Asabijak Harianto - Penelitian Kewarganegaraan PDF
Asabijak Harianto - Penelitian Kewarganegaraan PDF
Dosen :
Dwi Afrimetty Timoera S.H., M.H.
Disusun Oleh :
Asabijak Harianto (1520622026)
Negara hukum menjamin perlindungan hak asasi manusia dan memastikan bahwa semua warga
negaranya diperlakukan sama di bawah hukum, tanpa diskriminasi. Konsep negara hukum juga
melindungi kebebasan individu dari intervensi pemerintah yang tidak sah dan memastikan bahwa
setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap keadilan dan perlindungan hukum. Namun,
di beberapa negara, prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia sering kali dilanggar oleh
pemerintah atau kelompok kepentingan tertentu. Pelanggaran seperti itu dapat berupa diskriminasi,
penahanan tanpa pengadilan, penggunaan kekerasan oleh pihak berwenang, penghilangan paksa,
penyiksaan, dan pembatasan kebebasan pers.
Maka dari itu, penting bagi sebuah negara untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip negara hukum
dan hak asasi manusia dijalankan dengan baik dan benar, karena ini akan memastikan keamanan dan
kesejahteraan warga negaranya dan menciptakan kepercayaan pada sistem politik dan hukum yang
ada. Oleh karena itu, evaluasi secara rutin terhadap implementasi prinsip-prinsip negara hukum dan
hak asasi manusia di negara tersebut sangat penting untuk memastikan tercapainya tujuan tersebut.
Warga negara merupakan orang-orang yang menjadi bagian dari suatu penduduk yang menjadi
unsur negara. A.S. Hikam mendefinisikan bahwa warga negara yang merupakan terjemahan dari
citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara. Secara singkat,
Koerniatmo S. juga mendefinisikan warga negara sebagai anggota negara. Sebagai anggota negara,
warga negara memiliki kedudukan khusus terhadap negara. Mereka memiliki hubungan hak dan
kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya. Dalam konteks Indonesia, istilah warga
negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) yang dimaksudkan untuk bangsa Indonesia asli dan
bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara. Selain itu, sesuai dengan pasal 1
UU No. 22/1958 dinyatakan bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan, perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang berlaku
sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia. Setiap negara
mempunyai kebebasan dan kewenangan untuk menentukan asas kewarganegaraan seseorang.
Dalam menerapakan asas kewarganegaraan ada dua pedoman, yaitu asas kewarganegaraan yang
berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan yang berdasarkan perkawinan. Namun, sebelum
megara menentukan siapa saja yang menjadi warga negara, negara harus mengakui bahwa setiap
orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali, sebagaimana diatur dalam pasal 28 E ayat (1)
UUD 1945. Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat
diklafikasikan sebagai berikut:
1. Warga negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai
dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara, yang diberikan
oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.
Hak dan kewajiban warga negara di Indonesia diatur dalam konstitusi. Dalam UUD 1945, hak warga
negara terkandung dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34.
1. Pasal 27
Hak warga negara Indonesia dalam pasal 27 ayat (2) berbunyi “tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2. Pasal 28 A
Hak warga negara Indonesia dalam pasal 28 A berbunyi “setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
3. Pasal 28 B
Hak warga negara dalam pasal 28 B termuat dalam dua ayat. Ayat (1) berbunyi “warga
negara berhak untuk membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah”. Adapun dalam ayat
(2) berisi hak kelangsungan hidup, yang berbunyi “setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang”.
4. Pasal 28 C
Hak warga negara dalam pasal 28 C termuat dalam dua ayat. Ayat (1) berbunyi, “setiap orang
berhak mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak
mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan
kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia”.
Adapun ayat (2) berbunyi, “setiap orang berhak memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.
5. Pasal 28 D
Hak warga negara dalam pasal 28 D termuat dalam empat ayat. Ayat (1) berbunyi, “setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum”. Ayat (2) berbunyi, “setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
Adapun ayat (3) menjamin hak yang sama dalam ikut serta dalam pemerintahan, sedangkan
ayat (4) menjamin hak atas status kewarganegaraan.
6. Pasal 28 E
Hak warga negara dalam pasal 28 E termuat dalam tiga ayat. Ayat (1) membahas tentang
hak setiap orang untuk memilih dan memeluk agamanya masing-masing tanpa paksaan,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, serta memilih tempat tinggal di wilayah
negaranya dan berhak untuk kembali.
Selanjutnya, dalam ayat (2) disebutkan jika setiap orang bebas untuk meyakini kepercayaan,
menyatakan sikap dan pikiran yang sesuai dengan hati nuraninya. Adapun dalam ayat (3)
disebutkan bahwa setiap orang untuk bebas berbicara, berserikat, berkumpul, dan
menyatakan pendapat.
7. Pasal 28 F
Pasal ini berisi tentang hak teknologi dan informasi. Pasal ini berbunyi, “setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan mendapatkan informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang
tersedia”.
8. Pasal 28 G
Pasal 28 F memuat perlindungan pemerintah dan negara atas hak setiap orang untuk
mendapatkan izinnya dan keluarga atas harta yang ada di bawahnya, berhak atas keamanan
dan kebebasan dari ancaman. Selain itu, warga negara juga berhak mendapatkan suaka politik
dari negara lain.
9. Pasal 28 H
Pasal 28 H terdiri atas empat ayat, yang masing-masing berisi tentang hak setiap orang untuk
menerima kelahiran dan batin, mendapatkan tempat tinggal yang layak, hak untuk perawatan
kesehatan yang layak; hak untuk mendapatkan persetujuan dan bantuan khusus untuk
mendapat kesempatan dan manfaat yang sama untuk mencapai persetujuan dan keadilan;
hak setiap orang untuk jaminan sosial; serta hak kepemilikan pribadi yang tidak boleh diambil
secara sewenang-wenang.
10. Pasal 28 I
Hak warga negara dalam pasal 28 I termuat dalam dua ayat. Ayat (1) berisi hak untuk diakui
sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
Adapun ayat (2) memberikan hak untuk bebas dari diskriminasi serta mendapat perlindungan
dari tindakan diskriminatif.
11. Pasal 29
Pasal 29 menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya masing-masing.
12. Pasal 31
Hak warga dalam pasal ini adalah mendapatkan pendidikan, sedangkan penyelenggaraan
pendidikan dasar dijamin dan dibiayai oleh negara.
13. Pasal 33
Pasal 33 terdiri atas tiga ayat yang berisi ketentuan perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting dan disetujui
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan penggunaan seluruh sumber daya alam
yang ada di bumi, udara, dan tanah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; serta
penyelenggaraan ekonomi nasional yang demokratis, berwawasan lingkungan, berkeadilan,
dan berkelanjutan.
14. Pasal 34
Dalam pasal ini, negara menjamin semua fakir miskin dan anak-anak terlantar. Warga negara
juga berhak mendapat pelayanan kesehatan yang layak yang diselenggarakan oleh
pemerintah. Selain itu, warga negara juga berhak untuk mendapat jaminan sosial, khususnya
masyarakat lemah dan tidak mampu. Jaminan sosial ini diselenggarakan oleh pemerintah.
Di masyarakat ini, terbagi menjadi dua kelompok yaitu masyarakat mayoritas dan minoritas. Dimana
pembagian ini tidak melulu tentang ras, etnis, keyakinan, orientasi seksual, harta, tapi bisa pula
berdasarkan kondisi khusus. Misalnya hal-hal yang menimbulkan diskriminasi maupun stigmasisasi,
seperti hak-hak minoritas atau yang biasanya di dapatkan oleh masyarakat minoritas yang hidup di
Indonesia.
Rasanya berhadapan dan mengomentari orang lain lebih mudah dibanding mengomentari diri
sendiri. Tapi akan ada satu fase dimana kamu harus berdialog dengan isi kepalamu, terutama ketika
merasa dirinya minoritas dan terisolasi karena terkekang oleh lingkungan. Yang jelas-jelas adanya
perlindungan hukum terhadap hak asasi kelompok minoritas di Indonesia diatur dalam pasal 28 D dan
pasal 28 I UUD 1945, serta tercantum juga di pasal 3 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Berfokus pada beberapa hal seperti kebebasan untuk mengekspresikan kebudayaan nya, hak untuk
menggunakan bahasa daerah, hak untuk meyakini kepercayaan, hak untuk mendapatkan kebebasan
berekspresi. Dampaknya menyebabkan orang tersebut merasa tidak percaya diri ketika berada di
sebuah lingkungan, apalagi jika harus berinteraksi sosial.
Sedangkan mayoritas merupakan suatu kalangan atau himpunan dari suatu himpunan besar yang
jumlah masyarakatnya kebih dari separuh nya. Jelas akan lebih mendonominasi, maka individu yang
menjadi bagian dalam masyarakat mayoritas dimudahkan untuk melakukan apa yang
diinginkankannya karena tidak adanya larangan atau stigma buruk dikarenakan aktifitas tersebut
dimaklumi di kalangannya. Adanya perasaan nyaman dalam lingkungan yang mayoritas, terbiasa
diistimewakan atau dimudahkan daripada masyarakat minoritas juga membuat adanya dampak tidak
baik, seperti mengagungkan segala aspek kehidupan yang di rasa lebih baik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kaum minoritas memiliki hak yang sama dengan kaum mayoritas dalam sebuah negara. Oleh karena
itu, hak-hak dasar mereka baik secara sosial, politik, budaya dan ekonomi serta kebebasan beragama
termasuk dalam hak asasi manusia (HAM) yang tidak dapat ditawar (non-derogable rights). Negara
memiliki tanggung jawab melindungi hak-hak tersebut sebagaimana termaktub dalam Piagam PBB
dan secara khusus di Indonesia sesuai dengan Pasal 27, 28, 29, 30, dan Pasal 31 UUD NRI 1945. Namun
dalam sebuah studi kasus, diskriminasi terhadap hak minoritas terjadi di Aceh. Perlakuan diskriminasi
pada kelompok minoritas di Aceh sudah tampak kemunculannya di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat. Salah satu perlakuan diskriminasi secara langsung adalah pembatasan keterlibatan
masyarakat minoritas di ruang publik atau ranah pekerjaan. Perlakuan diskriminasi tidak langsung
juga dialami oleh kaum minoritas dalam penelitian ini, yaitu anjuran untuk menggunakan busana
muslim atas regulasi atau kebijakan otoritas. dalam penelitian ini ditemukan juga bahwa kelompok
agama minoritas memiliki keterbatasan ruang gerak dalam mengekspresikan dirinya di ruang
publik, serta adanya pembatasan bagi kelompok agama minoritas untuk menunjukkan identitas
dirinya yang berakaitan dengan simbol-simbol keagamaan. Pembatasan juga terdapat pada
praktik ibadah dimana kaum minoritas merasa kesulitan untuk mendapatkan tempat ibadah yang
hanya dipusatkan pada suatu kawasan. Selain itu juga terdapat regulasi untuk pembangunan tempat
ibadah yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang menyatakan bahwa tidak dapat
memperluas dan mengubah bentuk bangunan.
Berdasarkan penelitian, penyebab terjadinya diskriminasi adalah adanya isu kristenisasi yang
beredar di masyarakat. Isu kristenisasi tersebut diduga sudah mulai muncul sejak masa konflik
di Aceh. Masyarakat mayoritas tidak ingin ada agama lain yang berkembang di Banda Aceh selain
agama Islam. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang diteliti oleh Anshor (2016), bahwa
adanya pemaksaan penggunaaan busana pada perempuan Kristen di Banda Aceh. Spivak dalam
Djafar (2018) mengatakan bahwa perempuan merupakan pihak yang paling menjadi sasaran dalam
diskriminasi secara berlapis.
Penelitian ini menunjukkan bahwa kaum minoritas di Banda Aceh merasa terdiskriminasi namun
mereka tidak dapat menjelaskannya karena masyarakat mayoritas lebih dominan dan memiliki
kekuasaan yang kuat. Hal ini sejalan dengan teori dominansi sosial yang dirumuskan oleh Sidanius
dan Pratto (2001), bahwa setiap kelompok sosial yang luas akan terbentuk suatu struktur hirarki
sosial. Kelompok atau individu dominan biasanya memiliki kekuasaan politik atau otoritas,
memiliki sumber daya yang baik, serta memiliki kekayaan atau status sosial yang tinggi. Bertolak
belakang dengan kelompok atau individu dominan, kelompok atau individu subordinat adalah
kelompok atau individu yang memiliki status sosial dan kekuasaan yang rendah.
Sidanius dan Pratto (1999) mengatakan bahwa konsep orientasi dominansi sosial terdiri dari tiga
asumsi yaitu:
Berdasarkan teori tersebut dapat terlihat bahwa kelompok minoritas memiliki keterbatasan
ruang gerak dalam mengekspresikan dirinya di ruang publik.
Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang dilakukan untuk
membedakan terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat
kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau
kenggotaan kelas-kelas sosial (Fulthoni, 2009). Hogg dan Vaughan (2002), menyebutkan bahwa
ada dua kelas dalam teori identitas sosial yang menentukan jenis diri. Pertama, identitas sosial
yang mendefinisikan diri dalam hal keanggotaan kelompok. Kedua, identitas pribadi yang
menentukan diri dalam hubungan pribadi dan sifat-sifat istimewa. Identitas sosial dikaitkan
dengan kelompok dan antar kelompok perilaku seperti etnosentrisme, ingroup bias, solidaritas
kelompok, diskriminasi antar kelompok, kesesuaian, perilaku normatif, stereotip dan
prasangka. Tindakan diskriminasi dalam penelitian ini terjadi karena adanya stigma atau
prasangka kaum mayoritas di Banda Aceh terhadap kaum Minoritas.
Djafar (2018) mengatakan bahwa istilah kristenisasi menjadi salah satu isu sensitif dan
kontroversial. Kristenisasi sering memicu ketegangan, terutama di kalangan kelompok
konservatif muslim dan kristen. Ketegangan akibat praktik yang diduga kristenisasi memicu
ledakan konflik bermotif agama. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa masyarakat mayoritas
tidak ingin ada agama lain yang berkembang di Banda Aceh. Aceh memiliki otonomi khusus
dalam mengatur wilayahnya sesuai dengan syariat Islam. Hal tersebut tercantum dalam Qanun
(Peraturan Daerah) Pemerintah Aceh nomor 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan Syariat Islam,
yang di dalamnya berisi regulasi dan tata kelola pelaksanaan syariat Islam bagi penduduk Aceh
secara menyeluruh. Arifin dan Khambali (2016) menyebutkan bahwa dalam konteks
kehidupan, masyarakat Aceh dinilai taat dalam menjalankan ibadah atau kegiatan keagamaan,
serta fanatik terhadap agamanya. Hal ini menggambarkan bahwa agama Islam sudah terbina
dan telah bertapak kukuh dalam diri masyarakat Aceh (Arifin & Khambali, 2016).
Faktor lain yang menyebabkan diskriminasi adalah rendahnya tingkat toleransi di kota Banda
Aceh. Hal ini diketahui dari hasil survei yang dilakukan oleh Setara- Institute for Democracy and
Peace pada tahun 2018 mengenai indeks kota toleran. Hasil survei menunjukkan bahwa Banda
Aceh berada pada posisi sepuluh kota terbawah tepatnya pada posisi 93 dari 94 kota. Artinya
Banda Aceh merupakan kota intoleran tertinggi setelah Tanjung Balai. Djafar (2018)
menyebutkan bahwa intoleransi tampaknya dilihat sebagai tindakan awal yang menyebabkan
terjadinya pelanggaran HAM. Intoleransi lahir dari sikap untuk tidak mengakui hak-hak
fundamental orang lain untuk memiliki keyakinan tertentu. Hal ini pada akhirnya mendukung
temuan penelitian bahwa ketiga partisipan mengalami diskriminasi di daerah tempat
tinggalnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa gambaran diskriminasi terhadap kelompok
pemeluk agama minoritas diketahui bersumber dari adanya stigma atau prasangka serta regulasi-
regulasi yang membatasi hak masyarakat minoritas. Kaum minoritas dalam penelitian ini
merasakan adanya pembatasan dalam memperoleh hak-hak untuk mengaktualisasikan diri serta
mengekspresikan diri di ruang publik seperti penggunaan simbol atau identitas keagamaan. Isu
kristenisasi menjadi salah satu faktor terjadinya diskriminasi di Banda Aceh, masyarakat mayoritas
tidak ingin ada agama lain berkembang di Banda Aceh. Masyarakat mayoritas dalam penelitian
ini adalah pemeluk agama Islam yang memiliki kekuasan lebih besar dibandingkan dengan pemeluk
agama Kristen yang disebut sebagai masyarakat minoritas. Berkembangnya diskriminasi di
lingkungan masyarakat juga diakibatkan oleh lemahnya tingkat toleransi antar sesama masyarakat
di Banda Aceh.
5.2 Saran
Menanggapi studi kasus diatas,penulis memiliki beberapa saran :