Anda di halaman 1dari 3

Jalur Sutera: Asal-Usul dan Perkembangannya.

Jalur Sutra adalah jalur perdagangan kuno yang menghubungkan dunia Barat dengan
Timur Tengah dan Asia. Jalur ini adalah saluran utama untuk perdagangan antara
Kekaisaran Romawi dan Cina dan kemudian antara kerajaan Eropa abad pertengahan
dan Cina. Barang-barang itu kemudian dikirim ke Eropa melalui Laut Mediterania.
Pedagang Cina mengekspor sutra ke pembeli Barat. Dari Roma dan kemudian dari
kerajaan-kerajaan Kristen, mereka membeli wol, emas, dan perak lalu melakukan
perjalanan ke timur.
Diambil dari buku The Silk Road in World History (2010) karya Xinru Liu, istilah jalur
Sutera tidak pernah ditemukan dalam catatan sejarah China. Namun pada abad ke-18
peneliti asal Jerman, Von Ricthofen menamainya The Silk Road.
Jalur Sutra dimulai di Cina utara-tengah di Xi'an (di provinsi Shaanxi modern). Jalur
karavan membentang ke barat di sepanjang Tembok Besar China, melewati Gurun
Takla Makan, mendaki Pamirs (pegunungan), melintasi Afghanistan, dan ke Levant dan
Anatolia. Dari sana barang dagangan dikirim melintasi Laut Mediterania. Hanya sedikit
orang yang menempuh seluruh rute, dan barang-barang ditangani secara bertahap oleh
perantara. Panjangnya sekitar 4.000 mil (lebih dari 6.400 km).
Selain barang-barang material, agama adalah salah satu ekspor utama Barat di
sepanjang Jalur Sutra. Orang Kristen Assyria awal membawa iman mereka ke Asia
Tengah dan Cina, sementara para pedagang dari anak benua India mengekspos Cina ke
agama Buddha.
Dengan hilangnya secara bertahap wilayah Romawi di Asia dan bangkitnya kekuatan
Arab di Levant, Jalur Sutra menjadi semakin tidak aman dan tidak dilalui. Pada abad ke-
13 dan ke-14 rute itu dihidupkan kembali di bawah bangsa Mongol, dan pada waktu itu
Marco Polo dari Venesia menggunakannya untuk melakukan perjalanan ke Cathay
(Cina).
Penyakit juga menyebar di sepanjang Jalur Sutra.. Sekarang secara luas dianggap
bahwa rute itu adalah salah satu cara utama bakteri yang mewabah yang bertanggung
jawab atas pandemi Black Death di Eropa pada pertengahan abad ke-14 pindah ke barat
dari Asia.

Munculnya Jalur Sutera


Jalur Sutera dihubungkan oleh pedagang, pengelana, biarawan, prajurit, dan nomaden
dengan menggunakan caravan dan kapal laut. Jalur tersebut menghubungkan Chang'a,
China dengan Antiokhia, Suriah, serta tempat lainnya. Pengaruh jalur tersebut terbawa
hingga Korea dan Jepang. Jalur ini menjadi tonggak awal bertemunya peradaban-
peradaban maju yang hidup zaman tersebut. Sehingga keberadaan Jalur Sutera
memiliki kejayaan pada masanya.
Jalur Sutera tak hanya dikenal sebagai jalur perdagangan, melainkan juga dalam
pertukaran budaya, agama, dan ilmu pengetahuan.
Jalur Sutera terbagi menjadi dua, yaitu jalur utara dan selatan. Rute utara melewati
Bulgar-Kipchak ke Eropa Timur dan Semenanjung Crimea. Dari situ menuju ke Laut
Hitam, Laut Marmara, dan Balkan ke Venezia. Sedangkan rute selatan melewati
Turkestan-Khorasan menuju Mesopotamia dan Anatolia, kemudian ke Antiocchia di
Selatan Anatolia menuju ke Laut Tengah atau melewati Levant ke Mesir dan Afrika
Utara.
Penamaan Jalur Sutera mengacu pada perdagangan sutera yang dilakukan para
pedagang China di sepanjang jalan tersebut, semasa Dinasti Han di 206 Sebelum
Masehi hingga 220 Masehi. Sutera hanya diproduksi di China. Oleh sebab itu China
memonopoli produksi dan perdagangan sutera. Sehingga China menjadi pemain
dominan dalam jalur tersebut.

Perkembangan Jalur Sutera


Meski sutera sebagai perdagangan terbesar dalam jalur tersebut, terdapat beberapa
produk lain yang diperdagangkan, seperti tekstil, rempah-rempah, biji-bijian, sayuran dan
buah, kulit binatang, alat, pekerjaan kayu, pekerjaan logam, serta masih banyak lainnya.
Rute-rute ini berkembang dari waktu ke waktu dan sesuai dengan pergeseran konteks
geopolitik sepanjang sejarah. Misalnya, pedagang dari Kekaisaran Romawi untuk
menghindari wilayah Parthia menggunakan rute ke utara. Rute tersebut melintasi
wilayah Kaukasus dan melintasi Laut Kaspia. Sementara perdagangan yang luas terjadi
melalui jaringan sungai yang melintasi stepa Asia Tengah. Namun, karena jaringan
sungai tersebut memiliki tingkat air yang tidak sesuai, bahkan sering mengering maka
rute perdagangan bergeser.
Perdagangan maritim menjadi cabang lain yang sangat penting dari jaringan
perdagangan global ini. Paling terkenal digunakan untuk pengangkutan rempah-rempah.
Rute perdagangan maritim juga dikenal sebagai Spice Roads, yang memasok pasar di
seluruh dunia dengan kayu manis, lada, jahe, cengkeh, dan pala dari pulau-pulau Maluku
di Indonesia, serta berbagai barang lainnya, seperti tekstil, kayu, batu mulia, logam,
dupa, kayu, dan kunyit semuanya diperdagangkan oleh pedagang yang menempuh rute
sepanjang 15.000 kilometer. Dari pantai barat Jepang, melewati pantai China, melalui
Asia Tenggara, dan India untuk mencapai Timur Tengah dan seterusnya ke Mediterania.

Posisi Indonesia
Sejak abad pertama Masehi, selain jalur perdagangan darat terdapat jalur perdagangan
melalui laut. Rute yang sering dilalui oleh pedagang yang menghubungkan China
dengan India melalui daerah Indonesia. Jalur yang melalui laut dari China dan Indonesia
adalah Selat Malaka menuju India. Dari situ ada yang langsung ke Teluk Persia melalui Suriah
ke Laut Tengah. Dari Laut Tengah ada yang menuju Laut Merah melalui Mesir dan sampai ke Laut
Tengah.

Indonesia melalui Selat Malaka terlibat perdagangan dalam hal rempah-rempah. Posisi
strategis itu memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Pada masa itu, rempah-
rempah menjadi produk penting terutama di bagian Eropa untuk kepentingan masakan
dan mengawetkan daging di musim dingin. Indonesia menjadi salah satu pusat
perdagangan yang penting pada Jalur Sutera.

Jalur Sutra Kini


Bagian dari Jalur Sutra bertahan dalam bentuk jalan raya beraspal yang
menghubungkan Pakistan dan Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang di Cina. Pada abad ke-
21 PBB berencana untuk mensponsori jalan raya dan rel kereta api trans-Asia.
Jalur Sutra juga menginspirasi Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra China, sebuah strategi
pembangunan infrastruktur global yang disusun oleh Presiden dan Sekretaris Jenderal
Xi Jinping.

Anda mungkin juga menyukai