Abstract
Laboratory as a source of learning physics is required to provide a real experience to students. This study
reviews all of the physics laboratory SMA / MA as the city of Salatiga with four indicators, namely the
availability of practical tools, design of laboratory space, laboratory administration, management of practical
implementation, and the implementation of process skills. Techniques used in data collection are observation,
questionnaire, documentation, and interviews. The results of measurements using triangulation techniques
and analyzed using qualitative descriptive approach. Based on the research of each indicator is described as
follows: (1) the availability of tools belonging to the physics lab sufficient to obtain a value of 66% (2) design
physics laboratories have different variety of shapes, from traditional and non-traditional. (3) The
administration of the laboratory of physics tend to be fairly complete and orderly by obtaining a value of 50%.
(4) management of the provision according to teachers' perceptions physics laboratory tends to be used with a
reasonable, obtaining a value of 67%, but the perception of the students only by 39%. (5) according to the
teachers feel able to develop process skills in value by 79%.
PENDAHULUAN
Sebagai mata pelajaran di segala tingkat dengan Peraturan Pemerintahan No.19 tahun
pendidikan, pembelajaran sains melalui 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
perbaikan kurikulum, peningkatan kualitas guru, Melalui kegiatan praktikum, siswa dapat
pengadaan sarana prasarana laboratorium dan mempelajari sains dengan pengamatan langsung
perpustakaan, serta evalusi pembelajaran terhadap gejala-gejala atau proses-proses sains,
memberikan peluang perluasan kesempatan dapat melatih keterampilan ilmiah, dapat
belajar yang diutamakan pada tingkat dasar dan menanamkan dan mengembangkan metode
menengah. Kondisi ini sesuai dengan ilmiah, dan dapat membantu pemahaman siswa
Permendikbud No.1A Tahun 2013 tentang terhadap pembelajaran. Oleh karena itu,
Implememtasi Kurikulum 2013, menuntut laboratorium membutuhkan penyediaan alat
penyediaan sumber belajar, penyediaan alat dan dan bahan serta pengelolaan yang baik agar
sarana pembelajaran yang memadai. pelaksanaan pembelajaran fisika dapat berjalan
Pendidikan sains berkaitan dengan secara maksimal.
mencari tahu (inquiry) tentang alam secara Untuk tercapainya proses pembelajaran
sistematis, sehingga sains bukan hanya sebagai sains setiap satuan pendidikan wajib memiliki
penguasaan kumpulan pengetahuan yang sarana pendukung yang dapat dipergunakan
berupa fakta-fakta atau konsep-konsep atau untuk mencapai tujuan pembelajaran fisika.
prinsip saja, tetapi juga merupakan proses Salah satunya adalah pemanfaatan laboratorium
penemuan. Pendidikan sains menekankan pada sebagai sarana belajar siswa. Dalam
pemberian pengalaman langsung untuk Permendiknas RI Nomor 24 Tahun 2007.
mengembangkan kompetensi dasar siswa Pemanfaatan dan pengelolaan laboratorium IPA
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara sebagai fasilitas sekolah harus memperhatikan
ilmiah (Mulyasa, 2006). faktor kondisi maupun mutu fasilitas, karena
Pembelajaran sains memerlukan fasilitas kedua faktor tersebut dapat berpengaruh secara
pendidikan sains (Wiyanto & Yulianti: 2009). langsung terhadap proses pembelajaran.
Sebagai bagian dari pembelajaran sains, Kota Salatiga memiliki sembilan Sekolah
pembelajaran fisika juga membutuhkan Menengah Atas yang terdiri atas empat SMA/MA
laboratorium. Laboratorium fisika ini Negeri dan lima SMA Swasta. Berdasarkan
diharapkan dapat menjadi sebagai wadah bagi observasi awal, semua sekolah di kota Salatiga
pengembangan pola pikir dan sikap ilmiah sudah dinyatakan terakreditasi A dengan rincian
siswa. Di laboratorium, siswa dan guru sebagian besar sudah dilengkapi dengan
melakukan pembelajaran berupa praktikum dan laboratorium sebagai salah satu sarana untuk
penelitian. Guru dapat menggunakan fasilitas menunjang kegiatan belajar mengajar. Banyak
laboratorium untuk kegiatan praktikum, dimana guru yang masih menggunakan model
kegiatan praktikum merupakan kegiatan konvesional dan demonstrasi di dalam kelas
integral dari kegiatan belajar mengajar. pada setiap memberikan pembelajaran.
Laboratorium menjadi ruang lingkup dalam Pengadaan laboratorium hanya dipergunakan
Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan sebagai tempat penyimpanan alat-alat
dengan kriteria minimal yang diperlukan untuk percobaan. Sebagai media pembantu,
menunjang proses pembelajaran termasuk laboratorium kurang adanya optimalisasi dalam
teknologi dan komunikasi. Kondisi ini sesuai variasi pembelajaran.
52
Imastuti / Unnes Physics Education Journal 5 (3) (2016)
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian adalah guru dan siswa di persentase kualitatif. Analisis atau pengolahan
masing-masing sekolah di SMA/MA Kota data merupakan satu langkah penting dalam
Salatiga. Metode penelitian yang digunakan penelitian. Teknik analisis data merupakan
adalah metode deskriptip kualitatif dengan upaya mencari data dan menata secara
prosedur sebagai pada Gambar 1. sistematis hasil dari observasi, angket,
Metode yang digunakan dalam penelitian wawancara dan dokumentasi untuk
ini adalah deskriptif kualitatif dimana terdiri meningkatkan pemahaman penelitian terhadap
dari dokumentasi, wawancara dan angket. kasus yang diteliti dan menyajikannya dengan
Dalam penelitian ini data angket yang diperoleh teknik triangulasi data.
adalah data tentang pemanfaatan labolatorium
fisika SMA/MA se-Kota Salatiga dengan
Ketersediaan Alat-Alat Praktikum Fisika alat yang menjadi peran pembantu dalam
SMA/MA se-Kota Salatiga pembelajaran fisika. Sekolah yang terdapat di
Berdasarkan hasil penelitian yang secara Kota Salatiga memiliki distribusi input siswa
keseluruhan berasal dari data kedaan kurang tersebar merata. Beberapa sekolah yang
laboratorium yang menyangkut data inventaris kurang memenuhi kriteria standar siswa yang
(ketersediaan alat-alat praktikum) disesuaikan belajar di sekolah tersebut. Dengan demikian,
dengan Permendiknas No. 24 tahun 2007. pemasukan inventaris alat-alat praktikum
Kondisi ini dikarenakan masih banyak sekolah disesuaikan dengan kapasitas siswa yang belajar
swasta yang kurang memperhatikan pengadaan di sekolah tersebut.
53
Imastuti / Unnes Physics Education Journal 5 (3) (2016)
Desain Ruang Laboratorium Fisika SMA/MA dipergunakan. Menurut Lubis (1993: 28), dalam
se-Kota Salatiga desain suatu laboratorium ilmu pengetahuan
Desain ruang laboratorium fisika di setiap alam merupakan kerja sama yang tidak dapat
SMA/MA se-Kota Salatiga memiliki kondisi dipisahkan antarpengelola laboratorium,
beragam. Data penelitian mengenai indikator pemborong, dan pembiaya atau administrator.
desain ruang laboratorium fisika jika dirata-rata Dengan demikian, yang perlu diperhatikan oleh
mencapai 54%. Nilai ini merupakan nilai yang perancang adalah sebagai berikut:
cukup mendukung dalam pembelajaran fisika. 1. Jumlah dana yang tersedia;
Ada beberapa sekolah dalam pembangunan 2. Jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam
desain laboratorium sudah mendukung untuk laboratorium;
mobilitas siswa dan guru untuk menggunakan 3. Jumlah siswa yang akan memprgunakan
ruangan. laboratorium tersebut.
Berdasarkan Tabel 2, desain laboratorium
tidak dapat dikatakan dalam kondisi baik. Jadi dalam merancang laboratorium
Beberapa sekolah yang telah diobservasi memerlukan beberapa pertimbangan, terutama
merupakan sekolah yayasan yang memiliki yang menyangkut masalah bentuk, luas, dan
desain rancangan tersendiri. Sekolah tersebut ukuran. Jika mendesain suatu laboratorium yang
sudah lama melaksanakan metode moving class, gedungnya belum ada, faktor utama yang
jadi lebih menekankan pada proses diperhatikan adalah jarak antara gedung satu
pembelajaran dalam kelas dan didalam ruangan dengan yang lainnya. Kertiasa (2006: 9)
dipenuhi dengan alat-alat praktikum. Adapula mengatakan juga bahwa sangat sukar untuk
sekolah yang masih memiliki laboratorium sains memberikan saran rinci mengenai kondisi ini.
terpadu. Kondisi ini memungkinkan untuk Karena tertalu banyak faktor yang perlu untuk
ruangan akan menjadi tidak efektif ketika ingin dipertimbangkan, diantaranya: dana, lahan yang
54
Imastuti / Unnes Physics Education Journal 5 (3) (2016)
55
Imastuti / Unnes Physics Education Journal 5 (3) (2016)
Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi ini belum optimal. Kesiapan siswa melakukan
dikarenakan tidak adanya tenaga pengelolaan praktikum masih rendah karena guru jarang
dan guru yang sibuk mengajar di kelas, sehingga melakukan pretest sebelum melakukan
pengelolaan penyelenggaraan laboratorium praktikum. Guru membiasakan hanya
kurang berjalan dengan optimal. Agar memberikan materi sebelum praktikum
kesinambungan dan daya guna laboratorium dan kemudian pelaksaaan praktikum berlangsung.
daya guna dapat dipertahankan, laboratorium
perlu dikelola dengan baik, salah satu baguan Pelaksanaan Keterampilan Proses Sains
dari pengelolaan ini adalah staff atau persolan SMA/MA se-Kota Salatiga
laboratorium (katili, et al., 2013). Data penelitian mengenai indikator
Guru memanfaatkan laboratorium sebagai penggunaan keterampilan proses dirata-rata
salah satu sarana pembelajaran dengan mencapai 79,37%. Berdasarkan Tabel 5, nilai ini
praktikum yang melengkapi dan mendukung merupakan nilai yang mendukung dalam proses
teori di dalam kelas. Akan tetapi, guru juga pembelajaran fisika di laboratorium. Ada
melakukan metode lain dalam pembelajaran beberapa sekolah dalam mengaplikasikan
seperti ceramah, tanya jawab, diskusi, dan keterampilan proses di laboratorium kurang
demonstrasi. Berdasarkan angket siswa yang menjamin untuk mencapai tujuan pembelajaran
berupa rincian jenis kegiatan praktikum yang pada saat berlangsung.
pernah dilakukan oleh siswa di SMA/MA se-Kota Namun, terjadi kesalahan pada peneliti
Salatiga, peneliti memperoleh informasi kegiatan saat mengatur pelaksanaan penelitian di
yang dilakukan oleh siswa pada saat di SMA/MA se-Kota Salatiga. Pengukuran
laboratorium. Dari beberapa aspek yang keterampilan proses ketika siswa mengadakan
disebutkan masih banyak aspek yang belum pembelajaran di laboratorium, tidak semua
mendukung dalam pelaksanaan praktikum sampel dapat terukur dengan sempurna. Kondisi
meliputi: Pelatihan praktikum,kesiapan siswa, ini dikarenakan waktu penelitian yang tidak
dan evaluasi. Aspek tersebut dalam rentan jauh mencukupi untuk penelitian di sembilan sekolah
dari baik karena di Salatiga pelaksanaan MGMP di Kota Salatiga.
SMA/MA se-Kota Salatiga memiliki berbeda- Salatiga merasa mampu untuk mengembangkan
beda variasi bentuk, dari model tradisional keterampilan proses untuk menunjang
maupun non-tradisional ada, memiliki cukup pembelajaran fisika yang memiliki nilai sebesar
mendukung dalam menunjang pembelajaran 79,37% dari kisi kisi penilaian.
fisika yang memiliki nilai rata-rata 54% dari Berdasarkan hasil penelitian, maka
standard desain laboratorium. (3) administrasi peneliti dapat memberikan saran antara lain:
laboratorium fisika SMA/MA se-Kota Salatiga 1. sekolah-sekolah di Salatiga yang tingkat
cenderung cukup lengkap dan tertib dengan pemanfaaatan masih kurang agar lebih
memperoleh nilai sebesar 50,22% dari standard memperhatikan aspek-aspek yang
data administratif laboratorium. (4) menurut berhubungan dengan laboratorium supaya
persepsi guru pengelolaan penyelenggaraan dapat berfungsi secara optimal.
laboratorium fisika SMA/MA se-Kota Salatiga 2. Dinas Pendidikan Kota Salatiga hendaknya
cenderung digunakan dengan wajar, lebih memperhatikan kondisi sarana dan
memperoleh nilai sebesar 67,13% dari data prasarana demi kemajuan daerah.
pengelolaan penyelenggaraan laboratorium, 3. Kementrian Pendidikan Nasional agar
namun persepsi dari siswa mengenai mempertimbangkan dan segera
pengelolaan penyelenggaraan laboratorium mengesahkan standar Pendidikan Nasional
fisika SMA/MA se-Kota Salatiga hanya sebesar tentang sarana dan prasarana.
39%. (5) menurut guru SMA/MA se-Kota
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Pendidikan Sebuah Panduan Praktis.
Cipta. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sriyono. 2013. Modul Pengelolaan Laboratorium Yulianti, D. & Wiyanto. 2009. Perancangan
Geografi. Semarang: PPs Unnes & HIPPSI. Pembelajaran Inovatif. Semarang: Unnes
Press.
58