Anda di halaman 1dari 4

1.

Indikasi dari pencabutan:


a. Karies
Alasan yang paling umum untuk melakukan pencabutan gigi adalah karena kariesnya
sudah sangat parah sehingga tidak dapat dipulihkan atau dilakukan perawatan.
Terkadang, tingkat kesulitan dan biaya yang diperlukan untuk menyelamatkan gigi karies
yang sudah sangat parah juga membuat pencabutan menjadi satu-satunya solusi.
Keadaan gigi dengan karies meluas dan sangat parah tentu saja akan menghabiskan
biaya yang tidak sedikit, sehingga hal ini berhubungan dengan status finansial pasien.
Pasien yang tidak bersedia mengeluarkan biaya untuk upaya pemeliharaan gigi atau
tidak mampu secara finansial mungkin mengharuskan gigi untuk dicabut.
b. Nekrosis Pulpa
Alasan kedua untuk mencabut gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpitis ireversibel
yang tidak dapat dilakukan perawatan endodontik. Ini mungkin akibat dari pasien yang
menolak perawatan endodontik atau ketika gigi memiliki saluran akar yang berliku-liku,
terkalsifikasi, dan tidak dapat dirawat dengan teknik endodontik standar. Hal ini juga
bias terjadi pada kasus dimana perawatan endodontik telah dilakukan tetapi upaya
perawatan masih gagal untuk menghilangkan rasa sakit atau memberikan drainase,
namun pasien tidak menginginkan perawatan ulang.
c. Penyakit periodontal
Alasan lain untuk pencabutan gigi adalah apabila pasien menderita penyakit periodontal
yang parah dan luas. Jika periodontitis dengan tingkat keparahan yang berat telah ada
selama beberapa waktu, kemungkinan akan ditemukan kehilangan perlekatan dan
mobilitas gigi yang cukup parah. Dalam situasi ini, gigi yang hipermobilitas harus dicabut.
Indeks miller:
- derajat I = kegoyahan gigi sampai 1 mm pada arah horizontal
- derajat II = kegoyahan antara 1-2 mm pada arah horizontal
- derajat III = kegoyahan gigi lebih dari 2 mm dan dapat disertai dengan vertical
displacement

d. Alasan Ortodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodontik pada gigi yang berjejal dengan
lengkung rahang yang tidak mencukupi seringkali memerlukan pencabutan gigi untuk
memberikan ruang bagi gigi. Gigi yang paling sering dicabut adalah gigi premolar maksila
dan mandibula.
e. Gigi Malposisi
Gigi yang malposisi dapat diindikasikan untuk dicabut dalam beberapa situasi. Jika
mereka melukai jaringan lunak dan tidak dapat direposisi dengan perawatan ortodontik,
maka harus dilakukan pencabutan. Contoh umum ini adalah molar ketiga rahang atas
yang keluar kearah bukal sehingga menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di
pipi. Dalam situasi gigi yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan pencabutan.
f. Gigi patah
Gigi patah bisa terjadi karena trauma, seperti kecelakaan, jatuh, terbentur, terpukul,
maupun kebiasaan mengunyah makanan keras. Dalam beberapa situasi, gigi yang
terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan. Contohnya adalah gigi patah atau retak
dan kondisinya masih di atas garis gusi, dokter biasanya akan melakukan penambalan
dan perawatan saluran akar. Namun, jika garis patahan gigi berada di bagian akar atau
gigi terluka, terinfeksi, maupun mengalami luksasi parah dari jaringan tulang di
sekitarnya, dokter biasanya akan melakukan pencabutan.
g. Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan. Jika terdapat
sebagian gigi yang impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal karena ruang yang
tidak memadai, maka harus dilakukan bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut.
h. Gigi supernumerary
Gigi supernumerary biasanya mengalami impaksi dan harus dicabut. Gigi supernumerary
dapat mengganggu erupsi gigi pengganti dan berpotensi menyebabkan resorpsi dan
perpindahannya.
i. Gigi Berhubungan Dengan Lesi Patologis
Gigi yang terlibat dalam lesi patologis mungkin memerlukan pencabutan, contohnya
adalah gigi dengan kista odontogenik. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan
dan dilakukan terapi endodontik. Namun, jika gigi tersebut mengganggu operasi
pengangkatan lesi secara menyeluruh saat pencabutan maka gigi harus dicabut.

2. Kontraindikasi pencabutan:
a. Infeksi dental akut
Gigi yang sedang sakit tidak boleh dicabut, karena dikhawatirkan akan menjadi
sumber penyebaran infeksi. Oleh karena itu, pencabutan sering kali ditunda dan
pasien diresepkan obat-obatan antibiotik terlebih dulu (disebut premedikasi).
Setelah rasa sakit gigi mereda, barulah gigi tersebut dicabut.
b. Abses
Sebelum mencabut gigi, maka fokus infeksinya harus diidentifikasi terlebih dulu.
Mencabut gigi ketika abses belum teratasi dikhawatirkan akan membuat infeksi
semakin menyebar.
c. Penyakit sistemik
 DM = Sebenarnya pencabutan bisa dilakukan pada pasien diabetes, dengan
catatan gula darah tidak sedang dalam keadaan tinggi. Bila kadar gula tinggi,
dokter gigi akan merujuk kembali pasien ke dokter spesialis penyakit dalam
untuk menurunkan kadar gulanya terlebih dahulu.
Ancaman utama bagi penderita diabetes jika cabut gigi bukanlah pada
saat tindakan dilakukan, melainkan pada saat proses penyembuhan. Oleh
karena itu, prosedur pencabutan gigi pada pasien diabetes harus dilakukan
secara hati-hati. Bila dilakukan pada orang dengan kadar gula yang tak
terkontrol, berbagai komplikasi bisa terjadi, seperti: Penyembuhan luka yang
memerlukan waktu lebih lama, Perdarahan yang tak kunjung berhenti,
Terjadinya dry socket.
 Jantung = Bagi penderita penyakit jantung bawaan, kebersihan dan
perawatan gigi menjadi satu hal yang cukup difokuskan oleh dokter. Hal ini
dikarenakan kondisi kebersihan gigi menjadi faktor kunci kesehatan jantung.
Kebersihan dan perawatan gigi yang buruk, terutama jika terdapat gigi yang
berlubang, akan menjadi suatu tempat yang cocok bagi bakteri untuk
bertempat tinggal dan berkembang biak dengan mudah. Bakteri yang ada ini
selanjutnya dapat masuk ke aliran darah dan mengenai berbagai organ
lainnya, termasuk jantung yang kemudian akan menyebabkan infeksi pada
jantung dan katupnya.
Penderita jantung yang telah merawat gigi dan gusi secara memadai
mengurangi perawatan untuk penyakit jantung sekitar 10 sampai 40 persen.
Para peneliti menilai perawatan tersebut jauh lebih rendah daripada pasien
jantung yang tidak mendapatkan perawatan gigi yang tepat sebelum
melakukan pencabutan gigi. Sehingga, temuan ini mendukung gagasan
bahwa kesehatan gigi memengaruhi kesehatan jantung.
 Hipertensi = Proses pencabutan gigi biasanya dilakukan dengan melakukan
pembedahan pada daerah gusi. Proses ini tentu saja akan menimbulkan
resiko perdarahan yang mungkin bisa berlangsung cukup lama atau terjadi
perdarahan yang cukup banyak, terutama penderita mengalami hipertensi
atau memiliki tekanan darah yang cukup tinggi.
Jika penderita hipertensi mengalami peningkatan tekanan darah
berlebihan, maka resiko untuk mengalami kejadian stroke akan meningkat.
Hal inilah biasanya yang mendasari mengapa penderita hipertensi biasanya
akan ditunda proses pencabutan gigi yang akan dilakukan, dan sebaiknya
sebelum melakukan pencabutan gigi, tekanan darah harus berada dalam
batas normal atau dengan kata lain harus mendapatkan pengobatan untuk
mengatasi hipertensi terlebih dahulu.
d. Hemofilia
Penyakit mulut dapat mempengaruhi kesehatan secara umum terutama pada
penderita dengan gangguan pembekuan darah karena perdarahan yang terjadi dapat
menjadi serius. Penderita dengan gangguan perdarahan harus memiliki hubungan
yang kooperatif dengan dokter dan dokter giginya untuk mendapatkan perawatan
yang komprehensif.
Perawatan pada penderita hemofilia sebaiknya dilakukan secara konservatif.
Bila memungkinkan tindakan deep injection, prosedur bedah terutama yang
melibatkan tulang (ekstraksi/implant), atau anestesi blok maka sebaiknya dihindari
karena dapat menjadi pencetus terjadinya perdarahan. Tetapi bila hal ini diperlukan
sebaiknya dikoordinasikan dengan hematologist dan tindakan dilakukan di rumah
sakit. Setelah mendapat persetujuan, penderita diberi premedikasi antibiotik untuk
menghindari infeksi pasca tindakan, dan trauma diupayakan seminimal mungkin.
Pada penderita hemofilia ringan sampai sedang, perawatan gigi non bedah
dapat diberikan antifibrinolitik (Antifibrinolitik merupakan obat yang digunakan
sebagai terapi yang dapat mencegah terjadinya resiko re-bleeding. Antifibrinolitik
bekerja menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin, mencegah break-up
dari fibrin dan menjaga stabilitas menggumpal.) contoh: Asam traneksamat, yaitu
obat untuk menghentikan perdarahan pada beberapa kondisi, seperti mimisan yang
tidak kunjung berhenti, perdarahan yang berat saat menstruasi, maupun perdarahan
setelah operasi atau prosedur cabut gigi.
Untuk penderita hemofilia berat, faktor pembekuan mutlak diperlukan
sebelum tindakan bedah, injeksi blok, dan skeling. Setelah pencabutan dianjurkan
menggunakan fibrin glue sebagai topical hemostatik dan berkumur asam
traneksamat sebelum dan sesudah pencabutan selama 4 kali sehari dalam 7 hari
dan dapat dikombinasikan dengan minum tablet asam traneksamat selama 5 hari
untuk mengontrol perdarahan.
Obat analgesik seperti aspirin atau obat nonsteroid anti inflamasi dapat
memperberat perdarahan, sedangkan analgesik yang aman yaitu codein dan
parasetamol.
Perawatan setelah tindakan juga perlu diperhatikan, biasanya perdarahan
terjadi 3-4 hari setelah tindakan karena efek faktor pembekuan mulai berkurang.
Diet yang dianjurkan adalah minum air dingin dan makanan yang lunak selama 5-10
hari. Jika ada pembengkakan, disfagia, atau hoarseness harus segera dilaporkan ke
dokter.
e. Ibu hamil
Jika kerusakan gigi yang dialami cukup parah, bukan tidak mungkin dokter
menganjurkan untuk melakukan cabut gigi saat hamil demi mengatasi masalah yang
dialami. Namun pada dasarnya, cabut gigi maupun prosedur penanganan gangguan
gigi lainnya paling aman dilakukan setelah ibu melahirkan. Mencabut gigi untuk ibu
hamil pada dasarnya tidak berbahaya, selama si ibu tidak mengejan dan tidak
merespon berlebihan saat gigi dicabut, karena khawatir memicu kontraksi dan bayi
akan lahir prematur.

Anda mungkin juga menyukai