Anda di halaman 1dari 22

Laporan Pendahuluan Gastritis

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Metodologi Keperawatan tahun
ajaran 2022/2023

Dosen Pengampu :Ns. Donny Mahendra, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh : Kelompok 5

Rohany Elysabeth Simanjuntak 2163030008

Johnny Adolf Wauran 2163030012

Moni Filadelfia Sira 2163030017

Azzahra Ananditya Ramadhina 2163030021

Universitas Kristen Indonesia

Fakultas Vokasi

Program Studi Keperawatan Tahun Ajaran 2022/2023


LATAR BELAKANG

Gastritis adalah suatu kondisi dimana lapisan kulit dalam lambung mer-
adang atau membengkak. Gastritis atau juga disebut radang lambung, dapat
muncul secara mendadak (gastritis akut) atau berlangsung dalam waktu yang lama
(gastritis kronis). Gastritis merupakan penyakit yang sering kali kita jumpai dalam
masyarakat. Pada orang awam, biasa menyebut penyakit ini dengan sebutan
penyakit maag. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung yang bersifat
akut, kronis, maupun lokal, dua jenis gastritis yang umum terjadi adalah gastritis
akut dan kronis (Margareth dkk, 2012). Saat ini indonesia telah menghadapi
masalah dengan semakin modernnya zaman mengakibatkan semakin banyak
penyakit yang muncul dari perubahan gaya hidup manusia. Disamping itu pen-
ingkatan usia harapan hidup sejalan dengan perbaikan sosio-ekonomi dan
pelayanan kesehatan, juga ikut berperan melalui peningkatan pravelensi penyakit
degenerative. Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan pencernaan yang
paling sering terjadi. (Gustin, 2011). saluran pencernaan yang paling sering terjadi
(Gustin, 2011).

Gastritis akut adalah suatu peradangan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan erosi pada bagian superfisial. Penyebabnya dari infeksi Helicobacter Py-
lori, bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mucus. Proteksi
lapisan ini akan menutupi mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung.
Penetrasi atau daya tembus bakteri ke lapisan mukosa menyebabkan terjadinya per-
lengketan sehingga 2 menghasilkan respon peradangan. Sedangkan gastritis kronik
merupakan suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun
(Muttaqin & Sari, 2011).

Menurut World Health Organization (WHO 2013), kejadian gastritis di


dunia, adalah 22% di Inggris, 31% di China, 14,5% di Jepang, 35% di Kanada, dan
29,5% di Perancis. Di asia tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap
tahunnya. Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastri-
tis merupakan awal dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan seseorang. Pre-
sentase dari angka kejadian gastritis di indonesia menurut WHO adalah 40,8% dan
angka kejadian gastritis di beberapa daerah di indonesia cukup tinggi dengan
prevalensi 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk (Kurnia, 2011). Gastritis
merupakan salah satu penyakit dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap
di rumah sakit di indonesia dengan jumlah 30.154 kasus (4,9%) (Depkes, 2013).
KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.


Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik,
karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan
histopatologi (Hirlan; Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, K, & Setiati, 2009).

Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang


ditemukan berupa dyspepsia atau indigesti (Mansjoer, 2001; Hartono 2012).

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradan-


gan ini dapat menyebabkan pembengkakan lambung sampai terlepasnya epitel
mukosa suferpisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran
pencernaan. Pelepasan epitel dapat merangsang timbulnya inflamasi pada lambung
(Sukarmin, 2011).

B. Anatomi Fisiologi
a. Rongga Mulut
Makanan masuk ke dalam tubuh pertama kali melalui rongga mulut dan
dalam dicerna secara mekanik oleh gigi yang tersusun atas struktur
seperti tulang (dentin) yang dilapisi jaringan yang paling kuat pada
tubuh, yaitu enamel. Selain secara mekanik, adanya ludah (saliva) yang
mengandung enzim amilase yang mengubah karbohidrat makanan men-
jadi maltosa dan dextrosa; dan enzim lipase yang memecah lemak men-
jadi bentuk yang lebih sederhana.
b. Faring
Faring tidak hanya merupakan bagian dari saluran pencernaan saja,
melainkan juga merupakan bagian dari sistem respirasi. Faring dibagi
menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Orofar-
ing dan laringofaring terlibat dalam proses pencernaan. Untuk mence-
gah masuknya makanan ke dalam saluran nafas pada laringofaring ter-
dapat suatu kartilago elastis, yaitu epiglotis yang akan menutup saat
menelan sehingga rongga laring akan menutup dan makanan masuk ke
dalam esofagus.
c. Esofagus
Esofagus merupakan suatu tabung muskular yang akan dilalui makanan
yang masuk dari faring dan memiliki sfingter pada bagian atas dan
bawah. Sfingter atas mencegah kembalinya makanan ke faring, sedan-
gkan sfingter sebelah bawah mencegah makanan yang sudah sampai ke
gaster kembali ke dalam esofagus. Makanan masuk melalui esofagus
menuju gaster dibantu dengan adanya gerakan peristaltik dan gaya berat
dari makanan itu sendiri, serta adanya relaksasi otot sfingter bawah es-
ofagus.
d. Lambung
Setelah makanan masuk ke gaster terjadi pencernaan secara mekanik
oleh gerak otot-otot dinding gaster dan secara kimiawi oleh sekret yang
dikeluarkan oleh mukosa gaster.20 Mukosa gaster menghasilkan :
- Asam hidroklorik yang berfungsi sebagai anti kuman
- Faktor intrinsik (oleh sel parietal pada fundus gaster)
yang berperan dalam absorpsi vitamin B12
- Pepsinogen yang berfungsi memecah protein
- Lipase gastrik (oleh sel chief pada fundus gaster)
berfungsi memecah lemak,meskipun tidak seefektif li-
pase pancreas.
- Hormon gastrin (oleh sel G) yang berfungsi memacu
kerja enzim pencernaan
- Histamin (oleh sel enterokromafin), endorfin, serotonin,
cholecystokinin, dan somatostatin (yang dihasilkan oleh
sel enteroendokrin gaster)
- Mukus (oleh sel goblet) bersifat protektif terhadap
mukosa lambung
Absorbsi juga terjadi pada lambung walau hanya sedikit, bahan yang di-
absorbsi pada lambung bersifat sangat larut lemak, seperti alkohol dan
beberapa jenis obat seperti aspirin dalam jumlah kecil. Setelah makanan
masuk ke dalam lambung, 1-2 jam kemudian campuran makanan den-
gan sekret lambung berbentuk cairan tebal semi-liquid yang disebut
dengan chymus dan masuk ke usus halus.
e. Usus Halus
Usus halus terdiri dari 3 segmen, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum,
berperan sangat penting pada proses pencernaan dan penyerapan. Ter-
dapat muara dari ductus hepatopancreaticus yang mengalirkan cairan
empedu dan sekret dan enzim pencernaan yang dihasilkan pancreas un-
tuk membantu proses pencernaan makanan di dalam duodenum. Chy-
mus yang bersifat asam dibuat menjadi bersifat lebih alkali dengan pe-
nambahan empedu dari kantung empedu (vesica felea) dan sekresi
bikarbonat dari pancreas dan kelenjar Brunner pada duodenum sehingga
melindungi dinding duodenum dan membuat enzim pencernaan dapat
bekerja dengan baik. Proses kimiawi yang terjadi di dalam usus halus,
antara lain :
- Pemecahan protein menjadi peptida dan asam amino
oleh tripsin aminopeptidase dan dipeptidase.
- Lemak akan diemulsi oleh empedu kemudian dipecah
menjadi asam lemak dan monogliserida oleh lipase pan-
creas.
- Amilase pancreas akan memecah karbohidrat kompleks
(amilum) menjadi oligosakarida, kemudian akan dipecah
oleh dextrinase, glukoamilase, maltase, sucrase, dan lak-
tase.
Laktase tidak terdapat pada hampir semua orang dewasa, sehingga lak-
tosa tidak dicerna pada usus halus. Selulosa juga tidak dicerna oleh usus
halus karena selulosa tersusun atas beta glukosa dan manusia tidak
memiliki enzim untuk memecah ikatan beta glukosa. Mukosa usus
halus tersusun atas epitel kolumner dengan plica circulares dan villi
yang berperan besar dalam proses absorpsi makanan secara difusi atau
transport aktif. Absorpsi pada usus halus paling banyak dilakukan oleh
jejunum, kecuali untuk zat besi (diabsorpsi pada duodenum),vitamin
B12 dan garam empedu (diabsorbsi pada ileum terminal), air dan lemak
(diabsorpsi secara difusi pasif di sepanjang usus halus), sodium bikar-
bonat (diabsorpsi secara transport aktif bersama glukosa dan ko-trans-
port asam amino), dan fruktosa (diabsorbsi secara difusi terfasilitasi).
f. Usus Besar
Usus besar dimulai dari caecum, colon ascenden, colon transversum,
colon descenden, hingga colon sigmoid. Setelah sekitar 90% bagian
makanan diabsorpsi pada usus halus, chymus yang tersisa akan masuk
ke dalam usus besar. Elektrolit seperti sodium, magnesium, klorida
yang tidak diserap usus halus menjadi satu dalam makanan yang tidak
dicerna, seperti serat.
Fungsi utama colon adalah mengabsorpsi air dan elektrolit dari chymus
dan menjadi tempat penimbunan bahan feces sampai dapat dikeluarkan.
Setengah bagian proksimal colon berhubungan dengan fungsi absorpsi,
sedangkan setengah bagian distal berhubungan dengan fungsi penyim-
panan

C. Etiologi

Gastritis Akut
- Obat analgetik anti inflamasi (aspirin)
- Bahan kimia (lysol)
- Merokok
- Alkohol
- Stres fisis yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis, trauma pembedahan, dll
- Refluks usus lambung
- Endotoksin
Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau
alkali kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi.
Pembentukan jaringan parut dapat terjadi, yang mengakibatkan obstruksi
pilorus. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari infeksi sistemik akut.
Faktor yang dapat menyebabkan rusaknya mukosa lambung adalah :
g. Kerusakan mukosa barier sehingga difusi balik ion H+ meningkat
h. Perfusi mukosa lambung terganggu
i. Jumlah asam lambung meningkat
Faktor ini saling berhubungan, misalnya stres fisik yang dapat
menyebabkan perfusi mukosa lambung terganggu sehingga timbul daerah-daerah
infark kecil. Disamping itu, sekresi asam lambung juga terpacu. Pada gastritis
refluks, gastritis karena bahan kimia, obat, mucosal barier rusak menyebabkan
difusi balik ion H+ meningkat. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung
akan mempercepat mucosal barier oleh cairan usus.

Gastritis Kronik
a. Pada umumnya belum diketahui
b. Sering dijumpai bersama dengan penyakit lain (anemia penyakit adisson
dan gondok)
c. ulkus lambung kronik atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory)
d. Beberapa peneliti menghubungkan dengan proses imunologi

C. Klasifikasi

Menurut Ardiansyah (2012 : 154-155) klasifikasi gastritis


dibedakan menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronis:
1) Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang menyebabkan er
osif dan pendarahan pada mukosa lambung setelah terpapar oleh zat iritan. Gastriti
s disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari pada mukosa
muskularis. Erosinya juga tidak mengenai lapisan otot lambung.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung
yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut terjadi dibagian permuk
aan mukosa lambung dan berkepanjangan, yang bisa disebabkan karena bakteri Hel
icobacter pylori. Gastritis ini dapat pula terkait dengan atropi mukosa gastrik, sehin
gga produksi HCL menurun dan menimbulkan tukak pada saluran pencernaan.

D. Manifestasi Klinis

Gejala gastritis akut adalah anoreksia, mual dan muntah, perasaan


perut penuh. Gambaran klinis pada gastritis yaitu:

a) Gastritis akut, gambaran klinis meliputi:

1. Dapat terjadi ulserasi diagnostik dan dapat menim-


bulkan hemoragik.
2. Rasa tidak nyaman pada abdomen dengan sakit
kepala, kelesuan, mual, dan anoreksia. Disertai
muntah dan cegukan.
3. Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang
mengiritasi tidak dimuntahkan.
b) Gastritis kronis

Pada gastritis kronis terjadi anoreksia ( nafsu makan menu-


run), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di mulut,
atau mual dan muntah. (Dirksen, Lewis, Heitkemper, Bucher,
2011).

E. Patofisiologi

Secara patofisiologi, ada beberapa factor yang dapat menyebabkan kerusakan


mukosa lambung, meliputi:
- kerusakan mukosa barier, yang meyebabkan difusi balik ion H+ meningkat;
- perfusi mukosa lambung yang terganggu; dan
- jumlah asam lambung yang tinggi.
Faktor-faktor tersebut biasanya tidak berdiri sendiri, contohnya, stress fisik akan m
enyebabkan perfusi mukosa labung terganggu sehingga timbul daerah-daerah infar
k kecil, selain itu sekresi asam lambung juga terpacu. Mucosal barrier pada pasien
stress fisik biasanya tidak terganggu. Hal tersebut yang membedakannya dengan ga
stritis erosive karena bahan kimia atau obat. Pada gastritis refluks, gastritis karena
bahan kimia dan obat menyebabkan mucosal barier rusak sehingga difusi balik ion
H+ 14 meninggi. Suasana asam yang terdapat pada lumen lambung akan memperc
epat kerusakan mucisal barier oleh cairan usus.
Gastritis erosive akut (disebut juga gastritis reaktif) dapat terjadi karena pajana
n beberapa factor atau agen termasuk OAIMS, Kookain, refluks garam empedu, isk
emia, radiasi yang mengakibatkan kondisi hemoragi, erosi, dan ulkus. Akibat peng
aruh gravitasi, agen ini akan berada pada distal atau yang terdekat dengan area aku
mulasi agen. Mekanisme utama dari injuri adalah penurunan sintesis prostaglandin
yang bertanggung jawab memproduksi mukosa dari pengaruh asam lambung. Peng
aruh pada kondisi lama akan menyebabkan terjadinya fibrosis dan striktur pada bag
ian distal.
Infeksi bakteri merupakan penyebab lain yang dapat meningkatkan peradangan
pada mukosa lambung. Helycobacter pylori merupakan bakteri utama yang paling s
ering menyebabkan terjadinya gastritis akut. Prevalensi terjadinya infeksi oleh H. p
ylori pada individu tergantung dari factor usia, sosioekonomi, dan ras. Pada bebera
pa studi di Amerika Serikat, didapatkan infeksi H .pylori pada anak-anak sebesar 2
0%, pada usia 40 tahunan sebesar 50%, dan pada usia lanjut sebesar 60%. Hal ini
menggambarkan bahwa , semakin meningkatnya usia, maka akan semakin mening
kat pula rasio mengalami infeksi H. pylori. Proses bagaimana bakteri ini melakuka
n transmisi pada manusia masih belum diketahui secara pasti, tetapi pada beberapa
studi dipercaya bahwa transmisi bakteri antara individu satu ke individu lain dapat
terjadi melalui rute oral-fekal, selain itu, dapat juga karena mengonsumsi air atau
makanan yang terkontaminasi. Kondisi ini sering terjadi pada pasien dengan golon
gan ekonomi rendah, akibat buruknya sanitasi dan buruknya status hygiene nutrisi.
Gastritis akut akibat infeksi H. pylori biasanya bersifat asimtomatik. Bakteri yang
masuk akan memproteksi dirinya dengan lapisan mucus. Proteksi di lapisan ini aka
n menutupi mukosa lambung dan melindungi dari asam lambung. Penetrasi atau da
ya tembus bakteri ke lapisan mukosa menyebabkan terjadinya kontak dengan selsel
epithelial lambung dan terjadi adhesi (perlengketan) sehingga menghasilkan respon
peradangan melalui penngaktifan enzim untuk mengaktifkan IL-8. Hal tersebut me
nyebabkan fungsi barier lambung terganggu dan terjadilah gastritis akut (Muttaqin
& Sari, 2013).

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Suratun, 2010) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan

gastritis meliputi :

1. Darah lengkap, bertujuan untuk mengetahui adanya anemia.

2. Pemeriksaan serum vitamain B12, bertujuan untuk mengetahui

adanya defisiensi B12.

3. Analisa feses, bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam

feses.

4. Analisa gaster, bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl


lambung. Acholohidria menunjukkan adanya gastritis atropi.

5. Tes antibody serum, bertujuan mengetahui adanya antibodi sel

parietal dan faktor intrinsik lambung terhadap Helicobacter

pylori.

6. Endoscopy, biopsy, dan pemeriksaan urine biasanya dilakukan

bila ada kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.

7. Sitologi, bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel

lambung.

G. Komplikasi

Komplikasi penyakit gastritis menurut (Muttaqin & Sari, 2011) antara

lain :

1. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang merupakan kedaruratan

medis.

2. Ulkus peptikum, jika prosesnya hebat.

3. Gangguan cairan dan elektrolit pada kondisi muntah berat.

4. Anemia pernisiosa, keganasan lambung.


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

1) Anamnesa meliputi :

1. Identitas Pasien

1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin : Tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
4. Jenis pekerjaan : Tidak dipengaruhi jenis pekerjaan
5. Alamat :
6. Suku/bangsa :
7. Agama :
8. Tingkat pendidikan : Bagi orang yang tingkat pendidikan rendah atau mini
m mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap rem
eh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut bias
a dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperpara
h penyakit ini.
9. Riwayat sakit dan kesehatan
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit saat ini
3. Riwayat penyakit dahulu

2) Pemeriksaan fisik : Review of System

1. B1 (breath) : Takhipnea
2. B2 (blood) : Takikardi, hipotensi, disritmia, nadi perifer lemah,
pengisian perifer lambat, warna kulit pucat.
3. B3 (brain) : Sakit kepala, kelemahan, tingkat kesadaran dapat
terganggu, disorientasi, nyeri epigastrum.
4. B4 (bladder) : Oliguri, gangguan keseimbangan cairan.
5. B5 (bowel) : Anemia, anorexia, mual, muntah, nyeri ulu hati,
tidak toleran terhadap makanan pedas.
6. B6 (bone) : Kelelahan, kelemahan.

3) Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan darah

Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori


dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak
menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat
juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan
lambung karena gastritis.

2. Uji napas urea

Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea di-


ubah oleh urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan kar-
bondioksida (CO2). CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan
dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi.

3. Pemeriksaan feces

Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses


atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi.
Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini
menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
4. Endoskopi saluran cerna bagian atas

Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada salur


an cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini d
ilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel
(endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi seb
elum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman
menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat m
encurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jarin
gan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pa
sien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi
harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih sat
u atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yan
g sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat men
elan endoskop.

5. Rontgen saluran cerna bagian atas

Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit


pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terl
ebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna
dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.

6. Analisis Lambung

Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik


penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung
nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi la
mbung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO (Basal A
cid Output) tanpa perangsangan.
Ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger-
Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah be
sar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata).

7. Analisis stimulasi

Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal


(MAO, Maximum Acid Output) setelah pemberian obat yang merangsa
ng sekresi asam seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk menge
tahui teradinya aklorhidria atau tidak.

4) Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara me


ngatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakuk
an terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ganggusn metabolik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
4. Ansietas berhubungan dengan

5. Intervensi Keperawatan
1.Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung

HYD :

Intervensi :

1. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Rasional : mengetahui faktor pencetus yang memperberat dan


meringankan nyeri

2. Identifikasi skala nyeri

Rasional : memonitor skala nyeri

3. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

Rasional : menghindari lingkungan yang buat nyeri semakin berat

4. Jelaskan strategi meredakan nyeri

Rasional : memonitor strategi dalam meredakan nyeri

2.Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan gangguan metabolik

HYD : Pasien mampu menunjukkan peningkatan aktivitas

Intervensi :

1. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas


Rasional : Menghindari lokasi yang membuat pasien tidak nyaman
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
Rasional : mengetahui penyebab dari kelelahan

3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus.


Rasional : Menurunkan stress dan rangsang berlebih.
3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri

HYD : Pasien mampu melakukan mobilitas fisik

Intervensi :

1.Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

Rasional : Menemukan toleransi fisik yang dapat dilakukan

2.Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

Rasional : Pasien mengetahui tujuan dan prosedur mobilisasi

3.Anjurkan melakukan mobilisasi dini

Rasional : pasien dapat melakukan mobilisasi.

4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

HYD : Pasien tampak tenang dan mengerti

Intervensi :

1.Identifikasi tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)

Rasional : menemukan tanda-tanda ansietas.

2.Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Rasional : pasien tidak merasakan gelisah pada saat perawatan.

3.Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan


Rasional : Pasien akan tidak terfokuskan kepada rasa gelisahnya

4.Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Rasional : Pasien akan merasakan tenang.

4. Implementasi Keperawatan

1.Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung

Implementasi :

1. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan


nyeri

Hasil : Didapatkan jika pasien banyak mengalami kegiatan fisik akan


nyerinya makin sakit dan jika banyak istirahat nyeri akan berkurang

2. Mengidentifikasi skala nyeri

Hasil : skala nyeri 6

3. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri

Hasil : dengan adanya suara bising

4. Menjelaskan strategi meredakan nyeri

Hasil : pasien mendengarkan arahan dari perawat

2.Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan gangguan metabolik

Implementasi :
5. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Hasil : menemukan lokasi dan ketidaknyamanan selama aktivitas
6. Memonitor kelelahan fisik dan emosional
Hasil : menemukan masalah kelelahan fisik dan emosional pasien
7. Menyeediakan lingkungan yang nyaman dan ren-
dah stimulus
Hasil : pasien dapat istirahat di lingkungan yang nyaman

3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri

Implementasi :

1.Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

Hasil : pasien melalukan dengan pelan-pelan

2.Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

Hasil : pasien mendengarkan perawat

3.Menganjurkan melakukan mobilisasi dini

Hasil : pasien melalukan mobilisasi dengan mandiri

4.Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Implementasi :

1.Mengidentifikasi tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal)

Hasil : Pasien sudah tidak mengeringis

2.Menggunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

Hasil : Pasien sudah mulai mempercayai perawat


3.Melatih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

Hasil : Perhatian pasien sudah tidak terfokus pada rasa sakitnya

4.Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Hasil : Pasien merasakan tenang

Daftar Pustaka

Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 5, Vol. 2. 2016

Mansjoer, A., dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:


FKUI.

Anda mungkin juga menyukai