Anda di halaman 1dari 12

Nama : Andi Masty Kurniati Adha

Nim : E061191089

Prodi Ilmu Hubungan Internasional

Matakuliah : Wawasan Sosial Budaya Maritim

 Konsep Benua Maritim

Konsep BMI tidak lain adalah aktualisasi Wawasan Nusantara yakni pembangunan
Bangsa Indonesia. Tujuannya, mewujudkan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak
Bangsa Indonesia dalam satu sistem untuk menyelenggarakan pembangunan yang
lebih meningkatkan peranan maritim dan kekayaannya, kepulauan dan dirgantaraya
melalui sains dan teknologi modern. Dengan itu, diharapkan Bangsa Indonesia yang
mendiami BMI ini mempunyai wawasan hidup yang berbeda dari bangsa-bangsa
nonmaritim.
Konsep BMI sebagai aktualisasi Wawasan Nusantara dideklarasikan oleh Presiden
Republik Indonesia dalam Konvensi Nasional Benua Maritim Indonesia pada 18-19
Desember 1996 di kota Makassar, Sulawesi Selatan, atas kerja sama Dewan
Pertahanan Nasional dan BPP-Teknologi. Deklarasi tersebut ditandatangani oleh
Menko Polkam (Jenderal Susilo Sudarman), Sekretaris Jenderal Dewan Pertahanan
Nasional (Letjen Sukarton), Ketua Dewan Pertahanan Nasional yaitu Presiden
Republik Indonesia sendiri, MenRistek/ Ka. BPPT/Ketua Harian Dewan Kawasan
Timur Indonesia (Prof. Dr. B.J. Habibie), dan Deputi Ketua BPP-Teknologi dan Ketua
Sub Panitia Dewan Kawasan Timur Indonesia untuk Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Hidup.

Istilah Benua Maritim (BM) sudah dipakai oleh para pakar dalam bidang-bidang
klimatologi, meteorologi, dan oseanologi setelah mengetahui adanya keterkaitan
langsung antara lautan dan atmosfera menjelang akhir tahun 70-an, sedangkan gerak-
gerik massa air dipengaruhi konfigurasi benua dan pulau-pulau (Philander, 1990).
Daerah yang disebut BM itu mencakupi kepulauan Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua
Nugini dan gugusan kepulauan di sebelah timur dan bagian Indonesianya disebut BMI
dan merupakan bagian terbesar di bawah satu pemerintahan.

Daerah kepulauan Indonesia itu sangat luas, lebih luas dari daratan Amerika Serikat
dan daratan Eropa sebagai keseluruhan, termasuk Inggris. Tabrani (1999; 2000)
berdasarkan penelitiannya menyebutkan bahwa Bangsa Indonesia sudah menguasai
lautan dan teknologi perkapalan, dari cadik bergeladak tunggal hingga ke cadik
bergeladak banyak. Disamping itu, menurut Tabrani (1999; 2000) pelaut-pelaut
Indonesiasudah menjelajahi lautan sejauh Madagaskar, dan lautan Austronesia.

Oleh satu dan lain hal, dalam perkembangan sejarah yang sangat kompleks, Bangsa
Indonesia kehilangan semangat baharinya dan mundur ke darat menjadi bangsa
agraris. Kewajiban Bangsa Indonesia kini ialah mengembalikan arus sejarah tersebut
dari manusia agraris menjadi manusia bahari karena +70% dari wilayah kekuasaan
Republik Indonesia terdiri dari lautan, melalui program yang sistematik disertai
pendidikan mendasar yang mengubah “mindset” Bangsa Indonesia menjadi bangsa
bahari.

Mengelola dan Membangun BMI


Doktrin yang harus dikedepankan dalam kerangka mengelola dan membangun konsep
berbasiskan kelautan adalah BMI merupakan lebensraum bangsa Indonesia, dalam
artian lautan Indonesia bukan hanya tempat ikan dan terumbu karang saja, atau
sesuatu yang enak dipandang, melainkan ruang hidup, ruang gerak, dan ruang untuk
bernapas.
Bangsa Indonesia harus “hidup dari dan dengan Laut”.Inilah doktrin kelautan
Indonesia. Secara konkrit, ini berarti bahwa lautan itu merupakan: (i) sumber nafkah
(sumber protein dan sumber energi); (ii) sumber kesempatan kerja; (iii) sumber
pengembangan kekuatan ekonomi; (iv) sumber pengembangan sains dan teknologi;
(v) sumber atau lahan untuk mengatur siasat dan seni pertahanan; (vi) unsur
pemersatu; dan (vii) sumber inspirasi bagi seniman, ilmuwan, negarawan, dan pemikir.

Doktrin Kelautan tadi harus dilengkapi dengan Politik Kelautan Indonesia yang
berbunyi (1) Kepulauan, lautan, dan udara di atasnya merupakan satu kesatuan
politik, ekonomi, sosial-budaya, serta pertahanan dan keamanan; (2) Lautan Indonesia
merupakan “lebensraum” bagi bangsa Indonesia; dan (3) BMI hanya untuk bangsa
Indonesia saja.

Membangun dan mengelola BMI harus melaluipemerintahan yang desentralistik dan


sistemik untuk menjamin.: suatu inisiatif yang desentralistik dengan sintesa yang
sentralistik; kehidupan lebih bermakna bagi setiap individu dan golongan di setiap
wilayah/provinsi; dan pemerintahan yang bermartabat dan beradab. Di sini, harus
dikedepankan pendekatan tiga kutub, yakni: kutub pemerintahan/administrasi/law
enforcement; kutubmindustri jasa dan industri barang untuk perkembangan 
perekonomian; dan kutub sains teknologi dan pengembangan sumber daya manusia.

Oleh karena itu, pemerintah seyogyanya meluncurkan politik ethika dengan


pendekatan kesejahteraan dan kemajuan di samping pendekatan keamanan, Di masa
lalu pendekatan hanya dari segi keamanan saja. Politik Etika itu ialah memfasilitasi
pengembangan sosial budaya, ekonomi, dan budaya teknologi seluas-luasnya bagi
setiap wilayah di Indonesia melalui pemberdayaan anggota masyarakatnya.

Bangsa Indonesia harus bangga dengan tanah airnya. Buatlah agar semua warga
Indonesia bergetar hatinya dan bergelora darahnya apabila mendengar kata Indonesia
dan BMI. Karena, apa yang disebut bangsa itu tidak lain dari sekelompok manusia
yang seberuntungan ataupun senasib, yang terikat oleh prinsip geo-ekologik dan
keragaman, bertekad dan sepakat membangun suatu nasion yang diikat oleh lautan,
iklim, kondisi alam dan ke-anekaan budayanya, melalui konsep BMI yang ditunjang
oleh sains, teknologi dan sumber daya manusia yang relevan. Karena tanpa sains dan
teknologi tidak mungkin bangsa Indonesia dapat mempersatukan masyarakatnya yang
tersebar di sebanyak 17.508 pulau dengan wilayah seluas lebih dari 7,5 juta km2.

Adapun teknologi yang sangat mutlak dibutuhkan untuk mengelelola dan membangun
BMI adalah: (i) sistem pengawasan wilayah luas (wide area surveillance system) untuk
law enforcement melalui satelit, kapalkapal udara-laut, dan stasiun-stasiun di darat
dengan informasi real time; (ii) Telematika (administrasi pemerintahan, sosial-ekonomi,
pendidikan/teleeducation), dll; dan (iii) Teknologi angkutan dan perhubungan darat-
laut – udara. Kesemuanya itu ditujukan untuk memperkecil birokrasi dan
memperpendek jarak dalam rangka usaha mencapai kesejahteraan dan kehidupan
yang lebih bermakna dan untuk mewujudkan Kesatuan dan Persatuan (Zen, 2000).

Selain itu, untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam di BMI,
diperlukan puluhan disiplin sains dan teknologi. Hanya dengan penguasaan sains dan
teknologi yang ditujukan kepada usaha meningkatkan kesejahteraan dan hankamnas
dalam rangka mencapai kejayaan, konsep BMI dan nasionalisme baru akan bermakna.

Nasionalisme Baru
Mengingat badai globalitas yang menciptakan “dunia tanpa perbatasan”, dan mungkin
akan mengakibatkan “kematian negara bangsa”; mengingat lagi bahwa tanah air
bangsa Indonesia berupa satu benua maritim dengan segala kekhasan dan ciri, perlu,
maka mutlak kita perlu mengumandangkan nasionalisme baru.
Nasionalisme baru itu merupakan aspirasi atau citacita suatu bangsa untuk
mencapai/mempertahankan kelangsungan hidupnya, dan cita-cita serta aspirasi untuk
mencapai kejayaan. Kejayaan tersebut didefinisikan dan diukur dengan seberapa
besar, sumbangannya kepada: (1) perdamaian dunia; (2)
kesejahteraan umat manusia; (3) kemajuan sains, teknologi, dan kebudayaan; (4)
usaha pelestarian lingkungan hidup. Dalam kaitan itu, definisi seorang
nasionalis adalah seseorang yang committed untuk menyumbangkan sesuatu bagi
perkembangan dan pembangunan bangsanya sesuai kemampuan untuk mencapai
kualitas hidup yang lebih tinggi.

Sifat dan ciri khas BMI itu adalah kebinekannya yang disebut “variasi bio-geo- ethnik-
dan sosio-kultural.” Oleh karena itu nasionalisme baru Indonesia dengan dasar geo-
ekologik itu mau tidak mau merupakan bagian integral dari BMI dan bangsa Indonesia.
Ia merupakan sintesa antara konsep negara bangsa klasik dan konsep “region-state”
demi untuk memberdayakan setiap komponen bangsa. Ketahuilah, abad ke-21 ini
merupakan abad lingkungan hidup, abad globalitas, dan abad revolusi pengetahuan.

Di sisi lain, dengan runtuhnya rezim Orde Baru, masyarakat Indonesia yang selama ini
tidak pernah mendapatkan pendidikan politik, harus merabaraba dalam kegelapan;
berusaha mencari dan membayangkan masyarakat bagaimana yang harus didirikan
sesuai dengan tatanan BMI dan sesuai dengan keragaman alam maupun susunan
sosialbudaya bangsa dalam konstelasi dunia kini dan kehidupan masyarakat di abad
ke-21. Pendekatan yang diambil di sini ialah; berorientasi ke masa depan tetapi
berpijak pada kenyataan kita berada di mana, dan ciri khas bangsa Indonesia itu
sendiri.

Indonesia paling cocok mengembangkan masyarakat terbuka, yakni suatu masyarakat


yang membuka diri terhadap kemajuan dan perbaikan secara terusmenerus dengan
memberdayakan semua daya kreativitas komponen bangsa dan suatu pemerintahan
yang bersifat desentralistik, tetapi adil, jujur, berakhlak dan bermartabat. Masyarakat
Terbuka sedemikian ditegakkan oleh tujuh buah pilar, yakni: pilar ethika dan moral;
pilar keterbukaan dan kebebasan; pilar demokrasi dengan dewan perwakilan rakyat
yang dipilih secara bebas; pilar supremasi hukum dan berlakunya prinsip trias politica;
pilar hak azasi manusia; pilar keadilan sosial/keadilan kesempatan; dan pilar
pelestarian lingkungan hidup.

Ketujuh pilar-pilar tersebut berdiri di atas tiga azas, yakni: azas paradigma sains dan
teknologi; azas pemerintahan yang desentralistik, berakhlak dan bermartabat; dan
azas pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat dan daerah. Suatu masyarakat
terbuka di BMI dengan nasionalisme baru seperti diterangkan sebelumnya, diperlukan
untuk menangkal badai globalitas yang kini melanda masyarakat dunia dan
mengancam eksistensi negara bangsa dan cenderung menciptakan “countries without
borders”, yang akan menghancurkan identitas bangsa.

Nasionalisme masih diperlukan. Negara bangsa masih valid. Pemerintah masih perlu
memegang peran sebagai fasilitator dan pemberdaya. Justru bangsa yang mendiami
Benua Maritim seperti Indonesia harus mengembangkan nasionalisme gaya baru
tersebut dan mendirikan suatu Masyarakat Terbuka agar dapat “survive”.

Jika ditelaah lebih mendalam prinsip BMI, prinsip nasionalisme baru, dan prinsip
masyarakat terbuka pada dasarnya menghimpun semua unsur aliran sosial demokrasi.
Karena terdapat nasionalisme baru, maka gerakan atau aliran ini tidak lain dari
gerakan sosionasional demokrasi dengan semangat pemberdayaan seluruh lapisan
masyarakat dan segenap suku, kelompok etnik yang ada dengan berbagai agama
yang dianutnya.
 Kekuatan Benua Maritim Indonesia

Untuk menuju negara Poros Maritim Dunia akan meliputi pembangunan proses maritim dari
aspek infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan,dan ekonomi. Penegakkan
kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan
pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi
biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, merupakan program-
program utama dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia .
Dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko Widodo
mencanangkan lima pilar utama dalam
mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia:

LIMA PILAR POROS MARITIM DUNIA

 Pilar pertama : pembangunan kembali budaya maritim Indonesia.


 Pilar kedua : Berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus
membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan
menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
 Pilar ketiga : Komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan
membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
 Pilar keempat : Diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama
pada bidang kelautan
 Pilar kelima : Membangun kekuatan pertahanan maritim.
Cita-cita dan agenda pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di atas akan menjadi fokus
Indonesia di abad ke-21. Indonesia akan menjadi Poros Maritim Dunia, kekuatan yang
mengarungi dua samudera sebagai bangsa bahari yang sejahtera dan berwibawa. Dalam
mengawal visi Laut Masa Depan Bangsa
dan mendukung misi nawacita yang diamanatkan Presiden Joko WidodoKementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) terus mendorong pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan dengan
berbagai kebijakan. Kebijakan KKP tersebut diterjemahkan ke dalam misi tiga pilar yakni
kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan, yaitu:
1. KEDAULATAN. Mandiri dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya kelautan dan
perikanan dengan memperkuat kemampuan nasional untuk melakukan penegakan hukum di laut
demi mewujudkan kedaulatan secara ekonomi, yang dilakukan melalui pengawasan pengelolaan
Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (SDKP) dan sistem perkarantinaan ikan, pengendalian
mutu, keamanan hasil perikanan, dan keamanan hayati ikan.

2. KEBERLANJUTAN. Mengadopsi konsep blue economy dalam mengelola dan melindungi sumber
daya kelautan dan perikanan secara bertanggung jawab dengan prinsip ramah lingkungan
sebagai upaya peningkatan produktivitas, yang dilakukan melalui pengelolaan ruang laut;
pengelolaan keanekaragaman hayati laut; keberlanjutan sumber daya dan usaha perikanan
tangkap dan budidaya; dan penguatan daya saing produk hasil kelautan dan perikanan.

3. KESEJAHTERAAN Mengelola sumber daya kelautan dan perikanan adalah untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, yang dilakukan melalui pengembangan kapasitas SDM dan
pemberdayaan masyarakat; dan pengembangan inovasi iptek kelautan dan perikanan.
Dalam rangka memperkuat jatidiri sebagai negara maritim telah dilakukan pemberantasan illegal,
unreported, and unregulated (IUU) fishing serta pengembangan ekonomi maritim dan kelautan.
Pemberantasan IUU fishing telah menjadi prioritas utama pemerintah dalam melindungi sumber
daya kelautan dan perikanan.Keberhasilan penanganan pencegahan dan pemberantasan illegal
fishing dikarenakan telah berjalannya pelaksanaan pengawasan terhadap pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan.
Indonesia memiliki bentang alam yang luas dan sumber daya alam yang luar biasa, dari berbagai
sektor seperti pertanian, pangan, energi, dan kemaritiman yang bisa dimanfaatkan. Sektor
Kemaritiman pengelolaan dan pemanfaatannya harus dilaksanakan secara bertanggung jawab,
guna menjaga kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia).

 Kelemahan Benua Maritim Indonesia

Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan
lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap
pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati urutan kedua setelah
Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang
merupakan potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Data Food and Agriculture Organization tahun 2012, Indonesia pada saat ini menempati
peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah China dan India. Selain itu,
perairan Indonesia menyimpan 70% potensi minyak karena terdapat kurang lebih 40 cekungan
minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka ini hanya sekitar 10% yang saat ini telah
dieksplor dan dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum
merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum
dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Berikut kelemahan Indonesia sebagai
Benua Maritim :

1. Pengelolaan sumber daya bidang kelautan di Indonesia dilakukan oleh banyak


instansi yang berada dibawah pemerintah.
2. Penguasaan teknologi kelautan dan perikanan yang masih minim. Yang
seharusnya Indonesia tidak hanya bisa memanfaatkan teknologi dari luar
tetapi juga bisa mengembangkannya sendiri. "Maritim tidak maju karena
teknologi masih tertinggal dari negara lain.
3. Industri Kelautan dan Perikanan Indonesia yang masih lemah.
4. Kurangnya perhatian dari political will atau kebijakan pemerintah.
5. Masih kurangnya perhatian pada realisasi dilapangan secara langsung, serta
pembangunan infrastruktur kelautan yang masih kurang pengembangannya.

 Peluang Indonesia sebagai Benua Maritim

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km2
yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km2 dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km2. Selain itu, terdapat 17.504 pulau di Indonesia dengan garis pantai
sepanjang 95.181 km. Dengan cakupan yang demikian besar dan luas, tentu saja maritim
Indonesia mengandung keanekaragaman alam laut yang potensial, baik hayati dan nonhayati.
Sehingga, sudah seharusnya sektor kelautan dijadikan sebagai penunjang perekonomian negara
ini. Berdasarkan catatan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),sumbangan sektor
perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB) memiliki peranan strategis. Terutama
dibandingkan sektor lain dalam sektor perikanan maupun PDB nasional.Peluang yang terjadi
yaitu :

1. Potensi Maritim Mampu Sejahterakan Rakyat, Pakar Kelautan IPB Rochmin Dahuri
dalam seuah kesempatan menyampaikan bahwa Indonesia ibarat raksasa yang tertidur.
Negeri ini belum dapat mentransformasikan potensi ekonomi maritim menjadi sumber
kemakmuran, kemajuan, dan kedaulatan bangsa..
2. Peluang bagi Indonesia untuk membangun kerja sama regional dan internasional bagi
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang akan mendorong perwujudan
kedaulatan pangan maritime.

Dalam hal ini, peran Pemerintah (government will) dibutuhkan untuk bisa menjaga dan
mempertahankan serta mengolah kekayaan dan potensi maritim di Indonesia. Untuk mengolah
sumber daya alam laut ini, diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, modernisasi
teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan dalam APBN negara agar bisa memberi
keuntungan ekonomi bagi negara dan juga bagi masyarakat. Sebagaimana halnya teori lain
yang dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk
membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan
karakter penduduk, serta yang paling penting adalah karakter pemerintahannya. Selain
perbaikan dan perhatian khusus yang diberikan dalam bidang teknologi untuk mengelola sumber
daya alam di laut Indonesia, diperlukan juga sebuah pengembangan pelabuhan dan transportasi
laut untuk mendorong kegiatan maritim Indonesia menjadi lebih modern dan mudah digunakan
oleh masyarakat. Diharapkan juga peran swasta untuk mendukung jalannya pemberdayaan laut
ini, supaya program-program ini tidak hanya bergantung pada dana APBN saja. Dari sisi
pertahanan, penguasaan laut berarti mampu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan
nasional dan mencegah lawan menggunakan potensi laut yang kita miliki. Pemerintah perlu
segera menyelesaikan percepatan batas wilayah laut agar dapat memberikan memberikan
kepastian atas batas wilayah negara dan dapat mempererat hubungan bilateral antara negara
yang berbatasan, serta mendorong kerja sama kedua negara yang berbatasan di berbagai
bidang termasuk dalam pengelolaan kawasan perbatasan, misal terkait pelayaran, kelautan dan
perikanan. Selain itu dengan adanya kepastian batas wilayah laut dapat terpelihara kedaulatan
suatu negara dan penegakkan hukum di wilayah perairan. Seperti yang diketahui, Indonesia
memiliki perbatasan maritim dengan 10 (sepuluh) negara yaitu dengan India (Landas Kontinen,
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)), Thailand (Landas Kontinen, ZEE), Malaysia (Laut Wilayah, ZEE,
Landas Kontinen), Singapura (Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen, ZEE), Filipina (ZEE,
Landas Kontinen), Palau (ZEE, Landas Kontinen), Papua Nugini (ZEE , Landas Kontinen), Timor
Leste (Laut Wilayah, Landas Kontinen, ZEE) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen). Dari
sejumlah perbatasan itu, Indonesia telah menyelesaikan sebagian penetapan batas maritim
dengan India (Landas Kontinen), Thailand (Landas Kontinen), Malaysia (sebagian Laut Wilayah,
Landas Kontinen), Singapura (sebagian Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen), Filipina
(ZEE), Papua Nugini (ZEE, Landas Kontinen) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen). Berbagai
upaya lainnya perlu dilaksanakan untuk menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia, antara
lain penyempurnaan RUU Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, penyelarasan
sistem pendidikan dan pelatihan kemaritiman, penguasaan kapasitas industri pertahanan
khususnya industri maritim, modernisasi armada perikanan, penguatan armada pelayaran rakyat
dan pelayaran nasional, pemantapan pengelolaan pemanfaatan laut melalui penataan ruang
wilayah laut, peningkatan litbang kemaritiman, dan diversifikasi sumber energi terbarukan di laut.

 Ancaman Benua Maritim Indonesia

1. Ancaman Geografi

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, wilayah Indonesia terdiri


atas 13.487 dan 81.000 km garis pantai. Jumlah dan lokasi provinsi kepulauan Indonesia
relatif banyak sehingga diperlukan konektivitas antar pulau. Tabel berikut ini menunjukkan
bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki wilayah perairan terluas
dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.

Selain itu, terdapat delapan provinsi yang sebagian besar wilayahnya berbatasan dengan
laut, yaitu: Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Maluku Utara, dan Maluku. Di provinsi-provinsi tersebut, pembangunan sektor
maritim menjadi sangat penting.

2. Ancaman Demografi
Jumlah penduduk dan piramida usia penduduk juga menjadi tantangan bagi Indonesia.
Ketersebaran lokasi penduduk yang tinggal di 6.000-an pulau di Indonesia menjadi pekerjaan
rumah tersendiri untuk meningkatkan pendidikan sumber daya manusia (SDM)-nya. Perlu
perhatian khusus agar semua masyarakat dapat mendapatkan pendidikan yang berkualitas,
paling tidak setara, sehingga di bagian Indonesia manapun memiliki SDM yang berkualitas.
Harapannya adalah agar dapat membangun daerahnya masing-masing khususnya daerah
perbatasan dan terluar. Apabila jumlah penduduk yang bekerja lebih banyak dan jumlah
lapangan kerja tidak memadai, maka akan terjadi pengganguran. Bonus demografi harus
disertai dengan tingkat penddikan yang tinggi untuk menciptakan tenaga kerja ahli yang
berdaya saing, khususnya dalam bidang maritim.

3. Tantangan Ekonomi Regional dan Anggaran Pemerintah

Tantangan ini dapat dilihat dari kontribusi PDB menurut wilayah berdasarkan pulau terbesar,
perdagangan antar pulau (IBB dan IBT), dan keterbatasan anggaran pemerintah untuk
membangun sektor maritim. wilayah Jawa dan Sumatera memberikan kontribusi sebesar
81,24%, sedangkan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku
berkontribusi hanya sebesar 18,76%..

4. Ancaman dalam Infrastruktur Maritim

Tantangan infrastruktur maritim mencakup tiga aspek, yaitu: industri manufaktur maritim (jumlah,
sebaran lokasi, dan kapasitas industri galangan kapal nasional), industri pelayaran nasional
(jumlah, jenis, kapasitas, dan umur armada kapal nasional), dan pelabuhan laut nasional (jumlah,
kelas, dan sebaran lokasi pelabuhan laut). Jumlah galangan kapal nasional sebanyak 250
galangan. Galangan kapal tersebut terpusat di wilayah barat Indonesia (Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan), yaitu sebesar 88% (220 galangan). Jumlah galangan di wilayah timur (Sulawesi,
Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku) sebesar 12% (30 Galangan). Perbandingan tersebut
terlalu jauh, sehingga perlu pemerataan industri manufaktur dan infrastruktur maritim.

Selain itu, ketersebaran pelabuhan laut nasional juga menjadi permasalahan. Berdasarkan data
pelabuhan komersil PT Pelindo I-IV, pelabuhan komersil di wilayah Jawa, Sumatera, dan
Kalimantan sebanyak 65% (46 pelabuhan), di wilayah Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua,
dan Maluku sebanyak 35% (25 pelabuhan).

Anda mungkin juga menyukai