Anda di halaman 1dari 17

PENGUKURAN DEBIT AIR

Daerah Aliran Sungai


Kondisi daratan pada suatu topografi dari hulu berupa daerah dataran tinggi
menuju hilir berupa daerah aliran sungai merupakan definisi dari daerah aliran
sungai. Daerah aliran sungai pada suatu wilayah ditandai dengan beberapa titik
yang berfungsi untuk menyimpan air dari curah hujan. Air dari titik penyimpanan
air hujan akan mengalir menuju wilayah aliran air melalui sungai hingga
mencapai wilayah lautan. Air pada wilayah lautan akan mengalami penguapan
menuju awan dan mengalami curah hujan jika air di awan sudah tidak dapat
ditampung kembali. Sebagian besar air yang tersedia tidak mengalami penguapan
karena memasuki pori-pori tanah sehingga mengalami proses infiltrasi. Air dari
infiltrasi dikenal dengan air tanah dengan fungsi untuk menjaga kelembaban tanah
(Latuamury, 2020).

Debit Air
Debit air merupakan suatu aliran air yang digunakan untuk mengelola sumber
daya air. Debit air tinggi dikelola untuk mengatasi permasalahan banjir
menggunakan rancangan bangunan pengendali banjir pada suatu wilayah. Debit
air rendah dikelola untuk penggunaan air yang digunakan oleh kebutuhan sehari-
hari saat terjadinya musim kemarau. Data debit air rata-rata tahunan digunakan
untuk menganalisis peluang pemanfaatan air untuk berbagai wilayah melalui
aliran sungai (Asdak, 2023). Kecepatan aliran air pada jarak penampang satuan
waktu merupakan definisi dari debit air. Satuan dari debit air adalah
volume/waktu, liter/detik, m3/s, liter/jam/m3/jam, dan sebagainya (Anggraini,
2021).

Faktor Pengaruh Debit Air


Menurut Muchtar (2007), debit air pada suatu wilayah mengalami perbedaan
dengan wilayah lainnya. Perbedaan debit air tersebut disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu sebagai berikut:
1. Curah Hujan
Kondisi intensitas dan waktu curah hujan dapat mempengaruhi terjadinya
infiltrasi, aliran air di dalam tanah, dan aliran permukaan. Semakin tinggi
waktu curah hujan akan berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan air
untuk mengalir dari hulu menuju hilir.
2. Topografi
Pada kondisi topografi dengan bentuk dan kemiringan suatu wilayah akan
mempengaruhi kondisi debit air. Air akan mengalami perbedaan waktu untuk
mengalir dari hulu menuju hilir. Pada topografi wilayah miring akan
meningkatkan aliran air dibandingkan dengan topografi wilayah datar.
3. Geologi
Kondisi geologi yang berpengaruh terhadap bentuk dan kerapatan drainase
meliputi jenis dan struktur tanah merupakan suatu karakteristik dari
karakteristik geologi. Kondisi yang berpengaruh terhadap infiltrasi dan
perkolasi adalah merupakan suatu karakteristik dari tanah. Semakin jauh
aliran air pada suatu wilayah akan menurunkan kecepatan drainase. Drainase
air pada wilayah sungai yang mengalami penurunan akan menyebabkan
terjadinya kehilangan air.
4. Vegetasi
Kondisi vegetasi berpengaruh terhadap perkolasi, intersepsi, infiltrasi, dan
transpirasi. Air akan hilang jika diserap oleh tanaman dan dialirkan menuju
atmosfer melalui tahap evapotranspirasi dan infiltrasi. Semakin tinggi
populasi tanaman pada suatu wilayah akan berdampak terhadap run off akan
mengalami penurunan. Dampak dari hal tersebut ialah terjadinya penurunan
debit air.
5. Manusia
Tindakan yang dilakukan oleh manusia akan mempengaruhi debit air seperti
pendirian bangunan pada suatu wilayah, pembukaan suatu lahan pertanian,
dan urbanisasi.

Tujuan Pengukuran Debit Air


Pengukuran debit air pada suatu wilayah dibutuhkan untuk melakukan
perancangan model irigasi dan dapat mengenal peluang pemanfaatan sumber daya
air pada suatu wilayah. Dilakukan upaya pengawasan dan evaluasi terhadap
neraca air dengan menggunakan pendekatan peluang air pada suatu topografi
merupakan manfaat dari mengetahui debit air (Pane, 2021). Untuk mengetahui
volume air yang dapat mengalir dengan mengetahui manfaat yang diperoleh oleh
sejumlah penduduk pada suatu wilayah atau area pertanian. Volume dari debit air
dihitung menggunakan satuan liter per detik (Gnagey, 2022).

Pengukuran Langsung
1. Current Meter
Menurut Azmeri (2020), bahwa metode current meter digunakan dengan
cara dihitung total dari putaran pada baling-baling terhadap waktu penampang
melalui sungai. Rumus dari current meter ialah:
v=an+b
Keterangan:
v : kecepatan aliran (m/s)
n : jumlah putaran per detik
a, b : konstanta
Kecepatan rata-rata yang diperoleh pada suatu vertikal dapat disesuaikan
dengan kondisi waktu, ketelitian, lebar, dan kedalaman sungai.
Tahapan saat melakukan pengukuran debit air menggunakan metode ini
adalah sebagai berikut:
1. Dipilih lokasi pengukuran.
2. Dibuat sketsa.
3. Dipilih titik pengukuran. Jika kedalaman memungkinkan diambil 6 titik
pengamatan seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1. Titik pengukuran current meter
2. Apung
Menurut Azmeri (2020), bahwa metode apung digunakan saat alat dari
current meter tidak dapat digunakan pada jumlah air tinggi seperti terjadinya
banjir. Data diperoleh dari waktu yang digunakan oleh pelampung untuk
mengalir dengan jarak yang sudah ditentukan. Metode pengukuran ini
menggunakan cara kerja sebagai berikut:
1. Dibuat titik pengamatan sebanyak 3 untuk mencatat data waktu. Titik
tersebut diletakkan pada hulu, tengah, dan hilir. Titik tersebut memiliki
jarak sebesar 4-5 kali dari lebar sungai pengamatan.
2. Diberikan pelampung sesuai dengan kondisi sungai. Semakin banyak dan
rapat pelampung yang digunakan akan mempengaruhi hasil yang didapat.
3. Pelampung yang digunakan dapat dijalankan pada hulu dan dicatat saat
mencapai titik pengamatan. Pelampung dijalankan secara kompak.
4. Diperoleh data kecepatan aliran dengan rumus membagi panjang titik
yang ditentukan dengan durasi yang dibutuhkan oleh pelampung untuk
berjalan.

Gambar 2. Pengukuran kecepatan air metode pelampung


Menurut Khairuhman (2008), bahwa pada metode apung harus
mengetahui data lebar saluran air, kedalaman air, dan kecepatan air.
Kecepatan air diperoleh dengan cara menentukan jarak pengamatan dan
diletakkan pelampung pada hulu. Pelampung yang diletakkan akan mengalir
hingga titik akhir pengamatan pada bagian hilir. Contoh data yang digunakan
adalah jarak dari aliran sungai adalah 20 meter, kecepatan air adalah 80 detik,
lebar saluran air 1 meter, dan kedalaman air rata-rata 100 cm. Maka, dapat
dihitung data debit air dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Debit air = lebar saluran air x kedalaman air x kecepatan air
= lebar saluran air x kedalaman air x jarak/kecepatan air
= 1 m x 1 m x 20 m/80 detik
= 20 m3/80 detik
= 20.000 liter/80 detik
= 250 liter/detik
Jadi, debit air pada saluran air tersebut adalah 250 liter per detik.
Menurut Tallar (2023), bahwa mekanisme dari metode ini adalah
penggunaan pelampung dengan diketahui luas penampang (A) dalam
mengetahui lebar dan kedalaman permukaan air sehingga didapat hasil
kecepatan aliran air. Kecepatan aliran diketahui dengan menggunakan rumus
v = L/t (m/s). data L diperoleh dengan cara mengetahui jarak dan durasi yang
dibutuhkan oleh pelampung. Kecepatan aliran pada metode ini bukan data
rata-rata sehingga dibutuhkan perhitungan perkalian hasil dengan korelasi C
0,85-0,95. Pada metode ini distribusi kecepatan aliran air tidak seragam
sehingga dibutuhkan pengukuran sebanyak 3 kali pada bagian tepi kiri,
tengah, dan tepi kanan sungai dan dirata-rata. Hasil dari pengamatan tersebut
dapat digunakan untuk mengetahui debit air pada data yang telah diukur
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q=AxkxU
Keterangan:
Q : debit aliran (m/s)
U : kecepatan pelampung (m/s)
A : luas penampang basah (m2)
k : koefisien lampung
3. Pengukuran Volume Air Sungai
Metode ini dapat menggunakan alat sederhana pada daerah saluran air
dengan debit rendah. Metode ini diamati pada masuknya air ke dalam
tampungan air. Digunakan ember untuk menampung air pada pintu masuknya
air. Data yang harus diketahui adalah volume ember dan durasi yang
dibutuhkan air untuk memenuhi ember. Jika volume ember yang digunakan
sebanyak 10 liter dan durasi yang dibutuhkan adalah 5 detik. Maka data dapat
dihitung dengan cara membagi antara volume ember dengan durasi air (10
liter/5 detik = 2 liter/detik). Dapat diketahui bahwa debit air yang telah
dihitung menggunakan rumus adalah 2 liter/detik (Khairuhman, 2008).
Menurut Asdak (2023), bahwa metode ini cocok digunakan pada saluran
air dengan debit air rendah. Metode ini menggunakan cara kerja air
ditampung ke dalam wadah yang diketahui volume wadah dan dicatat waktu
yang dibutuhkan hingga air dapat memenuhi wadah. Mekanismenya adalah
wadah penampung diberi alat serupa dengan weir pada sisi yang akan diukur
datanya. Hal ini bertujuan supaya pengeluaran air pada satu outlet dapat
terkonsentrasi secara jelas. Data debit aliran dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Q = v/t
Keterangan:
Q : debit (m3/s)
v : volume air (m3)
t : waktu yang dibutuhkan (s)
4. Pengukuran dengan Bahan Kimia
Metode ini memanfaatkan bahan kimia berupa pewarna atau radiaktif.
Metode ini cocok pada wilayah dengan aliran air yang tidak beraturan. Syarat
pewarna yang digunakan pada metode ini adalah mudah larut, memiliki sifat
stabil, dapat dikenali dalam konstrasi rendah, tidak bersifat racun, tidak
berbahaya terhadap perairan, dan harga tidak mahal (Asdak, 2023).
5. Pengukuran dengan Bangunan Pengukur Debit
Metode ini digunakan untuk mengetahui debit air secara berkelanjutan dan
terdapat pada stasiun pengamat hidrologi. Mekanisme dari bangunan
pengukur debit adalah pengubahan kedalaman air menjadi debit air
menggunakan kurva aliran air. Alat yang digunakan adalah flume dan weir.
Flume digunakan untuk mengetahui debit air dengan kategori debit air tinggi
dengan terdapat berbagai kotoran pada air. Weir digunakan untuk mengetahui
debit air dengan kategori debit air rendah atau memiliki ketinggian air kurang
dari 50 cm. Fungsi dari pemanfaatan metode ini adalah untuk menurunkan
kesalahan dalam pencatatan kedalaman muka air (h) dan hubungan debit (Q)
(Asdak, 2023).
6. Pengukuran dengan Perahu
Menurut (Barkah, 2021), bahwa metode ini diukur dengan menggunakan
alat pembantu perahu yang digunakan oleh pengamat untuk mengetahui debit
air. Pengamat pada metode ini minimal 3 orang dengan tugas masing-masing
pengamat adalah untuk mengendalikan perahu, mengoperasikan peralatan
yang digunakan, dan mencatat data pengukuran. Mekanisme pada metode ini
adalah sebagai berikut:
1. Digunakan jika tidak dapat digunakan metode merawas.
2. Dibutuhkan alat penggulung kabel dan pemberat sesuai dengan kecepatan
aliran air.
3. Diukur pada bagian depan perahu.
4. Digunakan kabel yang terpisah dari kabel untuk menggantukan perahu.
5. Jika lebar sungai lebih dari 100 meter atau digunakan sebagai jalur
transportasi air maka, digunakan sextant meter. Metode ini dikenal dengan
metode sudut (angular method) atau metode perahu bergerak.

Gambar 3. Metode perahu


Menurut Asdak (2023), bahwa metode ini cocok untuk sungai dengan
ukuran besar. Pada perahu yang digunakan terdapat sensor untuk mengetahui
debit air sungai. Mekanisme pada metode ini untuk mengetahui debit air
adalah dilakukan dengan cara penarikan current meter dilengkapi beberapa
komponen sensor searah dengan penampang melintang sungai. Komponen
dari sensor yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Current meter untuk mengetahui kecepatan aliran sungai.
2. Hydro-acoustic transducer untuk mengetahui kedalaman sungai.
3. Reflektor untuk mengetahui kecepatan suara pada kedalaman air sungai.
Data kecepatan suara dicatat secara otomatis dan echo-sounder.
7. Metode Sisi Jembatan
Menurut Barkah (2021), metode ini dilakukan pada sisi jembatan bagian
hilir aliran air. Alat yang digunakan pada metode ini adalah bridge crane,
sounding reel, tagline, 1 set current meter, dan pemberat. Pengamat pada
metode ini dilakukan oleh minimal 3 orang dengan masing-masing tugas
adalah untuk pengoperasian bridge crane yang dilakukan oleh 2 orang dan
pencatat hasil yang dilakukan oleh 1 orang.

Pengukuran Tidak Langsung


1. Bangunan Ukur Ambang Lebar
Menurut Fatmawati (2023), bahwa bangunan ukur ambang lebar adalah
bangunan ukur pada debit air dengan bangunan aliran atas terletak lebih
tinggi dan energi hulu lebih rendah daripada panjang mercu. Pola aliran air
yang digunakan adalah teori hidrolika menyebabkan terjadi variasi bentuk
bangunan dengan debit setara. Permukaan mulut yang bervariasi
menggunakan mekanisme aliran menuju atas mercu diukur dengan pemisahan
aliran tanpa kontraksi. Alat ukur terletak secara horizontal. Rumus dari
metode ini adalah sebagai berikut:

Q = CdCv x 2/3 x
√ 2
3
g x bc x h
1.5
1
Keterangan:
Q : debit (m3/s)
Cd : koefisien debit
Cd : 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 : tinggi energi hulu (m)
L : panjang mercu (m)
Cv : koefisien kecepatan datang

( ) u = 1,5 untuk control segi empat


u
H1
Cv :
h1
g : gravitasi (m/s2) (9,81 m/s2)
bc : lebar mercu (m)
h1 : kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur (m)
Gambar 4. Bangunan ukur ambang lebar
Menurut Fatmawati (2023), bahwa rumus diatas digunakan saat tidak
terdapat pengaruh tinggi muka air pada hilir dan menyebabkan diperoleh
aliran sempurna. Untuk menghindari pengaruh tinggi muka air pada hilir
1 1
digunakan data headloss minimal H1 atau z ≥ H1.
3 3
Menurut Fatmawati (2023), bahwa batas yang digunakan pada metode ini
adalah sebagai berikut:
1. Tinggi muka air hulu minimal 0,6 m dan tidak lebih kecil daripada 0,5.
V1
2. Fround number pada approach channel, Fr =
√ A 1 ≤ 0,45
B1
3. Rasio H1/L harus 0,8 ≤ H1/L ≤ 0,7.
4. bc minimal L/5.
Menurut Fatmawati (2023), bahwa ciri dari metode ini adalah sebagai
berikut:
1. Jika kehilangan energi berpengaruh terhadap menghasilkan aliran kritis
dapat menghitung debit dengan batas kesalahan kurang dari 2%.
2. Acuan dalam memperoleh debit pada hubungan khusus tinggi energi hulu
dengan mercu lebih rendah daripada kehilangan tinggi energi.
3. Menggunakan teori hidrolika.
4. Metode ini terpengaruh secara minimal pada benda yang terbawa pada
aliran air.
5. Mudah dalam melakukan pembacaan debit.
6. Alat pada metode ini membawa sedimen untuk dilakukan pengamatan
pada lapangan dan laboratorium.
7. Dapat dibuat tabel debit berdasarkan dimensi purnalaksana dengan syarat
mercu datar searah dengan aliran.
8. Bangunan kuat sehingga tahan dari kerusakan.
9. Terletak dibawah hidrolis dan batas serupa.
10. Digunakan pada aliran yang tidak tenggelam.
Menurut Fatmawati (2023), hal yang dibutuhkan pada metode ini adalah
kehilangan tinggi energi untuk menghitung debit air. Bangunan pada metode
ini terletak pada daerah di bawah saluran primer, titik cabang saluran besar,
dan hilir pintu masuk petak tersier.
Menurut Sukri (2022), bahwa metode ini memiliki kelebihan dan
kelemahan saat digunakan untuk mengukur debit air. Kelebihan pada metode
ini adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bentuk hidrolis sederhana dan luwes.
2. Memiliki bangunan kuat, sederhana, dan murah.
3. Dapat mengalirkan benda yang terbawa oleh air.
4. Dapat dieksploitasi secara mudah.
Kelemahan pada metode ini adalah sebagai berikut:
1. Hanya berfungsi sebagai bangunan pengukur.
2. Aliran dilarang tenggelam supaya mendapatkan hasil secara teliti.
2. Bangunan Ukur Romijn
Menurut Fatmawati (2023), bahwa metode ini merupakan bangunan yang
dapat bergerak untuk mengatur dan menghitung debit air. Mercu dengan
bahan baja diaplikasikan pada bagian atas sorong dan dikaitkan dengan pintu
pengangkat untuk dapat digerakkan. Tipe Standar yang digunakan di
Indonesia adalah dengan lebar 0,50 m sebagai bangunan tersier dan dapat
juga digunakan sebagai bangunan sadap. Metode ini dioperasikan oleh ahli
pada bidangnya. Tipe bangunan ukur ini terdiri dari sebagai berikut:
1. Bentuk mercu datar dan terjadi peralihan penyempitan hulu karena
terdapat lingkaran gabungan.
2. Bentuk mercu miring keatas dengan ukuran 1:25 dan lingkaran tunggal.
3. Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal.
Gambar 5. Perencanaan mercu alat ukur Romijn
Rumus untuk menghitung debit pada metode ini adalah sebagai berikut:

Q = Q = CdCv x 2/3 x
√ 2
3
g x bc x h
1.5
1
Keterangan:
Q : debit (m3/s)
Cd : koefisien debit
Cd : 0,93 + 0,10 H1/L dengan
2
V1
H 1 : h1 +
2g
h1 : tinggi energi hulu diatas meja (m)
Cv : koefisien kecepatan datang
g : gravitasi (m/s2) (9,81 m/s2)
bc : lebar mercu (m)
H1 : tinggi energi diatas meja (m)
v1 : kecepatan di hulu alat ukur (m/s)
Menurut Fatmawati (2023), ciri dari metode ini adalah sebagai berikut:
1. Jika menggunakan tipe mercu datar dan peralihan penyempitan dapat
mengetahui nilai debit dengan batas kesalahan 3%.
2. Dapat mengukur dan menghitung debit dalam satu bangunan.
3. Membutuhkan aliran moduler dibawah 33% dari tinggi energi hulu
dengan mercu, menggunakan teori hidrolika.
4. Pintu bawah rawan terjadinya eksploitasi jika pintu diangkat lebih tinggi.
Menurut Sukri (2022), bahwa metode ini memiliki kelebihan dan
kelemahan saat digunakan untuk mengukur debit air. Kelebihan pada metode
ini adalah sebagai berikut:
1. Berfungsi sebagai pengukur dan pengatur.
2. Dapat mencuci endapan sedimen halus.
3. Rendahnya kehilangan energi tinggi.
4. Memiliki data yang teliti.
5. Mudah dilakukan eksploitasi.
Kelemahan pada metode ini adalah sebagai berikut:
1. Sulit untuk dilakukan pembuatan dan membutuhkan biaya tinggi.
2. Membutuhkan muka air tinggi untuk disalurkan.
3. Membutuhkan perawatan dengan biaya tinggi.
4. Dapat disalahgunakan pada bagian pintu bawah dibuka lebih tinggi.
5. Sensitif terhadap fluktuasi muka air.
3. Bangunan Ukur Crump-de Gruyter
Menurut Fatmawati (2023), bahwa metode ini memiliki bagian yang dapat
diatur berupa saluran ukur leher panjang diaplikasikan pada pintu gerak
vertikal searah. Bangunan ini dapat digunakan untuk mengukur debit. Pada
tahun 1922 dikenalkan oleh Crump dan pada tahun 1926 disempurnakan oleh
De Gruyter dalam penyempurnaan trase flum dan penggantian blok atap.

Gambar 6. Alat ukur Crump de-Gruyter


Menurut Fatmawati (2023), bahwa ciri dari metode ini adalah sebagai
berikut:
1. Jika terjadi aliran kritis, maka rancangan peralihan lebaran tidak memiliki
dampak terhadap kalibrasi tinggi energi, bukaan, dan debit.
2. Panjang leher L memiliki ukuran dilarang kurang dari h1 untuk mencegah
terjadinya lengkung garis aliran pada bagian pancaran pintu bawah.
3. Memiliki bukaan pintu dengan ukuran kurang dari 0,63 h1 untuk mencegah
terjadinya pusaran air dan memperoleh aliran kritis di bawah pintu.
Bukaan pintu memiliki ukuran lebih dari 0,02 m untuk mendapatkan hasil
yang teliti.
4. Supaya terjadi pemisahan aliran diberikan aliran searah dengan bukaan
pintu. Peralihan penyempitan pada bagian dasar dan samping tidak
dibentuk melengkung.
5. Memiliki bagian pintu gerak.
6. Memanfaatkan teori hidrolika untuk mengatur lubang untuk memperoleh
nilai debit air dengan batas kesalahan 3%.
Menurut Fatmawati (2023), alat pada metode ini dapat digunakan saat
terjadi fluktuasi pada muka air dan lubang dapat digunakan pada kondisi
muka air lebih rendah daripada saluran. Memiliki kehilangan tinggi energi
lebih besar daripada metode Romijn. Jika memiliki kehilangan tinggi energi
optimal maka alat pada metode ini mudah untuk digunakan, perawatan yang
mudah, dan bangunan yang lebih mudah daripada bangunan lain.
4. Bangunan Ukur Long Throated Flume
Menurut Fatmawati (2023), bahwa metode ini memiliki sifat bangunan
yang mudah untuk dibuat, bentuk sederhana, dan mudah diaplikasikan pada
berbagai tipe saluran. Komponen pada bangunan ini terdiri atas bangunan
transisi sebagai konektor saluran dengan flume berbentuk prismatik. Pada
bagian lantai berupa lurus ataupun silinder. Jika memiliki lantai silinder harus
menerapkan r setara 2 H1 maksimal. Jika memiliki lantai lurus harus
menerapkan kemiringan 1:3. Metode ini memiliki alat yang diletakkan pada
bagian hilir pintu sorong titik masuk petak tersier.

Gambar 7. Alat ukur long throated flume


Menurut Fatmawati (2023), bahwa batasan pada metode ini digunakan
untuk meningkatkan ketelitian dalam mendapatkan data debit. Batasan pada
metode ini adalah sebagai berikut:
1. Batasan terendah dari h1 adalah berkaitan dengan aliran proper dan batas
kekasaran.
2. Memiliki angka Froude kurang dari 0,5 m.
3. Untuk mengantisipasi aliran flume yang tidak bergelombang diberikan
rasio H1/L berkisar antara 0,1-1,0.
4. Lebar permukaan air B maksimal kurang dari 0,30 m, kurang dari H1
maksimal, atau tidak lebih dari L/5.
5. Slope Area Method
Menurut Asdak (2023), bahwa metode ini menggunakan persamaan
manning untuk mengetahui debit air. Persamaan tersebut digunakan untuk
mengetahui kecepatan aliran saluran terbuka. Rumus yang digunakan pada
metode ini adalah sebagai berikut:

V= [] 1 2/3 1/2
n
r S

Keterangan:
V : kecepatan aliran (m/s)
r : jari-jari hidrolik (meter)
S : kemiringan permukaan air
n : koefisien kekasaran manning
Untuk mengetahui nilai koefisien kekasaran manning menggunakan tabel
data. Debit dapat dihitung jika telah mengetahui luas penampang (A). Rumus
dari debit adalah sebagai berikut:
Q=A.V
Tabel 1. Koefisien Kekasaran Manning “n”
Metode ini optimal digunakan jika memiliki kecepatan aliran air seragam.
Data seragam tersebut mengacu terhadap lebar permukaan air, kedalaman air,
kecepatan aliran air, kondisi dasar sungai, dan kemiringan dasar. Panjang
sungai yang digunakan pada metode ini adalah minimal 5 kali dari lebar rata-
rata sungai (Asdak, 2023).
Dalam menentukan nilai A dan r harus menyusuri aliran sungai. Nilai S
diperoleh pada kemiringan sungai yang akan dianalisis nilai debitnya. Nilai n
dianalisis secara rinci menggunakan suatu metode pertimbangan. Kelemahan
pada metode ini adalah mengalami kesulitan pada sungai alamiah. Data n
pada sungai alamiah memiliki variasi dari 0,05 debit aliran lebih besar dan
dari 0,84 m3/s - 0,35 debit aliran kurang dari 0,03 m3/s (Asdak, 2023).
Persamaan manning digunakan untuk mengukur debit air pada aliran air.
Sampah yang tertinggal pada bagian tepi sungai digunakan untuk mengetahui
kedalaman air saat banjir. Kemiringan sungai dilakukan dengan
memperkirakan pada sungai. Keliling basahan Wp digunakan dengan metode
pita diletakkan dari dasar hingga bagian tertinggi sampah yang tertinggal
pada aliran sungai (Asdak, 2023).

Gambar 8. Penampang vertikal sungai


DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, M. R, Muchlisinalahuddin, dan R. Muharni. 2021. Analisis Kebutuhan


Debit Air di Gedung C RSUD Kota Bukittinggi. Jurnal Teknik Mesin. Vol.
14(2): 94-98.
Asdak, C. 2023. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Edisi Revisi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Azmeri. 2020. Erosi, Sedimentasi, dan Pengelolaannya. Aceh: Syiah Kuala
University Press.
Barkah, M, N, Y. Listiawan, B. Nugraha, dan S. D. Hadian. 2021. Modul
Praktikum Hidrogeologi. Indramayu: CV. Adanu Abimata.
Fatmawati, S, dkk. 2023. Bangunan Air. Bandung: Penerbit Media Sains
Indonesia.
Gnagey, R. W. 2022. Pelatihan untuk Prasarana Desa. Bandung: Penerbit Nuansa
Cendekia.
Khairuman, dan K. Azmi. 2008. Ikan Baung Peluang Usaha dan Teknik Budidaya
Intensif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Latuamury, B. 2020. Buku Ajar Manajemen DAS Pulau-Pulau Kecil. Yogyakarta:
Deepublish.
Muchtar, A, dan N. Abdullah. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Debit Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 2(1): 174-187.
Pane, Y, Suhelmi, A. M. Simamora, dan D. S. P. S. Sembiring. 2021. Control
Valve pada Irigasi Persawahan. Medan: UMSU Press.
Sukri, A. S. 2022. Aplikasi Perencanaan Irigasi dan Bangunan Air. Jawa Tengah:
CV. Sarnu Untung.
Tallar, R. Y. 2023. Dasar-Dasar Hidrologi Terapan. Gorontalo: Ideas Publishing.
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bukti Plagiarisme Menggunakan Turnitin

Anda mungkin juga menyukai