Oleh
Ferdi Iskandar
1814231034
Kontribusi rata-rata sentra produksi kopi terhadap total produksi kopi nasional
menunjukkan persentase produksi provinsi-provinsi yang ada di Indonesia seperti
Lampung (26%), Sumatera Selatan (21,03%), Bengkulu (8,49%), Sumatera Utara
(8,38%), NAD (7,26%), dan Sulawesi Selatan (5,40%). Hal tersebut menjadikan
Lampung sebagai sentra produksi kopi di Indonesia. Kabupaten Tanggamus
merupakan sentra komoditi di Lampung, hal ini dapat dilihat dari luasnya yang
mencapai 44.330 hektar dan hasil produksi yaitu sebanyak 36.520 ton. Kecamatan
Pulau Panggung merupakan salah satu sentra produksi kopi di Kabupaten
Tanggamus, hal ini dapat dilihat melalui luasnya yakni 7.339 hektar dan produksi
yang mencapai 5.250 ton. Usaha tani kopi menjadi salah satu mata pencaharian
penduduk Kecamatan Pulau Panggung untuk memenuhi kebutuhan petani.
Produksi kopi dihasilkan akan dijual oleh petani kepada pengumpul ataupun
lembaga pemasar lainnya, sehingga menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan
oleh petani dan petani akan memperoleh penerimaan dari harga output yang
diperoleh melalui penjualan kopi. Tinggi atau rendahnya produksi kopi yang
dihasilkan oleh petani merupakan hal yang mempengaruhi pendapatan petani
(Lestari dkk., 2017).
Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai
ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan
penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai
sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang
dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia. Keberhasilan agribisnis kopi
membutuhkan dukungan semua pihak yang terkait dalam proses produksi kopi
pengolahan dan pemasaran komoditas kopi. Upaya meningkatkan produktivitas
dan mutu kopi terus dilakukan sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat
bersaing di pasar dunia (Rahardjo, 2012).
Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh rendahnya
mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan produksi
akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak tepat
antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan, dan penyangraian.
Selain itu spesifikasi alat/mesin yang digunakan juga dapat mempengaruhi setiap
tahapan pengolahan biji kopi. Oleh karena itu, untuk memperoleh biji kopi yang
bermutu baik maka diperlukan penanganan pasca panen yang tepat dengan
melakukan setiap tahapan secara benar. Proses penyangraian merupakan salah
satu tahapan yang penting, namun saat ini masih sedikit data tentang bagaimana
proses penyangraian yang tepat untuk menghasilkan produk kopi berkualitas
(Wijaya, 2019).
1.3 Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah sebagai berikut.
1. Bagi Perusahaan
Sebagai masukan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan
pengolahan dan penangan bahan baku.
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai pengalaman dan sumber ilmu pengetahuan dalam mengamati secara
langsung proses produksi kopi di suatu industri.
II. METODE PELAKSANAAN
1. Wawancara
Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dengan pertanyaan yang bersifat
terbuka sehingga memberikan keleluasaan bagi pemilik perusahaan untuk
memberi pandangan secara bebas dan memungkinkan untuk mengajukan
pertanyaan secara mendalam.
2. Observasi
Observasi dilakukan dengan melihat secara langsung obyek yang akan diteliti
terutama terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan sehingga
diperoleh gambaran yang jelas.
3.1 Hasil
Hasil pengamatan yang diperoleh dari kegiatan ini disajikan dalam Tabel berikut.
1. Ghalkoff Original
2. Ghalkoff Specialty
3. Mesin Roasting
4. Mesin Grading
5. Mesin Pressing
3.2 Pembahasan
Kopi merupakan jenis minuman penyegar yang biasanya disajikan dalam keadaan
panas atau dingin. Minuman ini merupakan hasil olahan biji kopi yang
dipanggang dan kemudian diseduh. Kopi mengandung senyawa kafein yang
tinggi. Kopi dinilai berdasarkan citarasa yang dimiliki kopi tersebut, bukan dari
bentuk fisiknya. Penanganan pascapanen yang baik dapat menjaga citarasa yang
dimiliki kopi sehingga dapat menghasilkan kopi berkualitas (Hayati, 2013).
Perlakuan pada kopi berupa dekafeinasi yang bertujuan menurunkan kadar kafein
tanpa mengurangi cita rasa kopi, maka kopi akan dikatakan rendah kafein jika
sudah mengalami proses dekafeinasi dengan beberapa proses yang dilakukan
kembali setelah panen, maka dari itu harga kopi dekafeinasi akan semakin tinggi
sehingga dapat meningkatkan harga jual bubuk kopi dengan kadar kafein tertentu
untuk memenuhi permintaan konsumen. Dekafeinasi kopi dilakukan dengan cara
menfermentasi menggunakan mikroba selulolitik (penghancur sel), protteolitik
(penghancur protein) dan xilanolitik yang dikembangkan oleh PT. Ghaly Roelies
dan kemudian diberi nama mikroba ghalkoff. Mikroba ghalkoff hanya dapat di
aplikasikan pada kopi organik karena kopi organik yang digunakan pada
penelitian ini dibekali enzim yang terkandung dalam pupuk organik sehingga di
dapatkan kopi dengan kualitas terbaik, kopi dalam kondisi full body sehingga
proses fermentasi dapat berjalan dengan maksimal. Mikroba Ghalkoff adalah
mikroba aktif yang memproduksi enzim yang terdapat pada perut luwak yang
dapat 4 memfermentasikan kopi dan merubah kadar kandungan kopi.
Mikroorganisme tersebut yang diperoleh dari hasil isolasi dan seleksi feses luwak
(Wijaya, 2019).
LAMPIRAN