Review
Indonesia merupakan salah satu negara produsen kopi dunia, saat ini
Indonesia berada pada urutan urutan ke empat negara pengekspor kopi dunia
setelah brazil, Vietnam, kolombia dan negara yang memiliki kopi terbaik di dunia.
Indonesia sendiri memiliki total produksi yang dihasilkan yaitu 639,412 ton per
tahunnya yang Sebagian besar digunakan untuk ekspor sekitar 67% dan sisanya
33% digunakan untuk memenuhi kebutuhan kopi dalam negri. Produktifitas kopi
di Indonesia sendiri masih tergolong rendah, melalui informasi yang diambil dari
laman Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Perkebunan produktivitas kopi di
Indonesia yakni sebesar 25-35% dari potensi bahan tanamnya. Secara umum areal
tanam dan produksi kopi di Indonesia selama beberapa tahun terakhir tidak
mengalami peningkatan melainkan mengalami penurunan, sedangkan permintaan
kopi baik dari luar negri maupun dari dalam negri selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Hal ini disebabkan, karena pertumbuhan produksi kopi tidak
sebanding dengan permintaan sehingga ratio stoke terus menurun.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kualitas citarasa dan produksi
kopi terutama arabika yang hidup di dataran tinggi tergolong rendah diantaranya
karena pemeliharaan belum optimal, kesuburan tanah menurun, sumberdaya
manusia kurang, kelembagaan petani lemah, kopi sudah tua, varietas bercampur,
pengolahan pascapanen buah kopi belum seragam dan rantai pemasaran terlalu
panjang terutama pada penanganan pascapanen yang harus lebih diperhatikan
Kembali dengan menerapkan strategi intensifikasi melalui optimalisasi
penggunaan alat dan tenaga kerja yang kompeten serta penerapan GHP (Good
Heandling practices) pada setiap penanganan pascapanen mulai dari panen,
pengangkutan, sortasi biji kopi, pengupasan buah, fermentasi, pencucian,
pengeringan, pengupasan kulit tanduk, penyimpanan, perendangan kopi, dan
penggilingan. Umumnya terdapat 2 bagian pengolahan pascapanen yaitu
pengolahan primer ( primary processing) dan pengolahan sekunder (secondary
processing). Pengolahan primer meliputi semua perlakuan pengolahan pascapanen
sampai komoditas/produk sampai ketangan konsumen untuk di konsumsi secara
langsung (segar) atau untuk bahan untuk pengolahan berikutnya tapi dengan tetap
menjamin mutu dan keamanan komoditas. Pengolahan sekunder yaitu pengolahan
lanjutan dengan tujuan mengubah hasil tanam ke bentuk atau kondisi lain dengan
tujuan agar produk memiliki masa simpan yang lebih lama, mencegah perubahan
yang tidak diinginkan, dan dengan mutu yang sama walaupun untuk penggunaan
lain. Menurut mayrowani (2023) produk hasil perkebunan atau pertanian setelah
dipanen masih melakukan kegiatan metabolism, sehingga jika tidak ditangani
dengan segera akan mengakibatkan kerusakan secara fisik dan kimia. Sifat mudah
rusak (perisable) dari produk inilah menyebabkan tingginya susut pascapanen
serta terbatasnya masa simpan setelah pemanenan, sehingga serangan organisme
hama dan penyakit akan menurunkan standar mutu produk.
Secara umum pengolahan kopi dapat dibagi menjadi dua yaitu pengplahan
basah (wet processing) dan pengolahan kering (dry processing) secara garis besar
masyarakat di Indonesia melakukan pengolahan secara basah. ecara garis besar,
pengolahan basah dapat dogolongkan ke dalam dua metode, yaitu pengolahan
basah dengan cara gerbus (giling kulit tanduk) basah (wet hulling) dan gerbus
kering (dry hulling). pengolahan cara basah penuh merupakan metode pengolahan
kopi yang pada prosesnya tidak melakukan proses pengeringan. Metode
pengolahan kopi jenis ini biasanya digunakan oleh perusahaan yang langsung
mengolah biji kopi menjadi olahan selanjutnya, sedangkan pengolahan cara semi
basah atau disebut dengan gayo merupakan metode pengolahan kopi yang pada
prosesnya terdapat proses pengeringan sebelum tahap sortasi akhir. Proses
pengeringan yang dilakukan ini bertujuan agar biji kopi memiliki kadar air yang
sangat rendah sehingga umur simpannya dapat lebih panjang. Tahap proses
pengolahan kopi ini bertujuan untuk memisahkan biji kopi dari kulit kopi yang
semulanya berbentuk red cherry. Dilakukan juga pengeringan sehingga kadar air
biji kopi menjadi sebesar 10-13%. Hasil jadi biji kopi yang memiliki kadar air
lebih dari 13% akan menyebabkan biji kopi terserang kapang dan dapat
menurunkan mutu biji kopi dan produk kopi bubuknya menjadi berasa asam dan
aromanya pun apek. Pengolahan kopi dengan metode basah lebih cepat dan
menghasilkan mutu kopi yang lebih baik, tetapi metode ini memerlukan modal
yang lebih besar.
Kopi Lampung terutama yang berasal dari Lampung barat memiliki
keistimewaan dan ciri chas tersendiri terutama pada aroma dan rasa sehingga
sangat diminati oleh pasar internasional. Lampung Barat memiliki luasan lahan
produksi kopi yang luas yaitu 53,606 ha dengan kapasitas produksi yaitu 52,645
ton dan keseluruhan lahan ini dikelola oleh masyarakat. Keistimewaan kopi
Lampung Barat dengan ciri memiliki kekentalan yang pas, tingkat keasaman yang
rendah, karakter kopi yang bersih, minim ampas, dan aroma yang sangat diminati
setiap orang yaitu beraroma kayu dan coklat. Keistimewaan dan rasa kopi yang
sangat khas sangat bergantung pada penanganan pascapanen dan proses
pengolahan kopi yang baik. Karena proses pascapanen memberikan pengaruh dan
menentukan mutu biji kopi di tingkat petani. Oleh sebab itu sangat diperlukan
pengetahuan mengenai proses pengolahan pascapanen yang baik sehingga dapat
meningkatkan atau mempertahankan mutu kopi di tingkat petani.
Tahapan honey hampir sama dengan proses natural dan full wash hanya
saja metode honey ini menggunakan mesin pulper dengan bantuan sedikit air
untuk membantu memisahkan kulit buah sampai pada bagian lapisan mucilage
sehingga proses ini sangat berpengaruh pada cita rasa kopi yang disebabkan oleh
lapisan mucilage ini menyimpan kandungan gula dan acidity yang semakin
terkonsentrasi Ketika kopi mengalami proses pengeringan. Sehingga semakin
terkonsentrasi dengan baik maka kandungan gula yang ada di dalamnya akan
menembus ke dalam biji kopi tersebut. Maka dari itu, rasa yang biasa ditemukan
di dalam proses honey ini adalah sweetness yang sangat tinggi dengan balanced
acidity. Pada proses honey yang membedakannya dengan kedua proses
sebelumnya yaitu proses fermentasi dilakukan pada proses penjemuran dimana
sisa-sisa lendir yang ada pada biji kopi mengalami reaksi fermentasi secara
alamiah melalui penjemuran selama 9 hari sehingga dapat menghasilkan cita rasa
kopi yang sesuai dengan selera pasar. Tahap akhir proses honey yaitu pemisahan
biji kopi hasil pengeringan dengan kulit tanduk dengan menggunakan huler
sehingga menghasilkan biji kopi hijau (green bean). Tahap akhir dari ketiga
proses yang dilakukan yaitu pengelompokan ukuran biji untuk mendapatkan
keseragaman mutu pada prosrs penyangraian dengan melakukan pengelompokan
berdasarkan ukuran besar, sedang, dan kecil menggunakan pengayakan bertingkat.
Berdasrkan uji fisik mengacu pada SNI biji kopi gapoktan triguna
merupakan kopi regular. Berdasarkan hasil pengamatan sample pengolahan
natural dengan 5 kriteria cacat yaitu biji muda, biji pecah, biji berlubang satu, dan
biji berlubang lebih dari satu, dan terdapat benda asing yang bukan mereupakan
biji utama kopi. Biji kopi yang berasal dari pengolahan honey mempunyai 4
kriteria yaitu cacat, biji pecah, biji berlubang lebih dari satu, dan biji coklat dan
biji hijau. Sedangkan pada metode full wash hanya terdapat 3 kriteria cacat yaitu
biji pecah, biji berlubang lebih dari satu, dan biji berlubang satu. Banyak faktor
yang dapat menyebabkan cacat pada biji dan setiap parameter cacat dipengaruhu
oleh faktor kerusakan yang berbeda. Buji pecah dapat disebabkan oleh proses
pengupasan kulit yang tidak sempurna dikarenakan kadar air pada biji belum
mencapai optimum untuk dilakukan proses pengupasan. Biji muda yang ada pada
proses honey dan natural dapat disebabkan oleh kurang telitinya pekerja saat
pemanenan sehingga masih ada saja biji kopi yang berwarna hijau termasuk ke
dalam proses pengolahan. Biji pecah dapat disebabkan oleh ketidakseragaman
ukuran biji sehingga pada saat pengupasan kulit tanduk terjadi gesekan di huller
yang menyebabkan biji pecah. Sedangkan untuk biji yang berlubang disebabkan
oleh hama penggerek buah kopi (hypothenemus hamppei). Proses pengeringan
yang salah dapat menyebabkan biji berwarna cokelat yang disebabkan oleh buah
kopi yang terlalu matang saat proses pengeringan atau terjadinya proses
fermentasi yang berlebihan. Kontaminasi benda asing juga harus diperhatikan
untuk standar mutu kopi sehingga kopi dapat diterima di pasaran.
Kopi robusta sedang atau setengah tua merupakan kopi yang memiliki kandungan
metabolit sekunder yang tinggi dikarenakan kopi arabika sedang mengalami
pembentukan metabolit sekunder yang pesat dengan kondisi biji kopi yang cukup baik,
terlihat dari bentuk bagian kopi yang sempurna, yang utuh dan relating ukurannya cukup
besar sehingga dapat terjadi pembentukan metabolit yang optimum. Sedangkan pada biji
kopi arabika muda memiliki kadar kafein rendah dikarenakan pembentukan bagian biji
kopi belum sempurna dan untuk buah kopi yang tua ketika kopi masak akan menglami
proses penurunan senyawa, metabolit karena proses biokimiawi di dalam biji mulai
melambat, sehingga proses pembentukan metabolit tidak optimum.
Review
Metode pengolahan kopi dengan proses madu, diawali dengan buah kopi
yang di petik dari perkebunan disortasi berdasarkan berat jenisnya dengan cara
perambangan di dalam air, kemudian di ambil buah kopi yang tenggelam
kemudian dipisahkan tingkat kematangannya melalui warna kulit buah kopi.
Kemudian biji kopi yang telah dipilih dikupas kulitnya kemudian divariasikan
intensitas pencuciannya yaitu pencucian 1 kali dan pencucian 2 kali. Kemudian
biji kopi dijemur menggunakan meja pengeringan dengan bantuan cahaya
matahari selama 10 hari hingga kadar air biji kopi mencapai 12%. Setelah kadar
air yang optimum biji kopi di resting kurang lebih satu bulan barulah setelah itu
biji kopi dikupas kulit tanduknya dengan menggunakan huller sehingga
menghasilkan biji kopi beras (green bean). Setelah diperoleh ghreen bean biji kopi
kemudian disangrai dengan menggunakan mesin mekanis dan setelah itu
dilakukan pengecilan ukuran menggunakan grider. Bubuk kopi yang diperoleh
kemudian dilakukan pengujian analisis kimia dan uji organoleptik. Paerameter
pengamatan analisis kimia bijhi kopi yaitu meliputi kadar air, kadar abu,
penentuan nilai brix, pengukuran PH, dan uji organoleptik.
Hasil penelitian menunjukkan kadar air biji kopi bubuk sangat dipengaruhi
oleh tingkat kematangan buah dan intensitas pencucian. Pengujian kadar air pada
biji kopi dan kopi bubuk dimaksudkan untuk mengetahui kualitas dan mutu kopi
bubuk yang dihasilkan sehingga dapat membantu petani agar dapat memperluas
pemasaran mereka. Kadar air terbaik ditemukan pada sample buah kopi tanpa
pencucian dan buah matang sempurna, hal ini disebabkan karena buah matang
mengandung kadar air yang optimum dan memiliki mucilage yang lebih tebal
serta kandungan gula pada buah matang optimum yang tinggi. Gula bersifat
hidroskopis atau mudah menyerap air dari linkungan sekitar sehingga perlakuan
tanpa pencucian atau black honey menghasilkan kadar air tertinggi dari pada
perlakuan yang lainnya. Sedangkan buah yang telah lewat matang memiliki kadar
air 50% lebih rendah disbanding buah yang matang optimum oleh karena itu
kadar air buah yang kelewat matang lebih rendah dari pada buah yang matang
optimum. Dari hasil pengamatan setiap sample kopi bubuk pada pengamatan ini
telah memenuhi syarat mutu kopi bubuk SNI 01-3542-2004 dengan kadar air
maksimum 7%.
Hasil pengujian kadar abu pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata terhadap kadar abu. Meningkatnya kandungan mineral pada
sample yang memiliki kandungan kalsium dan magnesium maka akan semakin
tinggi juga kadar abu yang ada pada produk. Tinggi rendahnya kadar abu yang
ada di dalam bubuk kopi mempengaruhu standar mutu dari bubuk kopi tersebut,
semakin rendah kadar abunya makan akan semakin baik bubuk kopi tersebut.
Setiap sampel produk hasil penelitian ini memenuhi syarat mutu kopi bubuk SNI
01-3542-2004 yaitu kadar abu maksimal kopi bubuk sebesar 5%. Kadar gula total
pada sample tampa pencucian (black honey) sangat berbeda nyata dengan kadar
gula yang ada pada sample dengan pencucician satu kali (yellow honey) dan
pencucian dua kali (red honey). Hal ini disebabkan oleh banyaknya mucilage yang
tetap menempel dan terfermentasi bersama biji kopi pada saat penjemuran
sehingga perlakuan tanpa pencucian (black honey) memiliki kadar gula total yang
lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya. Mucilage akan meningkat
dengan cepat selama proses pematangan buah menyebabkan buah kopi yang
matang akan terasa manis. Hasil pemecahan sukrosa dan komponen gula yang
terkandung pada daging buah kopi (mucilage) akan menghasilkan beberapa
senyawa asam diantaranya asam laktat, butirat, dan propionate dan adapula
senyawa alcohol seperti etanol.
Rasa asam pada kopi atau biasa dikenal dengan istilah acidity, rasa asam
yang baik harusnya itu seperti rasa asam yang ada pada buah segar dan sebaliknya
rasa asam yang tidak enak itu disebabkan oleh acidity yang terlalu dominan acuan
pengamatan acidity biasanya mengacu pada kopi kenya untuk acidity yang tinggi
dan kopi sumatera untuk acidity yang rendah. Perlakuan tanpa pencucian (black
honey) menghasilkan acidity yang sangat disukai oleh para penikmat kopi dari
pada dua perlakuan lainnya. kandungan mucilage menunjukkan bahwa semakin
banyak persen mucilage yang ikut dijemur bersama dengan biji maka semakin
disukai dari segi acidity nya. Hal ini dikarenakan persen mucilage yang terbanyak
memiliki nilai kadar gula yang tertinggi, sehingga menutupi sebagian rasa asam
pada seduhan kopi. Tingkat sweetness ditingkatkan oleh asam asam, oleh karena
itu ntingginya kandungan gula dapat menyamarkan rasa asam pada kopi seduh.
Tingkat kematangan buah kopi juga berpengaruh terhadap acidity, karena semakin
matang buah kopi maka semakin tinggi juga acidity yang dihasilkan. Sehingga
buah yang mentah memiliki nilai kesukaan terendah terhadap acidity yang
menandakan bahwa buah yang dipetik pada saat matah. Acidity disini bukan
hanya sekedar tingggi rendahnya tingkat rasa asam, tetapi yang menjadi parameter
acuan yaitu asam yang memiliki rasa yang enak dan dapat diterima. hasil analisis
nilai pH, yang menunjukkan bahwa perlakuan kopi mentah memilik asam yang
lebih tinggi. Beberapa panelis lebih suka rasa asam yang tidak terlalu tinggi,
karena acidity yang terlalu tinggi atau terlalu dominan dapat menjadi tidak enak.
Oleh karena itu perlakuan kopi lewat matang dan matang optimal lebih disukai
dan berbeda nyata terhadap acdity-nya dibandingkan dengan perlakuan buah
mentah.
Review
Kopi robusta memiliki kadar kafein yang lebih tinggi daripada kopi
arabika. Kopi robusta memiliki kadar kafein sekitar 1%–2% dan arabika sebesar
0,4%–2,4%. Kafein yang terdapat pada kopi robusta salah satu derivate xantin
yang memiliki kemampuan sebagai stimulant syaraf otak, stimulant otot, jantung,
relaxasi otot polos dan meningkatkan dieresis dengan tingkatan yang berbeda-
beda. Meminum minuman yang di dalamnya mengandung kafein memiliki efek
samping berupa palpitasi, insomnis, nyeri kepala, tremor, gelisah, muntah, dan
mual. Oleh sebab itu kandungan kafein dalam setiap produk harus selalu
dipastikan aman untuk dikonsumsi. Dekafeinasi merupakan stu satunya upaya
untuk menurunkan kadar kafein pada biji kopi. Fermentasi kopi dengan
pengolahan basah menjadi salah satu proses yang banyak dilakukan untuk
menurunkan kadar kafein yang ada pada kopi. Proses fermentasi akan
menurunkan kandungan kafein secara signifikan baik fermentasi basah maupun
fermentasi ragi. Kafein yang ada pada kopi akan diuraikan oleh bakteri-bakteri
dan enzim penguraikafein selama proses fermentasi. Fermentasi kopi membantu
mengaktifkan enzim-enzim yang mampu menyebabkan terjadinya proses
pencoklatan enzimatis sehingga biji kopi akan menghasilkan warna yang lebih
coklat sehingga memperbaiki citarasa kopi. Fermentasi kopi secara basah ditandai
dengan munculnya gelembung udara saat proses fermentasi walaupun suhu tidak
mengalami peningkatan
Metode bahan utama yang digunakan dalam penelitian yaitu kopi robusta,
Saccharomyces cerevisiae, gula, dan garam. Sampe kopi yang digunakan yaitu
125 g yang ditambah air sebanyak 187,5 ml, gula 3%, garam 3%, dan
Saccharomyces cerevisiae (0%, 1% dan 3%). Kemudian sample diaduk dan
ditutup dengan aluminium foil fermentasi dilakukan selama (12 jam, 24 jam, 36
jam dan 48 jam). Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, Adapun
parameter pengamatan yang dilakukan yaitu kadar air yang diukur dengan
menggunakan metode grafimetri dengan sample sebanyak 5 gr, kadar abu juga di
uji dengan menggunakan metode grafimetri dengan sampe sebanyak 5 gr , kadar
kafein yang dihitung dengan menggunakan sample 5 gr yang dimasukkan
kedalam erlemeyer kemudian ditambah 5 g MgO ditambah 200 ml aquabides lalu
hitung dengan persamaan yang ada, dan yang terakhir yaitu analisis asam
klorogenat. Sampel bubuk kopi disiapkan seberat 2 g dan ditambahkan 75 mL
metanol adan 75 mL aquabides. Kemudian larutan dipanaskan selama 1 jam suhu
mendidih dan didinginkan dalam suhu ruang. Dan dihitung dengan persamaan
yang ada.
Mikroba merupakan mahluk hidup berukuran sangat kecil yang tak kasat
mata. Mikroorganisme yang ada di sekitar kita dapat berupa archaea, bakteri,
jamur ataupun khamir. Sama seperti mahluk hiduplainnya ada mikroorganisme
yang bermanfaat untuk bagi kehidupan manusia dan ada juga mikroorganisme
yang tidak bermanfaat untuk kehidupan manusia. Berdasarkan hasil analisi ragam
yang dilakukan menunjukkan bahwa penambahan Saccharomyces cerevisiae
berpengaruh nyata terhadap total mikroba biji kopi sedangkan waktu fermentasi
sangat berpengaruh nyata. Interaksi antara penambahan Saccharomyces
cerevisiae dan waktu fermentasi tidak berpengaruh sangat nyata. Hasil uji lanjut
polinomial ortogonal menunjukan waktu fermentasi berpengaruh nyata terhadap
total mikroba biji kopi. Lama waktu fermentasi juga berpengaruh terhadap jumlah
mikroba yang ada pada kopi, karena semakin lama waku fermentasi, total mikroba
yang dihasilkan pada biji kopi akan meningkat secara linier. Pertumbuhan total
mikroba ini karena adanya peningkayan mikroba yang semakin lama semakin
meningkat yang ditandai dengan munculnya gelembung- gelembung saat proses
fermentasi biji kopi. Selama terjadi proses fermentasi biji kopi, terdapat aktivitas
mikroorganisme terutama khamir yang merombak lapisan lendir menjadi senyawa
asam-asam organik yang berperan aktif dalam menentukan citarasa dari kopi yang
akan dihasilkan.