Debit Air
Debit air merupakan suatu aliran air yang digunakan untuk mengelola sumber
daya air. Debit air tinggi dikelola untuk mengatasi permasalahan banjir
menggunakan rancangan bangunan pengendali banjir pada suatu wilayah. Debit
air rendah dikelola untuk penggunaan air yang digunakan oleh kebutuhan sehari-
hari saat terjadinya musim kemarau. Data debit air rata-rata tahunan digunakan
untuk menganalisis peluang pemanfaatan air untuk berbagai wilayah melalui
aliran sungai (Asdak, 2023). Kecepatan aliran air pada jarak penampang satuan
waktu merupakan definisi dari debit air. Satuan dari debit air adalah
volume/waktu, liter/detik, m3/s, liter/jam/m3/jam, dan sebagainya (Anggraini,
2021).
Pengukuran Langsung
1. Current Meter
Menurut Azmeri (2020), bahwa metode current meter digunakan dengan
cara dihitung total dari putaran pada baling-baling terhadap waktu penampang
melalui sungai. Rumus dari current meter ialah:
v=an+b
Keterangan:
v : kecepatan aliran (m/s)
n : jumlah putaran per detik
a, b : konstanta
Kecepatan rata-rata yang diperoleh pada suatu vertikal dapat disesuaikan
dengan kondisi waktu, ketelitian, lebar, dan kedalaman sungai.
Tahapan saat melakukan pengukuran debit air menggunakan metode ini
adalah sebagai berikut:
1. Dipilih lokasi pengukuran.
2. Dibuat sketsa.
3. Dipilih titik pengukuran. Jika kedalaman memungkinkan diambil 6 titik
pengamatan seperti gambar dibawah ini.
Gambar 1. Titik pengukuran current meter
2. Apung
Menurut Azmeri (2020), bahwa metode apung digunakan saat alat dari
current meter tidak dapat digunakan pada jumlah air tinggi seperti terjadinya
banjir. Data diperoleh dari waktu yang digunakan oleh pelampung untuk
mengalir dengan jarak yang sudah ditentukan. Metode pengukuran ini
menggunakan cara kerja sebagai berikut:
1. Dibuat titik pengamatan sebanyak 3 untuk mencatat data waktu. Titik
tersebut diletakkan pada hulu, tengah, dan hilir. Titik tersebut memiliki
jarak sebesar 4-5 kali dari lebar sungai pengamatan.
2. Diberikan pelampung sesuai dengan kondisi sungai. Semakin banyak dan
rapat pelampung yang digunakan akan mempengaruhi hasil yang didapat.
3. Pelampung yang digunakan dapat dijalankan pada hulu dan dicatat saat
mencapai titik pengamatan. Pelampung dijalankan secara kompak.
4. Diperoleh data kecepatan aliran dengan rumus membagi panjang titik
yang ditentukan dengan durasi yang dibutuhkan oleh pelampung untuk
berjalan.
Q = CdCv x 2/3 x
√ 2
3
g x bc x h
1.5
1
Keterangan:
Q : debit (m3/s)
Cd : koefisien debit
Cd : 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 : tinggi energi hulu (m)
L : panjang mercu (m)
Cv : koefisien kecepatan datang
Q = Q = CdCv x 2/3 x
√ 2
3
g x bc x h
1.5
1
Keterangan:
Q : debit (m3/s)
Cd : koefisien debit
Cd : 0,93 + 0,10 H1/L dengan
2
V1
H 1 : h1 +
2g
h1 : tinggi energi hulu diatas meja (m)
Cv : koefisien kecepatan datang
g : gravitasi (m/s2) (9,81 m/s2)
bc : lebar mercu (m)
H1 : tinggi energi diatas meja (m)
v1 : kecepatan di hulu alat ukur (m/s)
Menurut Fatmawati (2023), ciri dari metode ini adalah sebagai berikut:
1. Jika menggunakan tipe mercu datar dan peralihan penyempitan dapat
mengetahui nilai debit dengan batas kesalahan 3%.
2. Dapat mengukur dan menghitung debit dalam satu bangunan.
3. Membutuhkan aliran moduler dibawah 33% dari tinggi energi hulu
dengan mercu, menggunakan teori hidrolika.
4. Pintu bawah rawan terjadinya eksploitasi jika pintu diangkat lebih tinggi.
Menurut Sukri (2022), bahwa metode ini memiliki kelebihan dan
kelemahan saat digunakan untuk mengukur debit air. Kelebihan pada metode
ini adalah sebagai berikut:
1. Berfungsi sebagai pengukur dan pengatur.
2. Dapat mencuci endapan sedimen halus.
3. Rendahnya kehilangan energi tinggi.
4. Memiliki data yang teliti.
5. Mudah dilakukan eksploitasi.
Kelemahan pada metode ini adalah sebagai berikut:
1. Sulit untuk dilakukan pembuatan dan membutuhkan biaya tinggi.
2. Membutuhkan muka air tinggi untuk disalurkan.
3. Membutuhkan perawatan dengan biaya tinggi.
4. Dapat disalahgunakan pada bagian pintu bawah dibuka lebih tinggi.
5. Sensitif terhadap fluktuasi muka air.
3. Bangunan Ukur Crump-de Gruyter
Menurut Fatmawati (2023), bahwa metode ini memiliki bagian yang dapat
diatur berupa saluran ukur leher panjang diaplikasikan pada pintu gerak
vertikal searah. Bangunan ini dapat digunakan untuk mengukur debit. Pada
tahun 1922 dikenalkan oleh Crump dan pada tahun 1926 disempurnakan oleh
De Gruyter dalam penyempurnaan trase flum dan penggantian blok atap.
V= [] 1 2/3 1/2
n
r S
Keterangan:
V : kecepatan aliran (m/s)
r : jari-jari hidrolik (meter)
S : kemiringan permukaan air
n : koefisien kekasaran manning
Untuk mengetahui nilai koefisien kekasaran manning menggunakan tabel
data. Debit dapat dihitung jika telah mengetahui luas penampang (A). Rumus
dari debit adalah sebagai berikut:
Q=A.V
Tabel 1. Koefisien Kekasaran Manning “n”
Metode ini optimal digunakan jika memiliki kecepatan aliran air seragam.
Data seragam tersebut mengacu terhadap lebar permukaan air, kedalaman air,
kecepatan aliran air, kondisi dasar sungai, dan kemiringan dasar. Panjang
sungai yang digunakan pada metode ini adalah minimal 5 kali dari lebar rata-
rata sungai (Asdak, 2023).
Dalam menentukan nilai A dan r harus menyusuri aliran sungai. Nilai S
diperoleh pada kemiringan sungai yang akan dianalisis nilai debitnya. Nilai n
dianalisis secara rinci menggunakan suatu metode pertimbangan. Kelemahan
pada metode ini adalah mengalami kesulitan pada sungai alamiah. Data n
pada sungai alamiah memiliki variasi dari 0,05 debit aliran lebih besar dan
dari 0,84 m3/s - 0,35 debit aliran kurang dari 0,03 m3/s (Asdak, 2023).
Persamaan manning digunakan untuk mengukur debit air pada aliran air.
Sampah yang tertinggal pada bagian tepi sungai digunakan untuk mengetahui
kedalaman air saat banjir. Kemiringan sungai dilakukan dengan
memperkirakan pada sungai. Keliling basahan Wp digunakan dengan metode
pita diletakkan dari dasar hingga bagian tertinggi sampah yang tertinggal
pada aliran sungai (Asdak, 2023).