HASIL
A. Pelaksanaan
B. Observasi
1. Kelembagaan
a. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Per-
04/MEN/1987)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah
suatu wadah kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan tenaga
kerja dalam menangani masalah K3 di perusahaan.
Setiap tempat kerja dengan kriteria sebagai berikut wajib membentuk
P2K3
1) Jumlah tenaga kerja > 100 orang
2) Jumlah tenaga kerja < 100 orang, namun mempunyai resiko bahaya
besar
PJK3 berkewajiban:
1) Mentaati semua peraturan perundangan;
2) Mengutamakan pelayanan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan
syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
3) Membuat kontrak yang memuat secara jelas hak dan kewajiban
4) Menyimpan dokumen kegiatan selama 5 tahun
5) Lapor/konsul dengan pejabat K3 setempat
b. Pembinaan
1) Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tenaga kerja baru
tentang:
a) Kondisi, bahaya dan risiko yang dapat timbul dalam tempat kerja
b) Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerja
c) APD yang harus digunakan oleh tenaga kerja yang bersangkutan
d) Cara dan sikap yang aman saat bekerja
2) Pengurus mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3) Pengurus wajib menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja dalam upaya pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran, peningkatan K3 dan pemberian P3K
4) Pengurus wajib memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan
yang berlaku
c. P2K3
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dibentuk
guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang K3, dalam
rangka melancarkan usaha berproduksi.
d. Kecelakaan
Pengurus wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja kepada disnaker menggunakan form KK2A Permenaker nomor 03
tahun 1998
g. Kewajiban pengurus
1) Memasang UU No. 1 tahun 1970 di tempat kerja
2) Memasang gambar dan bahan pembinaan K3
3) Menyediakan semua alat perlindungan diri secara cuma-cuma
h. Sanksi dan denda
Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundangan ini adalah
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan denda setinggi-
tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).
4. Kebijakan K3
Kebijakan K3 merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan
yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.
Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama
yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam
organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.
Namun demikian, tanpa adanya kebijakan yang dilandasi dengan komitemen
yang kuat, apapun yang direncanakan tidak akan berhasil dengan baik.
Berbagai bentuk komitmen yang dapat diwujudkan oleh pimpinan dan
manajemen dalam K3 antara lain:
Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi,
seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratkan
K3 lainnya.
Memasukkan K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan
pertemuan lainnya.
Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan
harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti
pertemuan keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja,
petemuan audit K3.
Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan
untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai
bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat
1 PP No. 50 Tahun 2012, pengusaha paling sedikit harus:
a. Melakukan tinajuan awal kondisi K3 yang meliputi:
1) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;
2) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain yang
lebih baik;
3) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
4) Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
5) Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/
serikat buruh.
Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit
memuat:
a. Visi;
b. Tujuan perusahaan;
c. Komitmen dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
Kebijakan K3 dibuat melalui proses tinjauan awl kondisi K3 dan
konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja. Penetapan kebijakan K3
harus:
a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. Tertulis, tertanggal dan ditandatangani;
c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluru pekerja/buruh, tamu,
kontraktor, pemasok dan pelanggan;
e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. Bersifat dinamik; dan
g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut
masih sesuai dengan perubahan yang terjadu dalam perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan ketentuan kebijakan K3, maka pengusaha
dan/atau pengurus harus:
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan
keputusan perusahaan;
b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana
lain yang diperlukan di bidang K3;
c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggungjawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3;
d. Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
Kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh pengusaha menjadi referensi
dalam menyusun program (perencanaan) K3. Program K3 tidak dapat disusun
tanpa adanya kebijakan K3.
5. Dasar K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari
kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit
akibat kerja.
Sasaran penerapan K3 yaitu melindungi para pekerja dan orang lain di
tempat kerja, benda (mesin, alat, bangunan, dll), dan lingkungan (air, udara,
cahaya, dll); menjamin setiap sumber produksi dipakai secara aman dan
efisien, dan menjamin proses produksi berjalan lancar.
Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan penerapan K3 sesuai
aspeknya, yaitu dimulai sejak tahap perencanana, pemasangan, pengujian,
pemakaian dan perawatan. Pengendaliannya dapat berupa Administratif,
legalitas/perijinan, standarisasi, dan sertifikasi.
Sebagai pedoman pengendalian perlu dilakukan identifikasi bahaya
guna mengetahui potensi bahaya dan risiko yang akan ditimbulkan apabila
tidak dilakukan pengendalian. Identifikasi ini dapat dilakukan menggunakan
teknik yang sudah baku seperti check list, JSA, JSO, hazops, HIRADC, dsb.
Potensi bahaya yang biasa ditemui di tempat kerja berasal dari lingkungan
kerja, antara lain faktor fisik, kimia, biologi, ergonomis, danz psikologi.
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga atau tiba-tiba yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta
benda. Kecelakaan kerja dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:
1. Kecelakan dalam hubungan kerja
Kecelakaan yang terjadi akibat dari pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga
kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka
menjalankan pekerjaannya.
2. Kecelakaan kerja
Suatu kejadian tidak diduga (incident) yang mengakibatkan kekacauan
proses pekerjaan/produksi yang drencanakan sebelumnya. Dalam hal ini
kecelakaan kerja tidak selalu diukur adanya korban manusia cidera atau
mati.
1
Fatality
F
Fatali
10
a
tyinjury
Severe
t
30
a
Minor injury
l
600
i
Near miss
t
y
10.000
Unsafe acts & condition
6. K3 Listrik
a. Pengawasan K3 listrik di tempat kerja
Listrik merupakan energy yang dibangkitkan oleh sumber energy
(generator) dan dapat mengalir dari satu titik ke titik lain melalui
konduktor dalam rangkaian tertutup.
Potesi bahaya listrik adalah:
1) Kejut listrik
Sentuhan langsung
Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal
bertegangan.
Sentuhan tidak langsung
Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal tidak
bertegangan, menjadi bertegang
2) Efek termal (panas berlebih)
3) Efek medan listrik dan medan magnet
7. K3 Kebakaran (Per-04/Men/1980)
Kebakaran adalah reaksi kimia suatu zat dengan oksigen yang terjadi
pada suhu tertentu. Kebakaran dapat diartikan sebagai suatu energy yang tidak
terkendali. Kebakaran dapat terjadi ketika ada bahan bakar yang kontak
dengan panas dan oksigen (Teori Segitiga Api). Pada saat terjadi kebakaran
oksigen akan berkurang yang mengakibatkan tekanan udara menurun, maka
akan terjadi arus angin besar sehingga kobaran nyala api cepat menjalar.
Berikut ini merupakan fenoma terjadinya kebakaran:
Adanya energy yang tidak terkendali (0-3 menit),
Apabila energy tersebut kontak dengan zat yang dapat terbakar maka akan
terjadi penyalaan tahap awal (initiation) sumber api/nyala relative kecil.
Intensitas nyala api meningkat (growth) secara konduksi, koveksi dan
radiasi hingga 3 s/d 10 menit atau temperature mencapai 300oC, terjadi
penyalaan serentak (flashover).
Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode
kebakaran mantab (steady/full development fire) temperature dapat
mencapai 600-1000oC.
Setelah pucak pembakaran , intensitas nyala ai akan berkurang/surut atau
padam (Decay).
Untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran maka perlu adanya system
proteksi, yaitu:
a. Proteksi aktif
Dilakukan pada saat terjadi kebakaran dengan penerapan suatu design
system instalasi deteksi, alarm dan alat pemadam kebakaran yang sesuai
dan handal, sehingga tempat kerja tersebut mandiri dalam menghadapi
bahaya kebakaran.
Sarana proteksi aktif:
Alat deteksi kebakaran
1) Nyala/cahaya : ultra violet smoke detector, infra red smoke
detector
2) Panas : fixed heat detector, rate of rise heat detector
3) Asap/gas : ionization smoke detector, optical smoke detector
4) Manual : push bottom, pull down, break glass
Alarm
Alat pemadam
1) Sprinkler :otomatis memancarkan api saat alat pendeteksi pecah
2) Hydrant : api skala besar
3) APAR : api skala kecil (air, busa, dry powder, CO2)
b. Proteksi pasif
Dilakukan sebelum dan setelah terjadinya kebakaran, berupa design
tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyambaran panas, asap
dan gas, baik secara vertical maupun horizontal.
Dalam hal terjadi kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh faktor
Lingkungan Kerja dilakukan program pengendalian dan penanganan sesuai
dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengendalian
Lingkungan Kerja dilakukan sesuai hirarki pengendalian meliputi upaya:
a. eliminasi;
b. substitusi;
c. rekayasa teknis;
d. administratif; dan/atau
e. penggunaan alat pelindung diri.
Setiap tempat kerja yang memiliki potensi bagaya lingkungan kerja wajib
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian. Jenis pemeriksaan dan/atau
pengujian:
a. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di
Tempat Kerja, meliputi:
Area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor
Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
KUDR; dan
Sarana dan fasilitas Sanitasi.
b. Berkala dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali
atau sesuai dengan penilaian risiko atau ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi sda.
c. Ulang dilakukan apabila hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian
sebelumnya baik secara internal maupun eksternal terdapat keraguan.
d. Khusus dilakukan setelah kecelakaan kerja atau laporan dugaan
tingkat pajanan di atas NAB
9. K3 Kimia (Kepmenaker 187 tahun 1999)
Pengusaha atau pengurus wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya
di tempat kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibbat kerja. Pengendalian yang dilakukan dapat berupa penyediaan lembar
data keselamatan bahan (LDKB) atau material safety data sheet (MSDS) dan
pelabelan, penunjukkan petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia. LDKB/MSDS
diletakkan pada tempat yang mudah diketahui oleh tenaga kerja dan pegawa
pengawas.
Pengusaha atau pengurus wajib menyampaikan daftar nama, sifat dan
kuantitas bahan kimia berbahaya di tempat kerja kepada Dinas Tenaga Kerja
setempat dan nantinya akan dilakukan survey kebenaran data tersebut untuk
menetapkan kategori potensi bahaya perusahaan yang bersangkutan.
Klasifikasi bahan kimia berbahaya sbagai berikut:
a. Bahan kimia beracun
b. Bahan kimia sangat beracun
c. Bahan kimia mudah terbakar
d. Bahan mudah meledak
e. Bahan oksidator
f. Bahan reaktif terhadap air
g. Bahan reaktif terhadap asam
h. Gas bertekanan
i. Bahan radioaktif
Nilai ambang kuantitas (NAK ditetapkan dalam Lampiran III Kep.Mennaker
No. Kep. 187/MEN/1999.
a. Pemeriksaan mental
keadaan kesadaran, sikap/tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan prosesber fikir
b. Pemeriksaan fisik
Fisik diagnostic (inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi)
Tekanan darah, nadi, pernafasan,
Tinggi badan, berat badan,
Kesegaran jasmani
Ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, reflek syaraf
c. Pemeriksaan Laboratorium (darah, urine, faeces).
d. Pemeriksaan Penunjang (disesuaikan dengan jenis pekerjaan/faktor risiko
yang akan dihadapi)
Rongent dada, tes alergi, spirometri, E.C.G., tes buta warna dll.
a. Pemeriksaan psikis/kejiwaan
b. Pemeriksaan fisik (fisik diagnostik)
c. Pemeriksaan laboratorium (darah danurin) rutin
d. Pemeriksaan khusus/penunjang yang berkaitan dengan keluhan/gangguan
kesehatan dan factor risiko misalnya:
Spirometri (tes fugsi paru),
Audiometri(tes tingkat pendengaran),
Pemeriksaan fungsi organ khusus (fungsi hati/lever, fungsi ginjal,
sumsum tulang dll.)
Pemeriksaan laboratorium khusus (Monitoring biologis)
Tingkat resiko:
25 = Tingkat resiko sangat tinggi
Kegiatan harus dihentikan dan perlu perhatian manajemen puncak
16 s/d 20 = Tingkat resiko tinggi
Perlu perhatian manajemen puncak dan tindakan perbaikan segera
dilakukan
8 s/d 15 = Tingkat resiko Substansial
Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak diperlukan keterlibatan
manajemen puncak
3 s/d 6 = Tingkat resiko Menengah
Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
1 s/d 2 = Tingkat resiko diterima
Resiko dapat diterima
c. Penanganan resiko
Hirarki pengendalian:
Eliminasi
Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
Substitusi
Mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
Rekayasa Teknik
Modifikasi peralatan atau mesin agar lebih aman saat digunakan.
Pengendalian Administratif
Membuat aturan-aturan tertulis agar pekerja bekerja dengan aman.
Contoh: SOP, IK, pelatihan karyawan, dsb
Alat Pelindung Diri
Menyediakan APD sesuai potensi bahaya yang dihadapi pekerja secara
cuma-cuma
d. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Setelah rencana tindakan pengendalian risiko dilakukan maka
selanjutnya perlu dipantau dan ditinjau ulang apakah tindakan tersebut
sudah efektif atau belum
Bentuk pemantauan antara lain :
Inspeksi
Pemantauan Lingkungan
Audit
15. SMK3
Sistem manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
a. Penerapan SMK3
Setiap perusahan wajib menerapkan SMK3 sesuai PP No 50 tahun
2012. Perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 adalah perusahaan yang
mempunyai karyawan lebih dari 100 orang atau mempunyai potensi
bahay besar.
Penerapan SMK3 dilaksanakan meliputi:
1) Penetapan kebijakan
2) Perencanaan K3
3) Pelaksanaan rencana K3
4) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3
5) Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
b. Audit SMK3
Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen
terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam
penerapan SMK3 di perusahaan.
1) Audit internal
Penilaian yang dilakukan oleh perusahaan sendiri, yang bertujuan
menilai efektifitas penerapan SMK3 di perusahaan serta member
masukan kepada pihak manajemen dalam rangka pengembangan
secara terus menerus.
Audit internal dilaksanakan minimal 1 kali dalam setahun dengan
melibatkan seluruh bagian di perusahaan. Audit internal
dilaksanakan oleh personil yang independen terhadap bagian yang
diaudit. Pelaksana audit harus sudah mengikuti sertifikasi auditor
SMK3.
2) Audit eksternal
Penilaian yang dilakukan oleh lembaga audit yang ditunjuk oleh
kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, dalam rangka penilaian
penerapan SMK3 di perusahan secara obyektif dan menyeluruh
sehingga diperoleh pengakuan dari pemerintah atas penerapan
SMK3 di perusahaan.
Lembaga auditor di Indonesia:
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan pelatihan dan sertifikasi Calon Ahli K3 Umum di dapatkan:
1. Peraturan perundang-undangan terkait penerapan K3 di tempat kerja:
a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
b. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
c. PP No. 50 tahun 2012 tentang Penerapaan SMK3
d. Permenaker No. 4 tahun 1987 tentang Tata cara penunjukkan kewajiban
dan wewenang AK3 dan P2K3
e. Permenaker No. 2 tahun 1992 tentang Tata cara penunjukkan kewajiban
dan wewenang AK3
f. Permenaker No.4 tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa K3’
g. Permenaker No. 1 tahun 1980 tentang K3 pada kontruksi bangunan
h. Permenaker No. 12 tahun 2015 tentnag K3 Listrik di tempat kerja
i. Permenaker No. 33 tahun 2015 tentang perubahan atas Permenaker No.
12 tahun 2015 tentnag K3 Listrik di tempat kerja
j. Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000
k. Permenaker No. 2 tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur
Petir
l. Permenaker No. 31 tahun 2015 tentang Perubahan atas Permenaker No.
2 tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
m. Kepmenaker No. 186 tahun 1999 tentang Unit penanggulangan
kebakaran di tempat kerja
n. Permenaker No. 4 tahun 1980 tentang Syarat-syarat pemasangan dan
pemeliharaan APAR
o. Permenaker No. 5 tahun 2018 tentang K3 Lingkungan kerja
p. Kepmenaker No. 187 tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya
q. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul
karena hubungan kerja
r. Permenaker No. 2 tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga
kerja dan penyelanggaraan kesehatan kerja
s. Permenaker No. 1 tahun 1981 tentang Kewajiban melapor penyakit
akibat kerja
t. Permenaker No. 3 tahun 1982 tentang pelayanan kesehatan kerja
u. Permenaker No. 15 tahun 2008 tentang Pertolongan pertama pada
kecelakaan di tempat kerja
v. Permenaker No. 4 tahun 1993 tentang jaminan kecelakaan kerja
w. Permenaker No. 3 tahun 1998 tentang tata cara pelaporan dan
pemeriksaan kecelakaan
x. UU Uap tahun 1930 dan Peraturan Uap tahun 1930
y. Permenaker No. 37 tahun 2016 tentang K3 Bejana tekan dan tanki
timbun
z. Permenaker No. 38 tahun 2016 tentang K3 Pesawat tenaga dan produksi
aa. Permenaker No. 5 tahun 1985 tentang Pesawat angkat angkut
bb. Permenaker No. 9 tahun 2010 tentang Operator dan petugas Pesawat
angkat angkut
cc. Permenaker No. 26 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan penilaian
penerapan SMK3
dd. Pengelasan
ee.
2. Penerapan K3 yang harus segera diperbaiki untuk mendukung program
SMK3 antara lain:
ff.
B. Saran
1. Diharapkan setelah pelatihan ini, perusahaan dapat mendukung dan memfasilitasi
penerapan K3 sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Diharapan seluruh tenaga kerja berpartisipasi aktif dan mendukung program K3
perusahaan.
LAMPIRAN