PENDAHULUAN
1
2
1.3. Tujuan
Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem perkuatan tebing Kali Mungkung dengan strip
reinforcement geotextile;
2. Mengetahui sistem perkuatan tebing Kali Mungkung dengan sheet
reinforcement geotextile;
3. Mengetahui perbandingan antara sistem strip reinforcement terhadap sistem
sheet reinforcement dan menentukan sistem yang lebih efektif.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
BAB III
LANDASAN TEORI
6
3.1.1.1. Runtuhan
Runtuhan merupakan gerakan tanah yang disebabkan keruntuhan tarik
yang diikuti dengan tipe gerakan jatuh bebas akibat gravitasi. Pada tipe runtuhan
ini massa tanah atau batuan lepas dari suatu lereng atau tebing curam dengan
sedikit atau tanpa terjadi pergeseran (tanpa bidang longsoran) kemudian meluncur
sebagian besar di udara seperti jatuh bebas, loncat atau menggelundung.
Runtuhan batuan adalah runtuhan massa batuan yang lepas dari batuan
induknya. Runtuhan bahan rombakan adalah runtuhan yang terdiri dari fragmen-
fragmen lepas sebelum runtuh. Termasuk pada tipe runtuhan ini adalah runtuhan
kerikil (ukuran kurang dari 20 mm), runtuhan kerakal (ukuran dari 20 mm - 200
mm), dan runtuhan bongkah (ukuran lebih dari 200 mm).
Runtuhan tanah dapat terjadi bila material yang di bawah lebih lemah
(antara lain karena tererosi, penggalian) dari pada lapisan di atasnya. Model
runtuhan ini dapat dilihat dari Gambar 3.1.
Runtuhan batuan dapat terjadi antara lain karena adanya perbedaan pelapukan,
tekanan hidrostatis karena masuknya air ke dalam retakan, serta karena
6
7
3.1.1.2. Jungkiran
Jungkiran adalah jenis gerakan memutar ke depan dari satu atau beberapa
blok tanah/batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan oleh gaya
gravitasi dan atau gaya dorong dari massa batuan di belakangnya atau gaya yang
ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan batuan.
Jungkiran ini biasanya terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak
mempunyai bidang longsoran, seperti terlihat pada Gambar 3.2.
3.1.1.3. Longsoran
Longsoran adalah gerakan yang terdiri dari regangan geser dan
perpindahan sepanjang bidang longsoran di mana massa berpindah melongsor dari
tempat semula dan terpisah dari massa tanah yang mantap. Dalam hal ini,
keruntuhan geser tidak selalu terjadi secara serentak pada suatu bidang longsoran,
tapi dapat berkembang dari keruntuhan geser set em pat. Jenis longsoran
dibedakan menurut bentuk bidang longsoran yaitu rotasi (nendatan) dan translasi,
dan dapat dibagi lagi : (a) material yang bergerak relatif utuh dan terdiri dari satu
atau beberapa blok dan (b) material yang bergerak dan sangat berubah bentuknya
atau terdiri dari banyak blok yang berdiri sendiri.
Longsoran rotasi adalah longsoran yang mempunyai bidang longsor
berbentuk: setengah lingkaran, log spiral, hiperbola atau bentuk lengkung tidak
teratur lainnya. Contoh yang paling umum dari tipe ini adalah nendatan yang
sepanjang bidang longsoran yang berbentuk cekung ke atas. Retakan-retakannya
berbentuk konsentris dan cekung ke arah gerakan dan dilihat dari atas berbentuk
sendok. Rotasi bisa terjadi tunggal, ganda atau berantai. Untuk longsoran translasi
massa yang longsor bergerak sepanjang permukaan yang datar atau agak
bergelombang tanpa atau sedikit gerakan memutar/miring. Lonsoran jenis rotasi
dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Longsoran translasi umumnya ditentukan oleh bidang lemah seperti sesar,
kekar perlapisan dan adanya perbedaan kuat geser antar lapisan atau bidang
8
kontak antara batuan dasar dengan bahan rombakan di atasnya. Untuk translasi
berantai gerakannya menjalar secara bertahap, ke atas lereng akibat tanah di
belakang sedikit demi sedikit diperlemah oleh air yang mengisi retakan-retakan.
Seperti terlihat pada Gambar 3.4.
3.1.1.5. Aliran
Aliran adalah jenis gerakan tanah di mana kuat geser tanah kecil sekali
atau boleh dikatakan tidak ada, dan material yang bergerak berupa material kental.
Termasuk dalam tipe ini adalah gerakan yang lambat, berupa rayapan pada massa
tanah plastis yang menimbulkan retakan tarik tanpa bidang longsoran.
Rayapan di sini dianggap sama dengan arti rayapan pada mekanika bahan
yaitu deformasi yang terjadi terus menerus di bawah tegangan yang konstan. Pada
material yang tidak terkonsolidasi, gerakan ini umumnya berbentuk aliran, baik
cepat atau lambat, kering at au basah. Aliran pada batuan sangat sulit dikenali
karena gerakannya sangat lambat dengan retakan.retakan yang rapat dan tidak
saling berhubungan yang menimbulkan lipatan, lenturan atau tonjolan. Aliran
dapat dibedakan dalam dua tipe menurut materialnya yaitu aliran tanah (termasuk
9
bahan rombakan) dan aliran batuan. Seperti terlihat pada Gambar 3.8.
3.1.1.6. Majemuk
Majemuk merupakan gabungan dua atau lebih tipe gerakan tanah seperti
diterangkan di atas. Seperti terlihat pada Gambar 3.9.
g. Pencairan sendiri dapat terjadi pada beberapa jenis tanah yang jenuh air,
seperti pasir halus lepas hila terkena getaran (dikarenakan gempa bumi,
kereta api dan sebagainya).
2. Gangguan dalam
Faktor penyebab menurunnya kuat geser tanah (S):
13
Gambar 3.11. Retak susut yang terisi air, meningkatkan tegangan geser
19
Gambar 3.15. Peningkatran tekanan air pori pada bidang longsoran karena
perubahan muka air tanah bebas waktu pengisian ari waduk
Gambar 3.16. Perubahan kekuatan geser tanah pada waktu hujan akibat
peningkatan muka air tanah dan penjenuhan lapisan tanah
3.2. Desain Perkuatan Lereng
3.2.1. Penyebab kerusakan lereng
21
sebaliknya di saat debit banjir surut dan elevasi permukaan air sungai
menurun, maka terjadilah pengendapan dan permukaan dasar sungai naik,
selanjutnya permukaan dasar sungai akan naik, apabila suplai sedimen
meningkat dan sebaliknya akan menurun apabila suplai sedimen menurun
pula. Dan permukaan dasar sungai akan tidak berubah, apabila suplai sedimen
dalam kondisi seimbang.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka untuk menetapkan posisi
alas pondasi (menentukan kedalaman galian pondasi) haruslah didasarkan
pada pengamatan dan penelitian yang seksama terhadap data perubahan dasar
sungai dalam jangka yang cukup panjang dan perkiraan-perkiraan di masa-
masa yang akan datang serta didasarkan pada data-data perubahan/pergerakan
alur sungai baik keseluruhan (proses meander) maupun setempat (longsor
tebing, pengendapan setempat, pembentukan gosong pasir). Jadi perilaku
sungai secara keseluruhan haruslah diketahui secara seksama dengan demikian
sudah dapat diketahui perilaku perubahan sungai, selama masa berfungsinya
perkuatan lereng yang akan dibangun.
Dapat kiranya dikemukakan di sini, bahwa kerusakan-kerusakan yang banyak
terjadi pada perkuatan lereng yang sudah dibangun adalah karena rencana
teknisnya dibuat hanya didasarkan pada keadaan sungai dalam periode survei
dan studi pembuatan rencana teknis tersebut. Guna menetapkan elevasi alas
pondasi atau kedalaman penggalian pondasi, pada umumnya didasarkan pada
cara-cara sebagai berikut :
1. Penempatan elevasi alas pondasi haruslah disesuaikan dengan rencana
denah dan rencana penampang sungai serta memperhatikan kemungkinan
terjadinya penurunan permukaan dasar sungai akibat penggerusan oleh
arus sungai di saat terjadi banjir besar.
2. Penentuan elevasi alas pondasi dengan memperhatikan bahan dasar sungai
dan perkiraan arah pergeseran dasar sungai (baik perubahan lokal maupun
perubahan sungai secara menyeluruh) .
Pada hakekatnya cara 1 lebih mudah dan lebih sering digunakan daripada cara
2. Untuk cara 1, biasanya kedalaman akibat gerusan sepeti Gambar 3.17.
25
Tabel 3.1. Standar kasaran untuk kedalaman gerusan pada waktu banjir
Bahan dasar sungai Kecepatan arus pada tanggul sungai
>3 m/det 3-2 m/det <2 m/det
Ukuran butiran lebih besar
dari kerikil 1,0 0,5
Ukuran butiran kerikil 1,5 1,0 0,5
Ukuran butiran kerikil 1,5 1,0
halus
kering
Pasangan 25 35 - 45
Batu kosong
Basah (hanya
Dengan beton
Dasar )
Bawah (cm)
Pasangan 25 +5 (25-35)+9 (35 – 45)+14 (35-45)+20
Batu kosong
Basah (dengan
Beton dasar
Dan kerikil
Urugan)
Pinggir perkuatan lereng biasanya dibuat dari konstruksi dinding sekat, karena
konstruksinya sederhana dan mudah pemasangannya. Dipergunakan berbagai
macam sekat, antara lain sekat tiang pancang baja, turap pancang baja, turap
pancang beton bertulang dan turap pancang kayu.
Selanjutnya pada zona transisi tersebut masih diperlukan pelindung yang
terbuat dari bronjong kawat, hamparan batu atau blok-blok beton yang
dihubungkan satu dengan lainnya dengan kawat, agar diperoleh hamparan
pelindung yang fleksibel, tetapi dengan kekasaran yang cukup tinggi. Seperti
terlihat pada Gambar 3.20.
Gebalan
Pelindung lereng
Dasar sungai
MAR
Penetrasi
Pelindung lereng
Pondasi
MARR
Konsolidasi pondasi
Turap pancang
Dasar rencana sungai
Gambar 3.23. contoh perkuatan lereng pada bagian sungai yang airnya dalam
c. Tipe turap pancang baja (steel sheet pile) dengan jangkar dan tanpa jangkar
Dibandingkan kedua tipe di atas, biaya untuk pembuatan tipe turap pancang
baja (steel sheet pile type) lebih tinggi, karenanya tipe ini hanya dipergunakan
jika sulit dikerjakan dengan kedua tipe di atas.
Perkuatan lereng turap pancang baja dapat dilaksanakan dengan mudah pada
sungai yang airnya cukup dalam dan sulit dikeringkan. Selain itu
kekedapannya hampir sempurna sehingga tidak ada kekhawatiran tersedotnya
butiran tanah dari belakang turap tersebut. Pada umumnya, untuk perkuatan
33
lereng tipe initerdiri dari turap pancang baja yang berdiri sendiri (selfstanding
type). Akan tetapi pada sungai-sungai yang airnya dalam dan tekanan tanah di
belakang turap cukup besar, maka turap ini dilengkapi dengan angker yang
kadang-kadang lebih dari satu, sehingga sebagian dari tekanan tanah dapat
ditampung oleh angker tersebut. Dengan pemancangan akan mudah dicapai
kedalaman yang dikehendaki maka keamanan pondasi terhadap gerusan dapat
lebih terjamin.puncak turap pancang inidibungkus dengan betinbertulang dan
membentuk semacam kepala. Seperti terlihat pada Gambar 3.24.
Kepala (penahan)
Konsolidasi pondasi
Tiang penahan
MAR
Urugan
Plat beton
Tiang utama
timbunan), dan facing element. Reinforcementnya sendiri bisa terdiri atas material
logam maupun non-logam. Dalam sistem strip reinforcement, suatu material yang
koheren dan komposit terbentuk dengan cara meletakkan strip-strip horisontal di
antara lapis-lapis timbunan backfill. Sedangkan sistem grid reinforcement terdiri
atas metallic bar mats atau polymeric tensile element yang dirangkai dalam grid-
grdi yang saling tegak lurus dan diletakkan secara horisontal dalam backfill. Wire
mesh dapat pula digunakan dengan cara yang serupa, sebagai continuous sheet
dari geotextile yang diletakkan di antara lapis-lapis backfill. Facing element yang
sekarang ini dipakai mencakup precast concrete panel, prefabricated metal sheet
and plate, gabion, welded wire mesh, shotcrete, seeded soil, masonry block, dan
geotextile. Pemilihan facing element ini didasarkan atas tipe reinforcement,
fungsi, dan estetika.
Dalam sistem in-situ reinforcement, atau soil-nailing, biasanya
menggunakan steel bar, metal tube, atau batang logam lainnya yang mampu
menahan bukan hanya tegangan geser tetapi juga bending moment.
3.3.1.2. Aplikasi
Perkuatan tanah sekarang ini digunakan secara rutin untuk kosntruksi
retaining wall dan struktur abutment, untuk perbaikan keruntuhan lereng, untuk
retention of excavation, dan untuk stabilisasi in-situ lereng. Dengan menggunakan
perkuatan tanah, akan diperoleh suatu struktur tanah diperkuat dengan koheren
dan fleksibel, sehingga mempunyai toleransi terhadap large deformation, mudah
dilaksanakan, berbagai macam material backfill dapat dipakai, lebih tahan
terhadap beban seismik, lebih ekonomis dari metode konvensionil, dan
mempunyai berbagai pilihan tipe facing element.
Disamping digunakan secara rutin untuk aplikasi di atas, pemakaian
perkuatan tanah juga telah meliputi pondasi raft, containment dike, dam, seawall,
bulkhead, guay, dan pemikul underground chamber.
Transfer melalui tahanan pasif terjadi akibat adanya bidang penahan dari
perkuatan yang arahnya tegak lurus arah gaya yang ditahan tanah.
Yang dapat tergolong ke dalam kategori pasif ini antara lain adalah:
1. VSL Retained Earth Wall
2. Welded Wire Wall
3. Reinforced Soil Embankment
4. Anchored Earth
5. Geogrid
Gambar 3.27. Transfer beban melalui friksi antar tanah dan perkuatan dan
distribusinya sepanjang perkuatan (Mitchell dan Villet, 1987)
Gambar 3.29. Tahanan pasif dari tanah (Mitchell dan Villet, 1987)
Gambar 3.30. Tahanan pasif sebagai fungsi dari sudut geser dalam
(Jewell et al., 1984)
40
3.3.2.3. Kombinasi tahanan friksi dan tahanan pasif dan pengaruh sifat fisik
lainnya dari perkuatan
Kecuali geotekstil, pada dasarnya semua perkuatan melibatkan mekanisme
friksi dan mekanisme pasif. Masing-masing mekanisme bekerja sama secara aktif.
Contoh mekanisme kombinasi ini terdapat pada sistem grid pada Gambar 3.32.
Mekanisme transfer beban antara tanah dan perkuatan juga dipengaruhi oleh:
1. Lokasi bidang runtuh, seperti pada Gambar 3.33.
2. Distribusi tegangan maksimum, seperti terlihat pada Gambar 3.34.
3. Orientasi perkuatan, seperti pada Gambar 3.35.
4. Kekarasan perkuatan, seperti pada Gambar 3.36.
5. Bentuk perkuatan, seperti pada Gambar 3.37.
6. Kekakuan perkuatan, dapat dilihat pada Gambar 3.38.
41
Gambar 3.39. Pengaruh kekuatan dan confining pressure terhadap kekuatan tanah
komposit (Mitchell dan Villet, 1987)
................................................................................................ (3.2.)
..........................................................................................
(3.3.)
.........................................................................................................(3.4.)
....................................................................................... (3.5.)
Keterangan:
C’r : kohesi apparent
Rt : kapasitas tarik saat putus
Sv : spasi vertikal antar lapis horisontal
3r : kenaikan effective confinement
1r : tegangan failure envelope
Reinforced earth adalah suatu sistem perkuatan tanah untuk lereng timbunan
yang terdiri atas material penimbunan dari tanah granular dan material
perkuatan yang berbentuk strip/lajur lurus yang diletakkan horisontal.
Perkuatan pada sistem reinforced earth ini terbuat dari logam. Oleh karena itu
perkuatan ini mampu menahan gaya tarik yang besar dan dapat berfungsi
untuk menahan pergerakan lateral massa tanah. Seperti pada Gambar 3.41.,
Gambar 3.42., Gambar 3.43., dan Gambar 3.44.
Pada dasarnya, reinforced earth ini terdiri atas 3 (tiga) komponen, yaitu:
- Perkuatan tanah yang berbentuk strip/lajur
- Material tanah penimbun, dan
- Facing element yang berfungsi secara lokal untuk menahan larinya material
penimbun, salah satunya dapat dilihat pada Gambar 3.45.
Karena perkuatan strip dari logam dan facing element dari beton dibuat secara
prefabricated, sehingga konstruksi dapat dilaksanakan dengan mudah, cepat,
dan memenuhi standar serta kontrol kualitas. Untuk mencegah korosi maka
perkuatan strip dibuat dari baja yang digalvanisir. Seperti Gambar 3.46, dan
Gambar 3.47.
48
Gambar 3.45. Dimensi perkuatan dan facing element (Mitchell dan Villet, 1987)
52
Gambar 3.46. Skema plastic strip dan dimensinya (Mitchell dan Villet, 1987)
Gambar 3.47. Contoh pemakaian plastic strip pada websol frictional anchor
system (Mitchell dan Villet, 1987)
53
Gambar 3.48. Konsep pemakaian geotekstil untuk dinding penahan dan timbunan
(Mitchell dan Villet, 1987)
54
Gambar 3.58. VSL retaining earth wall (Mitchell dan Villet, 1987)
Gambar 3.61. Skema anchored earth retaining wall (Mitchell dan Villet, 1987)
4. Cellular reinforcement
Cellular reinforcement dapat juga digunakan di dasar embankment untuk
menaikkan bearing capacity dari tanah jelek di bawahnya, yang pada akhirnya
akan meningkatkan stabilitas timbunan. Karena cellular reinforcement ini
63
Gambar 3.62. Skema perkuatan dengan grid cell (Mitchell dan Villet, 1987)
64
Gambar 3.64. Dinding soil nailing tertinggi dibangun di Perancis tahun 1990
(Cloutere, 1991)
Prosedur konstruksi tipikal (Chassie, 1993) dapat dilihat pada Gambar 3.66.:
1. Penggalian sampai kedalaman 1,0 – 1,8 m
2. Pemboran
Diameter tipikal = 1,0 – 2,0 m
Inklinasi tipikal = 15o
Panjang tipikal = 60 – 100% tinggi dinding total
66
dengan:
* : apaprent friction
v’ : tegangan vertikal
As : luas penampang reinforcement
Pf : pullout capacity
- Strip reinforcement
Pf = *.z.Le.2b.......................................................................... (3.8.)
0,50 < * < 1,50
- Sheet reinforcement : geotekstil
Pf = ...........................................................
(3.10.)
- VSL retained earth
Pf = Np . zd . b . n...................................................................... (3.11.)
3. Analisis yang menggunakan daya dukung kombinasi friksi dan pasif
(3.12.)
dengan:
s : fraksi dari luas permukaan geogrid yang menerima friksi
b : fraksi dari luas potongan geogrid yang menerima bearing
4. Hal lain yang perlu dipertimbangkan
Hal-hal lain yang perku dipertimbangkan dalam analisis desain perkuatan
tanah adalah:
- Kondisi setempat, yaitu meliputi daya dukung dan settlement;
- Tanah timbunan
- Drainase
70
BAB IV
METODE PENELITIAN
Mulai
70
Pengumpulan Data
No Studi Komparasi
Faktor Keamanan
Optimal
Yes
Analisis Studi
Komparasi
Kesimpulan
Penyusunan Laporan
Selesai
BAB V
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
73
75
Salah satu contoh aplikasi dari sistem pelindung tebing dengan strip
reinforcement geotextile adalah seperti pada Gambar 5.2. dan 5.3. berikut ini:
Strip reinforcement geotextile dibuat dalam 6 lapisan seperti terlihat pada Gambar
5.4.
Perhitungan koefisien tanah aktif :
K0 = 1 – sin
= 1 – sin (31,74o)
= 1 – 0,53
= 0,47
Ka = tan2(45- )
= tan2(45o- ( ))
= 0,31
Distribusi tegangan horisontal :
Perhitungan nilai koefisien K yang lainnya dapat dilakukan secara interpolasi
seperti terlihat pada Gambar 5.5.
77
Untuk ketinggian (Z) setinggi 1,00 m, nilai K didapatkan dari hasil interpolasi:
0,17 =
x - 0,47 = -0,027
x = 0,44
Sehingga didapatkan nilai K1 = 0,44.
Dengan cara yang sama didapatkan nilai K untuk ketinggian 0,00 sampai 6,00 m
sebagai berikut :
Z0 K0 = 0,47
Z1 K1 = 0,44
Z2 K2 = 0,42
Z3 K3 = 0,39
Z4 K4 = 0,36
Z5 K5 = 0,34
Z6 K6 = 0,31
78
Sehingga:
FH1 = 1,00 x 1,00 x 1,597 x 1,00 x 0,44
= 0,70 ton
FH2 sampai dengan FH5 analog dengan FH1
FH2 = 1,34 ton
FH3 = 1,87 ton
FH4 = 2,29 ton
FH5 = 2,71 ton
FH total = 0,70 + 1,34 + 1,87 + 2,29 + 2,71
= 8,91 ton
Sehingga didapatkan nilai Tahanan horisontal : 8,91 ton.
79
SF terhadap rupture =
= 16,84
> 2,00 ….. (Oke)
Sehingga kekuatan strip reinforcement geotextile terhadap gaya tarik putus cukup
memadai.
1/3 . H
Nilai L (panjang strip reinforcement geotextile) diambil : 4,00m
= 4,00 -
= 2,88 m
= 4,00 -
= 3,44 m
SF =
= 1,83 ton/m
Jarak antar lembar sheet reinforcement geotextile :
S = spacing
=
82
Satas =
= 0,65 m
0,60 m
Jumlah =
= 5 lapisan
Satas =
83
= 0,32 m
0,30 m
Jumlah =
= 10 lapisan
L0 =
= 2,28 m
Le = L – L0
= 2,50 – 2,28
= 0,22 m
Ppullout resistance = 2 . . Z . Le . m
= 0,16 ton/m
FSpullout =
= 0,60
< 1,00 ….. (Tidak Oke)
Karena tidak aman harus diperpanjang L nya dari 2,50 m menjadi 3,00m untuk
lapisan ke-1 dari atas tanah.
Dicoba panjang wrap geotekstil total (L) : 3,00 m
Panjang wrap geotekstil bagian atas (L0) :
L0 =
= 2,28 m
Le = L – L0
= 3,00 – 2,28
= 0,72 m
85
Ppullout resistance = 2 . . Z . Le . m
= 0,53 ton/m
FSpullout =
= 1,96
> 1,00 ….. (Oke)
L0 =
= 1,14 m
Le = L – L0
= 2,50 – 1,14
= 1,36 m
Ppullout resistance = 2 . . Z . Le . m
= 2,02 ton/m
86
FSpullout =
= 3,70
> 1,00 ….. (Oke)
Analog dengan perhitungan di atas, dimensi untuk lapisan-lapisan di bawahnya
dapat dilihat pada Tabel 5.1. berikut ini:
Tabel 5.1. Data hasil analisis dimensi sheet reinforcement geotextile
x Zx FH L (m) Lo (m) Le (m) Ppullout(ton/m) FS
1 0,60 0,27 3,00 2,28 0,72 0,53 1,96
2 1,20 0,54 2,50 1,14 1,36 2,02 3,70
3 1,80 0,82 2,50 0,76 1,74 3,87 4,74
4 2,40 1,09 2,50 0,57 1,93 5,73 5,25
5 3,00 1,36 2,50 0,46 2,04 7,58 5,56
6 3,30 0,75 2,50 0,42 2,08 8,49 11,34
7 3,60 0,82 2,50 0,38 2,12 9,42 11,53
8 3,90 0,89 2,50 0,35 2,15 10,35 11,69
9 4,20 0,95 2,50 0,33 2,17 11,28 11,82
10 4,50 1,02 2,50 0,31 2,19 12,20 11,94
11 4,80 1,09 2,50 0,29 2,21 13,13 12,05
12 5,10 1,16 2,50 0,27 2,23 14,06 12,14
13 5,40 1,23 2,50 0,26 2,24 14,98 12,22
14 5,70 1,29 2,50 0,24 2,26 15,91 12,29
15 6,00 1,36 2,50 0,23 2,27 16,84 12,36
(Sumber : Hasil analisis)
5.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis terhadap system pelindung tebing menggunakan
system sheet reinforcement geotextile dan strip reinforcement geotextile adalah
sebagai berikut:
1. Dimensi strip reinforcement geotextile yang digunakan adalah dengan tebal 5
cm, lebar 10 cm, dan panjang 4,00 m, dimana jarak mendatar selebar 1,00 m,
dan jarak vertical ke atas setinggi 1,00 m juga. Berdasarkan perhitungan
didapatkan hasil bahwa nilai factor keamanan terhadap gaya tarik putus
(rupture) adalah sebesar 16,84, sedangkan factor keamanan terhadap tekanan
tanah lateral adalah sebesar 2,19. Sehingga dapat disimpulkan bahwa system
perkuatan ini cukup aman karena nilai factor keamanannya > 2,00.
bawah pada lapisan paling atas sepanjang 3,00 m sedangkan pada semua
lapisan di bawahnya sepanjang 2,50 m. dari hasil analisis didapatkan bahwa
nilai factor keamanan terhadap tarik meningkat dari lapisan pertama sebesar
1,96 menjadi 12,36 pada lapisan paling bawah.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
89
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis terhadap system pelindung tebing menggunakan
system sheet reinforcement geotextile dan strip reinforcement geotextile dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dimensi strip reinforcement geotextile yang digunakan adalah dengan tebal 5
cm, lebar 10 cm, dan panjang 4,00 m, dimana jarak mendatar selebar 1,00 m,
dan jarak vertical ke atas setinggi 1,00 m juga. Berdasarkan perhitungan
didapatkan hasil bahwa nilai factor keamanan terhadap gaya tarik putus
(rupture) adalah sebesar 16,84, sedangkan factor keamanan terhadap tekanan
tanah lateral adalah sebesar 2,19. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem
perkuatan ini cukup aman.
2. Dimensi sheet reinforcement geotextile yang didapatkan dalam proses analisis
ini adalah setinggi 6,00 m terdiri atas 5 lapis setebal 0,60 m pada 3,00 bagian
atas dan 10 lapis setebal 0,30 m pada 3,00m bagian bawah. Panjang lipatan
bawah pada lapisan paling atas sepanjang 3,00 m sedangkan pada semua
lapisan di bawahnya sepanjang 2,50 m. dari hasil analisis didapatkan bahwa
nilai factor keamanan terhadap tarik meningkat dari lapisan pertama sebesar
1,96 menjadi 12,36 pada lapisan paling bawah.
3. Berdasarkan perbandingan terhadap besarnya factor keamanan didapatkan
hasil bahwa system pelindung dan perkuatan struktur tebing yang paling
optimal adalah system strip reinforcement geotextile karena memiliki factor
keamanan sebesar 16,84 lebih besar daripada factor keamanan sheet
reinforcement geotextile sebesar 12,36.
6.2. Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut:
88
90