Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ardian Maulana

NIM : 2101420035
Rombel : PBSI 02 2020

UTS MK PENYUNTINGAN ISI


Dosen Pengampu: Drs. Bambang Hartono, M. Hum. Dan Qurrota Ayu Neina, M. Pd.

Petunjuk pengerjaan:
1. Bacalah teks berikut dengan saksama.
2. Analisis isi teks dengan rincian sebagai berikut.
a. Temukan dan rincikan data serta fakta dari teks tersebut dan analisis
kebenarannya.
b. Temukan informasi pokok yang membangun teks.
c. Analisis kesesuaian ide yang tertuang dalam judul dengan uraian informasi yang
dikembangkan dalam teks (buktikan dengan kutipan teks).
d. Simpulkan dengan memberikan rekomendasi: apakah teks tersebut memerlukan
penyuntingan isi? Sertakan alasan dari jawaban yang Anda kemukakan!
3. Teks 1 dikerjakan oleh nomor presensi 1-11.
4. Teks 2 dikerjakan oleh nomor presensi 12-22.
5. Teks 3 dikerjakan oleh nomor presensi 23-33.
6. Teks 4 dikerjakan oleh nomor presensi 34-44.
7. Jika ada jawaban yang sama, semuanya akan mendapatkan E.

Teks 2
Nakal

Sebut saja namanya Arif. Lantaran sering pulang diam-diam ke rumah tanpa
sepengetahuan pengurus pesantren, akhirnya Arif mendapat peringatan keras dan berujung
pada skors. Arif masuk deretan anak nakal. Namun, setelah diselisik lebih jauh, ternyata Arif
sering mengalami perundungan yang dilakukan oleh teman sekamar.
Kasus kedua adalah Ardi. Mahasiswa pendatang ini dikenal sebagai pemuda yang
penuh sopan santun terhadap tetangga kos. Namun, pada suatu pagi yang cerah, tiba-tiba
kompleks perumahan itu digegerkan oleh penangkapan Ardi atas kasus pembunuhan seorang
perempuan. Belakangan, diketahui perempuan itu ternyata seorang tukang pijat plus-plus.
Kasus ketiga, Tarno—pedagang bahan kebutuhan pokok di sebuah pasar. Tanpa
sepengetahuan para pelanggannya, Tarno sebenarnya telah memodifikasi “timbangan
bandul”-nya beberapa gram untuk mendapatkan keuntungan tambahan.
Kasus keempat, Ulin. Remaja ini pernah melakukan segala macam perilaku
menyimpang semasa sekolah. Dari memiliki rambut gondrong, merokok, membolos saat jam
pelajaran, tak mengerjakan tugas sekolah, melakukan perundungan, hingga suka usil terhadap
teman-teman perempuan.
Terakhir, ada Yudha. Remaja tanggung yang kedua orang tuanya sudah bercerai ini
memilih tinggal bersama ayahnya lantaran ibunya sudah menikah lagi. Yudha begitu sebal
terhadap kelakuan sang ayah yang suka mabuk dan nge-fly bersama teman-temannya. Diam-
diam dia sering melaporkan siapa saja yang terlibat dan menjadi pemasok barang terlarang
tersebut kepada kepolisian.
Lima kasus di atas saya adaptasikan dari penjelasan Dr. Sarlito Wirawan Sarwono
tentang definisi kenakalan dalam ranah perilaku menyimpang. Tiap subjek dalam contoh di
atas memiliki sifat nakal dalam ranah dan konteks masing-masing. Saya ambilkan contoh
Arif. Dia bisa dimasukkan ke daftar anak nakal versi pesantren tempat ia belajar. Namun, dari
sisi psikologi, tindakan Arif sebenarnya bukanlah aksi, melainkan reaksi. Ia bukan pelaku,
melainkan korban. Demikian juga Yudha. Dia bisa dibilang nakal di mata sang ayah, tetapi
justru berprestasi di mata hukum dan malah bisa dibilang sebagai anak saleh dalam kacamata
agama.
Kasus Ardi sebenarnya hampir bisa mewakili tema pokok dalam bahasan kali ini. Ardi
tidak memiliki catatan buruk dalam perkara etika meski ia akhirnya ketahuan melakukan
sebuah kejahatan hukum serius. Ia berhasil mengelabui orang-orang di sekitarnya,
sebagaimana Tarno yang nakal, tetapi bisa dipandang baik-baik saja oleh orang yang tidak
tahu perbuatannya.
Kata “nakal” dalam pembicaraan di atas ternyata memiliki banyak dimensi, tergantung
dari sudut mana kita mendapat aspek pelanggarannya. “Nakal” dalam hal etika belum tentu
bisa disebut “nakal” dalam ranah psikologi dan/atau hukum. “Nakal” dalam ranah agama
belum tentu juga bisa disebut “nakal” dalam ranah hukum dan/atau etika. Makna kata sifat ini
ternyata begitu fleksibel—tergantung dalam ranah apa kita memakainya. “Nakal” dalam
“anak nakal” jelas berbeda dengan “perempuan nakal”, yang ruang lingkupnya bisa lebih
buruk. Demikian pula “pedagang nakal”, “pemain nakal”, “pejabat nakal”, dan lain-lain,
meski masih berada dalam satu lingkaran perilaku menyimpang.
Pemaknaan “nakal” juga bisa menjadi bias dan bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar
akibat. Apakah menimbulkan korban fisik, apakah mengakibatkan kerugian materi, apakah
hanya merugikan diri sendiri, ataukah hanya mengakibatkan keresahan. Dalam “kamu jahat”,
konteks “jahat” menjadi penting untuk diketahui agar maknanya bisa diketahui secara tepat.
Dengan begitu, hukuman untuk sebuah kejahatan pun bisa ditetapkan sesuai dengan
kadarnya.
Saya ambilkan contoh lagi, yakni kata “cantik”. Selama ini, kita mungkin sudah sering
mendengar perihal “cantik lahir” dan “cantik batin”. “Cantik lahir” merupakan pendefinisian
dalam ranah kecantikan dan kesehatan fisik (kulit, mata, tubuh, dan lain-lain), sementara
“cantik batin” biasanya selalu dihubungkan dengan kecantikan dan kebaikan dalam
berperilaku atau bersikap sesuai dengan parameter agama (salihah). Definisi ini bahkan
kadang bisa bertentangan karena perempuan cantik (lahir) belum tentu salihah (cantik batin),
begitu juga sebaliknya.
Kata “buruk” juga akan memiliki definisi yang berbeda ketika kita membahasnya
dalam ragam pembicaraan: kesehatan, agama, hukum, budaya, pendidikan, dan lain-lain.
Itulah mengapa Kamus Besar Bahasa Indonesia cenderung memberikan banyak makna
sekaligus contoh penggunaan dalam banyak kalimat.
Makna kata sifat cenderung mengikuti konteks atau benda yang disifatinya, sehingga
menimbulkan “homonimisme”-nya, lepas dari sifatnya yang tak memiliki makna tetap
lantaran akan senantiasa mengikuti perkembangan pendefinisian akan sesuatu.
Pada 1980-an, perempuan cantik identik dengan tubuh langsing dan hidung mancung
hingga mengakibatkan perempuan beramai-ramai melakukan diet atau operasi plastik.
Namun, definisi itu kemudian berubah-ubah tiap dekade, tiap muncul perkembangan dan
selera zaman.

Analisis:
1. Temukan dan rincikan data serta fakta dari teks tersebut dan analisis kebenarannya!
a. Data:
“Lima kasus di atas saya adaptasikan dari penjelasan Dr. Sarlito Wirawan
Sarwono tentang definisi kenakalan dalam ranah perilaku menyimpang”.

Kebenaran:
Menurut M. Gold dan J. Petriono yang dikutip oleh Sarlito Wirawan Sarwono,
kenakalan remaja didefinisikan sebagai berikut: “Kenakalan anak adalah tindakan
seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan diketahui oleh
anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum
ia bisa dikenai hukuman”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa seorang remaja
dikatakan nakal apabila remaja tersebut melanggar hukum atau norma yang ada di
masyarakat. Namun, pada kasus kelima, seseorang yang bernama Yudha tidak
dapat dikatakan nakal karena tidak melanggar hukum. Justru hal yang
dilakukannya itu adalah perbuatan yang terpuji.

b. Data:
“Perbuatan ‘nakal’ dalam ranah agama belum tentu juga bisa disebut ‘nakal’
dalam ranah hukum dan/atau etika.

Kebenaran:
Nakal dalam ranah agama sudah pasti nakal dalam ranah etika. Dikarenakan etika
ini berkaitan dengan apa yang baik dan buruk, dengan kata lain berkaitan dengan
akhlak. Misalnya ketika kita tidak berpuasa, meninggalkan salat, dan lain
sebagainya maka kita dianggap tidak mempunyai akhlak atau etika. Dengan
demikian, nakal dalam ranah agama sudah pasti berhubungan dengan ranah etika.

c. Data:
“Perbuatan ‘nakal’ dalam hal etika belum tentu bisa disebut ‘nakal’ dalam ranah
psikologi dan/atau hukum.”

Kebenaran:
Nakal dalam hal etika memang belum tentu berkaitan nakal dalam ranah
pasikologi atau hukum. Misalnya ketika seorang anak kurang memiliki sopan
santun terhadap orang yang lebih tua, seperti dalam nada bicara, tingkah laku, dan
lain sebagainya maka hal ini tidak berkaitan dengan ranah hukum.

d. Data:
“Definisi ini bahkan kadang bisa bertentangan karena perempuan cantik (lahir)
belum tentu salihah (cantik batin), begitu juga sebaliknya.”
Kebenaran:
Pernyataan di atas memang benar bahwa perempuan yang cantik secara fisik
(lahir) belum tentu cantik secara batin (salihah) dan juga sebaliknya perempuan
yang cantik secara batin (salihah) belum tentu cantik secara fisik (lahir).

2. Temukan informasi pokok yang membangun teks!


a. “Kata ‘nakal’ dalam pembicaraan di atas ternyata memiliki banyak dimensi,
tergantung dari sudut mana kita mendapat aspek pelanggarannya. ‘Nakal’ dalam
hal etika belum tentu bisa disebut ‘nakal’ dalam ranah psikologi dan/atau hukum.
‘Nakal’ dalam ranah agama belum tentu juga bisa disebut ‘nakal’ dalam ranah
hukum dan/atau etika.”

Analisis:
Informasi di atas mewakili judul, isi, dan kasus yang dicontohkan dalam teks.
Perbuatan nakal dalam hal etika belum tentu disebut sebagai perbuatan nakal
dalam ranah hukum. Misalnya kasus yang dialami oleh Arif yang mana ia nekat
pulang untuk menemui keluarganya dikarenakan ia mengalami tindakan
perundungan di pesantren oleh teman sekamarnya. Hal ini merupakan perbuatan
yang nakal dalam hal etika yang mana Arif tidak memiliki inisiatif untuk melapor
atau memberitahu pengurus pesantren, tetapi lebih memilih meninggalkan
pesantren secara diam-diam. Namun, hal tersebut bukan merupakan sesuatu yang
melanggar hukum secara undang-udang.

b. Pemaknaan “nakal” juga bisa menjadi bias dan bertingkat-tingkat sesuai dengan
kadar akibat. Apakah menimbulkan korban fisik, apakah mengakibatkan kerugian
materi, apakah hanya merugikan diri sendiri, ataukah hanya mengakibatkan
keresahan.

Analisis:
Informasi di atas mewakili judul, isi, dan kasus yang dicontohkan dalam teks.
Pada kasus yang pertama, seseorang santri bernama Arif nekat meninggalkan
pesantren secara diam-diam untuk pulang ke rumah karena adanya tindakan
perundungan. Hal ini merupakan kenakalan yang termasuk merugikan diri sendiri
yang mana ia memilih pulang secara diam-diam tanpa melapor atau memberi tahu
pengurus pesantren dengan harapan mendapat jalan keluar. Pada kasus kedua,
seorang mahasiswa bernama Ardi membunuh seorang perempuan di perumahan.
Perbuatan ini termasuk kenakalan yang merugikan diri sendiri dan merugikan
orang lain. Pada kasus tiga, terdapat seorang pedagang yang curang terhadap alat
timbangannya yang mana hal ini merugikan orang lain. Pada kasus keempat,
terdapat seorang remaja yang suka membolos sekolah dan melakukan
perundungan yang mana hal ini termasuk merugikan diri sendiri dan orang lain.

3. Analisis kesesuaian ide yang tertuang dalam judul dengan uraian informasi yang
dikembangkan dalam teks (buktikan dengan kutipan teks)
a. Paragraf 1
Uraian informasi yang ada di paragraf satu sesuai atau sinkron dengan judul teks
yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf pertama menjelaskan seseorang santri
bernama Arif yang nekat pulang ke rumah secara diam-diam karena mengalami
perundungan di pesantren. Hal ini merupakan contoh kasus kenakalan yang
merugikan diri sendiri. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan “Sebut saja
namanya Arif. Lantaran sering pulang diam-diam ke rumah tanpa sepengetahuan
pengurus pesantren, akhirnya Arif mendapat peringatan keras dan berujung pada
skors”.
b. Paragraf 2
Uraian informasi yang ada di paragraf dua sesuai atau sinkron dengan judul teks
yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf kedua menjelaskan tentang seorang
mahasiswa bernama Ardi yang membunuh perempuan di komplek perumahan.
Hal ini merupakan sebuah kenakalan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan “Namun, pada suatu pagi yang cerah, tiba-
tiba kompleks perumahan itu digegerkan oleh penangkapan Ardi atas kasus
pembunuhan seorang perempuan”.
c. Paragraf 3
Uraian informasi yang ada di paragraf tiga sesuai atau sinkron dengan judul teks
yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf ketiga menjelaskan tentang seorang penjual
bernama Tarno yang memodifikasi timbangan miliknya untuk mencurangi
pembeli. Hal ini merupakan sebuah kenakalan yang merugikan orang lain. Hal ini
dapat dibuktikan dalam kutipan “Tanpa sepengetahuan para pelanggannya, Tarno
sebenarnya telah memodifikasi ‘timbangan bandul’-nya beberapa gram untuk
mendapatkan keuntungan tambahan”.
d. Paragraf 4
Uraian informasi yang ada di paragraf empat sesuai atau sinkron dengan judul teks
yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf keempat menjelaskan tentang seorang remaja
bernama Ulin yang melakukan berbagai tindakan menyimpang di sekolah yang
merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan “Remaja
ini pernah melakukan segala macam perilaku menyimpang semasa sekolah”.
e. Paragraf 5
Uraian informasi yang ada di paragraf lima sesuai atau sinkron dengan judul teks
yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf kelima menjelaskan tentang anak bernama
Yudha yang tidak suka melihat ayahnya meminum minuman keras dan berinisiatif
melaporkan orang-orang yang terlibat kasus tersebut kepada pihak kepolisian. Hal
ini dianggap “nakal” kepada orang tua, padahal perbuatan yang dilakukan Yudha
adalah perbuatan terpuji. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan “Diam-diam dia
sering melaporkan siapa saja yang terlibat dan menjadi pemasok barang terlarang
tersebut kepada kepolisian”.
f. Paragraf 6 dan 7
Uraian informasi yang ada di paragraf tersebut sesuai atau sinkron dengan judul
teks yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf tersebut menjelaskan lebih lanjut
mengenai kasus-kasus yang telah diuraikan pada paragraf sebelumnya. Hal ini
dapat dibuktikan dalam kutipan “Lima kasus di atas saya adaptasikan dari
penjelasan Dr. Sarlito Wirawan Sarwono tentang definisi kenakalan dalam ranah
perilaku menyimpang” dan “Kasus Ardi sebenarnya hampir bisa mewakili tema
pokok dalam bahasan kali ini”.
g. Paragraf 8 dan 9
Uraian informasi yang ada di paragraf tersebut sesuai atau sinkron dengan judul
teks yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf tersebut membahas tentang dimensi dan
pemaknaan kenakalan dari berbagai sudut pandang. Hal ini dapat dibuktikan
dalam kutipan “Kata “nakal” dalam pembicaraan di atas ternyata memiliki banyak
dimensi, tergantung dari sudut mana kita mendapat aspek pelanggarannya” dan
“Pemaknaan “nakal” juga bisa menjadi bias dan bertingkat-tingkat sesuai dengan
kadar akibat”.
h. Paragraf 10, 11, 12, dan 13
Uraian informasi yang ada di paragraf tersebut tidak sesuai dengan judul teks
yaitu tentang “nakal”. Pada paragraf tersebut menjelaskan tentang hal-hal yang di
luar konteks “nakal”. Paragraf tersebut membahas tentang kecantikan dan
keburukan yang merupakan topik yang berbeda. Hal ini dapat dibuktikan dalam
kutipan “Saya ambilkan contoh lagi, yakni kata “cantik”, “Kata “buruk” juga akan
memiliki definisi yang berbeda ketika kita membahasnya dalam ragam
pembicaraan: kesehatan, agama, hukum, budaya, pendidikan, dan lain-lain”, dan
“Pada 1980-an, perempuan cantik identik dengan tubuh langsing dan hidung
mancung hingga mengakibatkan perempuan beramai-ramai melakukan diet atau
operasi plastik”.

4. Simpulkan dengan memberikan rekomendasi: apakah teks tersebut memerlukan


penyuntingan isi? Sertakan alasan dari jawaban yang Anda kemukakan!
Teks 2 merupakan sebuah teks yang berisi tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kenakalan. Paragraf 1-5 menjelaskan contoh dari kasus kenakalan yang dilakukan
oleh para remaja. Paragraf 6-9 menjelaskan lebih lanjut tentang kenakalan yang
dilakukan oleh seseorang yang sedikit banyak menyinggung kasus-kasus yang sudah
disampaikan dalam paragraf 1-5. Pada paragraf tersebut juga menjelaskan tentang
dimensi dan pemaknaan kata “nakal” dari berbagai sudut pandang. Namun, pada
paragraf 10-13 menjelaskan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan topik kenakalan.
Dengan demikian, teks tersebut memerlukan penyuntingan isi karena terdapat isi teks
yang tidak sesuai dengan judul yang ada. Dengan kata lain, uraian informasi dari teks
10-13 sudah melenceng dari topik dan perlu adanya penyuntingan isi. Hal ini dapat
dilakukan dengan berbagai hal, seperti menghapus atau menghilangkan paragraf yang
tidak sesuai dengan topik dan menambah informasi-informasi yang sesuai dengan
topik.

Anda mungkin juga menyukai