Anda di halaman 1dari 24

REVITALISASI JATI DIRI U.G.M.

MENGHADAPI PERUBAHAN GLOBAL


Oleh:
Rektor Universitas Gadjah Mada

Yang terhormat
Bapak dan Ibu Menteri Kabinet Indonesia Bersatu
Bapak dan Ibu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Republik Indonesia
Bapak dan Ibu Anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Republik Indonesia
Bapak Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
Bapak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta
Pimpinan dan Para Anggota Majelis Wali Amanat
Pimpinan dan para Anggota Senat Akademik
Pimpinan dan para anggota Majelis Guru Besar
Para pejabat sipil dan militer,
Para tamu undangan, hadirin dan hadirat yang kami
muliakan.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Salam sejahtera bagi kita semua.

Pada puncak acara Dies Natalis Universitas Gadjah


Mada 2004 marilah kita mengheningkan cipta sejenak
untuk mengenang para pendiri dan para tokoh pendidikan
yang telah mendahului kita. Pemikiran-pemikiran cemer-
lang dan suri tauladan para pendahulu tersebut marilah
kita pelihara, kita suburkan dan kita jadikan sumber
inspirasi dalam mengemban tugas dan meneruskan misi

1
suci sebagai lembaga pencerdas bunga-bunga bangsa dan Robbins, Peter. 2003. Stolen Fruit: The Tropical
sumber inspirasi bagi rakyat. Mari kita doakan semoga Commodities Disaster, London & New York: Zed
arwah para pendahulu kita tersebut mendapat tempat yang Books.
sebaik-baiknya di sisi Allah Yang Maha Pengasih. Amin. Robertson, Robbie. 2003. The Three Waves of
Tepat setengah tahun setelah Proklamasi Kemerde- Globalization: A History of a Developing Global
kaan Republik Indonesia pada 17 Februari 1946, Consciousness, London dan New York: Zed Books
beberapa cendekiawan yang aktif dalam penjuangan Smiers, Joost. 2003. Arts under Pressure: Protecting
kemerdekaan mendirikan perguruan tinggi swasta Balai Cultural Diversity in Age of Globalization.
London and New York, NY: ZedBooks.
Perguruan Tinggi Gadjah Mada di Yogyakarta. Peresmian
Tehranian, Majid. 1999. Global Communication and
BPT Gadjah Mada diadakan pada 3 Maret 1946, dimulai
dengan Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan, 16 World Politics: Domination, Development, and
Discourse, Linne Rienner Publishers.
mahaguru dan 430 mahasiswa. Tahun 1946-1948 dapat
_______________. 1996. “The End of University”,
dipandang sebagai masa-masa amat penting bagi pemba-
reproduced with permission by Taylor and Francis,
ngunan pendidikan tinggi di Indonesia, karena dalam
Inc, http: /www.routledge-ny.com.
kurun waktu 2 tahun tersebut Pemerintah Republik
Indonesia yang mengungsi ke Yogyakarta telah mendi- Webster, Frank, 2002, Theories of the Information
Society. New York, NY: Routledge.
rikan Sekolah Tinggi Teknik dan Akademi Ilmu Politik di
Yogyakarta. Di Klaten berdiri Perguruan Tinggi Kedokte-
ran, Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan, dan Perguruan
Tinggi Pertanian, dan di Solo berdiri Perguruan Tinggi
Kedokteran (Bagian Klinik) dan Balai Pendidikan
Hukum.
Tak lama setelah BPT Gadjah Mada resmi beroperasi,
pada 1 Mei 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX
sebagai Ketua Dewan Kurator mengajukan surat kepada
Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia, untuk mendapatkan pengesahan
(Sardjito dan Johannes, tt:4-5). Pada 1949 Pemerintah
menetapkan untuk menggabungkan BPT Gadjah Mada
dengan beberapa perguruan tinggi negara di Yogyakarta,
Klaten dan Solo, dan mendirikan Universitit Negeri

2 47
Kline, Stephen J., 1995, Conceptual Foundation for Gadjah Mada. Pada waktu menetapkan hari kelahiran
Multidisciplinary Thinking, New York, NY: Zed Universitas Gadjah Mada, Presiden Soekarno menyatakan
Books. “... tanggal 19 Desember 1949 dipilih sebagai hari
Kymlycka, Will. 1999. Contemporary Political kelahiran Universitit Negeri Gadjah Mada untuk memper-
Philosophy: An Introduction, Oxford: Clarendon lihatkan kepada dunia luar bahwa bangsa Indonesia
Press. adalah bangsa yang kuat. Meskipun diserang oleh
Madeley, John, 2001, Hungry for Trade: How the Poor Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, dalam waktu
Pay for Free Trade. New York, NY: Zed Books. satu tahun bangsa Indonesia telah mampu bangkit
M. Sardjito. 1956. “Pidato Pada Pemberian Gelar kembali. Kebangkitan bangsa Indonesia kita tunjukkan
Honoris Causa Oleh Universitas Gadjah Mada dengan mendirikan sebuah universitas karena kekuatan
Kepada Ki Hadjar Dewantara”, Universitas Gadjah suatu bangsa amat ditentukan oleh kemampuan lembaga
Mada. pendidikan tinggi dalam mencerdaskan bunga-bunga
_________. 1960. “Pidato Pembukaan Rapat Senat bangsa dan sekaligus sebagai sumber inspirasi bagi
Terbuka pada Peringatan Dies Natalis XI”, rakyat”.
Universitas Gadjah Mada.
Para hadirin yang saya muliakan
Mubyarto. 2004. Pancasila Dasar Negara, UGM dan Jati
Diri Bangsa. Yogyakarta: Aditya Media. Melalui pendirian Universitas Gadjah Mada, para
Nelson, Jack L., Kenneth Carlson, and Stuart B. Palonsky. founding fathers ingin menunjukkan bahwa perjuangan
1996. Critical Issues in Education: A Dialectic bangsa Indonesia telah memasuki babak baru. Perjuangan
Approach, New York: The McGraw-Hill Companies, mempertahankan kemerdekaan secara fisik melalui
Inc. perjuangan bersenjata dianggap telah selesai. Tahap
Noam, Eli M. 1995. “Electronics and the Dim Future of selanjutnya adalah mengisi kemerdekaan tersebut dengan
the University”, dalam Science, Vol. 270, pp 247- perjuangan melawan kemiskinan, kemelaratan, dan
249. kebodohan melalui tindakan yang dijiwai oleh asas
O’neil, William F. 2001. Ideologi-Ideologi Pendidikan, Ketuhanan, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. dan keadilan sosial, yang merupakan suatu totalitas yang
____________. 1981. Educational Ideologies: terangkum dalam Falsafah Dasar Pancasila.
Contemporary Expressions of Educational Dalam pandangan Profesor Notonagoro (dalam
Philosophies, Santa Monica, California: Goodyear Mubyarto, 2004:45), upaya mencerdaskan kehidupan
Publishing Company, Inc. bangsa sebagai perwujudan asas perikemanusiaan yang
adil dan beradab, dan bersama semua asas yang
terkandung dalam Pancasila merupakan landasan

46 3
ideologis kegiatan pendidikan, pengaja-ran dan kegiatan Arasteh, A. R. 1966. Teaching Through Research,
pengembangan ilmu pengetahuan bangsa Indonesia. Leiden: E.J. Brill.
Pandangan tersebut dipertegas dalam Pasal 2 UU No. 22 Bessis, Sophie. 2003. Western Supremacy: The Triumph
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang of an Idea?, London & New York: Zed Books.
menyatakan “pendidikan nasional berdasarkan Pancasila Bowles, Samuel and Herbert Gintis. 1976. Schooling in
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Capitalist America: Educational Reform and the
Tahun 1945”. Pada Pasal 7 ayat (1) tentang Penetapan Contradictions of Economic Life, New York: Basic
UGM sebagai Badan Hukum Milik Negara ditetapkan Books, Inc., Publishers.
bahwa UGM diseleng-garakan berdasarkan atas asas Daly, Herman E. and John B. Cobb, Jr. 1989. For the
keuniversalan dan keobjektifan ilmu pengetahuan dalam Common Good: Redirecting the Economy Toward
mencapai kenyataan dan kebenaran, kebebasan akademik Community, the Environment, and a Sustainable
yang dilaksanakan secara bertanggung-jawab, keadaban, Future. Boston: Beacon Press.
kemanfaatan, kebahagiaan, kemanuasiaan, dan kesejah- De Groof, Jan, Gracienne Lowwers and Germain
teraan, serta asas kerohanian, kemanusiaan, kebangsaan, Dondelinger. 2004. Globalization and Competition
demokrasi, dan kemasyarakatan, sebagaimana dicantum- in Education. Amsterdam: Wolf Legal Publishers.
kan dalam falsafah dasar negara. Etzkowitz, Henry and Ronald M. Glassman. 1991. The
Selama 55 tahun menjalankan misi Tridarmanya, telah Renascence of Sociological Theory: Classical and
Contemporary, Illinois: F.E. Peacock Publishers, Inc.
banyak prestasi yang diraih oleh Universitas Gadjah
Freire, Paulo. 1986. Pedagogy of the Oppressed. New
Mada dalam mengamalkan nilai-nilai dasarnya. Berbagai
York: Praeger.
nama dan julukan yang diberikan masyarakat kepada
Gelinas, Jacques B. 2003. Juggernaut Politics:
Universitas Gadjah Mada sebagai Universitas Kerakyatan,
Understanding Predatory Globalization, London &
Universitas Perjuangan dan Universitas Nasional, dapat
New York: Zed Books.
dipandang sebagai pengakuan atas komit-mennya yang
Hatta, Mohammad. 1989. Pengertian Pancasila. Jakarta:
kuat pada nilai-nilai dasar tersebut. Seperti disampaikan
Inti Idayu Press.
oleh Profesor Sardjito pada Pidato Dies Natalis VI,
Heidegger, Martin. 1977. “Modern Science,
Universitas Gadjah Mada telah menetapkan pandangan
Methaphysics, and Mathematics”, dalam Krell, David
teleologis bahwa nilai-nilai Pancasila adalah falsafah
F. Martin Heidegger Basic Writings: From Being and
hidup dan pendirian hidup universitas perjuangan ini.
Time (1927) to The Task of Thinking (1964), London
Dengan demikian, dalam melaksanakan kegiatan untuk
and Henley: Routledge & Kegan Paul.
mengungkapkan kenyataan dan kebenaran, obyektivitas
dan universalitas ilmu pengetahuan, Universitas Gadjah

4 45
Sekarang, pada hari kelahirannya yang ke-55, perlu kita Mada harus selalu berusaha melakukannya selaras dengan
teguhkan kembali pandangan teleologis Universitas nilai-nilai Pancasila.
Gadjah Mada untuk menjadikan nilai-nilai dasar bangsa Yang menjadi pertanyaan saat ini, setelah lebih dari
sebagai jiwa bagi pemikiran dan tindakan kita. Hanya setengah abad menjalankan misi tersebut, seberapa jauh
dengan demikan kita warga Universitas Gadjah Mada cita-cita para pendiri Universitas Gadjah Mada tersebut
akan mampu menjalankan misi yang diamanatkan oleh telah berhasil dilaksanakan? Menghadapi berbagai peru-
para pendiri yaitu menjadi perguruan tinggi nasional bahan yang sedang dan akan terjadi pada tataran nasional
terunggul untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan dan global, apakah nilai-nilai atau Jati Diri Universitas
menjadi sumber inspirasi bagi rakyat. Itulah jati diri Gadjah Mada tersebut masih tetap relevan untuk
Universitas Gadjah Mada. mendukung pelaksanaan misi Universitas Gadjah Mada
Pada kesempatan yang amat baik ini dari lubuk hati
dalam mencerdaskan bunga-bunga bangsa dan sebagai
yang paling dalam saya ingin menyampaikan pengharga-
sumber inspirasi bagi rakyat Indonesia? Apakah untuk
an dan ucapan terima kasih kepada Tim Penyusun yang
menghadapi tantangan perubahan global yang terjadi saat
telah mencurahkan fikirannya untuk penyusunan Orasi ini dan di masa depan, bangsa Indonesia harus meniru apa
ini. Akhirnya, atas kesabaran para hadirin mengikuti yang dilakukan oleh bangsa-bangsa maju dalam berbagai
paparan yang amat panjang ini saya ucapkan terima kasih. bidang, termasuk bidang pendidikan, ibarat usaha
fotokopi (xeroxing), atau sebaliknya kita harus memiliki
Billahit taufiq wal hidayah keberanian untuk menempuh ‘jalan sendiri’ dengan
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. memperhatikan keadaan dunia dan prediksi tentang masa
depan?
Untuk menjawab tiga pertanyaan tersebut perkenan-
kan saya mengawali penyampaian orasi ilmiah berjudul
“Revitalisasi Jati Diri Universitas Gadjah Mada
Menghadapi Perubahan Global” ini dengan penyajian
singkat tentang nilai-nilai yang menjadi landasan dan
orientasi Universitas Gadjah Mada sejak awal
kelahirannya. Sesudah itu berturut-turut akan saya
sampaikan pembahasan tentang tantangan Universitas
DAFTAR PUSTAKA Gadjah Mada di era perubahan global, globalisasi dan
komodifikasi pengetahuan dan teknologi, revolusi
perkembangan teknologi informasi dan munculnya isu

44 5
atau bahkan mitos kematian universitas (the end of akan mampu mengemban amanat dan memenuhi harapan
university). Universitas Gadjah Mada arus melakukan para pendiri agar lembaga ini selalu menjadi sumber
kontekstualisasi dan revitalisasi atas komitmennya pada inspirasi bagi rakyat sebagaimana disampaikan oleh
nilai-nilai yang telah dipilih sejak awal kelahirannya guna Presiden Soekarno pada upacara peresmian Gedung
menghadapi tekanan perubahan global yang sangat Pantjadharma yang lebih dikenal sebagai Gedung Pusat
dahsyat saat ini dan di masa depan. Penyajian ini akan UGM.
saya tutup dengan eksplorasi tentang implikasi kebijakan- Saya sependapat dengan Profesor Mubyarto bahwa
kebijakan universitas untuk mengukuhkan kembali peran penempatan kata ‘kemerdekaan’ sampai 7 kali pada
dan fungsinya sebagai sebuah “culture-conserving”, Pembukaan UUD 1945 bukanlah tanpa makna, tetapi
“culture-creating” dan “civilizing institution”. ingin menunjukkan bahwa bangsa Indonesia di atas
segalanya amat menghargai kemerdekaan dalam segala
Para hadirin yang saya muliakan.
bidang, termasuk kemerdekaan berfikir. Marilah kita
Jati diri Universitas Gadjah Mada hayati betul semangat kemerdekaan tersebut, kita
Untuk mengawali penyajian orasi ini saya merasa merdekakan pemikiran-pemikiran kita dari pasungan
perlu untuk sekali lagi mengingatkan semua yang hadir di sindrom ‘the very value of secularity’ dan ‘barbaric
ruangan ini bahwa identitas dan jati diri Universitas specialization’ agar kita, warga UGM, mampu menghasil-
Gadjah Mada sebagai universitas perjuangan, universitas kan pemikiran-pemikiran keilmuan yang cemerlang yang
kerakyatan, universitas Pancasila, dan identitas-identitas dijiwai oleh nilai-nilai perjuangan yang diamanatkan oleh
yang lain memiliki akarnya dalam sejarah kelahirannya. para pendiri perguruan tinggi kebanggaan bangsa
Seperti sudah saya kemukakan di atas, Universitas Gadjah Indonesia.
Mada didirikan sebagai peringatan penyerbuan tentara Para hadirin yang saya hormati,
Belanda ke ibu kota Republik Indonesia. Ia didirikan di
Demikianlah pokok-pokok pemikiran Universitas
masa perjuangan kemerdekaan, seminggu sebelum tentara
Gadjah Mada yang telah dikembangkan oleh para pemu-
Belanda menyerah. Ia didirikan dengan sebuah idealisme.
kanya sejak perguruan tinggi ini didirikan. Dalam
Tak ada studi kelayakan, tak ada modal uang yang cukup
perjalanan selama 55 tahun, pemikiran-pemikiran yang
untuk lima tahun pertama, juga tak ada fasilitas yang
dijiwai oleh nilai-nilai dasar bangsa tersebut pernah
pantas untuk sebuah universitas, dengan jumlah dosen
mencuat tinggi seperti disampaikan dalam pidato, tulisan
yang tidak mencukupi, sebagian diantaranya adalah
dan perbuatan nyata para pimpinan dan warga terhormat
pejuang-pejuang dalam revolusi fisik, seperti juga para
Universitas Gadjah Mada. Pernah, hampir selama 40
mahasiswanya. Dosen harus merangkap matakuliah,
sementara peralatan dan bahan laboratorium harus tahun, nilai-nilai dasar bangsa tersebut tenggelam, tidak
diimprovisasi, sebagian bahkan harus diungsikan. lagi menjiwai pemikiran dan perbuatan para warga kita.

6 43
katan interdisipliner dan transdisipliner dalam pengemba- Universitas Gadjah Mada didirikan sebagai gabungan
ngan ilmu pengetahuan. Dengan demikian akan dapat beberapa perguruan tinggi swasta dan milik pemerintah.
diperoleh manfaat sinergis yang lebih besar, bukan saja Sesudah Pemerintah Pusat pindah kembali ke Jakarta,
untuk ilmuwan dan praktisi, tetapi juga bagi masyarakat pegawai negeri yang tidak ikut dipindahkan ditampung
dan bangsa. Untuk memfasilitasi tercapainya manfaat oleh Universitas Gadjah Mada yang merupakan
sinergis tersebut, proses pembelajaran harus berubah, dari universitas nasional dan oleh pemerintah negara bagian
metode konvensional “banking education” menjadi Republik Indonesia.
metode “problem-posing education” yang lebih Dengan demikian kita lihat bahwa identitas
merangsang kreativitas mahasiwa. Pada metode pertama Universitas Gadjah Mada adalah universitas perjuangan
dosen hanya mentransfer ilmu pengetahun kepada nasional mela-wan kolonialisme, imperialisme dan
mahasiswa dan mahasiswa hanya pasif mendengar. ketidakadilan sosial yang ditimbulkannya. Seperti
Melalui metode kedua mahasiswa dilatih untuk selalu tercantum dalam Statuta pertamanya, Universitas Gadjah
berhadapan dengan masalah nyata yang dicoba dipecah- Mada merupakan alat untuk persatuan nasional, yang juga
kan bersama-sama oleh dosen dan mahasiswa. tercermin dalam masyarakat mahasis-wanya yang berasal
Revitalisasi jati diri UGM yang merupakan totalitas dari berbagai daerah dan pulau. Sebagai universitas,
dari nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, kerakyatan, per- perjuangan selanjutnya adalah membangun ilmu
satuan bangsa, dan keadilan sosial, merupakan momen- pengetahuan, kebudayaan dan kemanusiaan. Universitas
tum historis yang penting bagi UGM pada usianya yang adalah tempat bertanya, kreator dan inovator, penyebar
ke-55 tahun. Dalam kondisi bangsa Indonesia sedang dan pengawal kebudayaan, serta pelestari vitalitas bangsa.
dilanda berbagai krisis yang nyaris menenggelamkan jati Di awal perjalanannya waktu itu, mahasiswa belajar
diri bangsa, UGM harus berdiri di garis depan mem- dengan bebas, tidak dipungut sumbangan dan menurut
pelopori upaya penyusunan pemikiran-pemikiran keilmu- temponya masing-masing (self-paced).
an yang dilandasi oleh nilai-nilai yang berakar pada Nasionalisme Universitas Gadjah Mada terlihat pula
budaya bangsa Indonesia. “Pemikiran Bulaksumur” dalam pada keengganannya menerima dosen-dosen kolaborator
semua disiplin ilmu dan dalam semua bidang yang Belanda, dan pada ketetapan hati untuk memilih sistem
menyentuh kehidupan rakyat adalah langkah konkret kita sendiri dengan tidak mengabaikan asimilasi unsur-unsur
untuk menempuh jalan lain yang tidak semata-mata dari kebudayaan lain, bahkan sejak awal telah mempeker-
merupakan foto-kopi dari pemikiran negara maju dan jakan dosen-dosen asing, yang sedapat-dapatnya memberi
dengan memperhatikan keadaan dunia serta prediksi masa kuliah dalam bahasa Indonesia, asal pengajaran mereka
depan. Hanya dengan keberanian untuk memerdekakan tidak bertentangan dengan Pancasila, yang menjadi dasar
diri dari pasungan pemikiran bahwa ilmu pengetauan dan pedoman Universitas Gadjah Mada sejak dari awal
adalah universal dan value free, kita seluruh warga UGM sejarahnya. Segala mata kuliah seyogyanya dikembang-

42 7
kan dengan dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, baik ekono- Dewasa ni UGM sebagai Universitas Perjuangan,
mi, kedokteran, pedagogi, dan lain-lain. Tidak ada mata- Universitas Kerakyatan serta nama-nama lain yang
kuliah Pancasila bagi semua fakultas, tetapi semua berkaitan dengan jati dirinya, ternyata belum terlalu
disiplin diresapi dan dibimbing oleh Pancasila. berhasil melaksanakan amanat Pemerintah maupun
Promosi doktoral maupun honoris causa membayang- meneladai para pendirinya mengembangkan dan meng-
kan integrativitas dan multidisiplinaritas Universitas amalkan nilai-nilai dasar bangsa. Upaya-upaya sistematis
Gadjah Mada, misalnya tentang agama dan kedokteran, untuk lebih meningkatkan pemahaman dan penghayatan
teknik dan kebudayaan, dan lain-lain. Disamping obyekti- nilai-nilai dasar tersebut oleh segenap warga UGM dan
vitas atau intersubjektivitas ilmiah, Universitas Gadjah pengamalannya dalam pelaksanaan misi Tridharma harus
Mada memperlihatkan ciri keberpihakan pada yang lemah terus diupayakan. Lunturnya jati diri UGM dalam
dalam perkembangan ilmu terapan serta tidak berorientasi kiprahnya dalam pelaksanaan dharma pendidikan, peneli-
pada uang. tian dan pengabdian pada masyarakat, sebagian disebab-
Dengan singkat dapat disimpulkan bahwa Universitas kan karena warga UGM khususnya, dan warga akademik
Gadjah Mada mengesankan identitasnya dengan: Indonesia umumnya, tanpa sadar selalu “mengekor”
1. Dasar Pancasila yang meresap dalam setiap perkembangan ilmu-ilmu yang berasal dari negara Barat.
disiplin dan sikapnya. Erosi jati diri UGM menjadi bertambah cepat akibat
2. Dalam mencipta, mengembangkan, menerapkan pelaksanaan spesialisasi ilmu yang terlalu awal dan terlalu
dan menyebarkan ilmu dan kebudayaan, jauh. Kita mungkin dapat menarik pelajaran dari
Universitas Gadjah Mada: percakapan Prof. Sardjito dengan seorang tamunya dari
a. memelihara keseimbangan antara nilai-nilai Amerika Prof. Thayer mengenai bahaya spesialisasi ilmu
nasional dan internasional; yang berlebihan:
b. produknya mencerminkan kebudayaan Indone-
In your country, as well as in mine, it is being
sia;
realized that too strong a trend toward specializ-
c. memperhatikan kenyataan, kebenaran,
ation may be a dangerous thing for society. It is to
keindahan dan kemanusiaan sebagai dasar
be noted that an educational program devoted
kebudayaan;
almost exclusively to specialization is likely to
d. bersikap flexibel, banyak akal (resourceful),
have the effect of separating people from people,
improvisatoris, versatile, dan berwawasan not of bringing them together (dalam Mubyarto,
luas; 2004:160).
e. berinisiatif sendiri untuk berbakti bagi
kesejahteraan dan perdamaian dunia; Agar UGM tidak terperosok kembali pada jebakan
f. mempunyai percaya diri yang besar. overspesialisasi ilmu, ia harus berani menerapkan pende-

8 41
swadaya masyarakat telah menginisiasi kerjasama antar 3. Demokrasi pendidikan, sehingga pemuda-pemuda
universitas (di tingkat nasional, regional dan internasional yang intelegensinya mampu harus dapat mengecap
untuk mendesak Pemerintah Indonesia agar mempertim- pendidikan tinggi.
bangkan kembali rencana WTO untuk memasukkan 4. Menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan untuk
“pengetahuan” sebagai salah satu kategori “komoditi” ke mencapai kemakmuran.
dalam General Agreement on Trade in Services (GATS) 5. Lulusan Universitas Gadjah Mada harus merasa
yang akan ditandatangani pada bulai Mei tahun 2005. Bila berkewajiban menunaikan tugasnya dengan
langkah tersebut dilaksanakan dalam sinergi yang kokoh sebaik-baiknya.
dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh berbagai 6. Lulusan harus dapat menghargai pahlawan-
konsorsium universitas-universitas di Amerika Serikat, pahlawan ilmu dan budaya.
Kanada, Uni Eropah, India, dan Jaringan Universitas
Para hadirin yang saya muliakan
ASEAN, keberhasilan kebijakan yang dimaksud dapat
diharapkan akan dapat mengikuti keberhasilan Forum Dalam perjalanan sejarah Universitas Gadjah Mada
Sosial Dunia dalam bidang pertanian.. sampai sekarang, memang ada ciri-ciri khasnya yang aus
Yang diperlukan adalah konsistensi perjuangan dan terkikis, terlupakan, belum terlaksanakan atau
bersama kekuatan-kekuatan internasional yang progresif terdesak oleh gejolak-gejolak perubahan nasional dan
untuk membangun sinergi kebijakan-kebijakan mereka global, baik politis, ekonomis, sosial dan teknologis.
bagi reformasi tata kepemerintahan global yang lebih Sekarang ciri-ciri itu harus dibangkitkan kembali. Ciri-ciri
pluralistis, lebih demokratis dan lebih adil. Dalam identitas tersebut tentu harus disesuaikan dan diselaraskan
hubungan itu saran Mochtar Mas’oed yang disampaikan dengan perkembangan zaman, oleh karena banyak
pada “Seminar Revitalisasi Nilai-Nilai Luhur Universitas peristiwa telah terjadi dalam bidang demografi, ekologi,
Gadjah Mada”, menurut hemat saya perlu kita perhati- geo-politik, dan geo-ekonomi, intensitas interaksi antara
kan. Meminjam ungkapan Sutan Takdir Alisjahbana, bangsa, dan dominasi aliran politik ekonomi tertentu,
Mohammad Hatta, dan para ahli Hubungan Internasional, perkembangan ilmu dan teknologi, serta tentu saja
ia menyarankan agar perumusan dan pelaksanaan semangat zaman.
kebijakan tersebut perlu dilakukan di atas landasan Generasi pengasuh Universitas Gadjah Mada
semangat atau strategi “Layar Terkembang”, “Mendayung selanjutnya telah berusaha melahirkan pikiran-pikiran
Diantara Dua Karang”, dan “Prudential Diplomacy”, serta baru atau yang diderivasi dari pikiran-pikiran yang
keberanian untuk melakukan banyak eksperimentasi. mendasari kelahirannya, dalam menghadapi berbagai
perubahan mencoba menjadi pengawal (gatekeepers)
Para hadirin yang saya hormati, kebudayaan bangsanya dengan keberhasilan yang
bervariasi. Usaha memelihara identitas Universitas

40 9
Gadjah Mada akan dilakukan terus menerus sebagai (d) memperburuk kesenjangan yang sama melalui
kewajiban warisan yang tak ada ujungnya. Beruntung, konsentrasi kegiatan penelitian dan pengembangan
semua itu dapat dilakukan oleh karena Universitas Gadjah (R&D) obat-obatan yang lebih menguntungkan
Mada berada di kota kebudayaan Yogyakarta, sehingga bagi penyembuhan penyakit-penyakit degeneratif
relatif lebih mudah menghadapi gelombang-gelombang daripada penyakit-penyakit menular yang lebih
baru yang menghanyutkan segalanya ke arah pos- banyak menimpa penduduk miskin;
industrialisme dan pos-modernisme, bahkan pos- (e) membatasi kemampuan negara-negara miskin
struktural-isme serta hegemoni tunggal suatu bangsa. untuk melakukan inovasi-inovasi dan untuk
berpartisipasi dalam pasar global; dan
Para hadirin yang sangat saya hormati.
(f) mendorong terjadinya perampokan (piracy)
Universitas Gadjah Mada menghadapi perubahan sumberdaya-sumberdaya biologis dan pengetahu-
global an tradisional petani-petani dan masyarakat lokal
Semua itu menunjukkan bahwa sejak awal para di negara-negara sedang berkembang.
pendiri Universitas Gadjah Mada dengan tegas meletak- Para hadirin yang saya hormati,
kan landasan idiil dan filosofis pembangunan dan pe-
Meskipun konstelasi kekuasaan global yang ada saat
ngembangan identitas dan jati diri Universitas ini dalam
ini tidak memungkinkan Universitas Gadjah Mada,
konteks kesinambungan dan keberlanjutan perjuangan
seperti halnya dengan banyak universitas di negara-negara
kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam Pidato Pemberian
Dunia Ketiga, untuk merumuskan dan melaksanakan
Gelar Doktor Honoris Causa kepada Ki Hadjar Dewantara
kebijakan-kebijakan yang kuat untuk menggoyahkan
pada tanggal 19 Desember 1956, misalnya, Prof. Sardjito
arsitektur kekuasaan global di bawah monopoli
menyatakan bahwa seperti halnya dengan misi perjuangan
GATT/WTO, namun dalam perspektif jangka panjang
Ki Hadjar Dewantara, maka misi perjuangan Universitas
melalui pengembangan forum dan jaringan kerjasama
Gadjah Mada meliputi tiga kawasan perjuangan berikut:
regional dan internasional memiliki ruang yang cukup
perjuangan kemerdekaan nasional, perjuangan pendidi-
lebar untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang
kan, dan perjuangan kebudayaan. Di bawah tekanan
berarti. Keberhasilan Forum Sosial Dunia (World Social
penetrasi ekspansi globalisasi kapitalisme neo-liberal
Forum) menggagalkan pertemuan WTO di Seattle, USA
yang sangat dahsyat saat ini, saya berpendapat bahwa tri-
tunggal misi perjuangan Universitas Gadjah Mada (Madeley, 2002) yang diagendakan untuk memperketat
regulasi perdagangan bahan pangan, memberikan bukti
tersebut bukan hanya masih sangat relevan akan tetapi
bahkan harus semakin kita pahami sebagai sebuah yang cukup otentik. Universitas Gadjah Mada
imperatif. Melalui peran dan fungsinya sebagai “culture- bekerjasama dengan Forum Rektor Indonesia yang
conserving”, “culture-creating” dan “civilizing beranggotakan 2300 perguruan tinggi dan lembaga

10 39
tahuan akan terus dibiarkan berada di bawah monopoli institution”, yang hak hidupnya bersumber dari kancah
kepentingan-kepentingan korporasi untuk motif-motif perjuangan revolusi kemerdekaan bangsa Indonesia
keuntungan melalui regulasi GATT/WTO berdasarkan (Sardjito, 1960), Universitas Gadjah Mada harus semakin
perjanjian TRIPs (Trade Related Intellectual Property bersungguh-sungguh berupaya untuk mewujud-kan
Rights), atau ia harus diserahkan kepada “domain” publik komitmen perjuangannya membebaskan bangsa dan
dan dipergunakan untuk mengakhiri kemiskinan, negara Republik Indonesia dari segala bentuk penindasan,
kelaparan dan penyakit. Melalui regulasi itu, TRIPs ketidakadilan, dan dehumanisasi. Tentu saja dengan
mewajibkan semua anggota WTO untuk memberikan sebuah catatan bahwa pengungkapannya harus senantiasa
monopoli kepada pemegang hak paten atas penemuan- disesuaikan dengan tuntutan dinamika perkembangan
penemuan mereka—yang pada umumnya berupa masyarakat dan ilmu pengetahuan.
korporasi-korporasi raksasa dari negara-negara Utara. Semua itu juga membuktikan bahwa sejak awal para
Sayangnya, TRIPs dan perjanjian-perjanjian perdagangan pendiri Universitas Gadjah Mada telah memiliki pemaha-
international yang lain menuntut syarat-syarat perlindu- man yang melampaui dasar-dasar pemikiran dari ideologi-
ngan hak paten yang terlalu tinggi untuk diikuti oleh ideologi pendidikan yang dikenal di dunia saat ini.
agen-agen pengembangan ilmu pengetahuan di negara- Pertama, meskipun mereka percaya dan menerima nilai-
negara sedang berkembang. Sebagai konsekuensi logis nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai fondasi
dari persyaratan yang demikian, maka regulasi GATT/ penyelenggaraan sistem pendidikan nasional kita, namun
WTO tentang hak paten telah menyebabkan terjadinya mereka tidak terperangkap ke dalam faham
paling sedikit akibat-akibat berikut yang sangat merugi- fundamentalisme pendidikan yang menolak pertimba-
kan masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga: ngan-pertimbangan filosofis dan/atau intelektual. Sebalik-
(a) pengecualian atau pengabaian masyarakat miskin nya mereka menerima tanpa daya kritik konsep-konsep
dari akses terhadap barang-barang pemenuhan “kebenaran” yang diwahyukan atau konsensus sosial dari
kebutuhan dasar, seperti obat-obatan, bibit masa lalu yang sudah mapan, serta menganggap bahwa
tanaman, dan pendidikan; tujuan pendidikan tidak lebih dari pelestarian dan
(b) memperkuat kesenjangan teknologi antara negara- keberlanjutan pola-pola sosial dan tradisi-tradisi masa lalu
negara industri maju dengan negara-negara sedang (baca: O’niel, 1981 dan 2001; baca juga Nelson, Carlson
berkembang; dan Palonsky, 1996). Prof. Sardjito (1956) dengan tegas
(c) mempertajam kesenjangan pasar hasil-hasil mengungkapkan hal itu ketika dalam pidato dies
penelitian dan pengembangan (R&D) ke arah Universitas Gadjah Mada yang ke 7, sekali lagi mengutip
barang-barang bagi konsumen-konsumen yang pemikiran Ki Hadjar Dewantara, ia menyatakan bahwa
kaya daripada barang-barang kebutuhan dasar bagi disamping pendidikan budi pekerti yang memang sangat
orang-orang miskin; diperlukan untuk meningkatkan keluhuran hidup batin

38 11
anak atau subyek didik, akan tetapi diperlukan juga “governance” atau “tata pemerintahan” yang mendukung-
pendidikan fikiran untuk meningkatkan kecerdasan nya.
fikiran yang harus dibangun setinggi-tingginya, sedalam- Kebijakan kelembagaan universitas yang ketiga
dalamnya dan selebar-lebarnya bagi pembangunan peri- menyangkut sistem administrasi penyelenggaraan kegia-
kehidupan lahir dan batin anak atau subyek didik dengan tan perkuliahan yang terintegrasi pada tingkat universitas
sebaik-baiknya. untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi mahasiswa
Kedua, mendahului pandangan John Dewey (Bowles untuk merencanakan dan mengembangkan kemampuan
dan Gintis, 1976), seorang tokoh ahli pendidikan liberal akademik dan profesional lintas disipliner yang sangat
terkemuka, yang baru pada pertengahan dasawarsa 1960- diperlukan untuk menghadapi tantangan perubahan-
an menyatakan bahwa pendidikan harus diselenggarakan perubahan global yang semakin berat di masa depan.
untuk mewujudkan fungsi “integratif” untuk mengintegra- Kebijakan yang dimaksud, yang mulai tahun 2005 sudah
sikan anak atau subyek didik ke dalam berbagai peran akan segera dilaksanakan, jelas menuntut sistem manaje-
kewarganegaraan, fungsi “egaliterian” untuk memberikan men baru dengan dukungan infrastruktur baru yang masih
kepada semua warganegara kesempatan memperoleh harus terus dikembangkan.
pendidikan, dan fungsi “developmental” bagi perkemba- Kebijakan kelembagaan universitas yang keempat
ngan psikis dan moral anak atau subyek didik untuk menyangkut kebijakan universitas untuk mengambil
melakukan tanggapan yang seimbang terhadap nilai-nilai partisipasi aktif dalam pengembangan arsitektur proses
kehidupan kuantitatif dan kualitatif, sebaliknya sudah globalisasi yang lebih pluralistik, dan oleh karena itu
sejak dasawarsa 1940-an para pendiri Universitas Gadjah lebih “liberating” dan lebih “enlightening”. Secara umum
Mada menyatakan bahwa tujuan pendidikan di Indonesia kebijakan yang dimaksud menyangkut strategi untuk
harus diorientasikan untuk mewujudkan nilai-nilai secara sadar dan terencana mensubordinasikan logika
Ketuhanan Yang Maha Esa, internasionalisme atau pasar berdasarkan prinsip efisiensi di bawah nilai-nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab, nasionalisme, keamanan (security), keadilan (equity), dan solidaritas
demokrasi, dan keadilan sosial. (solidarity). Dalam ungkapan Karl Polanyi (Bello, 2003:
Ketiga, lebih dari semua itu, mendahului pemikiran 286), kebijakan tersebut bertalian erat dengan upaya
para ahli pendidikan kritis yang dengan keras mengkritik sistematis dan terencana untuk menempatkan sistem
sistem pendidikan kapitalis, para pendiri Universitas ekonomi di bawah kendali sistem sosial masyarakat, dan
Gadjah Mada juga sudah sejak sangat dini mengingatkan bukan membiarkan perkembangan masyarakat di bawah
kita akan bahaya masuknya sistem pendidikan kapitalis di kontrol sistem ekonomi.
dalam skalanya yang eksesif di masa depan. Jikalau baru Dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu
pada akhir dasawarsa 1970-an tokoh-tokoh pendidikan pengetahuan, kebijakan yang dimaksud menyangkut
kritis seperti Juergen Habermas (1972), Paulo Freire pertanyaan tentang apakah produksi dan distribusi penge-

12 37
kajian-kajian yang secara khusus dan sistematis dirancang (1972), dan Samuel Bowles dan Herbert Gintis (1976)
untuk melakukan analisis tentang beragam bentuk krisis menyatakan kritik-kritik mereka terhadap sistem
yang terjadi pada tingkat nasional dan global. Berbagai pendidikan kapitalis, maka sudah sejak awal kelahiran
informasi tentang hal itu memang sudah menjadi Universitas Gadjah Mada pada akhir dasawarsa 1940-an
perhatian dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan di para pendiri universitas ini telah mengingatkan kita akan
Universitas Gadjah Mada, akan tetapi semua itu masih hadirnya ancaman bahaya semakin menguatnya
belum terintegrasi dalam suatu institusi yang secara perkembangan pendidikan kapitalis di Indonesia di era
khusus berusaha memperoleh pengetahuan yang utuh dan globalisasi. Dalam Pidato Peringatan Hari Pendidikan
bulat mengenai seluruh persoalan yang sedang dialami Nasional di Taman Siswa pada tahun 1969, Prof. Sardjito
umat manusia, dan bagaimana informasi-informasi ter- dengan tegas menyatakan pentingnya penerapan nilai-
sebut berkaitan satu sama lain. nilai Pancasila di dalam penyelenggaraan pendidikan di
Program atau pusat studi yang dimaksud, sebagai- Indonesia jikalau kita benar-benar tidak menghendaki
mana dikemukakan oleh Daly dan Cobb, Jr., jelas tidak masuknya nilai-nilai ekonomi kapitalis di dalam bentuk-
hanya menuntut dukungan para peneliti yang memiliki nya yang tidak kita kehendaki ke dalam penyelenggaraan
kemampuan untuk melakukan analisis lintas disipliner, sistem pendidikan di Indonesia. Melalui pernyataannya
akan tetapi lebih dari itu bahkan menuntut kemampuan itu ia memperingatkan kita bahwa:
analisis yang ia sebut “non-disipliner”. Meskipun pro-
gram atau pusat studi itu pada awalnya dibentuk sebagai “..... bila Taman Siswa membuka Fakultas
suatu institusi multidisipliner atau transdisipliner, dalam Ekonomi, sejogjanja Majelis Luhur Taman Siswa,
perkembangan jangka panjang menurut mereka harus mengadju-kan pertanjaan kepada dosen-dosennja,
didorong untuk semakin berkembang menjadi suatu bagaimana mengetrapkan Pantjasila dimata-
institusi yang bersifat “non-disipliner”. Puluhan program peladjaran Ekonomi. Bila pertanjaan ini tidak
atau pusat kajian seperti itu, demikian menurut Daly dan diindahkan, mungkin dapat kedjadian kapitalistik
Cobb, Jr., memang sudah dimiliki oleh banyak univer- ekonomi masuk di Taman Siswa”.
sitas, akan tetapi karakternya sebagai suatu lembaga
kajian multidispliner, atau bahkan monodisipliner pada Lima tahun sebelum itu, dalam sebuah wawancara
umumnya masih terlalu kuat. Tidak terlalu sulit untuk dengan Majalah Intisari, secara sangat eksplisit beliau
dipahami oleh karenanya jikalau kebijakan kelembagaan bahkan sudah mengingatkan bahwa di dalam bentuknya
yang kedua ini tidak mungkin dapat dikembangkan yang masih sangat awal kala itu, kehadiran sistem
dengan baik tanpa didukung oleh transformasi kualitas kapitalisme di Indonesia ternyata sudah cukup
sumber daya professional dan kualitas prima memprihatinkan, ketika beliau menyatakan bahwa:

36 13
“Jang merusak keadaan sekarang ini adalah perlu dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada di masa
manusia-manusia Indonesia jang berego kera. depan. Fungsi pertama yang harus menjadi pusat
Mereka banjak bitjara sadja, pandai mengandjur- perhatian program atau pusat studi tersebut menyangkut
kan ini-itu, akan tetapi tindakannja matjam kajian-kajian kritis tentang eksistensi universitas kita
tindakan kera, jakni mau mengambil terus- sebagai suatu institusi "culture-conserving", "culture-
menerus, “srakah”, kata orang Djawa”. creating"; dan “civilizing institution”; tentang sejarah
kelahirannya dan cara ia mengorganisasi berbagai disiplin
Di hadapan perubahan-perubahan global yang sangat ilmu pengetahuan yang dikembangkannya; tentang
dahsyat di bawah tekanan globalisasi neo-liberal saat ini bagaimana ia membangun hubungannya dengan masyara-
dan di masa depan, beberapa pertanyaan sangat mendasar kat tempat ia menjadi bagiannya; tentang sumbangan
berikut tentang peluang aktualisasi identitas, jati diri dan yang telah dan akan diberikan bagi perkembangan
nilai-nilai luhur yang menjadi landasan kelahiran Univer- kemanusiaan; tentang kendala-kendala yang menghalangi
sitas Gadjah Mada perlu memperoleh perhatian yang kebebasan universitas untuk mengungkapkan fungsinya;
seksama. Pertama, bagaimana pilihan identitas, jati diri dan di atas semua itu, tentang kesahihan asumsi-asumsi
dan nilai-nilai tersebut kini dan di masa yang akan datang yang mendasari perkembangan berbagai disiplin keilmuan
harus diwujudkan dan diaktualisasikan ke dalam praksis yang dikembangkannya serta bagaimana asumsi-asumsi
penyelenggaraan pendidikan di Universitas Gadjah Mada, yang mereka anut berkaitan satu dengan yang lain dan
ketika ekspansi globalisasi kapitalisme neo-liberal telah dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas.
dan akan semakin berkembang di dalam dinamika dan Fungsi kedua, yang juga sangat penting bagi aktua-
karakternya yang sangat berbeda dari dinamika dan lisasi misi Universitas Gadjah Mada di masa depan,
karakternya ketika pilihan identitas, jati diri dan nilai-nilai berkaitan dengan kajian-kajian sistematis tentang isu-isu
tersebut pertama kali dirumuskan? Kedua, benarkah kosmologi. Fokus perhatian yang harus menjadi obyek
globalisasi kapitalisme yang oleh Robertson (2003) kajiannya adalah mengungkapkan pemahaman yang utuh
disebut sebagai globalisasi gelombang ketiga itu dan bulat tentang kosmologi dunia yang dibangun dari
menawarkan peluang yang lebih menjanjikan bagi Uni- beragam informasi yang diperoleh dari perkembangan
versitas Gadjah Mada untuk mewujudkan dan mengaktua- berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dikembang-
lisasikan pilihan identitas, jati diri dan nilai-nilainya di kannya. Pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus
masa depan, sebagaimana yang mungkin diyakini oleh dijawab harus muncul dari upaya-upaya untuk meng-
banyak ahli ekonomi? Ketiga, sejauh mana pilihan kaitkan apa yang diperoleh dari kajian-kajian kemanu-
identitas, jati diri dan nilai-nilai yang telah dirumuskan siaan dengan apa yang diperoleh dari kajian-kajian ilmu
dan menjadi obsesi para “founding fathers” universitas ini psikologi, kajian-kajian ilmu sosial, dan kajian-kajian
telah dengan jelas diakomodasi di dalam perumusan visi ilmu-ilmu alam. Fungsinya yang ketiga, bertalian dengan

14 35
sional universitas, yang paling sedikit akan mengung- dan misi Universitas Gadjah Mada saat ini? Keempat,
kapkan diri dalam beberapa dataran kebijakan berikut. sejauh mana visi dan misi tersebut telah menjadi pemaha-
Pada dataran yang pertama, ia akan mengungkapkan man dan obsesi seluruh civitas akademika universitas di
dirinya dalam bentuk kebijakan pengembangan kuriku- dalam kaitannya dengan tantangan perubahan global yang
lum, yang di satu sisi kaya dengan muatan nilai-nilai tengah kita hadapi saat ini? Kelima, apakah struktur dan
Pancasila, dan pada sisi yang lain memiliki kemampuan mekanisme kelembagaan universitas kita telah memiliki
untuk mengakomodasi perspektif multi-disipliner atau kapasitas yang diperlukan untuk mewujudkan visi dan
transdisipliner, sehingga setiap mata kuliah dari berbagai misi yang telah dirumuskannya? Keenam, yang terakhir
program studi akan memiliki kemampuan yang kuat dan tidak kalah pentingnya, kebijakan-kebijakan univer-
untuk membangun dialog diantara berbagai disiplin ilmu sitas apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan kapa-
pengetahuan tanpa harus kehilangan fokus perhatiannya sitas itu? Pertanyaan-pertanyaan sangat mendasar itu pula
pada pengembangan disiplin ilmu pengetahuannya yang hendak menjadi fokus perhatian penyajian pidato
sendiri. Kebijakan yang dimaksud harus secara jelas dies kali ini. Meskipun demikian, oleh karena pilihan
didesain untuk membongkar dan mengikis monisme atau tema dies kali ini, penyajian pidato dies ini hanya akan
ketunggalan epistemologis, aksiologis, dan perspektif difokuskan untuk menjawab pertanyaan yang pertama,
teoritis yang selama ini sangat menguasai penyeleng- kedua, ketiga dan keenam, sementara pembahasan tentang
garaan hampir semua program studi di Indonesia. Dengan pertanyaan keempat dan kelima hanya akan disajikan
kata lain, yang harus dilakukan adalah suatu kebijakan secara sangat insidental.
pengembangan kurikulum bagi berbagai program studi
Para hadirin yang saya muliakan.
yang membuka lebar-lebar pilihan beragam tradisi atau
epistemologis keilmuan beserta implikasi pilihan-pilihan Untuk menjawab pertanyaan yang pertama dan kedua,
aksiologis dan perspektif teoritis yang menjadi derivasi kita perlu memahami dengan lebih seksama tantangan
atau turunan masing-masing. perubahan global yang tengah kita hadapi saat ini, dan
Pada dataran yang kedua, pendirian pusat studi baru yang membedakannya dari tantangan yang dihadapi oleh
yang secara khusus dirancang untuk mengembangkan tiga Universitas Gadjah Mada pada awal kelahirannya. Salah
fungsi berikut perlu dilakukan untuk memperkuat sekolah satu isu sangat penting yang harus kita pahami adalah
pascasarjana yang bertugas menyediakan pendidikan bahwa pilihan identitas, jati diri dan nilai-nilai yang
pascasarjana multi-disipliner. Meminjam dan mengikuti dirumuskan oleh para pendiri Universitas Gadjah Mada
anjuran Daly dan Cobb, Jr. (1998), perumusan kebijakan waktu itu dilakukan di hadapan tantangan hadirnya
pengembangan suatu program atau pusat studi yang ancaman kapitalisme dunia dari era yang oleh Robertson
secara khusus dirancang untuk mengemban fungsi-fungsi (2003) disebut sebagai era globalisasi gelombang pertama
berikut merupakan langkah sangat strategis lain yang dan kedua, dan oleh Gelinas (2003) disebut sebagai era

34 15
merkantilisme dan era ekspansi kapitalisme kolonial, saya sangat lah jelas. Tanpa menolak kenyataan bahwa
yang memiliki karakter dan dinamika yang sangat berbe- banyak dosen dan mahasiswa tidak lagi memiliki
da dari karakter dan dinamika globalisasi yang kita hadapi pengetahuan yang jelas mengenai identitas, jati diri dan
saat ini dan di masa depan. Kedua, pada saat yang sama, nilai-nilai yang telah dirumuskan sebagai landasan dan
kita perlu melakukan penilaian kritis dan lebih jernih orientasi universitas kita, upaya untuk melakukan
tentang implikasi ekspansi globalisasi gelombang ketiga kontekstualisasi dan revitalisasi semua itu di masa depan
bagi negara-negara di Dunia Ketiga, terutama implika- harus tidak lagi dilakukan melalui pendekatan indok-
sinya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan universi- trinasi atau penataran-penataran seperti yang selama ini
tas di negara-negara tersebut. kita lakukan.
Sebagaimana kita ketahui, logika yang mendasari Meskipun harus diakui bahwa sejumlah dosen senior
ekspansi globalisasi gelombang ketiga diturunkan dari yang memiliki ikatan emosional yang kuat dengan sejarah
idelologi neo-liberalisme, yang di dalam filsafat politik kelahiran universitas kita memiliki pemahaman yang
kontemporer memiliki afinitasnya dengan ideologi liber- lebih otentik tentang nilai-nilai Pancasila sebagai landasan
tarianisme yang direntang melampaui batasnya yang universitas kita, namun mereka tidak seyogyanya diposi-
ekstrim. Seperti halnya dengan libertarianisme yang sikan sebagai ideolog-ideolog yang memiliki hak dan
membela kebebasan pasar dan menuntut peran negara otoritas untuk memberikan indoktrinasi atau penataran-
yang terbatas (Kymlycka, 1999: 95), neo-liberalisme penataran tentang nilai-nilai Pancasila kepada dosen-
percaya pada pentingnya institusi pemilikan privat dan dosen muda dan para mahasiswa. Sebaliknya, konteks-
efek distributif dari ekspropriasi kemakmuran yang tidak tualisasi dan revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai lan-
terbatas oleh korporasi-korporasi transnasional, pada dasan idiil dan filosofis universitas kita seyogyanya
superioritas hukum pasar sebagai mekanisme distribusi dilakukan melalui proses akademik untuk menurunkan
sumber daya, kekayaan dan pendapatan yang paling aktualisasinya ke dalam kategori-kategori epistemologis,
efektif, dan pada keunggulan pasar bebas, sebagai aksiologis, dan perspektif teoritis bagi berbagai disiplin
mekanisme-mekanisme sangat penting untuk menjamin ilmu pengetahuan. Dalam proses itu para dosen senior
kemakmuran dan peningkatan kesejahteraan semua orang memiliki peran penting untuk memberikan referensi
dan individu (Gelinas, op. cit., 2003: 24). tentang sejarah kelahiran Universitas Gadjah Mada,
Bekerja melalui regulasi yang dilakukan oleh tiga beserta dengan nilai-nilai Pancasila yang menjadi
lembaga multilateral yang oleh Richard Peet (2003) landasannya.
disebut sebagai The Unholy Trinity (IMF, Bank Dunia,
Para hadirin yang saya hormati,
dan WTO), di bawah tekanan ekspansi globalisasi
gelombang ketiga, perlahan-lahan akan tetapi pasti, segala Hasil dari keseluruhan proses tersebut akan mem-
sesuatu yang berharga tidak dapat dipertahankan dari berikan input bagi perumusan kebijakan-kebijakan opera-

16 33
revitalisasi identitas, jati diri dan nilai-nilai luhur komodifikasi dan komersialisasi sistem ekonomi global,
universitas kita, yang juga perlu dirancang dan dicarikan termasuk air, bahan pangan, kesehatan, karya seni, dan
solusinya. Pelaksanaannya mensyaratkan pentingnya ilmu pengetahuan, apalagi teknologi. Semua itu terjadi
dilakukan penyesuaian-penyesuaian struktural dan meka- terutama melalui proses marjinalisasi kekuasaan dan
nisme-mekanisme kelembagaan universitas untuk mem- otoritas negara-negara Dunia Ketiga di dalam pengaturan
berikan jaminan tersedianya ruang kelembagaan yang ekonomi nasional mereka, yang terjadi dalam lima
lebih terbuka bagi aktualisasi identitas, jati diri dan nilai- tahapan perkembangan berikut (Gelinas, ibid: 31).
nilai tersebut. Penyesuaian-penyesuaian struktural dan (1) Deregulasi sistem keuangan internasional Bretton
mekanisme-mekanisme kelembagaan universitas yang Woods, yang terjadi sejak tahun 1971, dan yang
dimaksud, di satu sisi harus memberikan otonomi bagi telah mengubah semua aset keuangan dunia ke
perkembangan program-program dan pusat-pusat studi dalam kapital spekulatif.
sebagai ujung tombak pengungkapan fungsi universitas (2) Deregulasi ekonomi Dunia Ketiga secara
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistematik dan bertahap, yang terjadi sejak tahun
akan tetapi pada saat yang sama juga harus mampu 1980-an melalui program-program penyesuaian
meningkatkan fungsi integratif birokrasi universitas untuk struktural (structural adjustment) di bawah
membangun dialog akademik diantara berbagai disiplin pengawalan IMF dan Bank Dunia untuk
ilmu pengetahuan dan unit-unit kelembagaan yang mengintegrasikan negara-negara sedang
mengelolanya. berkembang ke dalam sistem pasar global.
Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan tersebut (3) Deregulasi stock markets yang terjadi sejak tahun
bukan hanya sangat diperlukan untuk memberikan ruang 1986 untuk mengatur deregulasi semua stock
kelembagaan universitas yang lebih terbuka bagi aktua- markets di seluruh dunia.
lisasi identitas, jati diri dan nilai yang menjadi landasan (4) Deregulasi produksi pertanian dan komersialisasi
dan orientasi universitas kita, akan tetapi juga memiliki pelayanan-pelayanan yang timbul sebagai
peran yang sangat penting untuk menjawab pertanyaan konsekuensi dari perjanjian-perjanjian
tentang bagaimana kontekstualisasi dan revitalisasi internasional.
identitas, jati diri dan nilai-nilai Universitas Gadjah Mada (5) Proliferasi kemudahan-kemudahan pajak dan
harus dilakukan: sekali lagi, melalui pendekatan indok- perbankan (tax and banking havens) sejak
trinasi dan penataran-penataran seperti yang selama ini pertengahan tahun 1990-an, yang telah
kita lakukan, atau melalui pengembangan dikursus menghasilkan separuh dari seluruh aliran
akademik yang lebih demokratis seperti yang seharusnya keuangan dunia terjadi melalui kemudahan-
dilakukan dalam proses produksi dan repro-duksi ilmu kemudahan bebas hambatan dari semua bentuk
pengetahuan pada umumnya? Jawabnya, menurut hemat kendala legal oleh karena kekuasaan publik

32 17
mengikuti ketidakpedulian kebijakan-kebijakan menampakkan diri dalam pelaksanaan semua program
publik. dan kegiatan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat
(LPM). Dalam bentuk pelaksanaannya selama ini, dharma
Semua itu telah menyebabkan globalisasi neo-liberal pengabdian kepada masyarakat memang lebih banyak
dilakukan melalui kerjasama antara LPM dan pihak ketiga
secara mendasar memiliki dinamika dan implikasi yang
sangat berbeda dari dinamika dan implikasi globalisasi seperti pemerintah (pusat dan daerah) atau berbagai
gelombang pertama dan kedua. Jikalau di era globalisasi departemen atau kementerian. Kegiatan pengabdian
gelombang pertama dan kedua ekstraksi kekayaan negara- masyarakat dalam pengertian yang sebenarnya melalui
pelayanan langsung kepada masyarakat seperti yang
negara sedang berkembang dilakukan dengan menggu-
dilakukan oleh Land Grant Colleges di Amerika Serikat
nakan mekanisme “akumulasi primitif” melalui beragam
perlu pula dikembangkan. Kegiatan itu antara lain dapat
bentuk kekerasan fisik yang terbuka seperti penaklukan
dan kolonisasi, perampokan dan perbudakan, serta eks- dilakukan melalui program pengembangan bibit-bibit
ploitasi pertanian dan perdagangan antar benua, maka di berbasis lingkungan untuk melayani kepentingan masya-
rakat dalam bidang pertanian, perikanan, peternakan, dan
era globalisasi gelombang ketiga ekstraksi kekayaan
kehutanan. Program pelayanan yang sama juga perlu
negara-negara Dunia Ketiga dilakukan dengan cara-cara
dikembangkan untuk membantu masyarakat meningkat-
yang sangat lembut dan tersembunyi melalui regulasi
kan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat dalam
sistem perdagangan internasional yang di atas permukaan
bidang manajemen dan teknologi untuk meningkatkan
tampak sangat bebas dan demokratis akan tetapi yang di
produktivitas usaha kecil dan menengah. Pelaksanaan
bawah permukaan sesungguhnya seringkali jauh lebih
program PTM (Pengerahan Tenaga Mahasiswa) yang
eksploitatif dan tidak adil. Tidak mengherankan oleh
pernah dilakukan pada tahun limapuluhan melalui upaya
karenanya jikalau keberhasilan globalisasi gelombang
perintisan Prof. Koesnadi Hardjosoemantri perlu pula
ketiga yang telah membawa perkembangan peradaban
dipertimbangkan kembali.
umat manusia ke tingkat yang selama ini tidak pernah
terbayangkan, harus berjalan seiring dengan terjadinya Para hadirin yang saya hormati.
berbagai tragedi kemanusiaan di banyak negara sedang
Universitas Gadjah Mada Menyongsong Hari Depan
berkembang. Gelinas (ibid: 165-166) menyebut beberapa
tragedi kemanusiaan berikut diantara yang paling penting: Upaya kontekstualisasi dan revitalisasi jati diri dan
nilai-nilai itu tidak akan banyak maknanya jikalau
(1) 4 sampai 6 milyar penduduk berada di 127 negara
struktur dan mekanisme kelembagaan Universitas Gadjah
terbelakang di dalam kondisi kemiskinan yang Mada tidak memberikan kemungkinan bagi aktualisasi
berat; semua itu ke dalam praksis penyelenggaraan universitas.
Itulah problematika kelembagaan kontekstualisasi dan

18 31
wajib. Untuk menjamin terjadinya integrasi antara (2) 49 negara paling terbelakang secara teknologis
pelaksanaan Tridharma universitas yang pertama dan mengalami kebangkrutan;
kedua, sistem pengajaran melalui penelitian (teaching (3) pendapatan per kapita per tahun dari 100 negara di
through research) perlu dikembangkan sebagai bagian Dunia Ketiga mengalani penurunan dari keadaan
integral dari penyelenggaraan perkuliahan di Universitas 10, 15, 20 dan bahkan 30 tahun yang lalu;
Gadjah Mada seperti yang pernah diusulkan oleh Arasteh
(1966). (4) 2,8 milyar penduduk di negara-negara Dunia
Dalam pelaksanaan Tridharma yang kedua, yaitu Ketiga hidup dengan pendapatan kurang dari 2
penelitian, semua kegiatan penelitian yang dilakukan di dollar AS (Amerika Serikat) per hari;
Universitas Gadjah Mada harus pula dijiwai nilai-nilai (5) 1,3 milyar penduduk di negara-negara yang sama
Pancasila. Melalui penyampaian pidato Dies Universitas bahkan hidup dengan tingkat konsumsi kurang
Gadjah Mada tahun 1954 dan 1955, Prof. Sardjito (dalam dari 1 dollar AS;
Mubyarto, 2004: 131) telah jauh-jauh hari mengung-
kapkan hal itu, antara lain melalui pernyataannya bahwa: (6) 2,6 milyar penduduk dunia tidak memiliki
infrastruktur sanitasi yang memadai; dan
Di dalam mengerjakan penelitian yang ditujukan
ke arah mencari kenyataan dan kebenaran, (7) 1,4 penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap
seorang peneliti mempunyai sifat menurut corak air minum yang bersih.
dari pribadi seorang sendiri-sendiri. Karena kita Laporan statistik UN Human Development Report
harus memper-kembangkan UGM yang berdasar- tahun 1996 (Tehranian, op. cit., 1999: 157) menguatkan
kan Pancasila maka seharusnya sikap peneliti semua itu dengan menunjukkan semakin menguatnya
UGM harus disesuaikan dengan Pancasila. tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi dunia melalui
Untuk menguatkan pelaksanaan sistem pengajaran penyajian statistik berikut: 20 persen penduduk terkaya di
melalui penelitian, hasil-hasil penelitian yang secara kuat dunia menerima lebih dari 82 persen pendapatan dunia,
mencerminkan nilai-nilai Pancasila perlu ditulis dan sementara 20 persen penduduk paling miskin hanya
diterbitkan sebagai buku-buku teks perkuliahan untuk menerima 1,4 persen. Mengutip laporan Rummel tahun
memberikan contoh-contoh tentang bagaimana jati diri 1994, Tehranian menyebutkan pula bahwa sepanjang
dan nilai-nilai Pancasila menampakkan diri dalam kurun waktu antara tahun 1900 sampai dengan tahun 1990
kegiatan-kegiatan penelitian yang mudah dipahami dan telah terjadi sekitar 250 perang antar negara dan perang
diuji oleh mahasiswa. sipil di berbagai negara yang merenggut kematian lebih
Dalam pelaksanaan Tridharma yang ketiga, dari 100 juta tentara dan 100 juta penduduk sipil. Lebih
kontekstualisasi dan revitalisasi nilai-nilai Pancasila harus dari itu, jikalau pada abad ke-18 dan abad ke-19 kematian
prajurit yang terjadi dalam peperanngan hanya mencapai

30 19
angka 50 dan 60 orang per 1 juta penduduk dunia, angka sehingga aktualisasinya melalui pelaksanaan program-
itu meningkat secara sangat dramatik pada abad 20 program Tridharma Universitas benar-benar mampu
menjadi 460 kematian per 1 juta penduduk dunia. menjawab tantangan perubahan-perubahan global?
Kenyataan-kenyataan itu lah yang antara lain telah Bagaimana identitas, jati diri dan nilai-nilai itu harus
didefinisikan kembali dan direvitalisasi ke dalam
menjadi alasan Tehranian (1999: 156) untuk menyebut
Abad ke-20 sebagai “abad kematian yang direncanakan” perumusan kebijakan-kebijakan organisasional atau
(a century of death by design). Memasuki akhir Abad ke- institusional univer-sitas kita? Tidak kalah pentingnya
20 sejumlah cendekiawan terkemuka bahkan telah dari semua itu adalah pertanyaan tentang bagaimana
kontekstualisasi dan revitalisasi identitas, jati diri dan
menengarai terjadinya “kematian” banyak hal yang
nilai-nilai Universitas Gadjah Mada harus kita lakukan:
selama ini menjadi fondasi dari tata kehidupan dunia
melalui pendekatan indoktrinasi dan penataran-penataran
(Tehranian, op. cit., 1996): mulai dari “the end of
ideology” (Bell, 1960), “the end of history” (Fukuyama, seperti yang selama ini kita lakukan, atau melalui
1989), “the end of modernity” (Mowlana dan Wilson, dikursus akademik yang lebih demokratis seperti yang
seharusnya dilakukan dalam proses produksi dan
1990), “the end of journalism” (Katz, 1992), “the end of
reproduksi ilmu pengetahuan?
geography” (Mosco, 1994), “the end of racism”
Dalam hubungan semua itu hasil “Seminar
(D’Souza, 1995), dan “the end of work” (Rifkin, 1995),
sampai dengan “the end of university” (Tehranian, 1996). Revitalisasi Nilai-Nilai Luhur Universitas Gadjah Mada”
yang diselenggarakan oleh Majelis Guru Besar
Para hadirin yang saya muliakan. Universitas Gadjah Mada pada tanggal 29 November
Revolusi teknologi informasi dan isu “kematian 2004 sangat penting untuk diperhatikan. Seminar tersebut
universitas” mengusulkan agar proses kontekstualisasi dan revitalisasi
nilai-nilai Pancasila sungguh-sungguh dilakukan dalam
Di dalam kaitannya dengan isu yang terakhir tentang pelaksanaan program-program Tridharma Universitas
“kematian universitas”, yang sangat relevan bagi Gadjah Mada. Dalam pelaksanaan Tridharma yang
penyajian tema Orasi Dies kali ini, globalisasi telah pertama, yaitu pendidikan dan pengajaran, semua mata
membuat universitas di seluruh dunia semakin kehilangan kuliah yang diajarkan di Universitas Gadjah Mada harus
otonominya sebagai “culture-conserving”, “culture- dijiwai oleh nilai-nilai Ketuhanan, perikemanusiaan,
creating” dan “civilizing institituion” dalam mewujudkan kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Kuliah
peran dan fungsinya untuk membebaskan umat manusia Studium Generale Pancasila yang lebih menekankan
dari berbagai bentuk penindasasan, ketidakadilan dan diskursus akademik untuk mengkontektualisasikan nilai-
dehumanisasi, dan untuk mewujudkan misi “liberasi” nilai dasar tadi harus diberikan pada para mahasiswa
(liberation) dan “pencerahan” (enlightenment) bagi pada awal-awal masa studi mereka sebagai mata kuliah

20 29
Problematika kontekstualisasi dan revitalisasi jati diri kehidupan umat manusia. Sebagaimana yang akan
Universitas Gasjah Mada disampaikan lebih jauh pada halaman-halaman berikut, di
Untuk menghadapi tantangan sangat berat itu bawah tekanan globalisasi teknologi informasi genre
Universitas Gadjah Mada perlu menegaskan kembali baru, di seluruh permukaan bumi universitas semakin
kehilangan otonomi dan kemampuan mereka untuk me-
“khitahnya” sebagai Universitas Perjuangan, yang secara
wujudkan hampir semua peran dan fungsi tradisionalnya
historis lahir dari kancah revolusi untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia dari ancaman dan tekanan peru- yang sangat esensial untuk melakukan produksi, preser-
vasi, dan transmisi pengetahuan (Noam, 1995), dan pendi-
bahan-perubahan global. Penegasan itu sangat diperlukan
dikan moral, sosialisasi keilmuan, kritik sosial, serta
untuk menghadirkan kembali semangat perjuangan dan
sertifikasi profesional dan rekruitmen elit (Tehranian,
nasionalisme yang sejak awal kelahiran Universitas
1996). Melalui kehadiran revolusi teknologi informasi
Gadjah Mada telah menjadi obsesi dan orientasi dari misi
yang telah menciptakan perubahan-perubahan sangat
liberasi dan kemanusiaannya. Penegasan itu juga diperlu-
mendasar di dalam struktur organisasi dan mekanisma
kan untuk menempatkan dan mengukuhkan kembali
fungsinya sebagai wahana integrasi bangsa dan pemben- kerja universitas sejak tahun 1980-an, globalisasi
gelombang ketiga bahkan telah menciptakan berbagai
tukan identitas “keindonesiaan” bagi segenap civitas
paradoks perkembangan universitas yang selama ini
akademika, terutama para mahasiswanya, yang akan
belum pernah terjadi.
menjadi calon-calon pemimpin bangsa di masa depan..
Penegasan yang sama juga memiliki fungsi sangat penting Sebagaimana dikemukakan oleh Noam dan Tehranian,
untuk memantapkan kembali peran Universitas Gadjah di bawah dukungan perkembangan teknologi informasi
Mada sebagai institusi “cagar budaya” dan yang sangat cepat, globalisasi telah berhasil mendorong
“pengembangan budaya” (cultue-conserving and culture- perkembangan pengetahuan ilmiah pada tingkat pertum-
creating institution) dalam proses “pengadaban” buhan yang sangat tinggi antara 4 sampai 6 persen tiap
(civilizing), “liberasi” (liberating) dan “humanisasi” tahun, yang berarti telah menghasilkan kelipatan pertum-
(humanizing) anak bangsa dari berbagai bentuk penin- buhan dua kali hanya dalam kurun waktu 10 sampai 15
dasan, ketidakadilan dan dehumanisasi. tahun. Seperti yang terjadi dalam bidang-bidang yang
Yang menjadi tantangan kita saat ini dan di masa lain, spesialisasi merupakan mekanisme yang bekerja di
depan adalah bagaimana, menghadapi konteks globalisasi belakang perkembangan ilmu pengetahuan yang luar
biasa itu. Salah satu sebabnya yang sangat penting
gelombang ketiga (baca: globalisasi neo-liberal) yang
semakin meraja, identitas, jati diri dan nilai-nilai bersumber dalam keterbatasan kemampuan finansial dan
Universitas Gadjah Mada harus dikontekstualisasi dan sumber daya fisik yang dimiliki oleh universitas, sehingga
direvitalisasi? Bagaimana identitas, jati diri dan nilai-nilai aktualisasi kemampuan para ilmuwan untuk menguasai
itu harus dikontekstua-lisasikan dan direvitalisasi pengetahuan yang semakin banyak mengenai bidang-

28 21
bidang yang semakin sempit terpaksa harus menemukan geografi dan lain-lain, jelas hanya dimaksudkan untuk
solusinya dalam pengembangan jaringan dengan menciptakan suatu “sense of crisis” dan “sense of
lembaga-lembaga eksternal, seperti lembaga-lembaga emergency” bahwa suatu tindakan atau kebijakan perlu
“think-tanks”, konsultansi, korporasi riset dan segera dilakukan untuk mencegah menurun-nya kemam-
pengembangan yang dimiliki oleh berbagai departemen puan universitas untuk mewujudkan peran dan misi
dan lembaga-lembaga penelitian pemerintah dan non- kelembagaannya sebagai institusi pendidikan dan lemba-
pemerintah. ga konservasi dan penciptaan kebudayaan. Sebagaimana
Spesialisasi bidang-bidang ilmu pengetahuan memang dikemukakan oleh Jean Baudrillard (Tehranian, op. cit.,
merupakan salah satu kekuatan sangat penting bagi 1996), semua pengertian “kematian” dalam semua konsep
perkembangan ilmu pengetahuan. Akan tetapi ketika yang sudah disebutkan di atas dirumuskan di atas konsep
spesialisasi bidang-bidang ilmu pengetahuan berkembang yang bersifat linier. Di era pos-modernisme, demikian
terlalu jauh, apalagi ketika dorongan yang menggerak- menurut Baudrillard, linieritas memang akan selalu
kannya dikendalikan oleh kepentingan korporasi- berkembang menuju kematiannya. Akan tetapi di sebe-
korporasi transnasional, maka sistem intelektual yang rang kematian itu trajektori-trajektori maknanya akan
menjadi tempatnya berpijak akan semakin kehilangan senantiasa menciptakan ideologi-ideologi baru, sejarah-
kemampuan esensialnya untuk melihat dan menjelaskan sejarah baru, geografi-geografi baru, universitas-uni-
hal-hal berikut: (1) deskripsi tentang keseluruhan versitas baru, dan berbagai hal baru yang lain, oleh karena
kerangka kerja ilmu pengetahuan yang menempatkan dalam era pos-modernisme setiap kejadian akan menemu-
beragam disiplin ilmu pengetahuan di dalam hubungan kan liberasi bagi dirinya sendiri. Dalam konteks tema
mereka satu dengan yang lain; (2) deliniasi tentang apa penyajian Dies kali ini, yang diperlukan dengan demikian
yang dapat direpresentasikan oleh setiap disiplin ilmu adalah tindakan-tindakan dan kebijakan-kebijakan untuk
pengetahuan; (3) perkembangan pemahaman (insights) melakukan liberasi universitas kita, bukan hanya dari
tentang kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan metafora konsep “kematian”, akan tetapi lebih-lebih dari
diantara berbagai disiplin ilmu pengetahuan dalam kenyataan-kenyataan obyektif dan subyektif yang
kaitannya dengan kompleksitas sistem paradigmatik yang ditunjuk oleh konsep “kematian” itu. Pada bagian paling
mendasarinya; dan (4) bagaimana berbagai disiplin ilmu akhir orasi ini akan coba dicari dan diungkapkan,
pengetahuan berhubungan sangat erat satu sama lain menyusul pemaparan tentang problematika kontekstua-
ketika mereka diterapkan untuk mengungkapkan masalah- lisasi dan revitalisasi pilihan identitas, jati diri dan nilai-
masalah tertentu. Yang terakhir memiliki kaitan yang erat nilai yang sejak awal telah menjadi dasar dari kelahiran
dengan isu tentang bagaimana ilmuwan dapat menilai Universitas Gadjah Mada.
kemungkinan-kemungkinan bahwa bidang-bidang kajian
Para hadirin yang sangat saya hormati.
yang mereka lakukan dibangun di atas pertanyaan-

22 27
para pengguna informasi, hanya akan dapat diperoleh pertanyaan yang sesat, dan bahwa penelitian-peneilitian
sejauh mereka dapat dan mampu membelinya. mereka dilakukan di atas pilihan penggunaan pendekatan-
Kedua, globalisasi teknologi informasi juga telah dan pendekatan keilmuan yang keliru dan oleh karena itu telah
akan mengakibatkan masyarakat dan ekonomi kita menghasilkan kesalahan-kesalahan pemahaman yang
semakin tumbuh menjadi sebuah “corporate capitalism” sangat mendasar; dan bagaimana keduanya sangat esen-
yang akan semakin didominasi oleh institusi-institusi sial bagi pengembangan kesahihan metodologi masing-
korporatis di dalam bentuk organisasi-organsisasi masing disiplin ilmu pengetahuan dan keseluruhan sistem
oligopolistis atau bahkan monopolistis. Ketiga, sebagai intelektual yang mendasarinya. Apa yang dikhawatirkan
hasil dari keduanya, yang telah dan akan kita saksikan oleh Kline (1995) akan dapat terjadi pada perkembangan
semakin transparan di hadapan mata publik adalah ilmu pengetahuan di era globalisasi di masa yang akan
meningkatnya kesenjangan kelas (class inequality) yang datang.
akan semakin menguasai dinamika perkembangan Sebagai akibatnya, fungsi pertama universitas untuk
masyarakat dan ekonomi kita di masa mendatang. Kelas, mengembangkan pengetahuan semakin banyak diambil-
misalnya, akan semakin menentukan siapa yang akan alih oleh lembaga-lembaga penelitian pemerintah dan atau
memperoleh jenis informasi macam apa dan dalam swasta yang memiliki dukungan dana yang kuat dan
jumlah seberapa banyak, serta semua konsekuensi yang menuntut keahlian yang semakin terspesialisasi. Fungsi
ditimbulkannya. Di dalam situasi seperti itu, hanya pengembangan ilmu pengetahuan yang selama ini secara
mereka yang berada pada lapisan atas di dalam struktur internal dapat dilakukan universitas melalui kebijakan-
sosial masyarakat kita yang akan memperoleh keuntungan kebijakan pengembangan infrastruktur dan iklim akade-
yang berarti dari perkembangan teknologi informasi. mik, berkat dukungan perkembangan jaringan transportasi
Dalam konteks pemanfaatannya bagi pengembangan ilmu dan komunikasi modern, kini harus dilakukan melalui
pengetahuan, hal itu juga berarti bahwa hanya mereka persaingan yang semakin tidak menguntungkan dengan
yang berada pada lapisan atas di dalam struktur sosial lembaga-lembaga dan jaringan-jaringan pengembangan
masyarakat kita yang akan memperoleh keuntungan yang ilmu pengetahuan yang semakin banyak berkembang di
berarti dari perkembangan ilmu pengetahuan dan luar universitas dengan dukungan infrastruktur yang jauh
teknologi. lebih baik dan dana yang lebih besar.
Akan tetapi benarkah di mana-mana universitas, Dampak lebih jauh dari semua perkembangan itu
termasuk universitas kita, memang tengah menuju ke adalah bahwa peran universitas untuk mengintegrasikan
ambang kematiannya? Jawabnya, sejauh ini, sebagai suatu perkembangan unit-unit pengembangan ilmu pengetahuan
institusi jelas tidak. Pertama kali kita harus memahami, dan teknologi yang dimilikinya menjadi semakin
bahwa penggunaan konsep kematian universitas, seperti problematik. Program-program dan pusat-pusat studi yang
halnya dengan konsep kematian ideologi, sejarah, menjadi ujung tombak universitas di dalam pengemba-

26 23
ngan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini semakin sulit dengan sejawat-sejawat mereka dari disiplin ilmu-ilmu
dikendalikan untuk berkembang menjadi “kerajaan- pengetahuan alam. Mereka menganggap banyak ahli
kerajaan” kecil yang memiliki hubungan yang minimal ilmu-ilmu pengetahuan alam memberikan kepercayaan
diantara satu dengan yang lain. Di hadapan tawaran terlalu tinggi pada fakta-fakta empiris yang “keras”,
dukungan sumber dana yang besar dari luar, tidak jarang sebaliknya kurang menaruh perhatian pada pentingnya
bahkan dari lembaga-lembaga dana yang memiliki kaitan refleksi dan kontemplasi.
dengan kepentingan korporasi-korporasi transnasional, Semua itu telah menyebabkan fungsi liberasi
maka program-program dan pusat-pusat studi yang universitas untuk membantu masyarakat melepaskan diri
dimiliki universitas akan berkembang mengikuti irama dari berbagai bentuk penindasan, ketidakadilan dan
dan dinamika mereka sendiri-sendiri. Sebagai akibatnya, dehumanisasi juga menjadi semakin problematik.
berbagai disiplin ilmu pengetahuan menjadi semakin tidak Meminjam argumen Schiller (Webster, 1995), di tengah
dapat berbicara satu sama lain. Disiplin ilmu-ilmu era globalisasi teknologi informasi, di mana-mana di
pengetahuan alam, misalnya, yang pada abad limabelas seluruh dunia, terutama di negara-negara Dunia Ketiga,
dan enambelas memiliki kebesaran dan superiotas yang universitas semakin tidak memiliki kemampuan untuk
sangat tinggi oleh karena para ahlinya pada umumnya mencegah hadirnya paling sedikit tiga ragam perubahan
memiliki kapasitas sebagai ahli-ahli filsafat yang tidak sangat problematik berikut. Pertama, sebagai implikasi
hanya memiliki penguasaan atas fakta-fakta empiris akan dari perkembangan dan aplikasi teknologi informasi dan
tetapi juga konsep-konsep kemanusiaan yang kuat konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, kini
(Heidegger, 1977), kini semakin tidak dapat berbicara universitas harus menyaksikan hadirnya dinamika
dengan para ahli ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Banyak perkemba-ngan masyarakat yang semakin dikendalikan
diantara mereka menganggap para ahli ilmu-ilmu sosial oleh “kriteria-kriteria pasar”. Inovasi-inovasi informasi
dan humaniora lebih banyak membangun argumen dan komunikasi baru yang semula diharapkan akan dapat
keilmuan mereka di atas opini dan akal sehat yang tidak menjadi kekuatan pendorong sangat penting bagi
memiliki dukungan fakta-fakta empiris yang kuat dan dinamika perkembangan masyarakat di masa mendatang,
terpercaya. Sebaliknya, disiplin ilmu-ilmu sosial yang ternyata telah berkembang semakin dikendalikan oleh
pada awal kelahirannya berkembang dengan meminjam kekuatan-kekuatan pasar di dalam proses pembelian,
epistemologi positivisme dari disiplin ilmu-ilmu pengeta- penjualan, dan perdagangan untuk alasan keuntungan.
huan alam (Etzkowitz, 1991), kini semakin bersikap Sentralitas prinsip-prinsip pasar di dalam ketiga kegiatan
skeptis terhadap kesahihan fakta-fakta empiris yang itu pada gilirannya telah menghasilkan terjadinya
“keras” yang dihasilkan melalui penggunaan metode- “komodifikasi” dan “komersialisasi” informasi, dan
metode penelitian positivistik-naturalistik, dan oleh dengan demikian hanya akan menjamin ketersediaan
karena itu juga menjadi semakin “sulit” untuk berbicara informasi sejauh ia menghasilkan keuntungan; dan bagi

24 25

Anda mungkin juga menyukai