Anda di halaman 1dari 5

Manajemen Nyeri

Nyeri (Pain) adalah kondisi perasaan yang tidak menyenangkan. Sifatnya sangat subjektif
karna perasaan nyeri berbeda pada setiap orang baik dalam hal skala ataupun tingkatannya
dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan dan mengefakuasi rasa nyeri yang
dialaminya (Hidayat, 2008).

Internasional Association for Study of Pain (IASP), mendefinisikan nyeri sebagai suatu
sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenagkan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang bersifat akut yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan (Potter & Perry, 2005).

Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenangkan yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana
jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut
dan mual.

Manajemen nyeri dapat dilakukan secara farmakologi dan non farmakologi :

1. Farmakologi
Penatalaksanaan farmakalogi adalah pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri.
Obat-obatan yang diberikan dapat digolongkan kedalam:
a. Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein. Opioid
meredakan nyeri dan memberi rasa euforia lebih besar dengan mengikat
reseptor opiat dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab di dalam
tubuh) penekan nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan
sikap serta perasaan sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri
tetap dirasakan (Kozier, et al., 2010).
Opioid adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan
cara meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam menurunkan
nyeri yang dialami seseorang
b. Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid antiinflamation
drugs/NSAID)
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid
(NSAID) seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesik,
dan antipiretik, sementara asetaminofen hanya memiliki efek analgesik dan
antipiretik. Obat-obatan ini meredakan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf
tepi di tempat cedera dan menurunkan tingkat mediator inflamasi serta
mengganggu produksi prostaglandin di tempat cedera (Kozier, et al., 2010).
Non opioid dan NSAID memiliki peran yang berguna dalam manajemennyeri,
khususnya pada kondisi-kondisi gangguan muskuloskletetal. Obat-obatan
yang biasanya digunakan diantaranya adalah ibuprofen, naproxen dan
diclofenac.
c. Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan
analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut,
selain kerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat
membantu mengurangi ansietas, stres dan ketegangan sehingga pasien dapat
tidur denganbaik di malam hari. Antidepresan digunakan untuk mengatasi
gangguan depresi atau gangguan alam perasaan yang mendasari tetapi dapat
juga meningkatkan strategi nyeri yang lain. Antikonvulsan, biasanya
diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam mengendalikan
neuropati yang menyakitkan (Kozier, et al., 2010).
2. Non farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara
diantaranya adalah:
1) Intervensi fisik
Intervensi fisik bertujuan menyediakan kenyamanan, mengubah respon fisiologis,
dan mengurangi rasa takut yang berhubungan dengan imobilitas akibat rasa nyeri
atau keterbatasan aktivitas (Kozier, et al., 2010) .
a. Stimulasi kutaneus
Stimulasi kutaneus atau counterstimulation merupakan istilah yang digunakan
untuk mengidentifikasi tekhnik yang dipercaya dapat mengaktivasi opioid
endogeneous dan sistem analgesia monoamnie. Stimulasi kutaneus efektif
dengan cara menurunkan pembengkakan, menurunkan kekakuan dan
meningkatkan serabut saraf berdiameter besar untuk menghambat serabut
saraf berdiameter kecil sebagai penyampai atau reseptor nyeri dengan
menggunakan terapi dingin, terapi panas, tekanan, getaran atau pijatan.
b. Imobilisasi
Mengimobiliasi atau membatasi pergerakan bagian tubuh yang menyakitkan
misal pada artritis sendi, trauma ekstremitas dapat membantu mengatasi
episode nyeri akut. Bebat atau alat penyangga harus menahan sendi pada
posisi fungsiyang optimum dan harus digerakkan secara teratur sesuai dengan
protokol (Kozier, et al., 2010)
c. Stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS)
TENS adalah sebuah metode pemberian stimulasi elektrik bervoltase rendah
secara langsung ke area nyeri yang telah teridentifikasi, ke titik akupresur, di
sepanjang kolumna spinalis. Stimulasi kutaneus dari unit TENS diperkirakan
mengkativasi serabut saraf berdiameter besar yang mengatur impuls nosiseptif
di sistem saraf tepi dan sistem saraf pusat sehingga menghasilkan penurunan
nyeri (Kozier, et al., 2010).
2) Intervensi pikiran-perilaku (kognitif-perilaku)
Intervensi pikiran-perilaku atau CBI (cognitive bebehavioral therapy) adalah suatu
pendekatan yang efektif dalam manajemen nyeri, merupakan kombinasi antara
metode farmakologi dan non farmakologi .
a. Distraksi
Distraksi adalah suatu strategi manajemen nyeri dimana perhatian pasien
dialihkan dari rasa nyeri ke sesuatu hal yang lain. Distraksi diduga dapat
menurunkan nyeri, menurunkan persepsi nyeri dengan stimulasi sistem
kontrol desendens, yang mengakibatkan lebih sedikit stimulasi nyeri yang
ditransmisikan ke otak
b. Reframing
Reframing adalah suatu tekhnik yang dapat diajarkan pada klien untuk
memonitor pikiran negatif mereka dengan menggantinya menjadi pikiran
yang positif. Mengajarkan klien cara memaknai atau memahami suatu rasa
nyeri
c. Tekhnik relaksasi
Tekhnik relaksasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk
menurunkan cemas dan tekanan otot. Meliputi imagery dan progresive
muscle relaxation. Teknik relaksasi mengajarkan pasien bagaimana untuk
fokus pada gambar yang menenangkan, menghilangkan ketegangan dan
melepaskan otot-otot, serta latihan napas dalam.
d. Biofeedback
Biofeedback adalah suatu proses dimana individu belajar untuk memahami
serta memberi pengaruh respon fisiologis atas diri mereka terhadap nyeri
e. Latihan fisik
Latihan merupakan penatalaksanaan penting terhadap nyeri kronik karena
dapat menguatkan otot-otot yang lemah, membantu mobilisasi sendi serta
membantu koordinasi dan keseimbangan
f. Nutrisi
Pengaturan diet dapat mengatasi nyeri dengan cara menghambat proses
biokimia pada proses inflamasi
g. Herbal
Herbal telah lama digunakan untuk mengatasi nyeri. Herba adalah tanaman
yang dinilai bermanfaat karena sifat obat, rasa, dan aromanya. Obat herbal
adalah sumber besar biomolekul di alam yang belum ditemukan dan
diketahui yang dapat memberikan jalur alternatif untuk bantuan
pengobatan terhadap penyakit.
h. Lingkungan
Lingkungan dapat mempengaruhi persepsi sesorang terhadap nyeri.
Memodifikasi lingkungan dapat mengurangi nyeri.
3) Terapi invasif
Terapi invasif adalah suatu tindakan atau terapi untuk menghilangkan nyeri yang
sifatnya permanen, dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir, secara umum
tindakan ini dilakukan untuk mengatasi nyeri yang tidak terkendali (Kozier, et al.,
2010).

Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal ini karena
nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh
hanya terpaku pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan
yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan
spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan
efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam
rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Sumber

Hidayat. 2008. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku Kedokteran. EGC

Kozier, et al. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik,
Volume 1. Jakarta: EGC

Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar fundamental Keperawatan : konsep, Proses, dan praktik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai