Anda di halaman 1dari 4

Produksi Kopi Luwak Tanpa Binatang Luwak/Musang

Dari beberapa kelemahan itulah maka inovasi proses produksi kopi Luwak agar tidak lagi
tergantung pada binatang Luwak adalah suatu keniscayaan. Sejalan dengan hal itu IPB terus
bekerja keras melakukan penelitian demi penelitian.

Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor akhirnya penelitian itu mambuahkan hasil
yang sangat membanggakan. Prof. Dr. Ir. Hj. Erliza Noor adalah guru besar Institut Pertanian
Bogor yang menjadi staf pengajar Depertemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian. Penelitian itu berhasil mengembangkan produksi kopi Luwak tanpa binatang Luwak,
yaitu dengan sistem Enzimatis. Dengan temuan ini seluruh bangsa Indonesia khususnya
masyarakat pertanian wajib berbangga hati bahwa putra-putri Indonesia mampu berkarya
sedemikian hebatnya.

Teknologi produksi kopi luwak secara enzimatis ini tentunya mengadaptasi kondisi fermentasi
biji kopi didalam perut atau pencernaan hewan Luwak. Dimana buah kopi setelah dimakan
Luwak lalu difermentasi di dalam pencernaan Luwak sebelum dikeluarkan dalam bentuk feses.
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian itu adalah ketika proses pendegradasian atau
penghancuran buah dan kulit kopi oleh mikroorganisme menghasilkan enzim yang berperan
dalam reaksi enzimatis perubahan komposisi kimia dalam biji kopi. Perubahan komposisi kimia
biji kopi inilah yang membuat aroma dan rasa yang unik pada kopi Luwak.

Reaksi enzimatis melibatkan oleh peranan mikroorganisme jenis bakteri-bakteri selulolitik


(penghancur sel), proteolitik (penghancur protein) dan xilanolitik yang diperoleh dari hasil
isolasi dan seleksi feses luwak. Dari hasil isolasi, dipilih bakteri dari ketiga kelompok tersebut
yang memiliki aktivitas enzim tertinggi adalah
 - Stenotropomonas sp MH34 (bakteri xilanolitik),   
  - Proteus penneri (bakteri selulolitik)   
  - Bacillus aerophilus (bakteri proteolitik)

Rekayasa proses produksi kopi Luwak mencakup perlakuan inokulum secara tunggal (satu jenis
bakteri) maupun kombinasi (dua dan tiga jenis bakteri), kondisi fermentasi (waktu dan suhu)
serta rasio inokulum. Rekayasa proses produksi kopi luwak secara enzimatis ini diharapkan
dapat menghasilkan kopi setara atau lebih baik dari kopi luwak yang diproduksi dengan bantuan
hewan Luwak.

Kandungan Nutrisi Kopi Luwak Tanpa Luwak 

Peningkatan kualitas kopi luwak diindikasikan oleh penurunan kadar protein yang dapat
menurunkan rasa pahit disamping meningkatkan cita rasa dan aroma pada kopi luwak.
Perubahan pada aroma dan cita rasa kopi luwak yang khas berkaitan dengan kadar
zat volatile  bebas. Untuk itu  kualitas kopi hasil fermentasi dianalisis kandungan kafein dan
senyawa volatilne-nya serta dibandingkan kafein pada biji kopi dan kopi Luwak konvensional.
Kopi hasil fermentasi enzimatis untuk semua perlakuan menunjukkan penurunan kafein terhadap
biji kopi yang lebih besar yaitu 48-69 persen dibanding kopi luwak konvensional yaitu 29
persen.
Kandungan nutrisi kopi yang dihasilkan menunjukkan kenaikkan kandungan asam yang baik
untuk kesehatan seperti asam laktat, butirat dan askorbat. Sementara asam oksalat yang
membahayakan tubuh dihasilkan lebih rendah. Ini memperlihatkan produk kopi hasil rekayasa
enzimatis memiliki kualitas dan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak  konvensional.
Keunggulan Kopi Luwak Tanpa Hewan Luwak
Hasil produksi kopi Luwak secara enzimatis ini membawa beberapa keunggula yaitu antara lain
 - Aman untuk kesehatan, 
 - Biaya produksinya lebih murah dibanding pemeliharaan Luwak yang memerlukan biaya
pemeliharaan mahal. 
 - Dapat melestarikan hewan luwak, karena dalam penangkaran luwak tidak dapat bereproduksi. 
 - Dapat mencegah kontroversi dan keengganan konsumen untuk menikmati kopi luwak  yang
terkesan  tidak higienis karena berasal dari kotoran hewan luwak. Sumber : ipb.ac.id.
Kopi luwak merupakam produk kopi yang dihasilkan dari feses luwak (Paradoxurus
hermaphrodirus), setelah binatang tersebut mengkonsumsi buah kopi matang. Kopi luwak memiliki cita
rasa yang spsifik dan istimewa karena selain buah yang dikonsumsi adalah buah matang yang_terseleksi
melalui penciuman aroma yang tajam, juga melalui fermentasi dalam saluran pencernaan binatang
luwak. Pada penelitian ini dilakukan fermentasi kopi secara ex situ dengan menggunakan bakteri
selulolitik, xilanolotik dan proteolitik hasil isolasi dari feses luwak. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan kopi luwak buatan dengan kualitas kimia dan kandungan nutrisi setara kopi luwak ash.
Proses fermentasi dilakukan dengan berbagai bakteri secara tunggal maupun kombinasi (dua dan tiga)
dari ketiga jenis bakteri tersebut. Hal ini untuk mengetahui peran masing-masing bakteri terhadap
kualitas kopi yang dihasilkan. Pengamatan selama dilakukan selama 4 (empat) hari pada fermentasi yang
dilakukan pada suhu 30 dan 37 derajat celcius. Analisa yang dilakukan meliputi kurva tumbuh, aktifitas
enzim, aktifitas enzim spesifik, perubahan bobot, kadar gula pereduksi, kadar gula total, kadar protein
terlarut. Selanjutnya kadar nutrisi dimamti dengan mengukur kadar asam organik dan kafein
menggunakan HPLC. Ketiga jenis bakteri hasil isolasi mampu mendegradasi biji kopi dengan derajat
degradasi yang berbeda-beda seperti ditunjukkan dengan kadar asam laktat, asam oksalat, asam butirat,
asam askorbat dan kafein yang diperoleh. Fermentasi menunjukkan hasil terbaik setelah 3 hari dan suhu
30 derajat celcius untuk semua jenis perlakuan. Semua hasil perlakuan fermentasi menghasilkan
kenaikan kadar asam laktat, askorbat dan butirat dibanding kopi luwak asli, sedang kadar asam oksalat
lebih rendah. Asam butirat memiliki sifat antioksidan dan anti karsinogenik dan asam laktat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri patogen dalam tubuh. Rendahnya kadar asam oksalat
membuat kopi ini lebih aman untuk dikonsumsi. Hal ini menunjukkan fermentasi menghasilkan kopi
dengan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak maupun kopi biasa. Kemungkinan lebih baiknya
kandungan nutrisi ini karena fermentasi dilakukan selama 3 (tiga) hari dibanding fermentasi di tubuh
luwak yang hanya berlangsung satu hari. Penelitian lanjutan akan dilakukan pada tahun kedua dengan
fokus uji cita rasa kopi fermentasi dan perbanyakan bakteri sebagai sediaan kultur untuk fermentasi
padat skala menengah, serta rancangan perbesaran skala fermentasi dan rekoveri kopi untuk skala
produksi menengah. Biji kopi yang difermentasi basah atau semi basah sebelum dikeringkan akan
meningkatkan cita rasa kopi. Teknologi fermentasi kopi secara basah hanya dilakukan oleh
perkebunan swasta, disebabkan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, modal yang lebih
besar, dan air yang banyak. Teknologi fermentasi semi basah lebih layak dilakukan pada
perkebunan kopi rakyat. Teknologi ini membutuhkan tenaga kerja, permodalan, dan kebutuhan
air yang lebih sedikit. Teknologi fermentasi semi basah sangat mudah, yaitu sebagai berikut:
1. Buah kopi yang akan difermentasi dipilih buah kopi yang benar-benar matang (berwarna
merah).
Gambar 1. Biji kopi yang telah matang
2. Buah kopi yang telah dipetik harus segera diproses. Waktu antara pemetikan dengan
proses fermentasi diusahakan tidak lebih dari 6 jam.
3. Buah kopi selanjutnya direndam sebentar dengan air bersih untuk memudahkan
pemecahan kulit. Namun dapat juga langsung dipecah kulitnya tanpa melalui
perendaman. Selanjutnya buah digiling dengan mesin pulper (vis pulper).
Gambar 2. Biji kopi yang direndam.
4. Hasil pulping kemudian ditumpuk (dionggokkan) atau disimpan pada wadah hingga
membentuk gunungan (kerucut). Gunungan hasil pulping itu ditutup karung atau plastik,
lalu dibiarkan selama semalam (12 – 15 jam). Alternatif lain untuk mempercepat proses
fermentasi atau menguatkan cita rasa adalah dengan memberikan yeast, atau bakteri
proteolitik yang banyak dijual dipasaran ke dalam buah yang sudah dipulping lalu
diperam selama 12 – 15 jam. Kadar yeast atau bakteri proteolitik yang diberikan cukup
3% saja.
5. Setelah diperam, buah selanjutnya dicuci dengan air bersih dan dijemur. Namun bila
panas memungkinkan, buah dapat langsung dapat dijemur.
6. Proses selanjutnya seperti proses umumnya pengolahan kopi, hingga di dapatkan kopi
bubuk.
Biji kopi yang difermentasi mempunyai warna yang berbeda dengan biji kopi yang tidak
difermentasi. Biji kopi yang difermentasi mempunyai warna yang lebih pucat dibandingkan
dengan yang tidak difermentasi (hijau keabu-abuan). Pada kopi robusta, kopi yang difermentasi
dengan bakteri proteolitik mempunyai cita rasa yang lebih kuat dan lebih disukai, dibandingkan
dengan yang difermentasi dengan yeast. Secara umum kopi robusta yang difermentasi
mempunyai cita rasa yang lebih disukai. Kopi robusta yang difermentasi mempunyai aroma yang
lebih lembut dibandingkan dengan yang tidak difermentasi. Bubuk kopi yang berkualitas dengan
cita rasa yang tinggi diperoleh melalui proses fermentasi yang baik, sehingga perlu diperhatikan
faktor yang akan mempengaruhi keberhasilan proses fermentasi. Faktor – faktor yang
mempengaruhi keberhasilan proses fermentasi pada biji kopi, antara lain :
1. Kebersihan karung plastik
Proses fermentasi dilakukan secara kering dalam wadah karung plastik atau tempat
dari plastik yang bersih. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah kontaminan
mikroorganisme sehingga proses fermentasi bisa berjalan sempurna. Agar fermentasi
berlangsung merata pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
2. Lama fermentasi
Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi. Untuk jenis kopi robusta,
waktu fermentasi lebih singkat daripada kopi arabika yang berkisar antara 12-36 jam. Hal ini
dikarenakan kandungan senyawa gula pada kopi arabika relative tinggi dibanding kopi
robusta.
3.   Kelembaban Lingkungan
Kelembaban lingkungan juga sangat berpengaruh pada keberhasilan proses
fermentasi. Dengan adanya kelembaban yang tinggi maka akan memicu pertumbuhan
mikroorganisme lain yang akan mengganggu proses berlangsungnya fermentasi.
4.   Suhu
Suhu selama proses fermentasi sangat menentukan jenis mikroorganisme dominan
yang akan tumbuh. Umumnya diperlukan suhu 30 0C untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Bila suhu kurang dari 300C pertumbuhan mikroorganisme penghasil asam akan lambat
sehingga dapat terjadi pertumbuhan produk.
5.   Oksigen
Ketersediaaan oksigen harus diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan
dengan sifat mikroorganisme yang digunakan dimana pada fermentasi kering diduga terjadi
perombakan-perombakan senyawa biji kopi secara lebih intensif oleh bakteri dan jamur yang
bersifat aerob.
Komposisi penyusun dari skin, pulp, parchment adalah karbohidrat (35%), protein (5,2%), fiber (30,8%)
dan mineral (10,7%) sedangkan bagian mucilage mengandung air (84,2%), protein (8,9%), gula (4,1 %)
dan abu (0,7%). Selain itu, limbah kulit biji kopi ini juga mengandung beberapa senyawa metabolit
sekunder yaitu seperti dari kafein dan golongan polifenol. Dari beberapa penelitian, senyawa polifenol
yang ada pada limbah ini adalah flavan-3-ol, asam hidroksinamat, flavonol, antosianidin, katekin,
epikatekin, rutin,tanin, asam ferulat (Esquivel, P &Jimenez V.M.2011).

Anda mungkin juga menyukai