Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar didunia

setelah Brazil, Vietnam, dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% kopinya

diekspor sedangkan sisanya 33% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Tingkat konsumsi kopi dalam negeri berdasarkan hasil survei LPEM UI tahun

1989 adalah sebesar 500 gram/ kapita/ tahun. Dewasa ini kalangan pengusaha

kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai 800

gram/ kapita/ tahun. Dengan demikian dalam kurun waktu 20 tahun peningkatan

konsumsi kopi telah mencapai 300 gram/ kapita/ pertahun.

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan

penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai

sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang

dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo 7: 2012), Kopi

merupakan kebutuhan yang memiliki khasiat untuk kesehatan yaitu dapat

mengurangi resiko diabetes, sebagai pembangkit stamina, mengurangi sakit

kepala dan melegakan nafas (Budiman, 45: 2012).

Secara komersial ada dua jenis kopi yang di hasilkan di Indonesia yaitu kopi

Arabika dan kopi Robusta. Tanaman kopi arabika dapat tumbuh dan berbuah

optimal pada ketinggian 1000 m diatas permukaan laut, sedangkan kopi Robusta

pada ketinggian 600-800 m diatas permukaan laut. Mengingat di Indonesia lahan

dengan ketinggian 1000 m diatas permukaan laut pada umumnya berupa hutan,
maka perkembangan kopi Arabika terbatas. Dari total produksi kopi 750.000

tahun 2012, kopi Arabika menghasilkan hampir 15.000ton dari luas areal 250.000

hektar, sedangkan kopi Robusta menghasilkan 600.000ton dari luas areal 1,05

hektar.

.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik

pembudidayaan pada Kopi Arabica “Coffea arabica” yang dilakukan di

Persemaian Permanen BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung)

PALU-POSO di areal Universitas Tadulako ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pembudidayaan

Kopi Arabica “Coffea arabica” yang dilakukan di Persemaian Permanen BPDAS

(Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) PALU-POSO di areal Universitas

Tadulako.
II. TINJAUAN PUSTAKA

.1 Deskripsi Tanaman Kopi Arabica “Coffea arabica”

Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji

tanaman kopi. Kopi digolongkan ke dalam famili Rubiaceae dengan

genus Coffea. Secara umum kopi hanya memiliki dua spesies yaitu Coffea arabica

dan Coffea robusta (Saputra E., 2008).

Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea.

Kopi termasuk ke dalam family Rubiaceae, subfamili Ixoroideae dan suku Coffea.

Seorang bernama Linneaus merupakan orang yang pertama mendeskripsikan

spesies kopi (Coffee Arabica) pada tahun 1753.

Menurut Bridson dan Vercourt pada tahun 1988, kopi dibagi menjadi dua

genus yakni Coffea dan Psilanthus. Genus Coffea terbagi menjadi dua subgenus

yakni Coffea dan Baracoffea. Subgenus Coffea terdiri dari 88 spesies. Sementara

itu subgenus Baracoffea terdiri dari 7 spesies. Berdasarkan geografik (tempat

tumbuh) dan rekayasa genetik, kopi dapat dibedakan menjadi lima. Kopi yang

berasal dari Ethiopia, Madagaskar serta Benua Afrika bagian barat, tengah dan

timur (Andre Illy dan Rinantonio Viani, 2005).

Tanaman kopi (Coffea spp.) merupakan komoditas ekspor unggulan yang

dikembangkan di Indonesia karena mempunyai nilai ekonomis yang relatif tinggi

di pasaran dunia. Permintaan kopi Indonesia dari waktu ke waktu terus meningkat

karena seperti kopi Robusta mempunyai keunggulan bentuk yang cukup kuat serta
kopi Arabika mempunyai karakteristik cita rasa (acidity, aroma, flavour) yang

unik dan excellent (Hilmawan, 2013).

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan berperan

penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan penting sebagai

sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang

dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia (Rahardjo, 2012).

1. Klasifikasi

Pohon Mahoni memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rutales

Suku: Meliaceae

Marga : Swietenia

Jenis : Swietenia mahagoni

(Krisnawati, H., Kallio, M., dan Kaninem, M., 2011)

2. Morfologi Mahoni

Tinggi tanaman mahoni berkisar ± 5-25 m, berakar tunggang, berbatang

bulat, percabangan banyak, dan kayunya bergetah. Tipe daun berupa majemuk
menyirip genap, helaian daun berbentuk bulat telur, ujung dan pangkal daunnya

runcing, serta tulang daun yang menyirip. Daun muda berwarna merah dan setelah

tua berwarna hijau. Bunganya majemuk, tersusun dalam karangan yang keluar

dari ketiak daun. Buahnya bulat telur, berlekuk lima, berwarna cokelat. Di dalam

buah terdapat biji berbentuk pipih dengan ujung agak tebal dan warnanya coklat

kehitaman (Yuniarti, 2008 dalam JASULI, J.,2019). Tumbuhan ini dapat

ditemukan tumbuh liar di hutan jati, pinggir pantai, dan di jalan-jalan sebagai

pohon peneduh. Perkembang-biakannya dengan menggunakan biji, cangkokan,

atau okulasi. Untuk tanaman mahoni yang akan digunakan sebagai tanaman obat,

maka tidak boleh diberi pupuk kimia (anorganik) maupun pestisida. Buahnya

pahit dan berasa dingin dingin (Harianja, 2008 dalam Laili, M., & Suganda, L.,

2015).

3. Persyaratan Tumbuh

Mahoni dapat tumbuh dengan subur di pasir payau dekat dengan pantai dan

menyukai tempat yang terbuka dan cukup mendapat sinar rnatahari langsung.

Tanaman ini terrnasuk jenis tanaman yang tidak memiliki persyaratan ripe tanah

secara spesifik, mampu bertahan hidup pada berbagai jenis tanah bebas genangan,

dan reaksi tanah sedikit asarn - basa tanah, gersang atau marginal, walaupun tidak

hujan selama berbulan-bulan, mahoni masih mampu untuk bertahan hidup.

Namun demikian, pertumbuhan akan optimal pada tanah subur, bersolum dalam

dan aerasi baik pH 6,5 sampai 7,5. Tumbuh baik sampai ketinggian 1000 meter

dari permukaan laut meski masih tumbuh pada ketinggian maksimum 1.500 meter
dpl, banyak terdapat pada daerah iklim tropis basah sampai daerah beriklim

musim. Curah hujan 1.500 - 5000 mm/ tahun, dan suhu udara rata-rata 11 - 36 C 0

meski pada daerah kurang hujan pun jenis mahoni masih dapat tumbuh.
III. METODE PENELITIAN

.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 1 minggu, terhitung mulai tanggal

06 Agustus 2021 sampai 12 Agustus 2021 bertepat di Persemaian Permanen

BPDAS Palu Poso di areal Kampus Universitas Tadulako.

.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alat Tulis Menulis (pulpen dan buku), digunakan sebagai alat untuk

mencatat hal-hal yang dianggap penting dan menunjang dalam penelitian

ini.

2. Kuisioner atau daftar pertayaan

3. Kamera, digunakan sebagai alat dokumentasi kegiatan selama melakukan

penelitian di lapangan

4. Alat Perekam

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam berbagai tahapan-tahapan, menurut

Deviana Maharani, 2015 sebagai berikut :

1. Observasi
Sasaran observasi lapangan pada penelitian ini adalah areal Persemaian

Permanen BPDAS (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) PALU-POSO,

Universitas Tadulako. Observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh data yang

ada di lapangan berupa melihat secara langsung bagaimana proses pembudidayaan

Mahoni (Swetenia Mahagoni).

5. Dokumentasi

Dokumentasi yang didapatkan baik berupa bukti secara langsung maupun

tertulis untuk membuktikan suatu kejadian disuatu tempat dalam melakukan

penelitian

4. Wawancara

Dalam penelitian ini dilakukan wawancara yang bertujuan untuk

mendapatkan data dan informasi mengenai penelitian yang sedang dilaksanakan.

.4 Analisis Data

Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif umtuk

memperoleh informasih mengenai cara pembudidayaan cempaka


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Adapun hasil dari karya tulis ilmiah berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Proses budidaya semai Kopi Arabica “Coffea arabica” yang dilakukan di

BPDASLH ( Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) PALU-POSO

areal Universitas Tadulako adalah pembudidayaan melalui benih

2. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pembudidayaan melalui

benih ini adalah :

 Persiapan Benih
 Perendaman Benih
 Penaburan Benih
 Persiapan Media Tanam (Polibag)
 Penyapihan Benih
 Perawatan
 Distribusi

3. Hambatan-hambatan dalam melakukan pembudidayaan bibit mahoni

 Adanya bibit yang tidak baik (berjamur) dan sudah mati sehinga

tidak bisa dibudidayakan

 Adanya hama seperti ulat batang dan kupu-kupu putih

6. Pembahasan
Tahapan pertama dalam proses pembudidayaan mahoni yang dilakukan di

BPDASLH (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) PALU-POSO areal

Universitas Tadulako adalah pembudidayaan melalui benih, yang mana benih

tersebut merupakan benih siap tanam yang diperoleh dari pemerintah terkait

maupun pihak swasta. Untuk tahapan selanjutnya merupakan perendaman benih,

perendaman ini dilakukan menggunakan air bersih secukupnya selama kurang

lebih 1 x 24 jam. Tujuan dari perendaman benih ini adalah merangsang proses

perkecambahan serta dapat digunakan untuk memilah benih yang masih baik dan

benih yang tidak baik.

Setelah dilakukan proses perendaman, dilanjutkan dengan tahapan

penaburan benih. Benih yang siap tanam kemudian ditabur di atas bedengan yang

telah disiapkan (bedengan berukuran 1 x 10 meter). Untuk media bedengan

digunakan tanah yang dicampur dengan pupuk kompos dan arang sekam. Benih

ditabur secara merata di atas bedengan dengan cara membenamkannya dalam

media bedengan sedalam 2/3 bagian, kemudian tutup bedengan tersebut, bisa

menggunakan plastik putih dan diberikan naungan berupa paranet 60%. Setelah 3

(tiga) hari, lakukan penyiraman terhadap benih yang telah ditabur dan berlanjut

hingga benih tumbuh dengan baik penyiraman dilakukan dua kali dalam sehari,

penyiraman ini bertujuan Untuk menjaga kelembaban pada bedeng tabur.

Sambil menunggu benih tumbuh, dilakukan persiapan untuk media tanam.

Media tanam yang digunakan berupa polybag. Proses ini dilakukan 2 minggu

sebelum proses penyapihan. Polibag yang telah disiapkan diisi dengan media

tanah dan disemprot dengan pupuk NPK dengan dosis 1 gram (1 sendok teh),
Pemupukan kedua dan selanjumya dilakukan setiap bulan dengan dosis yang

sama. Polybag di susun secara berjejeran dengan bedengan agar mempermudah

dalam proses penyapihan.

Setelah 3 minggu saat bibit mahoni telah tumbuh dan memiliki kurang lebih

4 helai daun serta batang yang berwarna kecoklatan, maka dilakukan proses

selanjutnya yakni penyapihan atau pemindahan ke dalam media polybag. Setelah

2 minggu bibit mahoni berada dalam polybag, dapat dilakukan penyemprotan

pupuk daun, agar daun tumbuh dengan sehat dan baik. Bibit mahoni siap untuk

didistribusikan dan ditanam, ketika sudah berumur kurang lebih 4 bulan dan

memiliki tinggi kisaran 30 – 40 cm (dari pangkal batang hingga ujung daun,

batang bibit sudah berkayu, diameter bibit berukuran kurang lebih 2 mm, sehat

dan segar.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah

sebagai berikut :

1. Proses budidaya mahoni yang dilakukan di Persemaian Permanen BPDASHL

(Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) PALU-POSO di areal

Universitas Tadulako adalah budidaya menggunakan benih siap pakai.

2. Teknik budidaya yang dilakukan dalam proses pembudidayaan mahoni di

Persemaian Permanen BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan

Lindung) PALU-POSO di areal Universitas Tadulako adalah teknik

perbenihan dan pembibitan.

5.2 Saran

Adapun Saran dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah, kiranya

kedepannya lebih ada bimbingan yang matang serta persiapan yang lebih, agar

dalam proses melakukan pembuatan karya tulis ilmiah ini dapat berjalan dengan

lancar serta adanya monitoring secara berkelanjutan sehingga apabila terdapat

hambatan dalam pembuatan karya tulis ilmiah dapat diselesaikan dengan cepat

tanpa harus berlarut-larut.


DAFTAR PUSTAKA

Chairani. (1989). Informasi Singkat Benih (No. 5 Maret 2001) Swietenia


macrophylla King. Departemen Kehutanan Ditjen Rehabilitas Lahan
dan Perhutanan Sosial Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan.
Jakarta
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. (2002). Informasi Singkat Benih.
Bandung
Hariana, A. (2008). Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 2. Cetakan Kelima.
Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya
JASULI, J. (2019). EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia
mahagoni) DAN PENGAPURAN TERHADAP PERTUMBUHAN
PENYAKIT AKAR GADA PADA TANAMAN KUBIS (Brassica oleracea
var. capitata) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah
Malang).
Krisnawati, H., Kallio, M., & Kanninen, M. (2011). Swietenia macrophylla
King. Ecology, silviculture and productivity. CIFOR, Bogor.
Kurniawan, A. (2019). Uji Potensi Bioherbisida Ekstrak Daun Mahoni
(Swietenia mahagoni (L.) Jacq) Terhadap Pertumbuhan Gulma Maman
Ungu (Cleome rutidosperma DC).
Laili, M., & Suganda, L. (2015). Proses ekstraksi zat warna alami dari
limbah kayu mahoni (swietenia macrophylla) menggunakan metode
solvent-extraction (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember).
Maharani, D. (2015). Tingkat kebahagiaan (happiness) pada mahasiswa
fakultas ilmu pendidikan Universitas negeri yogyakarta. Jurnal Riset
Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling, 4(6).
Santoso B. Wardana W. (2004). Petunjuk Teknis Penilaian Bibit Gerakan
Nasional Rehabilitas Hutan dan Lahan Nusa Tenggara Barat.
Universitas 45 Mataram Lembaga Penlitian dan Perkembangan
Mataram.
Warisno dan K.Dahana.2011. Peluang Investasi Jabon Tanaman Kayu Masa
Depan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai