BAB II
HASIL
A. Pelaksanaan
B. Observasi
1. Kelembagaan
a. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Per.04/MEN/1987)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah
suatu wadah kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan tenaga
kerja dalam menangani masalah K3 di perusahaan.
Setiap tempat kerja dengan kriteria sebagai berikut wajib membentuk
P2K3
1) Jumlah tenaga kerja > 100 orang
2) Jumlah tenaga kerja < 100 orang, namun mempunyai resiko bahaya
besar
4
5
Syarat keanggotaan:
1) Jumlah tenaga kerja > 100 orang, maka jumlah anggota sekurang-
kurangnya 12 orang yang terdiri dari 6 mewakili pengusaha/pengurus
dan 6 orang mewakili tenaga kerja.
2) Jumlah tenaga kerja antara 50 – 100 orang, maka jumlah anggota
sekurang-kurangnya 6 orang yang terdiri dari 3 mewakili
pengusaha/pengurus dan 3 orang mewakili tenaga kerja.
3) Jumlah tenaga kerja < 50 orang, maka jumlah anggota sekurang-
kurangnya 6 orang yang terdiri dari 3 mewakili pengusaha/pengurus
dan 3 orang mewakili tenaga kerja.
PJK3 berkewajiban:
1) Mentaati semua peraturan perundangan;
2) Mengutamakan pelayanan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan
syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
3) Membuat kontrak yang memuat secara jelas hak dan kewajiban
9
b. Pembinaan
1) Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tenaga kerja baru
tentang:
a) Kondisi, bahaya dan risiko yang dapat timbul dalam tempat kerja
b) Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerja
c) APD yang harus digunakan oleh tenaga kerja yang bersangkutan
d) Cara dan sikap yang aman saat bekerja
2) Pengurus mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3) Pengurus wajib menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja dalam upaya pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran, peningkatan K3 dan pemberian P3K
4) Pengurus wajib memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan
yang berlaku
c. P2K3
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dibentuk
guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja
11
d. Kecelakaan
Pengurus wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja kepada disnaker menggunakan form KK2A Permenaker nomor 03
tahun 1998
g. Kewajiban pengurus
1) Memasang UU No. 1 tahun 1970 di tempat kerja
2) Memasang gambar dan bahan pembinaan K3
3) Menyediakan semua alat perlindungan diri secara cuma-cuma
12
4. Kebijakan K3
Kebijakan K3 merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan
yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.
14
Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama
yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam
organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.
Namun demikian, tanpa adanya kebijakan yang dilandasi dengan komitemen
yang kuat, apapun yang direncanakan tidak akan berhasil dengan baik.
Berbagai bentuk komitmen yang dapat diwujudkan oleh pimpinan dan
manajemen dalam K3 antara lain:
Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi,
seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratkan
K3 lainnya.
Memasukkan K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan
pertemuan lainnya.
Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan
harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti
pertemuan keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja,
petemuan audit K3.
Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan
untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai
bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat
1 PP No. 50 Tahun 2012, pengusaha paling sedikit harus:
a. Melakukan tinajuan awal kondisi K3 yang meliputi:
1) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;
2) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain yang
lebih baik;
3) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
15
5. Dasar K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari
kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit
akibat kerja.
Sasaran penerapan K3 yaitu melindungi para pekerja dan orang lain di
tempat kerja, benda (mesin, alat, bangunan, dll), dan lingkungan (air, udara,
cahaya, dll); menjamin setiap sumber produksi dipakai secara aman dan
efisien, dan menjamin proses produksi berjalan lancar.
Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan penerapan K3 sesuai
aspeknya, yaitu dimulai sejak tahap perencanana, pemasangan, pengujian,
pemakaian dan perawatan. Pengendaliannya dapat berupa Administratif,
legalitas/perijinan, standarisasi, dan sertifikasi.
Sebagai pedoman pengendalian perlu dilakukan identifikasi bahaya
guna mengetahui potensi bahaya dan risiko yang akan ditimbulkan apabila
tidak dilakukan pengendalian. Identifikasi ini dapat dilakukan menggunakan
teknik yang sudah baku seperti check list, JSA, JSO, hazops, HIRADC, dsb.
Potensi bahaya yang biasa ditemui di tempat kerja berasal dari lingkungan
kerja, antara lain faktor fisik, kimia, biologi, ergonomis, danz psikologi.
17
1
Fatality
F
Fatali
10
a
tyinjury
Severe
t
30
a
Minor injury
l
600
i
Near miss
t
y
10.000
Unsafe acts & condition
6. K3 Listrik
a. Pengawasan K3 listrik di tempat kerja (Per.12/Men/2015)
Listrik merupakan energy yang dibangkitkan oleh sumber energy
(generator) dan dapat mengalir dari satu titik ke titik lain melalui
konduktor dalam rangkaian tertutup.
Potesi bahaya listrik adalah:
1) Kejut listrik
Sentuhan langsung
Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal
bertegangan.
Sentuhan tidak langsung
Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal tidak
bertegangan, menjadi bertegang
2) Efek termal (panas berlebih)
3) Efek medan listrik dan medan magnet
Jenis instalasi:
System franklin
Bagian-bagian penting instalasi penyalur petir system franklin
adalah penerima (air termal), hantaran penurunan (down
conductor), hantaran pembumian (grounding). Nilai grounding
maksimal 5 Ω.
Sistem sangkar faraday
System elektrostatik
7. K3 Kebakaran (Kep.04/Men/1999)
Kebakaran adalah reaksi kimia suatu zat dengan oksigen yang terjadi
pada suhu tertentu. Kebakaran dapat diartikan sebagai suatu energy yang tidak
terkendali. Kebakaran dapat terjadi ketika ada bahan bakar yang kontak
dengan panas dan oksigen (Teori Segitiga Api). Pada saat terjadi kebakaran
22
Alarm
Alat pemadam
1) Sprinkler :otomatis memancarkan api saat alat pendeteksi pecah
2) Hydrant : api skala besar
3) APAR : api skala kecil (air, busa, dry powder, CO2)
b. Proteksi pasif
Dilakukan sebelum dan setelah terjadinya kebakaran, berupa design
tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyambaran panas, asap
dan gas, baik secara vertical maupun horizontal.
Dalam hal terjadi kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh faktor
Lingkungan Kerja dilakukan program pengendalian dan penanganan sesuai
dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengendalian
Lingkungan Kerja dilakukan sesuai hirarki pengendalian meliputi upaya:
a. eliminasi;
b. substitusi;
c. rekayasa teknis;
d. administratif; dan/atau
e. penggunaan alat pelindung diri.
Setiap tempat kerja yang memiliki potensi bagaya lingkungan kerja wajib
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian. Jenis pemeriksaan dan/atau
pengujian:
a. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di
Tempat Kerja, meliputi:
Area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor
Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
KUDR; dan
26
9. K3 Kimia (Kep.187/MEN/1999)
Pengusaha atau pengurus wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya
di tempat kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibbat kerja. Pengendalian yang dilakukan dapat berupa penyediaan lembar
data keselamatan bahan (LDKB) atau material safety data sheet (MSDS) dan
pelabelan, penunjukkan petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia. LDKB/MSDS
diletakkan pada tempat yang mudah diketahui oleh tenaga kerja dan pegawa
pengawas.
Pengusaha atau pengurus wajib menyampaikan daftar nama, sifat dan
kuantitas bahan kimia berbahaya di tempat kerja kepada Dinas Tenaga Kerja
setempat dan nantinya akan dilakukan survey kebenaran data tersebut untuk
menetapkan kategori potensi bahaya perusahaan yang bersangkutan.
Klasifikasi bahan kimia berbahaya sbagai berikut:
a. Bahan kimia beracun
b. Bahan kimia sangat beracun
c. Bahan kimia mudah terbakar
d. Bahan mudah meledak
e. Bahan oksidator
f. Bahan reaktif terhadap air
27
a. Pemeriksaan mental
keadaan kesadaran, sikap/tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan prosesber fikir
b. Pemeriksaan fisik
Fisik diagnostic (inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi)
Tekanan darah, nadi, pernafasan,
Tinggi badan, berat badan,
Kesegaran jasmani
Ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, reflek syaraf
31
a. Pemeriksaan psikis/kejiwaan
b. Pemeriksaan fisik (fisik diagnostik)
c. Pemeriksaan laboratorium (darah danurin) rutin
d. Pemeriksaan khusus/penunjang yang berkaitan dengan keluhan/gangguan
kesehatan dan factor risiko misalnya:
Spirometri (tes fugsi paru),
Audiometri(tes tingkat pendengaran),
Pemeriksaan fungsi organ khusus (fungsi hati/lever, fungsi ginjal,
sumsum tulang dll.)
Pemeriksaan laboratorium khusus (Monitoring biologis)
5 4 3 2 1
5 25 20 15 10 5
4 20 16 12 8 4
3 15 12 9 6 3
2 10 8 6 4 2
1 5 4 3 2 1
Tingkat resiko:
25 = Tingkat resiko sangat tinggi
Kegiatan harus dihentikan dan perlu perhatian manajemen puncak
16 s/d 20 = Tingkat resiko tinggi
Perlu perhatian manajemen puncak dan tindakan perbaikan segera
dilakukan
8 s/d 15 = Tingkat resiko Substansial
Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak diperlukan keterlibatan
manajemen puncak
3 s/d 6 = Tingkat resiko Menengah
Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
1 s/d 2 = Tingkat resiko diterima
Resiko dapat diterima
c. Penanganan resiko
risk) oleh suatu organisasi. Apabila risiko tersebut tidak bisa diterima
maka organisasi harus menetapkan bagaimana risiko tersebut ditangani
hingga tingkat dimana risikonya paling minimum/sekecil mungkin. Bila
risiko mudah dapat diterima/tolerir maka organisasi perlu memastikan
bahwa monitoring terus dilakukan terhadap risiko itu.
Hirarki pengendalian:
Eliminasi
Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
Substitusi
Mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
Rekayasa Teknik
Modifikasi peralatan atau mesin agar lebih aman saat digunakan.
Pengendalian Administratif
Membuat aturan-aturan tertulis agar pekerja bekerja dengan aman.
Contoh: SOP, IK, pelatihan karyawan, dsb
Alat Pelindung Diri
Menyediakan APD sesuai potensi bahaya yang dihadapi pekerja secara
cuma-cuma
d. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Setelah rencana tindakan pengendalian risiko dilakukan maka
selanjutnya perlu dipantau dan ditinjau ulang apakah tindakan tersebut
sudah efektif atau belum
Bentuk pemantauan antara lain :
Inspeksi
Pemantauan Lingkungan
Audit
Skets
d. Interview Korban & Saksi.
Terpisah (Jaga Kerahasiaan)
Suasana Rileks & Nyaman
Lakukan Sesuai dengan Persepsi & Versinya
Dengarkan dengan Seksama, Jangan Disela
Ajukan Pertanyaan Eksplorasi & Penegasan
Pusatkan pada Pokok Pembicaraan
Gunakan Alat Bantu /peraga (jika Diperlukan)
Tutup dengan Positif Feed–back
e. Identifikasi Penyebab Langsung
Kaji Ulang antara Data dgn Kenyataan di Lokasi
Singkirkan Data/Informasi yg Tidak Berhubungan
Kemungkinan (Kondisi Sebelum Insiden)
Tentukan Kronologi yang Sebenarnya
f. Analisa Penyebab Dasar
Mengetahui penyebab kecelakaan
Mengetahui akibat kecelakaan
Untuk menentukan langkah apa yang perlu diambil
g. Menyusun Tindakan Perbaikan.
Perlu Keterlibatan Top Management.
Mulai dari Akar Masalah yang Memiliki Nilai Resiko Tinggi.
Mampu Menjelaskan “Apa yang Harus Dilakukan”.
Kombinasikan Beberapa Solusi untuk Satu Akar Masalah.
Pikirkan : Solusi Ini Aplikabel untuk Cakupan yang Lebih Luas.
Sepakati Dead Line–nya dengan PIC.
gas, atau campuran udara baik dikempa menjadi cair dalam keadaan larut
maupun beku. Contoh: tabung LPG, tabung oksigen, kompresor, tabung
CNG, dsb.
Sedangkan tangki timbun adalah bejana selain bejana tekanan yang
menyimpan atau menimbun cairan bahan berbahaya atau cairan lainnya,
di dalamnya terdapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat cairan dengan
volume tertentu. Contoh: tangki bahan bakar minyak, tanksi cairan kimia,
dsb.
Potensi bahaya pemakaian bejana tekan dan tanki timbun:
Bahaya peledakan
Bahaya kebakaran
Bahaya keracunan
Bahaya pernafasan
Pencemaran lingkungan
Tanki timbun berisi cairan mudah terbakar harus dilengkapi
pengaman sebagai berikut:
Pelat nama,
Pipa pengaman
Indicator volume atau berat
Pengukur temperature
Katub pengisian dan pengeluaran
Lubang lalu orang/lubang pemeriksaan
Alat penyalur petir dan pembumian
Sarana pemadam kebakaran yang sesuai
Perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan pemeliharaan
Larangan merokok,
Larangan membawa korek api, alat-alat api lainnya
Larangan membawa peralatan yang dapat menimbulkan peledakan
atau kebakaran.
Larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan
Jarak pagar 25 m dari dinding tangki timbun tinggi pagar 2m
Bejana tekan dan tanki timbun wajib dilakukan pemeriksaan
pertama, berkala, khusus dan ulang. Bejana tekan dan tanki timbun
dilakukan pemeriksaan berkala setian 2 tahun dan pengujian setiap 5
tahun. Pelaksanaan riksa uji dilakukan oleh pengawas spesialis PUBT
atau Ahli K3 spesialis PUBT, yang nantinya akan diberi surat
keterangan. Setiap riksa uji baik memenuhi syarat maupun tidak
memenuhi syarat K3, maka bejana akan diberi stiker tanda. Bejana yang
tidak memenuhi syarat K3 dilarang dilakukan pengisian ulang dan harus
dibongkar serta dipotong dengan prosedur kerja yang aman.
14. K3 Mekanik
Pengawasan K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan
semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas
pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap obyek
pengawasan K3 mekanik di tempat kerja. Berikut ini merupakan obyek
pengawasan K3 mekanik
a. Pesawat tenaga produksi (Permen No. 38/Men/2016)
1) Penggerak mula
Suatu pesawat yang mengubah suatu bentuk energi menjadi tenaga
mekanik dan digunakan untuk menggerakkan pesawat atau mesin
antara lain : motor pembakaran luar, motor pembakaran dalam, turbin
air dan kincir angin
42
15. SMK3
Sistem manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
a. Penerapan SMK3
Setiap perusahan wajib menerapkan SMK3 sesuai PP No 50 tahun
2012. Perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 adalah perusahaan yang
mempunyai karyawan lebih dari 100 orang atau mempunyai potensi
bahay besar.
44
b. Audit SMK3
Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen
terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam
penerapan SMK3 di perusahaan.
1) Audit internal
Penilaian yang dilakukan oleh perusahaan sendiri, yang bertujuan
menilai efektifitas penerapan SMK3 di perusahaan serta member
masukan kepada pihak manajemen dalam rangka pengembangan
secara terus menerus.
Audit internal dilaksanakan minimal 1 kali dalam setahun dengan
melibatkan seluruh bagian di perusahaan. Audit internal
dilaksanakan oleh personil yang independen terhadap bagian yang
diaudit. Pelaksana audit harus sudah mengikuti sertifikasi auditor
SMK3.
2) Audit eksternal
Penilaian yang dilakukan oleh lembaga audit yang ditunjuk oleh
kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, dalam rangka penilaian
penerapan SMK3 di perusahan secara obyektif dan menyeluruh
45