Anda di halaman 1dari 8

Nama: SOFIATY DEWI A.

BASYIR
NPM : 2213201076
Kelas : 5A
MK : INVESTIGASI DAN PENCEGAHAN KECELAKAAN

“ PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MEMUAT


TENTANG INVESTIGASI DAN PENCEGAHAN KECELAKAAN”

1. Undang-undang no 1 tahun 1970, Tentang Keselamatan Kerja, pada pasal 3


mengenai syarat-syarat keselamatan kerja yang isinya ;
(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-
syarat keselamatan kerja untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadianlain yang berbahaya;
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu,kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,sinar atau
radiasi, suara dan getaran;
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis,peracunan, infeksi dan penularan;
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara
dan proses kerjanya;
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan
dan penyimpanan barang;
q. Mencegah terkena aliran listrik jang berbahaya;
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut
dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, tehnik dan
teknologi serta pendapatan-pendapatan baru dikemudian hari.

2. PP no 50 tahun 2012, Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja, pada pasal 13 yang isinya :

Pasal 13
(1) Prosedur informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf
d harus memberikan jaminan bahwa informasi K3 dikomunikasikan kepada
semua pihak dalam perusahaan dan pihak terkait di luar perusahaan.
(2) Prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1)
huruf e terdiri atas pelaporan:
a. terjadinya kecelakaan di tempat kerja;
b. ketidaksesuaian terhadap peraturan perundang- undangan dan/atau
standar;
c. kinerja K3;
d. identifikasi sumber bahaya; dan
e. yang diwajibkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pendokumentasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf
f paling sedikit dilakukan terhadap:
a. peraturan perundang-undangan di bidang K3 dan standar di bidang K3;
b. indikator kinerja K3;
c. izin kerja;
d. hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko;
e. kegiatan pelatihan K3;
f. kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan;
g. catatan pemantauan data;
h. hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut;
i. identifikasi produk termasuk komposisinya;
j. informasi mengenai pemasok dan kontraktor; dan
k. audit dan peninjauan ulang SMK3.

3. Undang-undang no 3 tahun 1992, Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja,


pada pasal 1 mengenai ketentuan umum yang isinya :
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang
sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan
pelayanan sebagai akibat peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit,
hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.
2. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
di dalam maupun di luar hubungan
kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.
3. Pengusaha adalah:
a. orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu
perusahaan milik sendiri;
b. orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia, mewakili
perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
4. Perusahaan adalah setiap bentuk badan usaha yang mempekerjakan
tenaga kerja dengan tujuan mencari untung
atau tidak, baik milik swasta maupun milik negara.
5. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada
tenaga kerja untuk sesuatu pekerjaan
yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang
ditetapkan menurut suatu perjanjian,
atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pengusaha dengan
tenaga kerja, termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun
keluarganya.
6. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang
timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam
perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau
wajar dilalui.
7. Cacad adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan
yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan
pekerjaan.
8. Sakit adalah setiap gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan,
pengobatan, dan/atau perawatan.
9. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan
pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan
persalinan.
10. Pegawai pengawas ketenagakerjaan adalah pegawai teknis berkeahlian
khusus dari Departemen Tenaga Kerja
yang ditunjuk oleh Menteri.
11 Badan penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya
menyelenggarakan program jaminan sosial
tenaga kerja.
12 Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
ketenagakerjaan.

4. PERMENAKER no 2 tahun 1992, Tentang Tata Cara Penunjukan


Kewajiban Dan Wewenang Ahli Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, pada
pasal 10 mengenai wewenang Ahli K3 yang isinya :
(1) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja berwenang untuk:
a. Memasuki tempat kerja sesuai dengan keputusan penunjukan;
b. Meminta keterangan dan atau informasi mengenai pelaksanaan syarat-
syarat keselamatan dan kesehatan kerja ditempat kerja sesuai dengan
keputusan penunjukannya;
c. Memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi dan
memberikan persyaratan serta pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja
yang meliputi:
1. Keadaan dan fasilitas tenaga kerja.
2. Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi serta peralatan
lainnya.
3. Penanganan bahan-bahan.
4. Proses produksi.
5. Sifat pekerjaan.
6. Cara kerja.
7. Lingkungan kerja.
(2) Perincian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dapat dirubah
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang ditunjuk berdasrkan Undang-
undang uap tahun 1930 dan ahli keselamatan dan kesehatan kerja yang
bekerja pada perusahaan yang memberikan jasa dibidang keselamatan dan
kesehatan kerja dalam memberikan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf c harus mendapat persetujuan Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk.

5. PERMENAKER no 5 tahun 1996, Tentang Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja, pada pasal 3,4,5 mengenai penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja serta audit sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang isinya :
Pasal 3
(1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus
orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan
oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan
kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit
akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
(2) Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
dilaksanakan oleh Pengurus, Pengusaha dan seluruh tenaga kerja sebagai
satu kesatuan.
Pasal 4
(1) Dalam penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam
pasal 3, Perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
a. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin
komitmen terhadap penerapan Sistem Manajemen K3;
b. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja;
c. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
dengan
mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan
untuk mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan
kerja;
d. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja keselamatan dan
kesehatan kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan;
e. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan Sistem
Manajemen K3 secara berkesinambungan dengan tujuan meningkatkan
kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Pedoman penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud ayat
(1)
sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri ini.

BAB IV
AUDIT SISTEM MANAJEMEN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 5
(1) Untuk pembuktian penerapan Sistem Manajemen K3 sebagaimana
dimaksud pasal 4 perusahaan dapat melakukan audit melalui badan audit
yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Audit Sistem Manajemen K3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pembangunan dan pemeliharaan komitmen;
b. Strategi pendokumentasian;
c. Peninjauan ulang desain dan kontrak;
d. Pengendalian dokumen;
e. Pembelian;
f. Keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3;
g. Standar Pemantauan;
h. Pelaporan dan perbaikan kekurangan;
i. Pengelolaan material dan pemindahannya;
j. Pengumpulan dan penggunaan data;
k. Pemeriksaan sistem manajemen;
l. Pengembangan keterampilan dan kemampuan;
(3) Perubahan atau penambahan sesuai perkembangan unsur-unsur
sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur oleh Menteri.
(4) Pedoman teknis audit sistem manajemen K3 sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri
ini.

6. PERMENAKER no 3 tahun 1998, Tentang Tata Cara Pelaporan dan


Pemeriksaan Kecelakaan, pada pasal 2,3,4,5,6,7,8,9 yang isinya :
BAB II
TATA CARA PELAPORAN KECELAKAAN

Pasal 2
(1) Pengurus atau pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja dipimpinnya.
(2) Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Kecelakaan Kerja;
b. Kebakaran atau peledakan atau bahaya pembuangan limbah;
c. Kejadian berbahaya lainnya.

Pasal 3
Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berlaku
bagi pengurus atau pengusaha yang telah dan yang belum mengikutsertakan
pekerjaannya ke dalam program jaminan sosial tenaga kerja berdasarkan
Undangundang No. 3 Tahun 1992.

Pasal 4
(1) Pengurus atau pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib
melaporkan secara tertulis kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) huruf a, b, c dan d kepada Kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali duapuluh empat) jam
terhitung sejak terjadinya kecelakaan dengan formulir laporan kecelakaan sesuai
contoh bentuk 3 KK2 A lampiran 1.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.

Pasal 5
(1) Pengurus atau pengusaha yang telah mengikutsertakan pekerjaannya pada
program jaminan sosal tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 3,
melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) huruf a
dan b dengan tatacara pelaporan sesuai peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
PER-05/MEN/1993.
(2) Pengurus atau pengusaha yang belum mengikutsertakan pekerjaannya pada
program jaminan sosial tenaga kerja, sebagaimana dimaksud dalam pasal 3,
melaporkan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 2 huruf a
dan b dengan tatacara pelaporan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No. PER-04/MEN/1993.

BAB III
PEMERIKSAAN KECELAKAAN
Pasal 6
(1) Setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
dan Pasal 5, Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja memerintahkan pegawai
pengawas untuk melakukan pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan.
(2) Pemeriksaan dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)harus dilaksanakan terhadap setiap kecelakaan yang dilaporkan oleh
pengurus atau pengusaha.
(3) Pemeriksaan dan pekerjaan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Pasal 7
Pegawai pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan pengkajian
mempergunakan formulir laporan pemeriksaan dan pengkajian sesuai Lampiran
II untuk kecelakaan kerja, Lampiran III untuk penyakit akibat kerja, Lampiran
IV untuk peledakan, kebakaran dan bahaya pembuangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 limbah dan Lampiran V untuk bahaya lainnya.

Pasal 8
(1) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja berdasarkan hasil pemeriksaan
dan pengkajian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 pada tiap-tiap
akhir bulan menyusun analisis laporan kecelakaan dalam daerah hukumnya
dengan menggunakan formulir sebagaimana Lampiran VI peraturan ini.
(2) Kepala Kantor Departemen Tenaga Kerja harus menyampaikan analisis
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja setempat selambat-lambatnya tanggal 5 bulan
berikutnya.

Pasal 9
(1) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja berdasarkan analisis
laporan kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 menyusun analisis
kecelakaan dalam daerah hukumnya dengan menggunakan formulir
sebagaimana Lampiran VII peraturan ini.
(2) Analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat untuk tiap
bulan.
(3) Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja harus segera
manyampaikan analisis kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

Anda mungkin juga menyukai