Anda di halaman 1dari 43

4

BAB II

HASIL

A. Pelaksanaan

Kegiatan Pelatihan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD) Non


Medis oleh Seksi P3K P2K3 dilaksanakan pada:
Hari : Senin - Sabtu
Tanggal : 15 Oktober 2018 – 27 Oktober 2018
Waktu : 08.00 WIB – 17.00 WIB
Tempat : Hotel Savita Inn Garden
Penyelenggara : PT. Centra Artha Prima Indonesia

B. Observasi
1. Kelembagaan
a. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(Per.04/MEN/1987)
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah
suatu wadah kerjasama antara unsur pimpinan perusahaan dan tenaga
kerja dalam menangani masalah K3 di perusahaan.
Setiap tempat kerja dengan kriteria sebagai berikut wajib membentuk
P2K3
1) Jumlah tenaga kerja > 100 orang
2) Jumlah tenaga kerja < 100 orang, namun mempunyai resiko bahaya
besar

Anggota P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang


susunananya terdiri dari Ketua, Sekretaris dan anggota. Ketua P2K3
diharuskan Pimpinan perusahaan, sekretaris P2K3 seorang AK3U dan
anggotanya terdiri dari wakil tenaga kerja.

4
5

Syarat keanggotaan:
1) Jumlah tenaga kerja > 100 orang, maka jumlah anggota sekurang-
kurangnya 12 orang yang terdiri dari 6 mewakili pengusaha/pengurus
dan 6 orang mewakili tenaga kerja.
2) Jumlah tenaga kerja antara 50 – 100 orang, maka jumlah anggota
sekurang-kurangnya 6 orang yang terdiri dari 3 mewakili
pengusaha/pengurus dan 3 orang mewakili tenaga kerja.
3) Jumlah tenaga kerja < 50 orang, maka jumlah anggota sekurang-
kurangnya 6 orang yang terdiri dari 3 mewakili pengusaha/pengurus
dan 3 orang mewakili tenaga kerja.

P2K3 dibentuk oleh pengusaha atau pengurus dan disahkan oleh


Ka.Disnaker setempat.
P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan baik
diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah
K3. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, P2K3 mempunyai fungsi:
1) Menghimpun dan mengelola data tentang K3 di tempat kerja
2) Membantu menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja:
 Faktor bahaya di tempat kerja,
 Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja,
 APD,
 Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan
pekerjaannya
3) Membantu pengusaha atau pengurus:
 Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja,
 Tindakan koreksi dan alternatif,
 Mengembangkan sistem pengendalian bahaya,
6

 Mengevaluasi penyebab timbulnya kecelakaan, penyakit akibat


kerja,
 Mengembangkan penyuluhan dan penelitihan di bidang
keselamatan kerja, higene perusahaan, kesehatan kerja dan
ergonomi
 Pemantauan terhadap gizi kerja dan menyelenggarakan makanana
di perusahaan
 Memeriksa kelengkapan peralatan keselamatan kerja
 Pelayanan kesehatan kerja
 Mengembangkan laboratorium K3 dan interpretasi hasil
pemeriksaan
 Menyelenggarakan administrasi keselamatan kerja, higene
perusahaan dan kesehatan kerja
4) Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijakan manajemen dan
pedoman kerja dalam rangka upaya meningkatkan keselamatan kerja,
higene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja.

Program kerja P2K3 diantaranya:


1) Safety meeting minimal sebulan sekali
2) Inventarisasi permasalahan K3
3) Identifikasi dan inventarisasi sumber bahaya
4) Penerapan norma K3
5) Inspeksi secara rutin dan teratur
6) Penyelidikan dan analisa kecelakaan
7) Pendidikan dan pelatihan
8) Prosedur dan tata cara evakuasi
9) Catatan dan data K3
10) Laporan pertanggungjawaban
11) Penelitian
7

Pelaksananaan program kerja P2K3 menghasilkan outcome beruba


rekomendasi K3 dan laporan kegiatan ke Disnaker setiap 3 bulan sekali.

b. Ahli K3 Umum (Per.02/MEN/1992)


Ahli K3 Umum adalah tenaga tehnis berkeahlian khusus dari luar
Depnaker yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya UU Keselamatan Kerja.
Setiap tempat kerja dengan kriteria sebagai berikut wajib memiliki
AK3U
1) Jumlah tenaga kerja > 100 orang
2) Jumlah tenaga kerja < 100 orang, namun mempunyai resiko bahaya
besar

Seorang AK3U mempunyai kewajiban sebagai berikut:


1) Mengawasi pelaksanaan peraturan perundangan K3 sesuai dengan
bidang yang ditentukan dalam keputusan penunjukannya.
2) Melaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja cq. Dirjen Binawas dengan
tembusan ke Disnaker setempat, Disnaker provinsi dan Direktur Bina
Pengawas Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3) Merahasiakan segala keterangan tentang rahasia perusahaan/instansi
yang di dapat berhubungan dengan jabatannya.

Seorang AK3U mempunyai wewenang untuk:


1) Memasuki tempat kerja sesuai keputusan penunjukannya;
2) Meminta keterangan dan informasi mengenai pelaksanaan syarat-
syarat K3 di tempat kerja penunjukannya;
3) Memonitor, memeriksa, menguji, menganalisa, mengevaluasi dan
memberikan pesyaratan serta pembinaan K3 yang meliputi:
 Keadaan dan fasilitas tenaga kerja;
8

 Keadaan mesin-mesin, pesawat, alat-alat kerja, instalasi serta


peralatan lainnya;
 Penanganan bahan-bahan;
 Proses produksi;
 Sifat pekerjaan;
 Lingkungan kerja

c. Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(Per.04/MEN/1995)
Perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja (PJK3) adalah
perusahaan yang usahanya dibidang K3 untuk membantu pelaksanaan
pemenuhan syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundangan.
Bidang kerja PJK3 meliputi:
1) Jasa konsultan K3
2) Jasa pabrikan, pemeliharaan, reparasi dan instalasi teknik K3
3) Jasa pemeriksaan dan pengujian teknik (pesawat uap dan bejana tekan,
listrik, penyalur petir dan peralatan elektronik, lift, instalasi proteksi
kebakaran, konstruksi bangunan, pesawat angkat dan angkut dan
pesawat tenaga dan produksi, pengujian merusak dan tidak merusak)
4) Jasa pemeriksaan/pengujian dan atau pelayanan kesehatan kerja
5) Jasa audit K3
6) Jasa pembinaan K3

PJK3 berkewajiban:
1) Mentaati semua peraturan perundangan;
2) Mengutamakan pelayanan dalam rangka pelaksanaan pemenuhan
syarat-syarat K3 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
3) Membuat kontrak yang memuat secara jelas hak dan kewajiban
9

4) Menyimpan dokumen kegiatan selama 5 tahun


5) Lapor/konsul dengan pejabat K3 setempat

PJK3 harus melaporkan dan berkonsultasi dengan Kadisnaker


setempat sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Apabila dalam
melaksanakan kewajibannya tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri ini dapat dikenakan sanksi pencabutan Keputusan Penunjukan
sebagai PJK3.

2. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


a. Syarat-syarat keselamatan kerja
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3) Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5) Memberi pertolongan pada kecelakaan;
6) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7) Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap gas, hembusan angin, cuaca,
sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physic maupun psycis, peracunan, infeksi dan penularan;
9) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12) Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
10

14) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,


tanaman atau barang;
15) Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16) Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan
dan penyimpanan barang;
17) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah.

b. Pembinaan
1) Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tenaga kerja baru
tentang:
a) Kondisi, bahaya dan risiko yang dapat timbul dalam tempat kerja
b) Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerja
c) APD yang harus digunakan oleh tenaga kerja yang bersangkutan
d) Cara dan sikap yang aman saat bekerja
2) Pengurus mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
3) Pengurus wajib menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga
kerja dalam upaya pencegahan kecelakaan dan pemberantasan
kebakaran, peningkatan K3 dan pemberian P3K
4) Pengurus wajib memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan
yang berlaku

c. P2K3
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) dibentuk
guna mengembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja
11

untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang K3, dalam


rangka melancarkan usaha berproduksi.

d. Kecelakaan
Pengurus wajib melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja kepada disnaker menggunakan form KK2A Permenaker nomor 03
tahun 1998

e. Kewajiban dan Hak Tenaga kerja


1) Memberi keterangan yang benar pada pengawas atau ahli K3
2) Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan
3) Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan
4) Meminta kepada pengurus agar dilaksanakan semua syarat-syarat K3
yang diwajibkan
5) Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat K3 serta
APD yang diwajibkan diragukan olehnya, kecuali dalam hal khusus
ditentukan lain oleh pengawas dalam batas-batas yyang asih dapat
dipertaggungjawabkan.

f. Kewajiban memasuki tempat kerja


Semua orang yang memasuki suatu tempat kerja wajib mentaati
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri yang
diwajibkan.

g. Kewajiban pengurus
1) Memasang UU No. 1 tahun 1970 di tempat kerja
2) Memasang gambar dan bahan pembinaan K3
3) Menyediakan semua alat perlindungan diri secara cuma-cuma
12

h. Sanksi dan denda


Ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundangan ini adalah
hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan denda setinggi-
tingginya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).

3. K3 Konstruksi (Per. 01/Men/1980)


Konstruksi bangunan adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
seluruh tahapan pekerjaan konstruksi yang dilakukan pada tempat kerja. Pada
setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan suatu pencegahan
untuk mengurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja. Sewaktu
suatu pekerjaan dimulai harus segera disusun suatu unit K3 dan setiap tenaga
kerja harus diberitahu. Berikut ini merupakan Karakteristik kegiatan proyek
konstruksi bangunan:
a. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar berpendidikan relatif rendah (Non
Skill)
b. Memiliki masa kerja terbatas
c. Memiliki intensitas kerja yang tinggi
d. Bersifat multi disiplin dan multi crafts
e. Menggunakan peralatan kerja beragam (jenis, teknologi, kapasitas dan
kondisinya)
Prosedur K3 yang harus dilaksanakan di sektor kegiatan konstruksi,
antara lain:
a. Kewajiban melapor keadaan proyek konstruksi ke pemerintah dengan
syarat untuk dilakukan langkah-langkah antisipasi di bidang K3
b. Kewajiban membentuk organisasi/kepanitiaan K3 dalam proyek a.l. dalam
bentuk P2K3 (Panitia Pembina K3) perusahaan atau bentuk kepanitiaan
lainnya
c. Kewajiban melakukan identifikasi K3 sebelum proyek dimulai dan segera
disiapkan syarat-syarat K3 sesuai ketentuan
13

d. Dibuatkan Akte Pengawasan K3 Proyek Konstruksi, untuk melihat hasil-


hasil temuan bidang K3 oleh pengurus maupun Ahli K3 perusahaan
e. Diadakan pelatihan bagi para teknisi sebagai Ahli Muda K3, Ahli Madya
K3 dan Ahli Utama K3 Bidang Konstruksi untuk Petugas K3 di proyek
yang bersangkutan.
Dalam penerapan K3 konstruksi harus ada pedoman K3 yang meliputi:
 Catatan identifikasi kecelakaan kerja yang ada
 Rekomendasi persyaratan K3 atas temuan identifikasi di atas
 Dibuatkan Prosedur Kerja Aman yang menyangkut seluruh jenis
kegiatan
 Dibuatkan Instruksi Kerja Aman untuk langkah-langkah kegiatan yang
bersifat khusus
 Dibuat rencana kerja K3 yang komprehensip terkendali oleh pimpinan
proyek.
 Dibuatkan Pedoman Teknis K3 yang khusus melaksanakan K3 untuk
pekerjaan yang bersifat spesifik
 Dilakukan inspeksi oleh Ahli K3 khususnya oleh Pegawai Pengawas
K3 (Pemerintah)
 Dilakukan audit oleh ahli-ahli audit independe
Apabila kontraktor tidak memenuhi kewajibannya sesuai peraturan
perundangan yang berlaku maka kontraktor akan memperoleh sanksi berupa
teguran tertulis, penghentian sementara, pembatasan kegiatan, pembekuan
ijin, pencabutan ijin dari Kemenakertrans dan Dep.PU.

4. Kebijakan K3
Kebijakan K3 merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan
yang memuat visi dan tujuan organisasi, komitmen dan tekad untuk
melaksanakan keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja.
14

Oleh karena itu, kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama
yang diharapkan mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam
organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.
Namun demikian, tanpa adanya kebijakan yang dilandasi dengan komitemen
yang kuat, apapun yang direncanakan tidak akan berhasil dengan baik.
Berbagai bentuk komitmen yang dapat diwujudkan oleh pimpinan dan
manajemen dalam K3 antara lain:
 Dengan memenuhi semua ketentuan K3 yang berlaku dalam organisasi,
seperti penggunaan alat keselamatan yang diwajibkan dan persyaratkan
K3 lainnya.
 Memasukkan K3 dalam setiap kesempatan, rapat manajemen dan
pertemuan lainnya.
 Secara berkala dan konsisten mengkomunikasikan keinginan dan
harapannya mengenai K3 kepada semua pemangku kepentingan.
 Melibatkan diri dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan K3 seperti
pertemuan keselamatan, kampanye keselamatan dan kesehatan kerja,
petemuan audit K3.
 Memberikan dukungan nyata dalam bentuk sumberdaya yang diperlukan
untuk terlaksananya K3 dalam organisasi.
 Memberikan keteladanan K3 yang baik dengan menjadikan K3 sebagai
bagian integral dalam setiap kebijakan organisasi.
Dalam menyusun kebijakan sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat
1 PP No. 50 Tahun 2012, pengusaha paling sedikit harus:
a. Melakukan tinajuan awal kondisi K3 yang meliputi:
1) Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko;
2) Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain yang
lebih baik;
3) Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
15

4) Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang


berkaitan dengan keselamatan; dan
5) Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/
serikat buruh.
Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit
memuat:
a. Visi;
b. Tujuan perusahaan;
c. Komitmen dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
Kebijakan K3 dibuat melalui proses tinjauan awl kondisi K3 dan
konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja. Penetapan kebijakan K3
harus:
a. Disahkan oleh pucuk pimpinan perusahaan;
b. Tertulis, tertanggal dan ditandatangani;
c. Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3;
d. Dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluru pekerja/buruh, tamu,
kontraktor, pemasok dan pelanggan;
e. Terdokumentasi dan terpelihara dengan baik;
f. Bersifat dinamik; dan
g. Ditinjau ulang secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut
masih sesuai dengan perubahan yang terjadu dalam perusahaan dan
peraturan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan ketentuan kebijakan K3, maka pengusaha
dan/atau pengurus harus:
a. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menentukan
keputusan perusahaan;
16

b. Menyediakan anggaran, tenaga kerja yang berkualitas dan sarana-sarana


lain yang diperlukan di bidang K3;
c. Menetapkan personil yang mempunyai tanggungjawab, wewenang dan
kewajiban yang jelas dalam penanganan K3;
d. Membuat perencanaan K3 yang terkoordinasi;
e. Melakukan penilaian kinerja dan tindak lanjut pelaksanaan K3.
Kebijakan K3 yang telah ditetapkan oleh pengusaha menjadi referensi
dalam menyusun program (perencanaan) K3. Program K3 tidak dapat disusun
tanpa adanya kebijakan K3.

5. Dasar K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya untuk
menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari
kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit
akibat kerja.
Sasaran penerapan K3 yaitu melindungi para pekerja dan orang lain di
tempat kerja, benda (mesin, alat, bangunan, dll), dan lingkungan (air, udara,
cahaya, dll); menjamin setiap sumber produksi dipakai secara aman dan
efisien, dan menjamin proses produksi berjalan lancar.
Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan penerapan K3 sesuai
aspeknya, yaitu dimulai sejak tahap perencanana, pemasangan, pengujian,
pemakaian dan perawatan. Pengendaliannya dapat berupa Administratif,
legalitas/perijinan, standarisasi, dan sertifikasi.
Sebagai pedoman pengendalian perlu dilakukan identifikasi bahaya
guna mengetahui potensi bahaya dan risiko yang akan ditimbulkan apabila
tidak dilakukan pengendalian. Identifikasi ini dapat dilakukan menggunakan
teknik yang sudah baku seperti check list, JSA, JSO, hazops, HIRADC, dsb.
Potensi bahaya yang biasa ditemui di tempat kerja berasal dari lingkungan
kerja, antara lain faktor fisik, kimia, biologi, ergonomis, danz psikologi.
17

Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak


diduga atau tiba-tiba yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta
benda. Kecelakaan kerja dibagi menjadi 2 (dua), antara lain:
1. Kecelakan dalam hubungan kerja
Kecelakaan yang terjadi akibat dari pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga
kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka
menjalankan pekerjaannya.
2. Kecelakaan kerja
Suatu kejadian tidak diduga (incident) yang mengakibatkan kekacauan
proses pekerjaan/produksi yang drencanakan sebelumnya. Dalam hal ini
kecelakaan kerja tidak selalu diukur adanya korban manusia cidera atau
mati.

Piramida kasus kecelakaan:

1
Fatality
F
Fatali
10
a
tyinjury
Severe
t
30
a
Minor injury
l
600
i
Near miss
t
y
10.000
Unsafe acts & condition

Setiap terjadi 1 kecelakaan fatal terdapat 10 kecelakaan ringan, 30 kerusakan


peralatan, 600 near miss dan 10.000 sumber bahaya.
18

Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan penerapan K3 sesuai aspeknya, yaitu


dimulai sejak tahap perencanana, pemasangan, pengujian, pemakaian dan
perawatan. Pencegahan kecelakaan dapat diterapkan dengan pendekatan
keselamatan berupa administrasi prosedur, human control dan engineering
control.

6. K3 Listrik
a. Pengawasan K3 listrik di tempat kerja (Per.12/Men/2015)
Listrik merupakan energy yang dibangkitkan oleh sumber energy
(generator) dan dapat mengalir dari satu titik ke titik lain melalui
konduktor dalam rangkaian tertutup.
Potesi bahaya listrik adalah:
1) Kejut listrik
 Sentuhan langsung
Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal
bertegangan.
 Sentuhan tidak langsung
Bahaya sentuhan pada bagian konduktif yang secara normal tidak
bertegangan, menjadi bertegang
2) Efek termal (panas berlebih)
3) Efek medan listrik dan medan magnet

Pekerja dapat mengalami bahaya listrik pada kondisi-kondisi sebagai


berikut:

 Pekerja berhubungan/menyentuh kedua konduktor pada rangkaian


listrik yang bertegangan
 Pekerja berada pada bagian antara konduktor yang ditanahkan
(grounding) dan konduktor yang tidak ditanahkan.
19

 Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan


material yang tidak ditanahkan.

Listrik juga dapat menyebabkan kerbakaran, hal ini terjadi karena:


 Pembebanan lebih
 Sambungan tidak sempurna
 Perlengkapan tidak standar
 Pembatas arus tidak sesuai
 Kebocoran isolasi
 Listrik static
 Sambaran petir

Besar arus yang mengalir tergantung besar beda potensial dan


resistansi. Efek arus kejut pada manusia dapat mengakibatkan kematian.
Arus kejut listrik mengenai tubuh akan menimbulkan:

 Menghentikan fungsi jantung dan menghambat pernafasan.


 Panas yang ditimbulkan oleh arus dapat menyebabkan kulit atau tubuh
terbakar, khususnya pada titik dimana arus masuk ke tubuh.
 Beberapa kasus dapat menimbulkan pendarahan atau kesulitan
bernafas dan gangguan saraf
 Gerakan spontan akibat terkena arus listrik dapat mengakibatkan
cidera lain seperti akibat jatuh atau terkena/tersandung benda lain.

Pengendalian bahaya listrik dari sentuhan langsung:


1) Mengisolasi bagian aktif
2) Menutup dengan penghalang atau selungkup
3) Membuat rintangan
4) Member jarak aman atau diluar jangkauan
5) Menggunakan alat pelindung diri
20

Pengendalian bahaya listrik dari sentuh tidak langsung


1) Memasang grounding/pembumian pada peralatan listrik
2) Peralatan listrik menggunakan kabel tiga kawat dengan kontak yang
tergrounding
3) Saat ada arus kejut atau tegangan petir, arus dapat langsung mengalir
ke tanah.

Menurut UU No. 1 tahun 1970 setiap tempat kerja harus memenuhi


syarat keselamatan kerja terutama mencegah terkena aliran listrik
berbahaya. Untuk itu penerapan K3 Listrik di tempat kerja sangat
diperlukan. Hal ini bertujuan untuk:
1) Menjamin kehandalan instalasi listrik sesuai tujuan penggunaannya.
2) Mencegah timbulnya bahaya akibat listrik, yaitu bahaya sentuhan
langsung, bahaya sentuhan tidak langsung dan bahaya kebakaran.

Dasar hukum penerapan K3 listrik di Indonesia adalah Permenaker


No. 12 tahun 2015, sedangkan standar K3 listrik yang digunakan adalah
PUIL 2000 yang memuat tentang system proteksi dan perancangan
instalasi listrik.

b. Pengawasan K3 sistem proteksi petir PER.02/MEN/1989


Petir adalah pelepasan muatan listrik dari awan ke awan atau dari
awan ke bumi. Petir menghasilkan arus 5.000 – 200.000 A dan panas
30.000oC. Petir yang mengarah ke bumi selalu menyambar obyek tertinggi
dan dapat menyebabkan kerusakan thermis, mekanis dan elektris.
Bahaya sambaran petir ada 2 (dua) yaitu:
1) Bahaya sambaran langsung, berupa sambaran pada obyek tertinggi.
Perlindungan yang dapat diterapkan adalah dengan memasang
instalasi penyalur petir yang memenuhi syarat. Termuat dalam Per-
02/Men/1989 tentang instalasi penyalur petir.
21

Jenis instalasi:
 System franklin
Bagian-bagian penting instalasi penyalur petir system franklin
adalah penerima (air termal), hantaran penurunan (down
conductor), hantaran pembumian (grounding). Nilai grounding
maksimal 5 Ω.
 Sistem sangkar faraday
 System elektrostatik

2) Bahaya sambaran tidak langsung, berupa kerusakan pada alat


elektronik.
Perlindungan yang dapat dilakukan adalah dengan melengkapi
peralatan penyama tegangan pada jaringan instalasi listrik (arrester.

Instalasi penyalur petir harus diperiksa dan diuji oleh pegawai


pengawas spesialis K3 Listrik, ahli K3 Listrik atau PJK3 yang ditunjuk:
 Sebelum penyerahan instalasi penyalur petir dari instalir kepada
pemakai
 Setelah ada perubahan atau perbaikan suatu bangunan dan atau
instalasi penyalut petir
 Secara berkala setiap dua tahun sekali
 Setelah ada kerusakan akibat sambaran petir

7. K3 Kebakaran (Kep.04/Men/1999)
Kebakaran adalah reaksi kimia suatu zat dengan oksigen yang terjadi
pada suhu tertentu. Kebakaran dapat diartikan sebagai suatu energy yang tidak
terkendali. Kebakaran dapat terjadi ketika ada bahan bakar yang kontak
dengan panas dan oksigen (Teori Segitiga Api). Pada saat terjadi kebakaran
22

oksigen akan berkurang yang mengakibatkan tekanan udara menurun, maka


akan terjadi arus angin besar sehingga kobaran nyala api cepat menjalar.
Berikut ini merupakan fenoma terjadinya kebakaran:
 Adanya energy yang tidak terkendali (0-3 menit),
 Apabila energy tersebut kontak dengan zat yang dapat terbakar maka akan
terjadi penyalaan tahap awal (initiation) sumber api/nyala relative kecil.
 Intensitas nyala api meningkat (growth) secara konduksi, koveksi dan
radiasi hingga 3 s/d 10 menit atau temperature mencapai 300oC, terjadi
penyalaan serentak (flashover).
 Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode
kebakaran mantab (steady/full development fire) temperature dapat
mencapai 600-1000oC.
 Setelah pucak pembakaran , intensitas nyala ai akan berkurang/surut atau
padam (Decay).
Untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran maka perlu adanya system
proteksi, yaitu:
a. Proteksi aktif
Dilakukan pada saat terjadi kebakaran dengan penerapan suatu design
system instalasi deteksi, alarm dan alat pemadam kebakaran yang sesuai
dan handal, sehingga tempat kerja tersebut mandiri dalam menghadapi
bahaya kebakaran.
Sarana proteksi aktif:
 Alat deteksi kebakaran
1) Nyala/cahaya : ultra violet smoke detector, infra red smoke
detector
2) Panas : fixed heat detector, rate of rise heat detector
3) Asap/gas : ionization smoke detector, optical smoke detector
4) Manual : push bottom, pull down, break glass
23

 Alarm
 Alat pemadam
1) Sprinkler :otomatis memancarkan api saat alat pendeteksi pecah
2) Hydrant : api skala besar
3) APAR : api skala kecil (air, busa, dry powder, CO2)
b. Proteksi pasif
Dilakukan sebelum dan setelah terjadinya kebakaran, berupa design
tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyambaran panas, asap
dan gas, baik secara vertical maupun horizontal.

Sarana proteksi pasif:


 System kompartemensi
 Pemeliharaan alat pemadam kebakaran
 Sarana pengendalian asap dan api (smoke control system)
 Sarana evakuasi
 Alat bantu evakuasi dan recue
 assembly poin
 mengatur jarak antar bangunan
 memasang dinding tahan api
 menutup setiap bukaan dengan media tahan api atau dengan
mekanisasi tertentu.
Klasifikasi kebakaran:
 A = Bahan padat kecuali logam
 B = Bahan cair, grease, gas
 C = Listrik
 D = Logam
Cara memadamkan kebakaran:
 Prinsip cooling (mengurangi panas/mendinginkan)
24

 Prinsip starvation (mengurangi bahan yang terbakar)


 Prinsip smothering (menutupi bahan yang terbakar sehingga tidak kontak
dengan oksigen)
 Prinsip dilusion (mengurangi oksigen)
 Prinsip break chain reaction (memutus rantai reaksi api)

8. K3 Lingkungan (Per.5 tahun 2018)


Tujuan penerapan K3 lingkungan kerja adalah untuk mewujudkan lingkungan
kerja yang aman, sehat dan nyaman dalam rangka mencegah kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja.
Syarat K3 lingkungan kerja:
a. Pengendalian factor fisika dan factor kimia agar dibawah NAB
b. Pengendalian factor biologi, ergonomic dan psikologi agar memenuhi
standar
c. Penyediaan fasilitas kebersihan dan sarana hygiene di tempat kerja yang
bersih dan sehat
d. Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan K3 di
bidang lingkungan kerja.

Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja dilakukan melalui kegiatan:


a. Pengukuran Lingkungan Kerja meliputi
 Fisika : iklim kerja, kebisingan, getaran, radiasi, pencahayaan, medan
magnet statis, tekanan udara.
 Kimia : tempat kerja yang memilik potensi bahaya bahan kimia
 Biologi : mikroorganisma, arthopoda, hewan invertebrate, allergen,
binatang berbisa, dsb
 Ergonomi : cara kerja, posisi kerja, desain alat kerja, kapasitas kerja,
dsb
25

 Psikologi : konflik, beban kerja berlebih, ketidakjelasan peran,


tanggung jawab terhadap orang lain, pengembangan karir, dsb

b. Penerapan Higiene dan Sanitasi meliputi:


 Bangunan Tempat Kerja : bersih, terpelihara, kuat, ruang gerak luas,
dsb
 Fasilitas Kebersihan : toilet mencukupi, loker dan ruang ganti, tempat
sampah, peralatan kebersihan.
 Kebutuhan udara bersih dan sehat harus terpenuhi dengan adanya
ventilasi alami atau buatan, ruang udara minimal 10 m3, KUDR
 Tata laksana kerumahtanggaan : 5R

Dalam hal terjadi kasus penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh faktor
Lingkungan Kerja dilakukan program pengendalian dan penanganan sesuai
dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengendalian
Lingkungan Kerja dilakukan sesuai hirarki pengendalian meliputi upaya:
a. eliminasi;
b. substitusi;
c. rekayasa teknis;
d. administratif; dan/atau
e. penggunaan alat pelindung diri.
Setiap tempat kerja yang memiliki potensi bagaya lingkungan kerja wajib
dilakukan pemeriksaan dan/atau pengujian. Jenis pemeriksaan dan/atau
pengujian:
a. Pertama untuk mengidentifikasi potensi bahaya Lingkungan Kerja di
Tempat Kerja, meliputi:
 Area kerja dengan pajanan Faktor Fisika, Faktor Kimia, Faktor
Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi;
 KUDR; dan
26

 Sarana dan fasilitas Sanitasi.


b. Berkala dilakukan secara eksternal paling sedikit 1 (satu) tahun sekali
atau sesuai dengan penilaian risiko atau ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi sda.
c. Ulang dilakukan apabila hasil Pemeriksaan dan/atau Pengujian
sebelumnya baik secara internal maupun eksternal terdapat keraguan.
d. Khusus dilakukan setelah kecelakaan kerja atau laporan dugaan
tingkat pajanan di atas NAB

9. K3 Kimia (Kep.187/MEN/1999)
Pengusaha atau pengurus wajib mengendalikan bahan kimia berbahaya
di tempat kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibbat kerja. Pengendalian yang dilakukan dapat berupa penyediaan lembar
data keselamatan bahan (LDKB) atau material safety data sheet (MSDS) dan
pelabelan, penunjukkan petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia. LDKB/MSDS
diletakkan pada tempat yang mudah diketahui oleh tenaga kerja dan pegawa
pengawas.
Pengusaha atau pengurus wajib menyampaikan daftar nama, sifat dan
kuantitas bahan kimia berbahaya di tempat kerja kepada Dinas Tenaga Kerja
setempat dan nantinya akan dilakukan survey kebenaran data tersebut untuk
menetapkan kategori potensi bahaya perusahaan yang bersangkutan.
Klasifikasi bahan kimia berbahaya sbagai berikut:
a. Bahan kimia beracun
b. Bahan kimia sangat beracun
c. Bahan kimia mudah terbakar
d. Bahan mudah meledak
e. Bahan oksidator
f. Bahan reaktif terhadap air
27

g. Bahan reaktif terhadap asam


h. Gas bertekanan
i. Bahan radioaktif

Nilai ambang kuantitas (NAK ditetapkan dalam Lampiran III Kep.Mennaker


No. Kep. 187/MEN/1999.

Potensi bahaya terdiri dari bahaya besar dan menengah dimana


pengkategoriannya berdasarkan nama, criteria dan NAK. Potensi bahaya besar
apabila kuantitas bahan kimia berbahaya yang digunakan melebihi atau lebih
besar dari NAK. Sedangkan potensi bahaya menengah apabila kuantitas bahan
kimia berbahaya yang digunakan sama atau lebih kecil dari NAK.

Perusahaan dengan potensi bahaya besar mempunyai kewajiban untuk:


a. Mempekerjakan petugas K3 kimia (system non shift minimal 2 orang,
system shift minimal 5 orang),
b. Mempekerjakan ahli K3 kimia minimal 1 orang,
c. Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya besar,
d. Melaporkan setiap perubahan (bahan, kuantitas, proses dan modifikasi
istalasi)
e. Melakukan pemeriksaan dan pengujian factor kimia minimal 6 bulan
sekali
f. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi minimal 2 tahun sekali
g. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja minimal 1 tahun sekali.

Perusahaan dengan potensi bahaya menengah mempunyai kewajiban untuk:


a. Mempekerjakan petugas K3 kimia (system non shift minimal 1 orang,
system shift minimal 3 orang),
b. Membuat dokumen pengendalian potensi bahaya menengah,
c. Melaporkan setiap perubahan (bahan, kuantitas, proses dan modifikasi
istalasi)
28

d. Melakukan pemeriksaan dan pengujian factor kimia minimal 1 tahun


sekali
e. Melakukan pemeriksaan dan pengujian instalasi minimal 3 tahun sekali
f. Melakukan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja minimal 1 tahun sekali.

Dokumen pengendalian potensi bahaya besar berisikan:

 Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko


 Kegiatan Tehnis, Rancang Bangun, Konstruksi, Pemilihan Bahan Kimia,
Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi
 Kegiatan Pembinaan Tenaga Kerja
 Rencana dan Prosedur Penanggulangan Keadaan Darurat
 Prosedur Kerja Aman

Dokumen pengendalian potensi bahaya besar berisikan:

 Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko


 Kegiatan Tehnis, Rancang Bangun, Konstruksi, Pemilihan Bahan Kimia,
Pengoperasian dan Pemeliharaan Instalasi
 Kegiatan Pembinaan Tenaga Kerja
 Prosedur Kerja Aman

10. Kesehatan Tenaga Kerja


Tujuan kesehatan tenaga kerja:
a. Promosi dan pemeliharaan kesehatan fisik, mental dan sosial pekerja.
b. Pencegahan gangguan kesehatan disebabkan oleh kondisi kerja
c. Perlindungan pekerja dari risiko faktor-faktor yang mengganggu
kesehatan.
d. Penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam lingkungan kerja yang
sesuai kemampuan fisik dan psikologisnya.
e. Penyesuaian setiap orang kepada pekerjaannyaPelayanan Kesehatan Kerja
29

Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan tenaga kerja:

a. Lingkungan kerja : kimia, biologi, fisika, psikologi, ergonomi


b. Kapasitas kerja : keterampilan, kesegaran jasmani dan rohani, status
kesehatan gizi, usia, jenis kelamin, ukuran tubuh
c. Beban fisik : fisik, mental

Pelayanan kesehatan kerja Per 03/Men/1982


a. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala, khusus)
b. Penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga kerja
c. Pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja
d. Pembinaan dan pengawasan sanitair
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan tenaga kerja
f. Pencegahan terhadap penyakit umum dan PAK
g. P3K
h. Latihan Petugas P3K
i. Perencanaan tempat kerja, APD, gizi, dan penyelenggaraan makanan
ditempat kerja
j. Rehabilitasi akibat kecelakaan / PAK
k. Pembinaan terhadap tenaga kerja yang punya kelainan
l. Laporan berkala

Fasilitas pelayanan kesehatan kerja.

 Pelayanan kesehatan kerja klinik/RS


 Fasilitas P3K di tempat kerja
 Penyelenggaraan makan: kantin/catering (nilai gizi sesuai, menu
bervariasi, petugas bebas penyakit menular, paham sanitasi)
 Penyediaan air minum
 Fasilitas olah raga dan rekreasi
 Pakaian kerja dan loker
30

 Kamar mandi dan toilet


 Tempat cuci tangan dengan air mengalir/wastafel
 Tempat penitipan anak
 Pojok laktasi.

Syarat-Syarat Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja mengacu pada ps 8 UU


No 1 tahun 1970 dan Permenaker No 02 Tahun 1980

 Dilaksanakan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja (penunjukan


dari Dirjen Binwasnaker-Depnakertrans), baik dokter yang ada di
perusahan tersebut maupun yang ada di luar perusahaan (provider)
 Apabila dilakukan oleh dokter pemeriksa di luar perusahaan maka harus
dilakukan oleh lembaga PJK3 di bidang pemerikasaan kesehatan tenaga
kerja (penunjukan dari Dirjen Binwasnaker-Depnakertrans)
 Dibuat pedoman pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja oleh
dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan.
 Hasil pelaksanaan pemeriksaan dilaporkan ke Depnakertrans dan disnaker
setempat

Teknis pemeriksaan awal:

a. Pemeriksaan mental
 keadaan kesadaran, sikap/tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan prosesber fikir
b. Pemeriksaan fisik
 Fisik diagnostic (inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi)
 Tekanan darah, nadi, pernafasan,
 Tinggi badan, berat badan,
 Kesegaran jasmani
 Ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, reflek syaraf
31

c. Pemeriksaan Laboratorium (darah, urine, faeces).


d. Pemeriksaan Penunjang (disesuaikan dengan jenis pekerjaan/faktor risiko
yang akan dihadapi)
 Rongent dada, tes alergi, spirometri, E.C.G., tes buta warna dll.

Teknis Pemeriksaan Kesehatan Berkala, khusus & purna bhakti

a. Pemeriksaan psikis/kejiwaan
b. Pemeriksaan fisik (fisik diagnostik)
c. Pemeriksaan laboratorium (darah danurin) rutin
d. Pemeriksaan khusus/penunjang yang berkaitan dengan keluhan/gangguan
kesehatan dan factor risiko misalnya:
 Spirometri (tes fugsi paru),
 Audiometri(tes tingkat pendengaran),
 Pemeriksaan fungsi organ khusus (fungsi hati/lever, fungsi ginjal,
sumsum tulang dll.)
 Pemeriksaan laboratorium khusus (Monitoring biologis)

Manfaat pemeriksaan kesehatan tenaga kerja:


a. Bagi pekerja :
 Mengetahui kondisi kesehatannya sejak mulai kerja dan secara berkala
 Memahami bagaimana cara mencegah gangguan kesehatan akibat faktor
bahaya di tempat kerja
 Mendapat perlindungan dari gangguan kesehatan di tempat kerja
khususnya PAK
 Memperoleh hak berupa jaminan (pengobatan/perawatan) dan kompensasi
(santunan uang) apabila diketahui menderita PAK, baik sewaktu masih
bekerja maupun sampai 3 tahun setelah berhenti bekerja
b. Bagi pengusaha :
32

 Mengetahui kondisi kesehatan pekerja sejak mulai kerja dan secara


berkala sehingga dapat menempatkan pekerja secara tepat sesuai kondisi
kesehatan pekerja
 Menjadi dasar yang akurat dalam perencanaan dan evaluasi program
pencegahan/pengendalian faktor bahaya di tempat kerja
 Mengurangi biaya pengobatan/perawatan dan biaya terkait lannya
(efisiensi)
 Meningkatkan kuantitas dan kualitas produk
 Memenuhi peraturan perundangan dalam melindungi kesehatan tenaga
kerja dan memenuhi hak pekerja yang mengalami PAK
 Meningkatkan rasa aman dan motivasi kerja

11. Manajemen Resiko


Management resiko adalah penerapan secara sistematis dari kebijakan
manajemen, prosedur dan aktivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya,
analisa, penilaian, penanganan dan pengendalian risiko. Management resiko
dapat digunakan untuk menentukan strategi dan jenis pengendalian yang
berhubungan dengan pengaturan anggaran K3.
Pelaksanaan manajement resiko:
a. Identifikasi bahaya yang ada dan resiko yang mungkin terjadi
Identifikasi bahaya adalah kegiatan mencari, menemukan,
mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi
bahaya di tempat kerja. Dalam identifikasi bahaya digunakan pedoman
5W 1H.
Tujuan identifikasi bahaya:
 Menjaga pekerja selalu waspada terhadap bahaya dari proses produksi
 Tinjauan standart prosedur operasi (SOP)
33

 Mengetahui lebih awal adanya peralatan atau perubahan proses yang


mungkin menghasilkan bahaya baru
 Mengevaluasi sistem kontrol (monitoring)
 Tinjauan terhadap penerapan teknologi baru untuk mengetahui adanya
potensi bahaya
 Tinjauan pelaksanaan inspeksi dan maintenance
b. Penilaian resiko dengan melakukan:
 Analisa tingkat keparahan, perkiraan seberapa besar dampak yang
ditimbulkan bila resiko tersebut terjadi (severity)
 1 = First aid (luka ringan diobati sendiri)
 2 = Medical Treamnt Case (perawatan paramedis)
 3 = Restricted Work Case (pemindahan tempat kerja)
 4 = Lost Workdays Case (luka parah, kehilangan hari kerja lebih
dari 2 minggu)
 5 = Fatal (kematian/cacat tetap)
 Analisa tingkat kemungkinan terjadinya (probability analysis)
 1 = Tidak mungkin terjadi
 2 = Kemungkinan terjadi kecil
 3 = Dapat terjadi
 4 = Pernah terjadi
 5 = Sering terjadi
 Analisa tingkat keseringannya (frekuensi analysis)
 High : high frequency sering terjadi (beberapa kali dalam
sebulan/setahun)
 Medium : medium frequency (satu atau dua kali dalam setahun)
 Low : low frequency (jarang dan hamper tidak pernah terjadi

Tingkat Resiko = Probability x Severity


34

Matrik Tingkat Resiko

5 4 3 2 1

5 25 20 15 10 5

4 20 16 12 8 4

3 15 12 9 6 3

2 10 8 6 4 2

1 5 4 3 2 1

Tingkat resiko:
 25 = Tingkat resiko sangat tinggi
Kegiatan harus dihentikan dan perlu perhatian manajemen puncak
 16 s/d 20 = Tingkat resiko tinggi
Perlu perhatian manajemen puncak dan tindakan perbaikan segera
dilakukan
 8 s/d 15 = Tingkat resiko Substansial
Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak diperlukan keterlibatan
manajemen puncak
 3 s/d 6 = Tingkat resiko Menengah
Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
 1 s/d 2 = Tingkat resiko diterima
Resiko dapat diterima
c. Penanganan resiko

Berdasarkan penilaian risiko kemudian ditentukan apakah risiko


tersebut masih bisa diterima (acceptable risk) atau tidak (unacceptable
35

risk) oleh suatu organisasi. Apabila risiko tersebut tidak bisa diterima
maka organisasi harus menetapkan bagaimana risiko tersebut ditangani
hingga tingkat dimana risikonya paling minimum/sekecil mungkin. Bila
risiko mudah dapat diterima/tolerir maka organisasi perlu memastikan
bahwa monitoring terus dilakukan terhadap risiko itu.

Hirarki pengendalian:
 Eliminasi
Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
 Substitusi
Mengganti bahan berbahaya dengan bahan yang tidak berbahaya.
 Rekayasa Teknik
Modifikasi peralatan atau mesin agar lebih aman saat digunakan.
 Pengendalian Administratif
Membuat aturan-aturan tertulis agar pekerja bekerja dengan aman.
Contoh: SOP, IK, pelatihan karyawan, dsb
 Alat Pelindung Diri
Menyediakan APD sesuai potensi bahaya yang dihadapi pekerja secara
cuma-cuma
d. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Setelah rencana tindakan pengendalian risiko dilakukan maka
selanjutnya perlu dipantau dan ditinjau ulang apakah tindakan tersebut
sudah efektif atau belum
Bentuk pemantauan antara lain :
 Inspeksi
 Pemantauan Lingkungan
 Audit

12. Investigasi dan Analisis Kecelakaan


36

Ivestigasi kecelakaan adalah suatu proses yang sistematis untuk


menemukan/mengungkap fakta (penyebab dasar/akar) masalah dari suatu
kecelakaan, dengan tujuan untuk menentukan tindakan perbaikan, sehingga
kecelakaan dengan penyebab yang sama dapat dicegah/tidak terulang kembali.
Penyebab dasar suatu kecelakaan:
a. Penyebab langsung
 Unsafe action atau perilaku tidak aman
Berupa perilaku pekerja yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya:
kecerobohan, kelengahan, mengantuk, kelelahan, dsb.
 Unsafe condition atau kondisi tidak aman
Berupa peralatan mesin, instalasi, bahan, cara kerja/proses, dan
lingkungan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
b. Penyebab tidak langsung
Faktor Pribadi : “karakter / bawaan lahir”.
Faktor Pekerjaan : Efek dari Pengaturan / Sistem Kerja yg Salah.

Sistematika investigasi kecelakaan kerja


a. Segera ke Lokasi (Amankan lokasi)
 Melihat Lebih Baik daripada Mendengar.
 Kendalikan & Amankan Lokasi.
 Penanganan Keadaan Darurat
 Kenali Sumber Informasi.
 Tentukan Apa yg Terjadi & Tingkat Keparahan
b. Tentukan Tim Investigasi
c. Identifikasi Saksi & Data Pendukung
 Catat Siapa Saja yang Dekat dgn Lokasi kecelakaan
 Kumpulkan Data Pendukung :
 Dokumentasi / Paper Work
 Photo
37

 Skets
d. Interview Korban & Saksi.
 Terpisah (Jaga Kerahasiaan)
 Suasana Rileks & Nyaman
 Lakukan Sesuai dengan Persepsi & Versinya
 Dengarkan dengan Seksama, Jangan Disela
 Ajukan Pertanyaan Eksplorasi & Penegasan
 Pusatkan pada Pokok Pembicaraan
 Gunakan Alat Bantu /peraga (jika Diperlukan)
 Tutup dengan Positif Feed–back
e. Identifikasi Penyebab Langsung
 Kaji Ulang antara Data dgn Kenyataan di Lokasi
 Singkirkan Data/Informasi yg Tidak Berhubungan
 Kemungkinan (Kondisi Sebelum Insiden)
 Tentukan Kronologi yang Sebenarnya
f. Analisa Penyebab Dasar
 Mengetahui penyebab kecelakaan
 Mengetahui akibat kecelakaan
 Untuk menentukan langkah apa yang perlu diambil
g. Menyusun Tindakan Perbaikan.
 Perlu Keterlibatan Top Management.
 Mulai dari Akar Masalah yang Memiliki Nilai Resiko Tinggi.
 Mampu Menjelaskan “Apa yang Harus Dilakukan”.
 Kombinasikan Beberapa Solusi untuk Satu Akar Masalah.
 Pikirkan : Solusi Ini Aplikabel untuk Cakupan yang Lebih Luas.
 Sepakati Dead Line–nya dengan PIC.

13. K3 Uap dan Bejana Tekan


38

a. Pesawat uap (UU Uap 1930 dan Peraturan uap 1930)


Pesawat uap adalah ketel uap dan peralatan lainnya baik tersambung
langsung maupun tidak langsung, berhubungan (atau tersambung) dengan
suatu ketel uap dan diperuntukan bekerja dengan tekanan yang lebih
besar dari tekanan udara.
Ketel uap adalah suatu pesawat yang dibuat untuk mengubah air di
dalamnya, sebagian menjadi uap dengan jalan pemanasan. Untuk
pemanasan diperoleh dari pembakaran bahan bakar. Sehingga setiap ketel
uap harus mempunyai atau dilengkapi dengan sebuah tangki pembakaran.
Ketel uap dalam keadaan bekerja, sebagai bejana yang tertutup atau
tidak berhubungan dengan udara luar, karena selama berlangsung
pemanasan melalui bidang yang dipanaskan atau pemanasan dari ketel
uap, maka air akan mendidih selanjutnya berubah menjadi uap panas dan
menghasilkan tekanan yang berbahaya apabila tidak ada suatu upaya
penanganan. Maka dari itu, pada setiap ketel uap terdapat appendages
yang berfungsi sebagai peralatan pengaman daripada pengoperasian ketel
uap tersebut, akte ijin yang dikeluarkan oleh kepala jawatan pengawas
keselamatan kerja dan operatornya harus memiliki lisensi K3/SIO (kelas I
atau kelas II sesuai kapasitas ketel uap).
Berikut ini merupakan appendages dari sebuah ketel uap sesuai dengan
undang-undang dan peraturan uap tahun 1930:
 Tingkap pengaman/ safety valve (2 buah)
 Pedoman tekanan/ manometer (1 buah)
 Gelas pedoman air/ gelas penduga/WLG (2 buah)
 Pompa pengisi/ feed water pump (1 buah)
 Peluit bahaya/ alarm (1 buah)
 TBAT/tanda air terendah yang diijinkan (1 buah)
 Keran cabang tiga (1 buah)
39

 Katub blowdown/ penguras kotoran yang mengendap


 Lubang lalu orang/ man hole
 Pelat nama (1 buah)

Potensi bahaya pada pesawat uap:


1) Terjadi peledakan : ketika kehabisan air untuk dipanaskan
2) Terjadi kebakaran
3) Terkena semburan air panas
4) Terkena semburan uap air
5) Terkena semburan api
6) Terkena gas berbahaya
7) Runtuhan bangunan

Sebuah ketel uap harus dilakukan pemeriksaan untuk meminimalisir


terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, pemeriksaan yang
dimaksud antara lain:
 Pemeriksaan pertama
Dilakukan sebelum ketel uap memiliki akte ijin atau sebagai syarat
pembuatan akte ijin.
 Pemeriksaan berkala
Ketel uap kapal, minimal setahun sekali.
Ketel uap darat, minimal dua tahun sekali.
Ketel uap loko, minimal tiga tahun sekali.
 Pemeriksaan khusus :
Dilakukan karena adanya reparasi, mutasi, umur pemakaian (35
tahun lakukan penelitian bahan) dan peledakan.
b. Bejana tekan (Per.37/Men/2016)
Bejana tekan adalah bejana selain pesawat uap yang di dalamnya
terdapat tekanan dan dipakai untuk menampung gas, udara, campuran
40

gas, atau campuran udara baik dikempa menjadi cair dalam keadaan larut
maupun beku. Contoh: tabung LPG, tabung oksigen, kompresor, tabung
CNG, dsb.
Sedangkan tangki timbun adalah bejana selain bejana tekanan yang
menyimpan atau menimbun cairan bahan berbahaya atau cairan lainnya,
di dalamnya terdapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat cairan dengan
volume tertentu. Contoh: tangki bahan bakar minyak, tanksi cairan kimia,
dsb.
Potensi bahaya pemakaian bejana tekan dan tanki timbun:
 Bahaya peledakan
 Bahaya kebakaran
 Bahaya keracunan
 Bahaya pernafasan
 Pencemaran lingkungan
Tanki timbun berisi cairan mudah terbakar harus dilengkapi
pengaman sebagai berikut:
 Pelat nama,
 Pipa pengaman
 Indicator volume atau berat
 Pengukur temperature
 Katub pengisian dan pengeluaran
 Lubang lalu orang/lubang pemeriksaan
 Alat penyalur petir dan pembumian
 Sarana pemadam kebakaran yang sesuai
 Perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan pemeliharaan

Rambu-rambu pada lokasi tanki timbun:


 Tanda bahaya kebakaran,
41

 Larangan merokok,
 Larangan membawa korek api, alat-alat api lainnya
 Larangan membawa peralatan yang dapat menimbulkan peledakan
atau kebakaran.
 Larangan masuk bagi yang tidak berkepentingan
 Jarak pagar 25 m dari dinding tangki timbun tinggi pagar 2m
Bejana tekan dan tanki timbun wajib dilakukan pemeriksaan
pertama, berkala, khusus dan ulang. Bejana tekan dan tanki timbun
dilakukan pemeriksaan berkala setian 2 tahun dan pengujian setiap 5
tahun. Pelaksanaan riksa uji dilakukan oleh pengawas spesialis PUBT
atau Ahli K3 spesialis PUBT, yang nantinya akan diberi surat
keterangan. Setiap riksa uji baik memenuhi syarat maupun tidak
memenuhi syarat K3, maka bejana akan diberi stiker tanda. Bejana yang
tidak memenuhi syarat K3 dilarang dilakukan pengisian ulang dan harus
dibongkar serta dipotong dengan prosedur kerja yang aman.

14. K3 Mekanik
Pengawasan K3 mekanik adalah serangkaian kegiatan pengawasan dan
semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan atas
pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan terhadap obyek
pengawasan K3 mekanik di tempat kerja. Berikut ini merupakan obyek
pengawasan K3 mekanik
a. Pesawat tenaga produksi (Permen No. 38/Men/2016)
1) Penggerak mula
Suatu pesawat yang mengubah suatu bentuk energi menjadi tenaga
mekanik dan digunakan untuk menggerakkan pesawat atau mesin
antara lain : motor pembakaran luar, motor pembakaran dalam, turbin
air dan kincir angin
42

2) Perlengkapan transmisi tenaga mekanik


3) Mesin perkakas kerja
Suatu pesawat atau alat untuk membentuk suatu bahan, barang, produk
teknis dengan cara memotong, mengepres,menarik atau menumbuk
antara lain : mesin asah, poles dan pelicin, alat tuang dan tempa, mesin
pelubang, mesinpres, mesin rol, mesin gergaji, mesin ayak dan mesin
pemisah, mesin gunting, mesin pengeping dan pembelah.
4) Mesin produksi
Semua mesin peralatan kerja yang digunakan untuk menyiapkan,
membentuk atau membuat, merakit finishing, barang atau produk
teknis antara lain : mesin moulding, mesin pak dan bungkus, mesin
jahit dan rajut, mesin pintal dan tenun.
5) Dapur/tanur
Suatu pesawat untuk pengolahan logam yaitu fabrikasi besi kasar
dimana pengolahannya berlangsung dalam dapur baja dan fabrikasi
besi tuang. Dapur/tanur yang dimaksud: dapur tinggi, dapur baja
dan dapur besi.

b. Pesawat angkat angkut (Permen No. 05/Men/1985)


1) Peralatan angkat
Alat yang dikonstruksi atau dibuat khusus untuk mengangkat naik dan
menurunkan muatan. Contoh: overhead crane, portal crane, tower
crane, mobile crane, dll
2) Pita transport
Suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk memindahkan muatan
secara kontinyu dengan menggunakan bantuan pita. Contoh: escalator.
3) Pesawat angkut di atas landasan dan di atas permukaan
43

Alat yang digunakan untuk memindahkan muatan dengan


menggunakan kemudi baik di dalam atau di luar pesawat. Contoh:
forklift, loader, excavator, dump truck, dll.
4) Alat angkut jalan ril
Suatu alat angkutan yang bergerak diatas jalan ril.

Penyebab terjadinya kecelakaan pada pesawat angkat angkut,


yaitu:
 Pemilihan atau penggunaan bahan yang tidak tepat
 Desai konstruksi yang menyimpang dari standar
 Pemeriksaan yang lengkap
 Peralatan/perlengkapan yang tidak memenuhi persyaratan
 Pengoperasian dan perawatan yang tidak sesuai dengan prosedur
dan pemeliharaan
 Kelalaian operator
Setiap pesawat angkat angkut harus mempunyai sertifika layak
pakai sedangkan operator pesawat angkat angkut harus memiliki
lisensi K3/SIO dari Depnaker (Permen No. 09/Men/2010).

15. SMK3
Sistem manajemen K3 (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif.
a. Penerapan SMK3
Setiap perusahan wajib menerapkan SMK3 sesuai PP No 50 tahun
2012. Perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 adalah perusahaan yang
mempunyai karyawan lebih dari 100 orang atau mempunyai potensi
bahay besar.
44

Penerapan SMK3 dilaksanakan meliputi:


1) Penetapan kebijakan
2) Perencanaan K3
3) Pelaksanaan rencana K3
4) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3
5) Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3

Penjelasan secara rinci terhadap kelima tahapan tersebut termuat


dalam Lampiran 1 PP No 50 tahun 2012.

b. Audit SMK3
Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen
terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam
penerapan SMK3 di perusahaan.
1) Audit internal
Penilaian yang dilakukan oleh perusahaan sendiri, yang bertujuan
menilai efektifitas penerapan SMK3 di perusahaan serta member
masukan kepada pihak manajemen dalam rangka pengembangan
secara terus menerus.
Audit internal dilaksanakan minimal 1 kali dalam setahun dengan
melibatkan seluruh bagian di perusahaan. Audit internal
dilaksanakan oleh personil yang independen terhadap bagian yang
diaudit. Pelaksana audit harus sudah mengikuti sertifikasi auditor
SMK3.
2) Audit eksternal
Penilaian yang dilakukan oleh lembaga audit yang ditunjuk oleh
kementerian tenaga kerja dan transmigrasi, dalam rangka penilaian
penerapan SMK3 di perusahan secara obyektif dan menyeluruh
45

sehingga diperoleh pengakuan dari pemerintah atas penerapan


SMK3 di perusahaan.
Lembaga auditor di Indonesia:

Penilaian hasil audit SMK3 terdiri dari 3 kategori, yaitu:

1) Kategori tingkat awal (memenuhi 64 kriteria)


2) Kategori tingkat transisi (memenuhi 122 kriteria)
3) Kategori tingkat lanjutan (memenuhi 166 kriteria)

Tingkat pencapaian penerapan SMK3 bagi setiap perusahaan yang


telah melakukan penilaian penerapan SMK3, meliputi:

 Tingkat pencapaian penerapan sebesar 0 – 59% termasuk tingkat


penilaian penerapan kurang.
 Tingkat pencapaian penerapan sebesar 60 – 84% termasuk tingkat
penilaian penerapan baik.
 Tingkat pencapaian penerapan sebesar 85%-100% termasuk tingkat
penilaian penerapan memuaskan.
Selain penerapan terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3 juga
dilakukan penilaian terhadap perusahaan berdasarkan criteria yang
menurut sifatnya dibagi atas 3 (tiga) kategori, yaitu:
 Katerogi kritikal
Temuan yang mengakibatkan fatality/ kematian
 Kategori mayor
 Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan,
 Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3,
 Terdapat temuan minor untuk satu criteria audit di beberapa
lokasi.
 Kategori minor
46

Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan


perundang-n acuan lainnya.
c. Pengawasan SMK3
Pengawasan SMK3 dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan pusat,
provinsi dan/atau kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, dimana
hasil pengawasan akan digunakan sebagai dasar pembinaan. Pengawasan
tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen
2) Organisasi
3) Sumber daya manusia
4) Pelaksanaan peraturan perundang-undangan K3
5) Keamanan bekerja
6) Pemeriksaan, pengujian dan pengukuran penerapan SMK3
7) Pengendalian keadaan darurat dan bahaya industry
8) Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9) Tindak lanjut audit

Anda mungkin juga menyukai