Anda di halaman 1dari 22

DENTAL EMERGENCIES

AAN KUSMANA
Kegawatdaruratan di bidang kedokteran
gigi anak adalah kasus-kasus
kegawatdaruratan yang terjadi pada saat
dilakukan perawatan gigi. Kejadian
kegawatdaruratan merupakan kasus yang
jarang terjadi di tempat praktek namun
kejadian ini sangat tidak diharapkan terjadi.
Beberapa kasus kegawatdaruratan terjadi
pada dewasa namun ternyata dapat pula
terjadi pada anak-anak (Riyanti, 2008).
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh
Committee for the Prevention of Systematic
Complications During Dental Treatment of
The Japanesse Dental Society antara tahun
1980-1984 di Jepang menunjukkan sekitar
19-44% dokter gigi mendapatkan kasus
kegawatdaruratan setiap tahun. Sekitar 90%
merupakan kasus ringan namun sekitar 8%
merupakan kasus yang cukup berat (Haas,
2006)
Kasus kegawatdaruratan paling sering
didapatkan adalah saat dan setelah dilakukan
anestesi lokal, dimana lebih dari 60% adalah
kasus sinkop dan 7% disertai hiperventilasi
(Melamed, 2003).
Penanganan Dasar pada
Kegawadaruratan
Persiapan dalam menghadapi pasien-pasien
dengan status kesehatan medically
compromised patient merupakan hal utama
yang harus dilakukan. Anamnesa lengkap
sebelum tindakan harus dilakukan oleh setiap
dokter gigi. Anamnesa tidak hanya mengenai
gigi yang menjadi keluhan utama, namun
kesehatan umum dan riwayat perawatan gigi
terdahulu juga (Riyanti, 2008).
 Airway and Breathing

Tindakan airway dan breathing pada pasien sadar dilakukan


dengan heimlich maneuver dan pasien tidak sadar dilakukan
dengan menerapkan posisi tilt-chin lift maneuver (Gambar 2)
kemudian diikuti dengan pemeriksaan ventilasi melalui look,
listen, feel. Perhatikan dan pastikan apakah penderita dapat
bernafas spontan ataukah penderita mencoba untuk dapat
bernafas. Cara ini dilakukan dengan mendengarkan dan
merasakan pertukaran udara yang keluar melalui mulut
ataupun hidung. Apabila tidak ada usaha respirasi spontan
yang ditandai dengan tidak ada pergerakan pundak maka
kontrol ventilasi harus menggunakan bantuan nafas
(Melamed, 2003; Melamed 2007).
 Position
Penyebab utama hilangnya kesadaran adalah
hipotensi. Segera letakkan pasien tidak sadar pada
tempat yang rata dengan posisi supine dimana kaki
lebih tinggi daripada badan. Posisi ini akan
menghasilkan peningkatan aliran darah di daerah
kepala dengan sedikit hambatan dalam sistem
respirasi. Pada pasien dengan penyebab acute
respiratory distress seperti acute asthmatic
bronchospasm maka posisi yang paling nyaman
adalah tegak lurus agar ventilasi dapat meningkat
(Melamed, 2003; Melamed 2007; Frush et al., 2008).
 Definitive Care
Tindakan definitive care dilakukan sesuai
dengan diagnosis yang telah ditegakkan.
Tentukan dengan benar diagnosis penyebab
terjadinya kegawatdaruratan agar tindakan
definitive care bisa berhasil (Melamed, 2003;
Melamed 2007).
1. Sakit gigi
 Nyeri pulpa adalah nyeri yang spontan, kuat, sering

berdenyut dan dipicu oleh suhu, dan masih terasa


beberapa saat setelah penyebabnya dihilangkan.
Lokalisasinya pada tempat yang buruk dan nyeri
cenderung menjalar ke telinga, pelipis, atau pipi.
Nyeri ini dapat hilang spontan, namun pasien tetap
harus diarahkan untuk menemui dokter gigi, karena
dapat terjadi nekrosis pulpa dan dapat terjadi
periodontitis apikalis akut (abses gigi). Perawatan
endodontik (perawatan saluran akar) atau
pencabutan gigi mungkin dibutuhkan.
 B. Perdarahan
 Perdarahan pada mulut sebagian besar disebabkan oleh
gingivitis atau trauma, namun apabila berkepanjangan perlu
dipertimbangkan adanya kecenderungan perdarahan.
 Infeksi gigi yang tembus sampai ke kulit
 Trauma
 Setelah sebuah gigi dicabut atau diekstraksi, soket gigi tersebut
mengeluarkan darah secara normal selama beberapa menit,
kemudian akan membeku/membentuk clot.
 Perawatan darurat untuk perdarahan post ekstraksi adalah
menyuruh pasien untuk menggigit kapas selama 15-30 menit
 Perdarahan menetap mungkin memerlukan penutupan soket
dengan bahan haemostatic atau penjahitan. Namun biasanya
dilakukan pada pasien kecenderungan perdarahan
 C. Komplikasi Bedah
 a. Nyeri Pasca Pencabutan Gigi / Post Extraction
 Beberapa kasus nyeri dan bengkak setelah ekstraksi
gigi adalah biasa terjadi namun akan hilang setelah
beberapa jam. Parasetamol biasanya memberikan
efek analgesik yang cukup. Nyeri dari tindakan
ekstraksi yang rumit mungkin bertahan lebih lama
dan harus dikontrol secara teratur dengan
analgesik. Jika nyeri menetap atau bertambah
pasien harus kembali ke dokter gigi untuk mencari
penyebabnya (seperti dry socket atau fraktur
rahang).
 b. Infeksi
 Osteitis lokalisata (dry socket) biasanya disebabkan oleh
pencabutan gigi, khususnya ekstraksi molar bawah. Setelah
2 - 4 hari, dapat terjadi nyeri yang meningkat, halitosis, rasa
tidak enak, rongga gigi yang kosong (empty socket), dan
terasa lunak. Infeksi ini dirawat dengan irigasi dengan air
garam hangat (50°C) atau cairan chlorhexidine, kemudian
menutup socket (dengan campuran yang sudah tersedia) dan
berikan analgesik dan antimikroba (metronidazol). Perawatan
ini tidak dapat dilakukan bila ada akar yang tertinggal, benda
asing, fraktur rahang, osteomielitis, atau penyebab lain
khususnya bila ada demam, nyeri yang menetap atau
gangguan neurologis lain seperti rasa baal pada bibir.
 c. Komplikasi Antral
 Bila terjadi masuknya gigi ke dalam antrum,

beri antimikroba dan dekongestan hidung


dan cari gigi tersebut dengan radiografi.
Terapi selanjutnya memerlukan tindakan
bedah.
 d. Fistula Oroantral
 Pasien sebaiknya tidak menghembuskan

nafas kuat-kuat. Antimikroba dan


dekongestan hidung dapat menolong. Jika
didiagnosa lebih awal, dapat dilakukan
penutupan secara primer, namun pada kasus
lain perlu dikonsul ke spesialis untuk
dilakukan penutupan dengan flap.
 D. Fraktur Gigi
 Trauma pada gigi susu mungkin tidak memerlukan perawatan
darurat gigi. Tetapi cidera yang tampaknya ringan dapat
merusak gigi pengganti yang akan menjadi gigi tetap. 30%
kerusakan pada gigi permanen terjadi pada usia 15 tahun.
 Fraktur pada enamel tidak memerlukan perawatan darurat.
Tetapi tetap memerlukan pengawasan. Kebanyakan cedera
berat pada dentin harus dirawat dengan segera karena dapat
menimbulkan infeksi pulpa. Perawatan darurat seperti
menambal dengan material khusus pada dentin yang patah
dan perawatan secara cepat oleh dokter gigi harus dilakukan
pada waktu yang bersaman atau paling lambat pada
keesokan harinya.
 E. Gigi Avulsi
 Avulsi pada gigi tetap anterior dapat ditanam kembali pada anak-anak,
khususnya apabila apex pada akar belum terbentuk dengan sempurna (dibawah
16 Tahun). Avulsi pada gigi susu tidak perlu ditanam kembali. Semakin muda
usia anak, maka penanaman kembali semakin cepat yaitu 15 menit dan lebih
baik yaitu 98% dapat kembali normal dengan perawatan berkala.

 Fraktur gigi pada kecelakaan olahraga


 Penanaman yang segera memberikan hasil yang terbaik. Jika gigi tersebut
terkontaminasi, cucilah dengan larutan air garam steril, dan apabila soket terisi
bekuan darah, hilangkan dengan irigasi larutan garam. Tanam kembali gigi
dengan benar sesuai permukaannya (pastikan bagian labial (cembung)
menghadap kedepan) dan secara manual tekan soketnya dan balut giginya. Anak
tersebut harus menemui dokter gigi dalam waktu 72 jam setelah kejadian.
 Jika penanaman kembali tidak dapat dilakukan segera, taruh
gigi pada larutan isotonic seperti susu segar dingin yang
terpasteurisasi, larutan garam atau larutan lensa kontak. Atau
bila anak cukup kooperatif, letakkan gigi pada sulcus buccalis
dan bawa ke dokter gigi dalam waktu 30 menit. Cairan yang
tidak sesuai dan merusak adalah air (terjadi karena
pemaparan yang lama dan mengakibatkan kerusakan
keseimbangan isotonis), desinfektan, pemutih, dan jus buah.
Penggunaan larutan minyak doxycilin sebelum penanaman
kembali oleh dokter gigi dapat membantu pencegahan
resorpsi akar di kemudian hari.
 Balut gigi selama 7-10 hari, tidak boleh menggigit pada gigi
yang dibalut., diet harus lunak dan lakukan perawatan
kebersihan mulut yang baik
 Trauma Maxillofacial
 a. Dislokasi atau subluksasi pada mandibula.
 Ini biasanya disebabkan oleh pembukaan rahang yang terlalu
lebar. Condylus bergeser ke depan atas, anterior dari eminensia
dan mulut pasien terbuka terus.
 Proses pengembalian posisi dapat dilakukan dengan menghadap
wajah pasien dan meletakkan ibu jari tangan kanan dan kiri yang
sudah dibalut perban pada gigi molar bawah dan lakukan tekanan
ke arah bawah secara bersaman dengan jari lainnya dibawah
dagu, dorong dari bawah ke atas.
 Apabila otot-otot mengalami spasme, dapat diberikan midazolam
i.v. Apabila posisi rahang sudah kembali, hindari pembukaan
rahang yang lebar. Dislokasi yang berulang dapat menunjukkan
adanya sindrom Ehlers-Danlos dan Sindroma Marfan
 b. Fraktur Rahang
 Umumnya terjadi karena trauma dengan kecepatan tinggi seperti kecelakaan
lalulintas dan kecelakaan lainnya. Tindakan yang terutama adalah membebaskan
jalan nafas. Bebaskan semua trauma pada pasien sepanjang jalan nafas dengan
pedoman ATLS. Masalah lain yang mengancam kehidupan seperti pendarahan
intracranial, pendarahan hebat dari organ lain dan kerusakan tulang leher harus
segera ditangani. Dalam pengamatan selanjutnya, perhatikan robekan pada kepala
dan adanya kebocoran cairan serebrospinal.

 Oklusi yang tampak bertingkat mengarah akan adanya fraktur mandibula


 Pendarahan yang berhubungan dengan fraktur rahang dapat mempengaruhi jalan
nafas. Fraktur rahang sendiri jarang menyebabkan pendarahan yang hebat, kecuali
berhubungan dengan palatum yang terpisah atau luka tembak.
 Pendarahan dari pecahnya arteri inferior gigi biasanya berhenti dengan sendirinya.
Tetapi timbul kembali pada traksi mandibula. Pendarahan maxillofacial yang hebat
dapat ditamponade dengan fiksasi craniofacial,. Pendarahan dapat timbul dari
fraktur tulang hidung, dimana dibutuhkan fiksasi pada hidung. Jika pendarahan
berulang, pembuluh darah yang rusak harus dijahit.
 c. Fraktur Mandibula
 Hal ini biasanya tidak berhubungan dengan luka
atau pendarahan lain yang serius. Jika sympysis
mengalami remuk, lidah dapat terdorong ke
belakang dan menyumbat jalan nafas, dan ini perlu
dicegah. Fraktur sederhana yang tidak bergeser
dapat dirawat secara konservatif dengan diet lunak
apabila gigi tidak rusak. Jika fragmen bergeser,
nyeri cenderung terjadi dan fiksasi dini merupakan
penatalaksanaan terbaik. Umumnya fraktur dapat
ditangani dengan pembedahan dan fiksasi dengan
mini plate.
 . Fraktur tengkorak bagian sepertiga tengah atas.
 Ini biasanya ditimbulkan oleh trauma yang parah. Biasanya kecelakaan
lalu lintas dan diklasifikasikan menurut garis fraktur Le Fort (Fraktur
horizontal pada bilateral maksila).
 Klasifikasi Fraktur Le Fort :
 Le Fort I  bagian bawah dasar hidung segmentasi / horizontal dari
processus
 alveolaris (pembengkakan bibir bagian bawah)
 Le Fort II  unilateral atau bilateral maksila (subzygomaticus),
menyebabkan
 pembengkakan wajah yang masif (ballooning) dan (Panda Facies)
 Le Fort III  Seluruh maksila (suprazygomatic) dan satu atau lebih
tulang wajah
 terpisah dari kerangka craniofacial (terjadi pembengkakan wajah masif
 dan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung).
 e. Fraktur Zygomatic (Malar)
 Sering mengenai organ-organ orbital termasuk

depresi pada pipi, pendarahan subkonjungtiva


lateralis, deformitas wajah, pergerakan mata yang
terbatas, perubahan daya penglihatan, variasi besar
dan reaksi pupil serta enophthalmus atau
exophthalmus.
 Fraktur yang tidak bergeser dan tidak mengalami

komplikasi tidak perlu dirawat, tetapi harus diamati


kembali dalam waktu 2 minggu.
 Prioritas utama penanganan pasien dengan fraktur

maxillofacial adalah membebaskan jalan nafasnya.

Anda mungkin juga menyukai