Anda di halaman 1dari 14

PENGEMBANGAN MODUL FISIKA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

KABUPATEN OGAN ILIR PADA MATERI KALOR DAN PERPINDAHANNYA


UNTUK SISWA SMA KELAS X

Fitriani1, Murniati2, Ketang Wiyono3


Mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya1
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya2
Dosen Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Sriwijaya3

ABSTRAK
Penelitan ini bertujuan untuk menghasilkan modul fisika berbasis kearifan lokal Kabupaten
Ogan Ilir pada materi kalor dan perpindahannya untuk Siswa SMA kelas X yang valid dan
praktis. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan menggunakan model
pengembangan Rowntree yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, tahap
pengembangan dan tahap evaluasi dengan menggunakan teknik evaluasi Tessmer yang terdiri
dari self evaluation, expert review, one-to-one evaluation, dan small group evaluation. Teknik
pengumpulan data menggunakan lembar validasi ahli, angket dan observasi. Berdasarkan hasil
expert review dari tiga aspek penilaian diperoleh rata-rata penilaian para ahli sebesar 86,59%
dengan kriteria valid. Berdasarkan hasil one-to-one evaluation diperoleh rata-rata tanggapan
siswa terhadap penggunaan modul sebesar 88,09% dengan kriteria sangat praktis dan
mengalami peningkatan pada tahap small group evaluation dengan diperoleh rata-rata
tanggapan siswa terhadap penggunaan modul sebesar 89,05% dan juga tergolong kriteria
sangat praktis. Hasil data ini menunjukkan modul yang dikembangkan sudah tergolong valid
dan praktis sehingga diperoleh kesimpulan bahwa modul fisika yang dikembangkan peneliti
layak untuk digunakan sebagai bahan ajar fisika di tingkat SMA.

Kata kunci : modul fisika, kearifan lokal, kalor

1
ABSTRACT

This research aims to produce a physics module based on local wisdom of Ogan Ilir regency
on the matter heat and displacement for High School Students of class X are valid and practical.
This research is the development research of Rowntree development model which consists of
three stages, namely planning, development and evaluation phase by using Tessmer evaluation
techniques consisting of self evaluation, expert review, one-to-one evaluation, and small group
evaluation. Data collection techniques using sheet validation experts, questionnaire and
observation. Based on the results of the expert review of three aspects assessment obtained an
average rating of experts is 86.59% with valid criteria. Based on the results of one-to-one
evaluation obtained an average response of students to use of modules is 88.09% with very
practical criteria and increase in the small group evaluation phase gained an average of student
responses to use of modules for 89.05% and also classified as very practical criteria. Results of
these data indicate that the module developed is considered valid and practical so that it is
concluded that the physics module developed by researcher worthy to be used as physics
teaching materials at the high school level.

Keywords: physics module, local wisdom, heat

PENDAHULUAN

Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar


terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan
memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar (Kemendikbud, 2013). Mengacu pada hal
ini, pembelajaran di sekolah diharapkan dapat berkesinambungan antara materi pelajaran
dengan aktivitas di lingkungan masyarakat sehingga terjadi pertukaran ilmu pengetahuan dari
siswa ke masyarakat maupun dari masyarakat ke siswa. Pembelajaran seperti ini diharapkan
dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran khususnya ilmu pengetahuan alam seperti fisika.
Fisika sebagai cabang sains pada dasarnya memiliki hakikat yang sama dengan sains itu
sendiri. Sains dapat dipandang sebagai sekumpulan pengetahuan (a body of knowledge); sains
sebagai cara berpikir (a way of thinking); dan sains sebagai cara penyelidikan (a way of
investigating). Mengacu pada ketiga hakikat ini, pembelajaran sains seperti fisika harus dapat
memfasilitasi peserta didik berpikir dan berbicara serta bekerja melalui minds-on dan hands-
on science (Prasetyo, 2013). Pembelajaran fisika harus dapat mengaktifkan cara berpikir,
berbicara dan bekerja siswa secara ilmiah serta menjadikan siswa aktif dan kreatif dalam
berpikir, berbicara maupun bertindak. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan suasana
pembelajaran fisika yang mampu merangsang keingintahuan dan minat siswa salah satunya
yaitu memanfaatkan lingkungan sekitar tempat tinggal siswa berupa kearifan lokal.

2
Kearifan lokal (local wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan dan
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat
untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka (Wagiran, 2011).
Kearifan lokal berupa nilai, norma, kepercayaan maupun aturan-aturan khusus memiliki fungsi
salah satunya sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Sirtha dalam Aulia,
2010). Hal ini menunjukkan bahwa selain sebagai pengembangan nilai-nilai budaya daerah,
kearifan lokal juga penting untuk dimanfaatkan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
misalnya dalam pembelajaran fisika di sekolah dengan harapan agar pembelajaran fisika
menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Kenyataannya, Suastra (2011) mengemukakan bahwa nilai-nilai kearifan lokal
diabaikan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran sains di sekolah sehingga
pembelajaran sains menjadi “kering” dan kurang bermakna bagi siswa. Lebih lanjut, Albab
(2014) mengemukakan bahwa pembelajaran fisika belum ada yang mengaitkan dengan
kearifan lokal. Umumnya kearifan lokal hanya digunakan guru sebatas sebagai apersepsi,
belum sampai pembahasan materi yang lebih mendalam. Hal serupa juga peneliti temukan saat
melakukan observasi di salah satu SMA Negeri Kabupaten Ogan Ilir, diketahui bahwa
pembelajaran fisika umumnya hanya menjelaskan perumusan matematis disertai penyelesaian
contoh soal. Guru kurang mengaitkan materi pembelajaran dengan nilai kearifan lokal di
lingkungan tempat tinggal siswa, hanya diselipkan pada tahap apersepsi. Hal ini tentu
menjadikan pembelajaran fisika hanya berfokus pada rumus-rumus yang banyak sehingga
pembelajaran fisika menjadi kurang bermakna bagi siswa. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki hal ini salah satunya dengan menyediakan suatu bahan ajar yang dapat digunakan
guru sebagai perantara untuk mengaitkan materi fisika dengan kearifan lokal sehingga terjadi
proses transformasi ilmu antara guru dan siswa. Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan
ajar terdiri dari beberapa jenis salah satunya adalah modul.
Modul merupakan salah satu bahan ajar cetak yang dirancang dan disajikan secara
sistematis sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator atau guru
(Yulianti, 2012). Pembuatan modul untuk pembelajaran fisika penting dilakukan sebagaimana
tujuan modul menurut Prastowo (2014) yaitu agar (1) siswa dapat belajar secara mandiri, (2)
mengurangi peranan pendidik sehingga tidak terlalu dominan, (3) melatih kejujuran siswa, (4)
mengakomodasi berbagai tingkat dan kecepatan belajar siswa serta (5) siswa mampu mengukur

3
sendiri tingkat penguasaan materi yang telah dipelajarinya. Penulisan modul dapat dilakukan
dengan terlebih dulu menentukan konsep fisika yang akan dikembangkan.
Kalor merupakan salah satu konsep fisika yang dapat dikaitkan dengan kearifan lokal
suatu daerah. Kalor bersifat abstrak karena merupakan bentuk energi yang secara kasat mata
tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan, oleh karena itu perlu dikembangkan modul fisika
yang mengaitkan kalor dengan kearifan lokal misalnya di Kabupaten Ogan Ilir agar
pembelajaran materi kalor menjadi lebih nyata. Nilai kearifan lokal Kabupaten Ogan Ilir seperti
proses pembuatan kemplang panggang di desa Tebing Gerinting dan proses pembuatan parang
atau alat-alat pertanian di desa Tanjung Pinang yang memanfaatkan konsep kalor akan peneliti
kembangkan dalam bentuk modul yang dapat digunakan siswa secara mandiri ataupun dengan
bimbingan guru guna membantu proses pembelajaran fisika di sekolah.
Penelitian mengenai pengembangan bahan ajar dan kearifan lokal sebelumnya telah
dilakukan oleh beberapa peneliti seperti penelitian oleh Warpala, dkk (2010) yang
mengembangkan bahan ajar berbasis kearifan lokal untuk mata pelajaran sains SMP. Penelitian
ini mendapatkan bahwa bahan ajar berbasis kearifan lokal memberikan kontribusi yang positif
untuk peningkatan pemahaman konsep dan kinerja ilmiah siswa. Selanjutnya Damayanti, dkk
(2013) mengembangkan CD pembelajaran berbasis kearifan lokal tema getaran dan gelombang
untuk siswa SMP sehingga diperoleh hasil bahwa CD pembelajaran berbasis kearifan lokal
layak digunakan pada proses pembelajaran, mampu meningkatkan minat dan hasil belajar
siswa serta dapat meningkatkan kecintaan terhadap budaya lokal yang ada di lingkungan
sekitar. Selanjutnya Albab (2014) mengembangkan modul fisika berbasis kearifan lokal materi
Hukum Newton untuk siswa SMA sehingga dihasilkan sebuah modul yang valid dan praktis
dengan penilaian para ahli berkategori sangat baik serta hasil uji coba responden mendapatkan
respon sangat setuju.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian pengembangan
modul fisika berbasis kearifan lokal Kabupaten Ogan Ilir dengan mengaitkan konsep kalor dan
perpindahannya pada proses pembuatan kemplang panggang dan parang yang dalam penelitian
ini berjudul “Pengembangan Modul Fisika Berbasis Kearifan Lokal Kabupaten Ogan Ilir pada
Materi Kalor dan Perpindahannya untuk Siswa SMA Kelas X”. Rumusan masalahnya adalah
“Bagaimana mengembangkan modul fisika berbasis kearifan lokal Kabupaten Ogan Ilir yang
valid dan praktis pada materi kalor dan perpindahannya untuk siswa SMA kelas X?”

4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan mengadaptasi model
pengembangan produk Rowntree, terdiri dari: tahap perencanaan, tahap pengembangan, dan
tahap evaluasi atau penilaian (Prawiradilaga, 2009). Tahap evaluasi menggunakan teknik
evaluasi formatif Tessmer (1998), terdiri dari self evaluation (evaluasi diri), expert review
(reviu ahli), one-to-one evaluation (evaluasi satu-satu), small group evaluation (evaluasi
kelompok kecil) dan field test (uji coba lapangan). Namun penelitian ini hanya dibatasi sampai
pada tahap small group evaluation. Pengembangan produk pada penelitian ini dimulai bulan
Februari - Maret 2015 selanjutnya evaluasi produk dilakukan pada akhir bulan Maret hingga
awal bulan April 2015 semester genap tahun ajaran 2014/2015 dengan melibatkan para ahli
dan beberapa siswa di SMA Negeri 1 Indralaya Selatan.

Start

Analisis kebutuhan Perumusan tujuan Tahap I


pembelajaran Perencanaan

Pengembangan Penyusunan Produksi Tahap II


topik draf prototipe Pengembangan

Prototipe 1

Evaluasi Diri

Reviu Ahli Evaluasi Satu-satu


(uji validitas) (uji praktikalitas)

Tidak Valid Praktis Tidak


Valid Praktis
Tahap III
Prototipe 2 Evaluasi
Revisi Revisi
Evaluasi Kelompok Kecil
(Uji praktikalitas)

Tidak Praktis
Revisi
Praktis
Produk Akhir

Gambar 1. Prosedur Pengembangan Modul Fisika Berbasis Kearifan Lokal

5
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah walkthrough,
angket dan observasi. Walkthrough adalah suatu metode untuk memvalidasi produk dengan
melibatkan beberapa ahli pada bidangnya secara langsung untuk mengevaluasi rancangan awal
produk yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan revisi. Lembar validasi
diberikan kepada ahli untuk mengevaluasi prototipe 1 berdasarkan aspek kelayakan isi, desain
dan kebahasaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kevalidan dan kelayakan prototipe 1
sebelum diujicobakan. Lembar validasi yang sudah diisi oleh ahli selanjutnya dianalisis
dengan melakukan rekapitulasi skor hasil penilaian masing-masing validator. Kemudian
menghitung rata-rata nilai dari validator tiap aspek penilaian dengan menggunakan persamaan

jumlah skor yang diperoleh


Nilai validitas = 𝑥 100 % (Julyal, 2014)
jumlah skor tertinggi

Jumlah skor tertinggi = jumlah pernyataan x skor maksimum

Nilai validitas yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan kriteria validitas seperti
terlihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kriteria Nilai Validitas (Purwanto dalam Julyal, 2014)

Nilai Validitas (%) Kriteria Validitas

90 - 100 Sangat Valid


80 - 89 Valid
60 - 79 Cukup Valid
0 - 59 Tidak Valid

Angket (kuesioner) adalah sejumlah pertanyaan atau pernyataan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal
yang ia ketahui. Jenis angket yang digunakan adalah angket jenis check list, sebuah daftar,
dimana responden yang diukur tinggal membubuhkan tanda check (√) pada kolom yang sesuai
(Arikunto, 2010). Angket digunakan untuk mengetahui respon dan pendapat siswa terhadap
modul yang dikembangkan. Hasil dari pengisian angket digunakan untuk mengukur tingkat
kepraktisan modul. Hasil pengisian angket siswa pada tahap one-to-one evaluation dan small
group evaluation akan disajikan dalam bentuk tabel, kemudian dicari rata-rata nilainya untuk
setiap responden menggunakan persamaan

6
jumlah semua skor
Nilai Praktikalitas = x 100 % (Julyal, 2014)
Skor maksimum

Nilai praktikalitas yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan kriteria praktikalitas


seperti terlihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Kriteria Nilai Praktikalitas (Purwanto dalam Julyal, 2014)

Nilai Praktikalitas (%) Kriteria Praktikalitas


86 - 100 Sangat Praktis
76 - 85 Praktis
60 - 75 Cukup Praktis
55 - 59 Kurang Praktis
54 Tidak Praktis

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan
secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Observasi dalam penelitian ini dilakukan selama
proses pembelajaran pada tahap evaluasi kelompok kecil dengan dibantu seorang observer
yang bertugas menilai proses pembelajaran dengan mengamati aktivitas siswa saat
menggunakan prototipe 2 dan mengisi lembar observasi yang telah dikembangkan peneliti.
Hasil observasi yang dilakukan observer kemudian dihitung rata-rata nilainya dengan
menggunakan persamaan

jumlah skor diperoleh


Nilai akhir = x 100 %
jumlah skor maksimum

Nilai akhir yang diperoleh kemudian disesuaikan dengan kategori nilai aktivitas siswa
seperti terlihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Kategori Nilai Aktivitas Siswa (Purwanto dalam Yulianti, 2012)

Kategori Skor (%)


Sangat baik 86 – 100
Baik 76 – 85
Cukup 60 – 75
Tidak baik 55 – 59
Sangat tidak baik ≤ 54

7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Perencanaan
Diawali dengan melakukan studi literatur, yakni mengkaji teori-teori berkaitan dengan
pengembangan modul, mencari referensi-referensi hasil penelitian yang relevan seperti jurnal,
skripsi, tesis dan buku. Selanjutnya peneliti melakukan analisis kebutuhan untuk menetapkan
kompetensi modul yang akan dikembangkan. Analisis kebutuhan dilakukan dengan observasi
dan wawancara informal kepada beberapa siswa SMA N 1 Indralaya Selatan, sehingga
didapatkan:
(1) Fisika merupakan pelajaran yang sulit dan membosankan bagi siswa, karena menurut
mereka fisika terlalu banyak perumusan matematis yang rumit dengan isi materi yang
sulit dipahami dengan cepat.
(2) Pembelajaran fisika pada umumnya hanya menjelaskan perumusan matematis yang
kemudian disertai penyelesaian contoh soal. Guru kurang mengaitkan materi
pembelajaran dengan lingkungan tempat tinggal siswa seperti kearifan lokal, hanya
diselipkan pada tahap apersepsi saja.
(3) Bahan ajar yang digunakan hanya berupa LKS berisi ringkasan materi secara umum,
rumus-rumus dan soal-soal tanpa penyelesaiannya.
Berdasarkan ketiga faktor di atas, maka perlu disediakan suatu bahan ajar yang menarik
dan mampu menjadikan pembelajaran fisika lebih bermakna. Hal ini mendasari peneliti untuk
mengembangkan suatu bahan ajar cetak berupa modul yang dapat digunakan secara mandiri
oleh siswa ataupun dengan bimbingan guru. Modul ini dibuat berbeda dengan bahan ajar atau
buku pelajaran pada umumnya karena adanya penambahan unsur kearifan lokal Kabupaten
Ogan Ilir dengan tujuan agar pembelajaran fisika lebih kontekstual dengan kehidupan di
lingkungan tempat tinggal siswa. Penentuan materi fisika yang cocok dikembangkan menjadi
modul pembelajaran berbasis kearifan lokal peneliti lakukan dengan mendata kearifan lokal
yang ada di Kabupaten Ogan Ilir. Peneliti mencari informasi dari orang-orang terdekat maupun
sumber internet sehingga hasil yang diperoleh peneliti berfokus pada proses pembuatan
kemplang panggang yang merupakan makanan khas Ogan Ilir dan pembuatan parang maupun
alat-alat pertanian yang sudah terkenal di daerah Ogan Ilir serta menjadi mata pencarian
penduduknya.

8
Kearifan lokal ini kemudian disesuaikan dengan materi kalor yang dalam Kurikulum
2013 dipelajari pada kelas X semester 2, sehingga langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti
adalah menganalisis Kurikulum 2013 dengan terlebih dulu menentukan Kompetensi Dasar
yang akan digunakan, yakni KD 3.8 kelas X “Menganalisis pengaruh kalor dan perpindahan
kalor pada kehidupan sehari-hari”. Berdasarkan silabus fisika SMA kelas X Kurikulum 2013,
Kompetensi Dasar ini meliputi materi pokok mengenai suhu, kalor dan perpindahan kalor.
Peneliti juga melakukan survei langsung ke tempat pembuatan kemplang panggang di desa
Tebing Gerinting maupun pembuatan parang dan alat-alat pertanian di desa Tanjung Pinang
untuk mendapatkan informasi serta dokumentasi sebagai bahan penulisan modul nantinya.
Peneliti kemudian melanjutkan ke tahap perumusan tujuan pembelajaran berdasarkan hasil
analisis kebutuhan sehingga diperoleh indikator dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

Tahap Pengembangan
Tahap pengembangan bertujuan untuk merancang dan mendesain prototipe 1 modul,
terdiri dari pengembangan topik dan penyusunan draf yang kemudian digunakan untuk
produksi prototipe 1 modul fisika berbasis kearifan lokal Kabupaten Ogan Ilir. Pengembangan
topk dilakukan dengan membuat Garis Besar Isi Modul (GBIM) dengan materi pokok bahasan
kalor terdiri dari definisi kalor, penerapan kalor, persamaan kalor, Asas Black, jenis-jenis
perpindahan kalor, perpindahan kalor pada proses pembuatan kemplang panggang dan parang,
serta laju perpindahan kalor. Selanjutnya materi pokok ini disusun menjadi 2 sub bab utama,
yakni (1) Kalor, memuat konsep kalor secara umum; dan (2) Perpindahan kalor, memuat
penjelasan masing-masing ketiga jenis perpindahan kalor (konduksi, konveksi, radiasi). Selain
itu, ditambahkan juga bagian “Pendahuluan” yang memuat penjelasan singkat mengenai
kemplang panggang, parang dan konsep suhu sebagai pengantar sebelum masuk ke sub bab
inti mengenai kalor dan perpindahan kalor.
Peneliti selanjutnya melakukan penyusunan draf dengan menentukan komponen-
komponen yang akan dituliskan dalam prototipe modul. Komponen ini disusun dengan
memodifikasi berdasarkan Panduan Pengembangan Bahan Ajar oleh Depdiknas (2008), yakni
identitas modul, kata pengantar dan daftar isi, abstraksi, petunjuk belajar, standar isi, peta
konsep dan kata kunci, pendahuluan, subbab 1: Kalor, subbab 2: Perpindahan kalor, kegiatan,
contoh soal, latihan, rangkuman, tes formatif, glosarium, daftar pustaka serta kunci jawaban

9
tes formatif. Berdasarkan hasil penyusunan draf, peneliti memulai produksi prototipe 1 dengan
format kertas yang digunakan adalah portrait, ukuran kertas A4 dan jenis huruf yang digunakan
dibuat bervariasi. Format halaman ini digunakan peneliti untuk menulis dan menyusun
komponen-komponen yang sudah disebutkan sebelumnya dengan menambahkan gambar, latar
warna, shapes, maupun tabel yang diatur dan disesuaikan dengan teks sehingga tampilan setiap
halaman tersusun rapi dan menarik. Peneliti juga merancang perangkat evaluasi yang akan
digunakan untuk menilai prototipe modul yang telah dikembangkan. Perangkat evaluasi ini
berupa lembar validasi ahli terdiri dari validasi isi (content), kebahasaan dan desain; lembar
angket tanggapan siswa dan lembar observasi aktivitas siswa saat menggunakan prototipe.

Tahap Evaluasi
Expert Review
Tabel 4. Hasil Penilaian Ketiga Validator

No Validator Nilai (%)


1 Isi (Content) 92
2 Kebahasaan 77,78
3 Desain 90
Total 259,78
Rata-rata 86,59
Kriteria Valid

Berdasarkan Tabel 4. didapatkan bahwa rata-rata hasil penilaian validator terhadap


aspek isi, kebahasaan dan desain prototipe 1 adalah 86,59% yang termasuk kriteria valid
dengan kesimpulan bahwa prototipe 1 yang telah dikembangkan layak untuk di uji coba. Selain
memberikan penilaian berupa angka, para ahli juga memberikan saran kepada peneliti untuk
merevisi prototipe 1 yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Saran Revisi oleh Validator

No Validator Saran
1 Isi (Content) 1. Ganti semua kata “raksa” menjadi “air raksa” dan cek ulang
jangkauan ukurnya pada Tabel A.1 halaman 4 terkait dengan
suhu beku dan didih

10
No Validator Saran
2. Jelaskan bahwa titik tetap bawah dan titik tetap atas masing-
masing adalah “titik beku” dan “titik didih” air (halaman 5)
3. Definisi kalor jangan dibatasi hanya pada proses dengan
perbedaan/perubahan suhu, tapi juga pengaruh kerja dan
perubahan fasa (wujud) benda
4. Tambahkan info dan tugas pengamatan untuk bidang
kehidupan lainnya
5. Cek ulang data terkait (sumber referensi) Tabel B.1 pada
halaman 14
2 Kebahasaan Dalam membuat kalimat rincian, perhatikan hal-hal berikut ini:
1. Kalimatnya harus memperhatikan kesejajaran bentuk
2. Poin-poin yang dirinci (jika panjang) sebaiknya dipecah
menjadi kalimat-kalimat pendek.
3 Desain 1. Perbaiki peta konsep pada halaman ix
2. Beberapa contoh dan perhitungannya dapat disesuaikan
dengan kearifan lokal
3. Gunakan nama orang yang khas Ogan Ilir untuk menjelaskan
atau memberi contoh dan soal

One-to-One Evaluation
Bersamaan dengan tahap expert review, peneliti juga melakukan one-to-one evaluation
dengan meminta bantuan 3 orang siswa kelas XI IPA 2 SMA N 1 Indralaya Selatan yang terdiri
dari 2 siswa perempuan dan 1 siswa laki-laki untuk memberikan penilaian terhadap prototipe
1 modul. Hasil penilaian angket tanggapan siswa tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Penilaian Angket Tanggapan Siswa pada Tahap One-to-one


Nama Siswa Total Skor Nilai (%) Kriteria
N.O 67 95,71 Sangat Praktis
A.P 61 87,14 Sangat Praktis
D.P 57 81,43 Praktis
Rata-rata (%) 88.09 Sangat Praktis

Berdasarkan Tabel 6 didapatkan bahwa rata-rata penilaian angket tanggapan siswa


adalah 88,09% sehingga dapat disimpulkan bahwa prototipe 1 modul fisika berbasis kearifan
lokal tergolong sangat praktis. Namun selain hasil penilaian berupa angka, siswa juga

11
memberikan komentar dan saran untuk perbaikan prototipe 1 modul yang sudah
dikembangkan.

Small Group Evaluation


Tahap ini hampir sama dengan one-to-one evaluation, bedanya peneliti mengujicobakan
prototipe 2 modul fisika berbasis kearifan lokal kepada 9 orang siswa kelas XI IPA 2 SMA N
1 Indralaya Selatan yang dibagi menjadi 3 kelompok. Selama proses pembelajaran
berlangsung, dilakukan observasi oleh seorang observer untuk melihat tingkah laku dan
aktivitas siswa selama menggunakan prototipe 2. Berdasarkan hasil observasi didapatkan rata-
rata penilaian observer terhadap aktivitas siswa adalah 84% sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan prototipe 2 berlangsung dengan baik. Selanjutnya di akhir
pembelajaran, siswa diminta mengisi lembar angket tanggapan mereka terhadap prototipe 2
yang sudah digunakan. Hasil penilaian angket tanggapan siswa tersebut dapat dilihat pada
Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Penilaian Angket Tanggapan Siswa pada Tahap Small Group

Nama Siswa Total Skor Nilai (%) Kriteria


Z.M.S 61 87,14 Sangat Praktis
R 64 91,43 Sangat Praktis
D.B.R 55 78,57 Praktis
M.S 65 92,86 Sangat Praktis
N.C.D 54 77,14 Praktis
E.M.S 70 100 Sangat Praktis
Me.I 61 87,14 Sangat Praktis
M.T.B 67 95,71 Sangat Praktis
Mu.I 64 91,43 Sangat Praktis
Rata-rata (%) 89,05 Sangat Praktis

Berdasarkan Tabel 7 didapatkan bahwa rata-rata penilaian angket tanggapan siswa


terhadap penggunaan prototipe 2 adalah 89,05% yang berarti prototipe 2 modul fisika berbasis
kearifan lokal termasuk dalam kriteria sangat praktis. Selain itu, siswa juga memberikan
beberapa komentar maupun saran untuk perbaikan modul yang dikembangkan peneliti.

12
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengembangan modul fisika berbasis kearifan lokal
Kabupaten Ogan Ilir pada materi kalor dan perpindahannya untuk siswa SMA kelas X yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Melalui tahap expert review yang terdiri dari validasi isi (content), kebahasaan dan
desain, modul fisika yang dikembangkan peneliti dinyatakan sudah valid. Hal ini
diketahui berdasarkan hasil penilaian para ahli dengan rata-rata persentase kevalidan
secara keseluruhan sebesar 86,59% sehingga modul ini dinyatakan valid dan layak
digunakan dalam pembelajaran fisika.
2. Melalui tahap one-to-one evaluation dan tahap small group evaluation, modul fisika
yang dikembangkan peneliti dinyatakan sudah memenuhi kriteria praktis. Hal ini
diketahui berdasarkan rata-rata hasil penilaian angket tanggapan siswa terhadap
penggunaan modul yang mencapai angka 88,09% pada tahap one-to-one evaluation dan
89,05% pada tahap small group evaluation. Data ini menunjukkan bahwa modul fisika
berbasis kearifan lokal yang dikembangkan termasuk dalam kriteria sangat praktis.
Selain itu, berdasarkan hasil observasi oleh observer terhadap aktivitas siswa selama
pembelajaran menggunakan modul pada tahap small group evaluation, diperoleh rata-
rata penilaian sebesar 84%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan modul fisika berbasis kearifan lokal sudah berlangsung dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Penentuan materi yang akan dikaitkan dengan kearifan lokal sebaiknya dilakukan
dengan terlebih dahulu mencari informasi akurat, mendata jenis-jenis kearifan lokal
yang ada di suatu daerah dan survei langsung ke lokasi.
2. Penggunaan modul ini sebaiknya disertai dengan melakukan karyawisata atau
kunjungan langsung ke tempat produksi kemplang panggang dan parang agar siswa
dapat melakukan observasi langsung dan menganalisis proses pembuatannya.
3. Perlu dikembangkan lagi bahan ajar jenis lain berbasis kearifan lokal untuk materi kalor
sebagai perangkat yang melengkapi modul ini.
4. Perlu dikembangkan lagi modul fisika berbasis kearifan lokal di daerah-daerah lain
untuk materi fisika lainnya baik di tingkat SMP maupun SMA.

13
DAFTAR PUSTAKA
Albab, Nourma M. 2014. Pengembangan Modul Fisika Berbasis Kearifan Lokal pada Materi
Hukum Newton untuk Siswa SMA N 1 Sentolo Kelas X Kulon Progo. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Aulia, Tia O.S., dan Arya H. Dharmawan. 2010. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan
Sumberdaya Air di Kampung Kuta. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan
Ekologi Manusia, 4(3): 345-355.
Damayanti, Cristian., Novi R. Dewi, dan Isa Akhlis. 2013. Pengembangan CD Pembelajaran
Berbasis Kearifan Lokal Tema Getaran dan Gelombang untuk Siswa SMP Kelas VIII.
Unnes Science Education Journal, 2(2): 274-281.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan
Bahan Ajar. Jakarta: Depdiknas.
Julyal, Irwan., Gusmaweti, dan Azrita. 2014. Pengembangan Modul Pembelajaran Bernuansa
Dialog Bergambar pada Materi Sistem Hormon di SMAN 1 Limbur Lubuk Mengkuang
Kabupaten Bungo Jambi. Ejournal Bung Hatta University, 3(4): 1-9.
Kemendikbud. 2013. Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 Tahun 2013 Tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Jakarta:
Kemendikbud.
Prasetyo, Zuhdan K. 2013. Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal. Makalah disajikan
dalam Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika pada tanggal 14 September 2013
di Surakarta.
Prastowo, Andi. 2014. Pengembangan Bahan Ajar Tematik: Tinjauan Teoretis dan Praktik.
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Prawiradilaga, Dewi S. 2009. Prinsip Disain Pembelajaran (Instructional Design Principles).
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suastra, I W., Ketut Tika, dan Nengah Kariasa. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Sains
Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai
Kearifan Lokal di SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 5(3): 258-
273.
Tessmer, Martin. 1998. Planning and Conducting Formative Evaluations. London: Kogan
Page Limited.
Wagiran. 2011. Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal dalam Mendukung Visi
Pembangunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2020. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan, 3(3): 85-100.
Warpala, I W.S., I W. Subagia, dan I W. Suastra. 2010. Pengembahan Bahan Ajar Berbasis
Kearifan Lokal untuk Mata Pelajaran Sains SMP. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pendidikan, 4(3): 300-314.
Yulianti, R. D. 2012. Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi dengan Menggunakan Mind
Map untuk Sekolah Menengah Atas. Tesis. Palembang: Program Pasca Sarjana
Universitas Sriwijaya.

14

Anda mungkin juga menyukai