Anda di halaman 1dari 3

Si Gendeng terkekeh,

"Dasar tua bangka bodoh. Yang tercium olehmu itu bukan bau harum bidadari surga,
Yang terendus hidungmu itu adalah bau kentutku. Baunya pasti enak karena sudah
seminggu aku tidak pernah ke belakang. Ha ha!" Pengakuan Gendeng karuan saja
membuat Bocah Ontang Anting tambah marah. Namun dia berusaha menahan diri. Orang
tua ini kemudian mengambil kipas besar. Kipas yang tergenggam di tangan kemudian
dia kebutkan untuk menghalau hawa busuk yang berputar diseluruh ruangan.

Wuus! Wuus!

Dua kali kipas dikebut. Dua kali sosok tubuh terpelanting keluar pondoknya, Sosok
pertama adalah mayat Sakukurata dan sosok ke dua adalah Si Gendeng sendiri

"Oalah, dasar tua bangka tolol. Mau mengipas kenapa tak bilang-bilang. Kau lihat
akibat ketololanmu itu, mayat temanmu jatuh menyungsep digundukan tanah dan aku
sendiri kau perlakukan layaknya tamu yang tak berguna" mengomel Gendeng. Dia
bangkit. Kemudian balik lagi masuk ke dalam pondok. Si kakek melongo, kipas
dicampakkan dilantai. Ketika hendak mengambil mayat sahabatnya .Gendeng justru
mencegahnya.

"Sudah! Aku hendak bicara denganmu bukan dengan orang yang sudah mati. Jadi tak
usah kau berpayah-payah membawanya masuk ke pondok butut ini?" kata pemuda itu
tampak

bersungguh-sungguh.

Sikakek menghela nafas, dia melipat kedua kakinya yang pendek. Lalu pandangi wajah
pemuda itu dengan membuka mulut,

"Kau hendak bicara apa?"

"Hmm, sebenarnya aku sedang dalam perjalanan mencari sebuah tempat bernama Lembah
Tapa Rasa." jelas pemuda itu menegaskan keinginannya. Si kakek tersenyum, lalu
berkata dengan mencemooh.

"Walah, dasar bocah Gendeng. Apa kau tidak sadar sekarang ini sebenarnya kau sudah
berada di lembah yang kau maksudkan?"

Mendengar pengakuan si kakek, mata pemuda itu nampak berbinar. Seakan tak percaya
dia berucap,

"Apa benar?" Yang ditanya anggukan kepala. "Jadi ini tempatnya?"

"Tidak salah." jawab Bocah Ontang Anting tanpa ragu.

"Hm, kalau demikian betapa lega hatiku ini. Tapi... apakah kau mengenal seseorang
yang bernama Sapa Brata?" bertanya begitu Gendeng pandangi kakek itu. Bocah Ontang
Anting mengangguk.

"Ya. Tentu saja aku mengenal orang yang kau maksudkan.

"Syukurlah. Kalau begitu kuharap kau mau tunjukkan padaku dimana tempat
tinggalnya." "Oh tempat tinggalnya tidak jauh."

"Kau bisa mengantarku kesana?" kakek menggaruk kepalanya yang botak. "Kau tidak
mau?"

"Bukannya tidak mau. Aku mau saja. Tapi kau jawab dulu pertanyaanku yang tadi!"
"Pertanyaanmu yang mana?" tanya pemuda itu.

Keningnya berkerut. Dia berusaha mengingat. Si kakek merasa sikap yang ditunjukkan
Gendeng sebagai suatu kepura-puraan saja.

"Jangan pura-pura. Kau belum pikun, kau cuma gendeng"

"Aku benar-benar lupa, aku tak ingat pertanyaanmu yang harus kujawab karena tadi
kurasa pertanyaanmu banyak sekali."

Si kakek geleng-gelengkan kepala.

Dia menggerutu, namun segera berujar,

"Tadi aku bertanya padamu apa hubunganmu dengan seorang nenek aneh rada tuli
bernama Nini Balang Kudu nenek sakti yang kerap menetap di dasar laut selatan."

Gendeng menepuk keningnya.

"Ah nenek itu. Nenek itu adalah guruku." jawab Gendeng polos. Bocah Ontang Anting
menghela nafas lega.

"Aku sudah menduga. Kulihat sebagian jurus dari pukulan sakti yang kau pergunakan
untuk menghadapi Ratu Lintah memang mirip dengan ilmu simpanan nenek itu. Namun
dalam hatiku masih ada ganjalan."

"Jadi pertanyaanmu belum habis. Selagi aku bermurah hati dan mau bersikap seadanya
katakan saja apa pertanyaanmu." kata pemuda itu tak sabar.

"Hh, begini. Tadi ketika menyerang Ratu Lintah kau juga kulihat menggunakan ilmu
pukulan sakti Badai Es. Pukulan itu yang membuat lawanmu menemui ajal. Setahuku
ilmu pukulan Badai Es hanya dimiliki oleh Ki Panaraan Jagad Biru yang dikenal
dengan julukan Manusia Separuh Dewa. Apakah kau mengenalnya lalu belajar ilmu
pukulan langka pada kakek itu?"

"Aduh. Pertanyaanmu berputar-putar membuat pusing kepalaku, kek. Terus terang saja
kakek yang kau maksudkan itu juga guruku."

"Hah..." Bocah Ontang Anting terperanjat.

" Jadi kau mempunyai dua orang guru yang sangat sakti luar biasa? Bagaimana kau
bisa menjadi murid dua tokoh sakti yang mempunyai sifat dan kelakuan yang berbeda?"
tanya si kakek seakan tidak percaya.

Gendeng menghela nafas. Dengan perassan enggan dia berujar, "Panjang ceritanya kek.
Kukira masa laluku tidaklah penting." "Tapi bagiku sangat penting." tukas si kakek
bersikeras.

"Kau terlalu keras kepala. Nanti saja aku akan ceritakan padamu tentang masa
laluku. Sekarang tolong antarkan aku menemui orang tua yang bernama KI Sapa Brata!"
desak pemuda. Walau penasaran keingintahuannya tak dituruti, namun Bocah Ontang
Anting tidak mau memaksa. Sambil senyum-senyum kakek cebol ini berujar,

"Sekarang kau telah berada di dalam pondok orang yang kau cari."

"Apa?!" sentak Gendeng tercengang. Dengan mulut melongo terbuka dia bertanya, "Kau
ini siapa? Mana Ki Sapa Brata?" tanya pemuda itu bingung tak mengerti.

"Ki Sapa Brata orang yang kau cari itu telah berada dihadapanmu malah sedang
bercakap-cakap dengan kau! Ha ha ha!"

Gendeng menepak kepalanya. Wajahnya merah menahan malu. Dia sendiri sekarang merasa
diperdaya oleh si kakek.

Dalam hati dia mengomel pada orang yang telah memberi perintah untuk menemui Ki
Sapa Brata. Cuma memberi nama dan tempat tapi tak pernah menerangkan ciri-ciri
orang yang hendak ditemuinya.

Kesal bercampur gemas Gendeng pun menukas,

"Oh Jadi kakek bertampang bocah bertubuh pendek katai berkepala botak mirip pemukul
tetabuhan ini yang bernama Ki Sapa Brata?"

"Kalau saja aku tahu mahluk jelek sepertimu yang harus ketemui.Buat apa aku
berpayah-payah melakukan perjalanan jauh?"

Gendeng gelengkan kepala, namun cepat lanjutkan ucapannya.

"Aku datang dengan membawa sebuah tujuan penting. Dan semus Itu atas perintah orang
yang sangat kuhormati."

"Orang yang kau hormati Itu apakah guru-gurumu?" tanya Bocah Ontang Anting yang
memiliki nama asli Ki Sapa Brata itu.

Pertanyaan itu dijawab dengan anggukkan kepala oleh Gendeng.

Setelah mendengar jawaban pemuda itu. Si kakek cebol tampak lebih bersemangat. Dia
pun lalu bertanya,

"Jadi benar kau murid Ki Panaraan Jagad Biru dan murid nenek budek Nini Balang Kudu
manusia setengah gaib yang tinggal di dasar laut selatan?"

Ditanya terus menerus membuat Gendeng menjadi kesal. Sambil berteriak dia menjawab,

"Benaaaar... yang kau tanyakan itu semuanya benar apakah kau sudah puas?"

Teriakan keras si pemuda membuat si kakek terjengkang .Telinganya pengang


berdenging sakit.

Jantungnya seperti mau copot. Tapi masih bagus dia tak jatuh pingsan atau mati.

Sambil menggerutu sekaligus mengusapi telinga kiri kanan kakek itu pun bangkit. Dia
duduk ditempat semula sambil menggeleng-geleng.

"Pemuda kampret. Aku belum tuli seperti nenek gurumu itu. Kau tak perlu berteriak-
teriak seperti orang gila!"

"Ha ha ha. Habisnya kau bertanya terus." kata pemuda itu polos. Dia lalu diam.
Mengingat-ingat.

Anda mungkin juga menyukai