbuatan, yang tidak
mengharapkan apapun dan ridha siapapun kecuali hanya ridha Allah ‫ﷻ‬. Sehingga amal kita
diterima di sisi Allah serta mendapatkan balasan berupa jannah-Nya yang penuh dengan
kenikmatan.

Hadirin sidang jama’ah shalat jum’at yang dirahmati Allah SWT

Hari ini kita dihadapkan pada suatu masa, ketika harta, kedudukan, serta pujian manusia menjadi
ukuran kemuliaan dan ketinggian seseorang di hadapan yang lain. Bahwa orang hebat adalah
yang terkenal dan namanya sering disebut di mana-mana, orang sukses adalah orang yang punya
kedudukan serta jabatan tinggi. Orang besar adalah mereka yang selalu bekecukupan harta dan
hidup tanpa kesusahan, serta seabrek indikator-indikator ‘palsu’ dimunculkan untuk merusak
pemahaman manusia tentang makna kesuksesan dan kemuliaan. Supaya manusia tertipu dan lupa
pada hakikat ketinggian dan kemuliaan yang sebenarnya, yakni ketaqwaan dan ketaatan kepada
Allah. “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa (kepada
Allah). Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Mahateliti”. (QS al-Hujurat: 13)

Akibatnya, banyak orang yang akhirnya beramal hanya demi mencari ridho dan kerelaan
manusia, tanpa peduli lagi pada pahala dan balasan dari Allah. Asal pekerjaan itu disenangi dan
dikagumi serta mulia di mata manusia, syariat Allah rela dijadikan tumbal. Akhirnya, muncullah
golongan manusia yang beramal supaya dilihat dan dipuji oleh orang lain, atau beramal karena
riya’. Mereka berebut agar bisa menjadi objek pujian dan perhatian manusia dalam setiap amal
yang mereka kerjakan. Karena mereka menganggapnya sebagai upaya ‘mengejar kesuksesan’.
Tanpa disadari, sebenarnya mereka sedang mengejar kesia-siaan. Mereka lupa, bahwa hidup
bukan hanya sekedar untuk mencari pujian dan kebanggaan palsu. Dan lupa, bahwa esensi dari
penciptaan mereka di dunia ini adalah untuk beribadah ikhlas hanya kepada-Nya. Semua
perbuatan kita, baik atau buruk, besar atau kecil pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Bagi mereka yang beramal karena Allah, Allah sendirilah yang telah menjamin pahala dan
balasannya. Lalu, bagaimana mereka yang beramal dengan menjilat manusia?

Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah meskipun ia memperoleh


kebencian dari manusia, maka Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada
manusia. Dan barangsiapa yang mencari keridhaan manusia dengan mendatangkan kemurkaan
Allah, maka Allah akan menyerahkanya kepada manusia.” (HR Tirmidzi).

Imam Muhammad bin Abdurrahman al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi mengatakan,


“Maksudnya, Allah akan menjadikannya berada dibawah kuasa manusia, lalu mereka menyakiti
dan menganiayanya.”

Yang menyedihkan, penyakit haus pujian atau riya’ ini ternyata tidak hanya menyerang kalangan
awam saja. Bahkan banyak pengidapnya justru orang-orang yang faham akan bahaya riya’ itu
sendiri. Mereka yang ahli ibadah, para da’i dan mubaligh, thalibul ilmi, serta para penghafal al-
qur’an justru lebih berpotensi besar terjangkiti virus ini. Kuantitas amal shalih yang mereka
kerjakan, ternyata membuat setan tergiur untuk mengggelincirkan kelompok ini, agar keikhlasan
mereka pudar, dan ganti beramal untuk manusia, pujian, serta kedudukan. Seorang da’i akan di
hasut setan agar berbuat riya’ memperbagus dakwahnya demi popularitas dan dikatakan sebagai
‘penguasa panggung’. Para penghafal Al-Qur’an akan diarahkan supaya beramal demi dianggap
sebagai ‘orang yang dekat dengan Kitabullah’. Sedangkan setan akan menghasut para alim
ulama agar mereka beramal supaya dielukan sebagai orang yang ‘fakih dan faham dalam
masalah dien’. Wal ‘iyadzu  billah.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan tentang definisi riya’, “Riya’ adalah
ibadahnya seseorang kepada Allah, akan tetapi ia melakukan dan membaguskannya supaya di
lihat dan dipuji oleh orang lain, seperti dikatakan sebagai ahli ibadah, orang yang khusyu’
shalatnya, yang banyak berinfaq dan sebagainya.” Intinya dia ingin agar apa yang dikerjakan
mendapat pujian dan keridhoan manusia. Rasulullah menyebut riya’ dengan “syirik kecil”,
karena sejatinya pelaku riya’ tidak mutlak menjadikan amalan tersebut sebagai bentuk ibadah
kepada manusia, serta sarana taqarrub kepadanya. Meskipun begitu, bahayanya tak bisa
dianggap sebelah mata.

Jama’ah shalat jum’at yang dirahmati Allah SWT

Jauh-jauh hari Rasulullah sudah memperingatkan kita tentang betapa bahayanya “syirik kecil”
ini. Beliau bersabda,

‫ك اَأْلصْ َغ ُر يَا َرسُو َل هَّللا ِ قَا َل الرِّ يَا ُء يَقُو ُل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل لَهُ ْم يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬
ُ ْ‫ك اَأْلصْ َغ ُر قَالُوا َو َما ال ِّشر‬ُ ْ‫ِإ َّن َأ ْخ َوفَ َما َأخَافُ َعلَ ْي ُك ْم ال ِّشر‬
‫ي النَّاسُ بَِأ ْع َمالِ ِه ْم ْاذهَبُوا ِإلَى ال ِذينَ ُك ْنتُ ْم تُ َراءُونَ فِي ال ُّد ْنيَا فَا ْنظرُوا هَلْ ت َِج ُدونَ ِع ْن َدهُ ْم َجزَ ا ًء‬
ُ َّ ِ ‫ِإ َذا ج‬
َ ‫ُز‬
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil.” Mereka bertanya:
Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
“Riya’, Allah ‘azza wajalla berfirman kepada mereka pada hari kiamat saat semua manusia
diberi balasan atas amal-amal mereka: Temuilah orang-orang yang dulu kau perlihatkan
amalmu kepada mereka di dunia, lalu lihatlah apakah kalian menemukan balasan disisi
mereka?” (HR Ahmad)

Imam an-Nawawi dalam kitab Riyadush Shalihin, dalam bab Tahriimur Riya’ (pengharaman
riya’) menyebutkan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah. Dalam hadist
tersebut Rasulullah bersabda tentang tiga orang yang pertama kali di hisab pada hari kiamat.
Mereka adalah orang yang mati syahid dalam pertempuran, seseorang yang belajar Al-Qur’an
dan mengajarkannya, serta orang yang selalu berinfaq di jalan Allah. Setelah mereka dipanggil,
maka ditunjukkan kepada mereka kenikmatan dan pahala yang banyak karena amal shalih yang
telah mereka kerjakan. Namun ternyata pahala mereka musnah, dan ketiganya justru menjadi
penghuni neraka, karena ternyata amal kebaikan yang mereka kerjakan di dunia hanya bertujuan
mendapatkan pengakuan dan pujian dari manusia. Mereka menjual pahala dan kenikmatan
akhirat demi manisnya ucapan dan indahnya pandangan orang lain. Na’udzu billahi min dzalik.

Bagaimana cara kita menjauhi virus yang satu ini? Solusinya adalah dengan berusaha untuk
ikhlas di setiap amal yang kita kerjakan, dan selalu berupaya protektif menjaganya. Karena setan
tak akan pernah menyerah untuk memberikan bisikan-bisikannya demi menggoyahkan dan
merusak keikhlasan seseorang. Agar manusia menjadi budak sesamanya, beramal untuk
kepuasan semu, serta mencampuradukkan tujuan hakiki amal shalih dengan tujuan bathil.

‫ ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر ال َّر ِح ْي ُم‬،ُ‫ فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه‬. َ‫َأقُوْ ُل قَوْ لِ ْي هَ َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ْال َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َساِئ ِر ْال ُم ْسلِ ِم ْين‬

Khutbah kedua

‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح ِّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ َو َعلَى آلِ ِه‬
َ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي‬.‫ اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َح ْمدًا َكثِ ْيرًا َك َما َأ َم َر‬,ِ ‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل‬
َّ ‫ فَاتَّقُوا هللاَ َح‬،ِ‫ي بِتَ ْق َوى هللا‬
َّ‫ق تُقَاتِ ِه َوالَ تَ ُموْ تُ َّن ِإال‬ ِ ْ‫ ُأو‬،ِ‫ َأ َّما بَ ْع ُد؛ـ ِعبَا َد هللا‬،‫َوَأصْ َحابِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإلَى يَوْ ِم ال ِّد ْي ِن‬
َ ‫ص ْي ُك ْم َوِإيَّا‬
َ‫َوَأنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬

Rasulullah pernah mengajarkan sebuah doa yang dapat kita jadikan perisai dari perbuatan syirik
kecil (Riya’). Beliau bersabda dalam sebuah hadist, “Takutlah kalian terhadap syirik karena dia
lebih halus dari langkah semut.” Kemudian seseorang bertanya, “Wahai Rasulallah,
bagaimana kami harus menghindarinya, sementara dia lebih halus dari langkah semut?” Maka
beliau menjawab: “Berdo’alah dengan membaca:

َ ‫ك ِم ْن َأ ْن نُ ْش ِر‬
َ ‫ك بِكَ َش ْيًئا نَ ْعلَ ُمهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُر‬
‫ك لِ َما اَل نَ ْعلَ ُم‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنَّا نَعُو ُذ ب‬

(Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu
yang kami ketahui dan kami meminta ampun kepada-Mu terhadap apa yang tidak kami
ketahui).” (HR Ahmad)
Sayyid Muhammad Nuh dalam kitabnya at-Taujihaad an-Nabawiyyah memberikan penjelasan,
“Agama Islam melarang dan melawan segala bentuk kesyirikan, sebagaimana yang disebutkan
dalam banyak ayat Al-Qur’an-yang di antaranya adalah syirik kecil-dengan memberikan
ancaman dan peringatan, karena melihat banyaknya manusia yang lalai darinya,
meremehkannya, terperosok kedalamnya, dan terlumuri oleh kenajisan syirik kecil ini. Hadits ini
berisikan do’a agar kita terlepas dari penyakit syirik kecil yang sering menyelinap ke dalam hati
tanpa kita sadari dan kemudian merusaknya. Sebagaimana seorang pencuri yang menyelinap ke
rumah korbannya, kemudian mengambil barang-barang yang dimiliki, sedang pemiliknya sedang
terlelap dalam tidur.”

Semoga Allah senantiasa menjaga keikhlasan hati kita dan menjauhkan kita dari beramal karena
pujian dan penglihatan manusia karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui semua yang kita
sembunyikan dalam hati. Dan Allah hanya akan menerima amalan yang ditujukan untuk mencari
ridha-Nya semata.

‫إن هللا ومالئكته يصلون على النبي ياأيها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما‬

ِ ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬


‫آل‬ َ َّ‫ ِإن‬،‫صلَّيْتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬
ِ َ‫ َوب‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما‬ِ ‫ص ِّل َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى‬ َ ‫اَللَّهُ َّم‬
ََّ ‫ ِإن‬،‫ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْكتَ َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى آ ِل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬
ٌ.‫ك َح ِم ْي ٌـد َم ِج ْيد‬

‫اللهم اغفر للمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات األحياء منهم واألموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات‬

َ ‫ك ِم ْن َأ ْن نُ ْش ِر‬
َ ‫ك بِكَ َش ْيًئا نَ ْعلَ ُمهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُر‬
‫ك لِ َما اَل نَ ْعلَ ُم‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم ِإنَّا نَعُو ُذ ب‬

‫ربنا اتنا فى الدنيا حسنة وفى االخرة حسنة وقنا عذاب النار‬

‫سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسالم على المرسلين والحمد هلل رب العالمين‬
KETIKA HATIMU KERAS DAN MEMBATU
Oleh Inayatullah Hasyim
 
 
،ُ‫ض َّل لَه‬ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد ِه هللاُ فَاَل ُم‬،‫ت َأ ْع َمالِنَا‬ ِ ‫ َونَعُوْ ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر َأ ْنفُ ِسنَا َو َسيَِّئا‬،‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هَّلِل ِ؛ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُرهُ َونَتُوْ بُ ِإلَ ْي ِه‬
َ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّمداً َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ بَلَّ َغ الرِّ َسالَةَ َوَأ َّدى اَأل َمانَة‬،ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْيكَ لَه‬،ُ‫ي لَه‬ َ ‫َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬
‫َأ‬
َ‫صحْ بِ ِه جْ َم ِع ْين‬ َ ‫ات هللاِ َو َساَل ُمهُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َو‬ ُ ‫صلَ َو‬ َ َ‫َص َح اُأل َّمةَ؛ ف‬ َ ‫ َون‬.
َْ‫َأ َّما بَ ْع ُد َم َعا ِش َر ال ُمْؤ ِمنِ ن‬:
‫ي‬
ُ‫ اِتَّقُوْ ا هللاَ تَ َعالَى؛ فَِإ َّن َم ِن اتَّقَى هللاَ َوقَاهُ َوَأرْ َش َدهُ ِإلَى َخي ٍْر ُأ ُموْ ٍر ِد ْينِ ِـه َو ُد ْنيَاه‬.
 
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.
 
Puji syukur pada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada
Rasulallah SAW dan para ahli keluarganya yang suci dan mulia. Selaku khatib, saya berpesan
pada diri sendiri dan jamaah sekalian: mari tingkatkan selalu ketakwaan kita kepada Allah SWT,
agar kita mendapatkan kesuksesan hidup dunia dan akherat. Amin.
 
Pada kesempatan khutbah yang singkat ini saya ingin membahas hal yang ringan namun sering
sekali terjadi pada diri kita, yaitu qaswatul qalb atau ketika hati keras dan membatu.
 
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.
 
Saudaraku, sekali waktu barangkali kita pernah merasakan sulit sekali bersyukur. Hidup terasa
hampa. Banyak keinginan tak kunjung terpenuhi. Akibatnya, hati terasa keras dan membatu.
Kesombongan menyelimuti kehidupan dari hari ke hari. Dan saat mendapat nasehat dari saudara,
teman, atau kiai sekalipun, kita merasa digurui. Ketahuilah sesungguhnya kita tengah terjangkit
penyakit “qaswatul qolb” atau hati yang membatu.
 
Semakin banyak kemaksiatan kita lakukan sesungguhnya semakin membuat hati kita mengeras
dan membatu. Allah SWT berfirman,
 
"ُ‫ق فَيَ ْخ ُر ُج ِم ْنه‬ُ َّ‫ار ِة لَ َما يَتَفَ َّج ُر ِم ْنهُ اَأل ْنهَا ُر َوِإ َّن ِم ْنهَا لَ َما يَ َّشق‬
َ ‫ك فَ ِه َي َك ْال ِح َجا َر ِة َأوْ َأ َش ُّد قَ ْس َوةً َوِإ َّن ِمنَ ْال ِح َج‬ َ ِ‫ت قُلُوبُ ُكم ِّمن بَ ْع ِد َذل‬ ْ ‫ثُ َّم قَ َس‬
َ‫ْال َماء وَِإ َّن ِمنهَا ل َما يَ ْهبِط ِم ْن خَ شيَ ِة هللاِ َو َما هللاُ بِغَافِ ٍل َع َّما تَ ْع َملون‬
ُ ْ ُ َ ْ
 
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di
antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya....” (QS. Al-
Baqarah:74)
 
Maka, kata Ibnul Qayyim, : ‫ ابن القيم‬-- ‫ الَ يَصْ لِ َحا ِن ِإاَل النَار‬،‫ْت القَا ِس ُي كاَل َش َج َر ِة اليَابِ َس ِة‬ ٌ ‫القَ ْلبُ ال َمي‬
 
Hati seseorang yang telah kering dan membatu, ia bagaikan pohon yang meranggas dan mati.
Keduanya hanya pantas dilalap api. Naudzubillah.
 
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.
 
Memang, ada banyak sebab kerasnya hati. Qadhi al-Fudail berkata, “Tiga peristiwa yang
menyebabkan hati membatu; terlalu banyak makan, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak
berbicara”. Bahkan, makan yang berlebihan merusak kesehatan badan. Ibnu Sina, pakar
kedokteran Islam generasi awal, berkata, “Perhatikanlah (konsumsi) perutmu sebab sebagian
besar penyakit bermula dari makanan yang berlebih”.
 
Karena itulah, Ali bin Abi Thalib RA berkata,“Istirahatnya badan dengan mengurangi makan,
istirahatnya lidah dengan mengurangi berbicara, dan istirahatnya hati dengan mengurangi
keinginan.”
 
Untuk mengindari qaswatul qolb, Rasulallah SAW mengajarkan kepada kita, antara lain, untuk
pandai-pandai bersyukur. Suatu hari, seorang sahabat datang kepada Rasulallah SAW dan
berkata, “Akhir-akhir ini aku merasakan hatiku keras, Rasulallah SAW kemudian berkata,
“Maukah engkau kuberi tahu cara untuk melembutkannya dan keinginanmu terpenuhi?
Sayangilah anak-anak yatim, usaplah kepalanya, berikanlah mereka makanan dari makananmu,
niscaya (hal demikian) akan melembutkan hati dan melapangkan rizkimu” (HR Thabrani).
 
Maka, ketika kita menjamu yatim, menawarkan mereka makanan terbaik yang kita miliki bukan
saja ia melembutkan hati, namun mengantarkan kita pada hadits Rasulallah SAW lainnya, “Aku
dan orang-orang yang mengurus anak yatim kelak akan berdampingan seperti dua jari di surga.”
 
Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.
 
Cara lainnya adalah sering-seringlah berziarah kubur, tentu dengan niat yang benar. Rasulallah
SAW berkata, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Sekarang berziarah. Sebab
sesungguhnya ia akan melembutkan hati, melelehkan air mata, dan mengingatkan akherat.” (HR
Al-Hakim).
 
Ziarah kubur dengan tujuan mengingat akherat adalah hal yang dianjurkan. Dengan mengingat
kematian, tersadarlah kita bahwa tak ada yang pantas untuk kita sombongkan. Makanan terbaik
kita adalah madu. Ia diproduksi oleh lebah. Pakaian terbaik adalah sutera. Sutera diproduksi oleh
ulat. Hiasan terindah adalah mutiara. Mutiara diproduksi oleh kerang. Kesombongan macam apa
yang pantas kita banggakan di hadapan Allah, Dzat yang menciptakan lebah, ulat dan kerang itu.
 
Allah SWT berfirman, ‫ض ۖ َوهُ َو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬
ِ ْ‫ت َواَأْلر‬ َ ‫َولَهُ ْال ِكب ِْريَا ُء فِي ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
 
“Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana”. (QS al-Jaatsiyah: 37)
 
Selain memperhatikan yatim dan berziarah kubur, Rasulallah SAW menganjurkan untuk
bersegera dalam melakukan setiap kebaikan, hindari kemalasan. Bahkan, kata beliau SAW,
“sebaik-baik shalat adalah di awal waku.” Rasulallah SAW kemudian mengajarkan kita untuk
berdoa, “Ya Allah, aku berlindung padamu dari kelemahan dan rasa malas.” Pepatah berkata,
pemalas selalu menanti hari mujur. Padahal, bagi seorang yang rajin, tiap hari adalah hari mujur!
 
Lalu, jika kita tetap merasa banyak keinginan hati yang belum terpenuhi, berbaik sangkalah pada
Allah SWT. Barangkali, ada hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan. Boleh jadi, ada
makanan tidak halal yang kita konsumsi dalam keseharian. Belajarlah untuk beristighfar sebab
azab terberat di dunia adalah ketika Allah telah mengunci lidahmu untuk berdzikir dan
beristigfar kepada-Nya.
 
Bahkan, kata Ibnul Qayyim, :
 
‫أن يُ ْع ِط ْيكَ فَوْ قَهَا َعطَايَا لَ ْم‬ْ ‫!! بَلْ يُُ ٍر ْي ُد‬.. ‫ط‬ْ َ‫ك فَق‬ َ َ‫ك بِالدُعا َ ِء فَا ْعلَ ْم أنَ هللاَ لَ ْن ي ٍُريْد إ َجابَةَ َد ْع َوت‬ َ ‫ار‬ٍ ‫ت ْالبَالَ ِء َم َع اِ ْستٍ ْم َر‬ ُ ‫ك َو ْق‬ َ َ‫ٍإ َذا ط‬
َ ‫ال َعلَ ْي‬
ْ ‫ ت‬..
َ‫َطلً ْبهَا أ ْنت‬
 
Apabila musibah yang engkau dapatkan panjang sekali, padahal tak pernah berhenti engkau
berdoa, yakinlah bahwa Allah tidak saja hendak menjawab doa-doamu itu. Tetapi, Allah hendak
memberimu karunia lain yang bahkan engkau tak memintanya".
 
Semoga kita terhindar dari yang keras dan membatu.
 
ٍ ‫َأقُوْ ُل هَ َذا القَوْ َل َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َساِئ ِر ال ُم ْسلِ ِم ْينَ ِم ْن ُكلِّ َذ ْن‬
َ ‫ب فَا ْستَ ْغفِرُوْ هُ يَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ِإنَّهُ هُ َو ال َغفُوْ ُر‬
‫الر ِح ْي ُم‬

Anda mungkin juga menyukai