Etimologi[sunting | sunting sumber]
Terdapat tiga jenis tanah yang akan digunakan oleh masyarakat di masa lalu saat akan
membangun sebuah tempat atau pemukiman, pertama adalah tanah Anupa sebagai tanah
subur serta dekat dengan sumber mata air berbagai macam biji - bijian jika ditanam akan
tumbuh dengan baik. Kedua adalah tanah Sadarana, tanah yang di sebagian wilayahnya
subur dan sebagian yang lainnya kurang subur, selanjutnya yang ketiga
adalah Janggala yang merupakan tanah yang kurang subur atau hutan belantara.
Pangjalu berasal dari kata Jalu yang memiliki arti Jantan atau Pria, selanjutnya diberi unsur
kata Pang yang adalah Pe, merupakan tambahan sehingga menjadi kalimat Pe-
jantan dalam konteks kewilayahan istilah pejantan tersebut bermakna wilayah yang subur
serta berdikari atau mandiri. Istilah Kadiri merupakan sinonim kata atau persamaan dari
Pangjalu yang bermakna kemandirian. Kasus tersebut mirip dengan
nama Majapahit dengan Wilwatikta, dimana wilwa adalah buah maja dan tikta adalah pahit.
“ ”
(9b) "...śrī mahārāja mantuk śīma nira ring bhūmi
kaḍiri..."
(Brandes 1913:171)
Terjemahan inskripsi: (Sri Maharaja telah kembali kesimanya, atau harapannya di Bhumi
Kadiri...")
dalam prasasti Kamulan yang berangka tahun 1116 Saka (1194 M) menyebutkan:
“ ”
"...tatkāla ni n kentar sangke kaḍatwan ring katang-katang deni nkin malṛ
yatik kaprabhun śrī mahārāja siniwi riŋ bhūmi kaḍiri..."
(Brandes 1913:173)
Terjemahan inskripsi: (ketika meninggalkan istananya yang berada di Katang-katang
sehingga tetap dapat menjalankan pemerintahan sebagai Sri Maharaja yang bertahta di
Bhumi Kadiri...")
Penyebutan nama wilayah Kadiri untuk pertama kali ditemukan di dalam prasasti Harinjing
B pada tahun 843 Saka (19 September 921 Masehi) yang dikeluarkan oleh raja Rakai
Layang Dyah Tulodong dari kerajaan Medang atau Mataram Kuno.
“ ”
"...i śrī mahārāja mijil angkȇn cetra ka 3 i sang pamgat asing juru i kaḍiri
ikang i wilang..."
Terjemahan inskripsi: (kepada śrī mahārāja dikeluarkan setiap Bulan Caitra tanggal 3,
kepada Sang Pemutus Perkara bernama asing petugas di Kaḍiri, yang dari Wilang...")
Candi Penataran merupakan candi yang berumur empat abad karena dibangun dan
dikembangkan oleh beberapa kerajaan sekaligus, mulai dari Kerajaan Kediri
hingga Majapahit.
Wayang Kulit wayang panji brajanata―pangeran Kerajaan Kadiri.
Masa - masa awal kerajaan Kadiri setelah peristiwa pembelahan tidak banyak
diketahui. prasasti Turun Hyang (1044 M) yang diterbitkan kerajaan Janggala hanya
memberitakan adanya perang saudara antara kedua kerajaan sepeninggal
raja Airlangga, sejarah kerajaan Kadiri mulai diketahui dengan adanya prasasti
Mataji dan prasasti Banjaran. Setelah raja Sri Jitendrakara diketahui terdapat raja
bernama Sri Bameswara berdasarkan Prasasti Karanggayam. Selanjutnya
dalam prasasti Hantang raja yang memerintah sudah berganti Sri Jayabhaya.
Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil menaklukkan kerajaan
Janggala dengan semboyannya yang terkenal di dalam prasasti Ngantang (1135
M), yaitu Pangjalu Jayati, yang berarti Kadiri Menang.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya inilah, kerajaan Kadiri mengalami masa
kejayaannya. Wilayah kerajaan ini meliputi seluruh Jawa dan beberapa pulau
di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh kedatuan
Sriwijaya di Sumatra. Hal ini diperkuat kronik Tiongkok berjudul Ling wai tai ta karya
Chou Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya
selain Tiongkok secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang
berkuasa di jazirah Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Panjalu, sedangkan
Sumatra dikuasai Sriwijaya.[2] Pada prasasti Talan yang berangka tahun 1136 M.
(sisi depan) dan 1039 M. (sisi belakang). Memuat anugerah dari raja
Jayabhaya kepada warga desa Talan (termasuk wilayah Panumbangan) yang sejak
dahulu menyimpan prasasti ripta (lontar) dari masa leluhurnya wangsa
Isyana yaitu Airlangga. Raja Jayabhaya kemudian meneguhkan kembali prasasti
ripta tersebut menjadi sebuah batu (linggopala) dengan memberi cap kerajaan
bersimbol Garuda Mukha, serta menambahkan anugerah lain kepada warga Talan
karena telah berbakti kepada raja Airlangga yang memakai Garuda Mukha sebagai
cap dari kerajaannya. Raja Jayabhaya sendiri mengklaim bahwa raja Airlangga
adalah nenek moyangnya.
Di dalam prasasti Jaring dari masa pemerintahan Sri Gandra untuk pertama kalinya
memuat nama - nama hewan yang dipakai sebagai nama depan para pejabat
kerajaan,[3] misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, Kebo Waruga, Tikus Jinada
dan Macan Kuning. Nama
kepangkatan menjangan, lembu, kebo, macan, gajah, tikus bisa menunjukkan tinggi
rendahnya pangkat seseorang dalam istana. Nama - nama hewan untuk
kepangkatan istana juga masih terus berlanjut di masa
kerajaan Singhasari dan Majapahit setelah Kadiri runtuh. Adapun isi prasasti Jaring
berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring oleh Sri Gandra
melalui Senapati Sarwwajala yang dapat disamakan
dengan laksamana atau (panglima angkatan laut), menunjukkan kemajuan Kediri
dalam bidang maritim. Sehingga dapat diketahui bahwa pada masa raja Sri Gandra,
pejabat kemiliteran mengalami perluasan peran tidak hanya sebatas menangani
urusan perang atau kemiliteran, tetapi juga urusan sipil masyarakat.
Pada masa pemerintahan Sri Kameswara seorang pujangga bernama Mpu
Dharmaja menciptakan mahakarya Kakawin Smaradahana (Asmaradahana) yang
didedikasikan untuk Sri Kameswara dan permaisurinya Sri Kirana Ratu, putri
dari kerajaan Janggala. Kakawin Smaradahana juga mengisahkan terbakarnya
dewa Kamajaya dan dewi Ratih, menjelang kelahiran Ganesha. Pasangan dewa-
dewi tersebut kemudian menitis dalam diri Sri Kameswara dan permaisurinya yang
bernama Sri Kirana, dan dianggap merupakan inspirasi awal yang
memunculkan cerita Panji, kisah cinta yang terinspirasi dari raja Kameswara
dengan Sri Kirana. cerita Panji terfokus pada peyualangan romantika tokoh Panji
dalam menemukan kekasih hatinya yaitu Candra Kirana.
Cerita Panji mengalami perkembangan pesat dan tersebar luas pada
zaman Majapahit. Cerita Panji menggambarkan kisah percintaan dan peperangan
dari dua kerajaan, yaitu Jenggala dan Panjalu. Cerita Panji dengan tokoh sentral
Inu Kertapati dan Galuh Chandrakirana memiliki banyak versi dan tersebar hingga
ke wilayah Asia Tenggara. Selain Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatera, kisah
Panji juga menyebar hingga
ke Thailand, Kamboja, Laos, Filipina, Malaysia, Vietnam dan Myanmar.[4] Tokoh
Raden Inu Kertapati diadaptasi dalam karya sastra dan drama tari dengan nama
yang bervariasi, seperti Inao/อิเหนา (Siam), Inav/Eynao (Khmer), atau E-
naung (Birma), sementara Dewi Sekartaji dikenal sebagai Bussaba/Bessaba. Di
Sulawesi, ada cerita panji yang ditulis dalam bahasa Makassar, yang
disebut Hikayat Cekele (Bahasa Melayu: Cekel).[5]
Penemuan Situs Tondowongso awal tahun 2007 diyakini sebagai peninggalan
kerajaan Panjalu juga bersama dengan Situs Adan-Adan yang memiliki bermacam
temuan benda-benda bersejarah seperti batuan fondasi candi, makara, sistem
pertirtaan (pengairan) diduga embung, pecahan keramik dan
beberapa arca peninggalan era Kerajaan Panjalu dan Tumapel yang terletak di
Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, diharapkan
dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut.
Ekonomi[sunting | sunting sumber]
Arca Ganesha dan pecahan candi di Karesidenan Kediri tahun 1866-1867
Situs Tondowongso di Kediri tahun 2007
Menurut sumber berita dari Tiongkok, pekerjaan utama orang Panjalu berkisar pada
pertanian (bercocok tanam padi), peternakan (sapi, babi hutan, unggas), dan
perdagangan rempah-rempah. Daha, ibu kota Kerajaan Panjalu, terletak di
pedalaman, dekat lembah sungai Brantas yang subur. Dari masa pemerintahan raja
sebelumnya Airlangga, Panjalu mewarisi sistem irigasi, termasuk
bendungan Waringin Sapta. Perekonomian Panjalu sebagian dimonetisasi, dengan
koin perak yang dikeluarkan oleh istana.
Pada periode-periode selanjutnya, perekonomian Kadiri tumbuh dengan lebih
bertumpu pada perdagangan, khususnya perdagangan rempah-rempah. Hal ini
dihasilkan dari pengembangan angkatan laut Kediri (Panjalu), memberi mereka
kesempatan untuk mengontrol jalur perdagangan rempah-rempah ke pulau-pulau
timur. Panjalu mengumpulkan rempah-rempah dari anak
sungai di Kalimantan bagian selatan dan Kepulauan Maluku. Orang India dan Asia
Tenggara kemudian mengangkut rempah-rempah ke
pasar Mediterania dan Tiongkok melalui Rute Rempah-rempah yang
menghubungkan rantai pelabuhan dari Samudra Hindia ke Cina selatan.
Pertanian, peternakan, dan perdagangan berkembang pesat dan mendapat
perhatian penuh dari pemerintah. Dia melaporkan bahwa peternakan
ulat sutera untuk memproduksi pakaian sutra dan katun telah diadopsi oleh orang
Jawa pada waktu itu. Tidak ada hukuman fisik (penjara atau penyiksaan) bagi para
penjahat. Sebaliknya, orang yang melakukan perbuatan melawan hukum terpaksa
membayar denda berupa emas, kecuali pencuri dan perampok yang dieksekusi
mati.
Dalam adat perkawinan, keluarga mempelai wanita menerima mas kawin berupa
emas dari mempelai pria. Alih-alih mengembangkan pengobatan medis,
masyarakat Panjalu mengandalkan doa kepada dewa dan Buddha. Pada bulan ke-
5 tahun ini, festival air dirayakan dengan orang-orang yang bepergian dengan
perahu di sepanjang sungai untuk merayakannya. Pada bulan ke-10, festival lain
diadakan di pegunungan. Orang-orang akan berkumpul di sana untuk bersenang-
senang dan memainkan berbagai musik dengan instrumen
seperti seruling, gendang, dan gambang kayu (bentuk gamelan kuno).
Keruntuhan[sunting | sunting sumber]
Kerajaan Kadiri runtuh pada masa pemerintahan raja Kertajaya, dan dikisahkan
dalam Kitab Pararaton dan Kakawin Nagarakretagama.
Artikel utama: Pemberontakan Ken Arok
Pada tahun 1222 raja Srengga atau Kertajaya sedang berselisih dengan
kaum Brahmana penyebabnya karena ia sang raja berkeinginan untuk disembah
seperti dewa. Para pendeta dari ketiga Aliran yang menolak dan dalam kondisi
terpojok kemudian pergi dari ibu kota dan meminta perlindungan kepada Ken
Angrok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken Arok juga bercita-cita memerdekakan
Tumapel yang merupakan daerah bawahan Kadiri.
Puncak peperangan antara Kadiri dan Tumapel terjadi dekat Desa Ganter (Genter),
di wilayah timur Kadiri. Tatkala pasukan Ken Angrok berhasil menghancurkan
pasukan Kadiri. Kertajaya sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik menuju
kahyangan atau tewas.
Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya
tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam
dewalaya (alam tempat dewa). Kedua naskah tersebut memberitakan tempat
pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kemungkinan yang dimaksud adalah
Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau Kertajaya tewas dan
pergi ke alam dewa.
Dengan demikian, berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak saat itu kemudian
menjadi bawahan Tumapel atau Singhasari. Setelah Ken Arok mengalahkan
Kertajaya, Kadiri menjadi suatu wilayah di bawah kekuasaan Tumapel. Ken Arok
mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258
Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada tahun 1271
Sastrajaya digantikan putranya, yaitu Jayakatwang.
... 2. Tahun Saka Laut Manusia (1144) itulah sirnanya raja Kertajaya. Atas perintah
Siwaputera, Jayasaba berganti jadi raja. Tahun Saka delapan satu satu (1180) Sastrajaya
raja Kediri. Tahun tiga sembilan Siwa Raja (1193) Jayakatwang raja terakhir...
— (Kakawin Nagarakretagama, Pupuh 44).
Artikel utama: Pemberontakan Jayakatwang
Pada tahun 1292, raja bawahan sekaligus besan dari raja
yaitu Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari yang dipimpin oleh
raja Kertanagara, karena dendam masa lalu dimana
leluhurnya Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh
Kertanagara, Jayakatwang membangun kembali Kerajaan leluhurnya Kadiri,
namun hanya bertahan selama satu tahun dikarenakan serangan gabungan
yang dilancarkan oleh pasukan Kekaisaran Mongol dan pasukan menantu
Kertanagara, Dyah Wijaya pendiri Majapahit.
Masa
pemerintah Sri/Maharaja Prasasti dan berita
an
Disebutkan dalam
Sri Samarawijaya prasasti Pucangan (1041). Adalah
Dharmasuparnawahan raja kerajaan Kadiri setelah
1042-1051
a Teguh Uttunggadewa peristiwa pembagian kerajaan
(Sri Samarawijaya) oleh Airlangga kepada kedua
putranya.
prasasti Pandlegan
Sri Maharaja Rakai
I (1117), prasasti
Sirikan Sri Bameswara
Panumbangan, prasasti
Sakalabhuwana
Geneng (1128), prasasti
Tustikarana
1112-1135 Tangkilan (1130), prasasti
Sarwaniwariwirya
Besole (1132), prasasti
Parakrama Digjaya
Pagiliran (1134), prasasti
Uttunggadewa
Bameswara (1135), prasasti
(Sri Bameswara)
Karanggayam.
(Sri Sarweswara)
Sri Maharaja
Koncaryadipa
Handabhuwanapadalak
1181-1182 a Parakrama Anindita Disebutkan dalam prasasti Jaring.
Digjaya Uttunggadewa
Sri Gandra
(Sri Gandra)
Candi Penataran
Candi Penataran, Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di
lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, diperkirakan
dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri
Karya Sastra[sunting | sunting sumber]
Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan oleh Mpu
Panuluh.
Kakawin Lubdhaka dan Kakawin Wrettasañcaya adalah karya Mpu
Tanakung.
Kakawin Hariwangsa, Kakawin Bhomakawya dan Kakawin
Gatotkachasraya ditulis oleh Mpu Panuluh.
Kakawin Smaradahana ditulis oleh Mpu Dharmaja.
Kakawin Sumanasantaka ditulis oleh Mpu Monaguna.
Kakawin Kresnayana ditulis oleh Mpu Triguna.
Prasasti[sunting | sunting sumber]
Prasasti Pucangan (1041)
Prasasti lawan, Sambeng, Lamongan,
Prasasti Pasar Legi (1043 M), Ngimbang, Lamongan.
Prasasti Mataji (1051),
prasasti Pandlegan I (1117),
prasasti Panumbangan,
prasasti Geneng (1128),
prasasti Tangkilan (1130),
prasasti Besole (1132),
prasasti Pagiliran (1134),
prasasti Bameswara (1135),
prasasti Karanggayam,
Prasasti Hantang (1135),
Prasasti Jepun (1144),
Prasasti Talan (1136),
Prasasti Kahyunan,
Prasasti Padlegan II (1159),
Prasasti Waleri,
Prasasti Angin (1171),
Prasasti Jaring,
Prasasti Semanding (1182),
Prasasti Ceker (1185),
Prasasti Sapu Angin (1190),
prasasti Galunggung (1194),
prasasti Kamulan (1194),
prasasti Palah (1197),
prasasti Biri (1202),
prasasti Lawadan (1205)
Situs[sunting | sunting sumber]
Gua Selomangleng, terletak di Mojoroto, Kediri.