Disusun oleh
𝑆 = 𝑉 𝑡 𝑉̅=𝑉.𝑘 (Hatma,2006)
Dimana:
V : Kecepatan aliran permukaan/ pelampung (m/s)
S : Panjang Lintasan (m)
t : Waktu tempuh (s)
V̅: Kecepatan rata-rata
k: Koefisien Kecepatan (0,5 – 0,98)
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu pelaksanan
Praktikum perhitungan debit air ini dilakukan pada tanggal 4 sampai 6
Maret 2022. Praktikum ini bertempat di DAS ketahun sub-DAS air gadis
diKecamatan Topos, Kabupaten Lebong.
3.2. Alat dan Bahan
4.2.Perhitungan
1. Bagian Hulu
15+51+ 12
Kedalaman = = 26 cm = 0,26 m
3
= 0,51 m3/s
2.Bagian Hilir
6+26,5+12
Kedalaman = = 14,83 cm = 0,148
3
= 0,37 m3/s
4.3. Pembahasan
Praktikum dilakukan selama 3 hari 2 malam di kecamatan topos kabupaten
lebong. Pada praktikum kali ini kami melakukan beberapa pengamatan salah
satunya yaitu pengukuran debit air pada sub-DAS air gadis di kecamatan topos.
Dalam pengukuran debit air sampel diambil pada hulu dan hilir sub-DAS
air gadis. Pada pelaksanaan dilapangan, kami menggunakan botol aqua sebagai
pengganti pelampung untuk mengukur debit air. Penampang melintang basah
pada sub-DAS air gadis bagian hulu mempunyai lebar 5 m sedangkan pada bagian
hilir lebar penampang basahnya yaitu 5,80 m. Dengan kedalaman penampang
basah hulu yaitu 15 cm, 51 cm, dan 12 cm. Sedangkan pada bagian hilir yaitu 6
cm, 26,5 cm, dan 12 cm. Lebar dan kedalaman penampang basah sungai
mempengaruhi debit suatu sungai. Semakin dalam sungai maka debit yang
dihasilkan semakin besar.
Pengukuran debit air pada bagian hulu sungai mendapatkan nilai debit
0,51 m /s sedangkan pada bagian hilir sungai mendapatkan nilai debit 0,37 m3/s,
3
yang mana berarti debit air pada bagian hulu sungai lebih besar dibanding dengan
bagian hilir sungai. Menurut Wahit (2009) faktor yang mempengaruhi pengukuran
debit antara lain seperti angin. Debit merupakan hasil dari semua faktor seperti
hutan, non hutan, topografi, curah hujan dan tanah, dimana masing-masing
memiliki kepekaan yang berbeda terhadap debit sungai. Dari pengukuran yang
dilakukan dapat diketahui bahwa semakin tinggi muka air maka semakin tinggi
juga debit yang dihasilkan. Menurut Kuswardini (2015) pada saat cuaca cerah
tinggi muka air terlihat normal, sedangkan pada hari-hari berikutnya terjadi curah
hujan maka tinggi muka air cenderung meningkat.
Pada saat pengukuran di bagian hulu tempat pengukuran tinggi muka
airnya rendah dan aliran bagian hulu mengalir untuk mengisi daerah bagian hilir
maka kemungkinan besar nilai debit hilir akan lebih besar karena kecepatan arus
akan bertambah, selain itu juga hujan di bagian hulu tidak akan selalu
meningkatkan debit air dengan cepat atau dalam waktu bersamaan karena diantara
keadaan itu masih ada pengaruh oleh berbagai faktor seperti kapasitas infiltrasi
(Asdak 2010).
Pada musim hujan debit akan mencapai maximum dan pada saat musim
kemarau akan mencapai minimum. Debit aliran sungai bias berubah-ubah
berdasarkan waktu akibat terjadinya hujan. Asdak (2010) mengemukakan rasio
Qmax/Qmin menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai tersebut, semakin
kecil Qmax/Qmin maka akan semakin baik rasio vegetasi dan tataguna lahan
suatu DAS. Apabila semakin besar rasio tersebut maka akan semakin buruk
keadaan vegetasi dan penggunaan lahan suatu DAS tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di sub-DAS air gadis didapatkan
kesimpulan yaitu Debit air pada bagian hulu sub-DAS berdasarkan pengukuran
dengan metode apung sebesar 0,51 m3/s sedangkan pada hilir sub-DAS
didapatkan hasil sebesar 0,37 m3/s. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa debit
air pada bagian hulu lebih besar dibandingkan dengan bagian hilir.
5.2. Saran
Pada pengukuran debit aliran sungai dengan metode apung sebaiknya
dikaji mengenai pengaruh dimensi benda yang digunakan dan sebelum
pengamatan dilakukan sebaiknya dicoba dahulu berapa waktu tempuh benda dari
jarak tertentu hingga dapat menetukan jarak yang memenuhi syarat pengamatan,
yaitu waktu perjalanan benda sekurang-kurangnya 20 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Institut Pertanian Bogor Press,
Bogor.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Bishop, J.E. 2011. Limnologi of Small Malaya River Gombak. Dr. W. Junk. V.B.
Publisher the Hague.
Effendi, Efni. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.
Kuswardani L. 2015. Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung
Hulu pada Bulan Januari 2014: Studi Kasus;Bendungan Katulampa.
Fakultas Peertanian IPB. Bogor.
Mubarok, Syahrul, dkk. (2015). Pengukuran Debit Air Dengan Menggunakan
Current Meter Dan Pelampung. Laporan Praktikum. Jember: Jurusan
Teknik Pertanian, FTPUNEJ.
Munadhir, (2017). Penyederhanaan rumus debit aliran lewat lubang besar.
Universitas Islam Indonesia
Suryatmojo, Hatma. 2006. Metode Pengukuran Debit Aliran.
Wahid A. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai
Mamasa. Jurnal Smartek Vol, 7 No 3, Universitas Tadaluka. Palu.
LAMPIRAN
GAMBAR 4 Mengukur debit air, jarak dan lebar panampang dibagian hulu sungai
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
ACARA II
“Pengamatan Sedimentasi dan Erosi”
Disusun oleh
Nama : Reni Nabella
NPM : E1F019027
Kelompok : 1 (Satu)
Dosen pengampu : 1. Ir. Kanang Setyo Hindarto, M.Si
2. Dr.Ir.M. Faiz Barchia, M.Sc.
Co-Ass : 1. Hendrawan Zulfikamizon
2. Ronaldo Dicaprio
3. Pran Ricik Ronaldo
4. Amonsius Gabriel Limbong
BAB III
METODOLOGI
3.1.Waktu Pelaksanaan
Praktikum perhitungan debit air ini dilakukan pada tanggal 4 sampai 6
Maret 2022. Praktikum ini bertempat di DAS ketahun sub-DAS air gadis
diKecamatan Topos, Kabupaten Lebong.
3.2.Alat dan Bahan
4.2. Pembahasan
Dalam praktikum pengamatan sedimentasi dan erosi didapati hasil untuk
sedimentasi load, semua sampel menunjukkan bahwasanya hampir tidak ada
sedimentasi di sub-DAS tersebut. Karena sampel yang diambil kualitas air sangat
jernih ditiap titik pengambilan sampel. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
erosi di daerah tersebut tergolong ringan. Namun pada kenyataannya sangat
berbanding terbalik dengan keadaan dilapangan mengenai kenampakan erosi yang
terjadi di kawasan tersebut.
Pada beberapa titik kami menemukan banyak peristiwa erosi yang terjadi
contohnya tanah terkikir pada akar tanaman yang kami jumpai di 3 titik berbeda.
Selanjutnya batu melayang juga banyak kami temui di beberapa titik yang
berbeda. Menurut Yanti et.al (2017). Erosi merupakan permasalahan yang cukup
serius dalam suatu ekosistem DAS.
Namun bisa jadi hasil sedimentasi yang kami dapatkan dipengaruhi pula
oleh intensitas hujan pada saat pengambilan sampel. Intensitas hujan dan
kemiringan lereng dapat mempengaruhi aliran permukaan. Intensitas hujan yang
tinggi akan memiliki energi yang besar dalam menghancurkan agregat tanah.
Kecepatan aliran akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya nilai dari
kemiringan lereng dan daya angkut partikel – partikel tanah yang telah hancur
akan semakin tinggi sehingga proses erosi semakin besar. (Banuwa Martono,
2004).
Ini sejalan dengan kondisi lapangan yang memiliki kelerengan rata rata
lebih dari 25%. Seharusnya untuk sedimentasi yang ada di sub das hasilnya keruh
namun yang kami dapatkan berbanding terbalik dengan yang seharusnya.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum pengamatan
sedimen load dan erosi yang telah dilakukan di sungai air gadis. dari kedua titik
pengamatan ketika keadaan cuaca hujan rendah, pada bagian hulu dan hilir DAS
didapatkan hasil tidak ada sedimentasi air sungai (jernih). Namun, pada
pengamatan erosi keadaan disekitar sungai banyak terdapat variabel yang
mengacu pada asanya erosi disekitas sungai contohnya seperti adanya tanah
terkikis pada perakaran tanamna dan terdapat batu yang nampak melayang terjadi
karena tananhnya telah terkikis oleh air.
5.2. Saran
Saran yang dapat dilakukakan berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan yaitu, sebaiknya dalam pengamatan sedimen serta pengambilan sampel
air dilakukan di beberapa titik pengamatan serta pengamatan dilakukan ketikan
keadaan curah hujan tinggi dan curah hujan rendah untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Arani, D. & Khomsin, 2015. Permodelan Perubahan Sedimen di Pesisir Surabaya.
Timur dengan Menggunakan Data Hidro Oseanografi. Jurnal Teknik
Pomits, p. 2.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Institut Pertanian Bogor Press,
Bogor.
Asdak, C., 2012. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Fasdarsyah, 2019. Analisis Karakteristik Sedimen Dasar Sungai Terhadap
Parameter Kedalaman. Teras Jurnal Vol.6, Nomor 2, p. 3.
Hakim, S. R., 2005. Studi Laju Sedimentasi Waduk Bili-Bili Pasca
Pengembangan Bangunan Penahan Sedimen. Makassar: Universitas
Hasanuddin
Soemarto. Ir. B.I.E. DIPL.H. 2011. Hidrologi Teknik Edisi Ke - 2. Jakarta:
Erlangga.
Soetoto. 2013. Geologi Dasar. Penerbit Ombak. Yogyakarta.
LAMPIRAN
GAMBAR 5 Pengambilan sampel sedimen serta melihat kenampakan erosi disekitas kawasan sub das
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
ACARA III
“Penentuan Batas DAS”
Disusun oleh
Kebun Kopi
4.2 Pembahasan
Menurut Pedoman Teknis Pengelolaan DAS terpadu, DAS merupakan
satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam
tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat
sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban
amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi
dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi
belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi
meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan
kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem
kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.
Kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan
tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan
(institutional arrangement). Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan
tidak adanya adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. DAS Ketahun
sebagai salah satu DAS di Provinsi Bengkulu merupakan DAS regional yang
melintasi tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang
Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara. Dari tingkat bahaya erosi DAS ini
merupakan DAS urutan prioritas pertama untuk diperbaiki. Oleh karena meliputi
tiga kabupaten tentu masalah yang dihadapi lebih komplek dan memerlukan
pengelolaan yang terpadu antar wilayah, antar sektor maupun antar kelembagaan.
Pemberian batasan pada DAS memiliki beberapa tujuan seperti
mengetahui bentuk hidrograf sehingga dapat diketahui debit puncak, digunakan
dalam analisa banjir, dan perencanaan manajemen sumber daya air. Namun
kenyataannya, batas tersebut tidak tampak di lapangan. Meskipun tidak tampak,
batas DAS dapat dibuat dalam suatu peta jaringan. Batas DAS yang kami amati
merupakan DAS ketahun yang ada di air gadis di Kecamatan Topos, Kabupaten
Lebong, Provinsi Bengkulu. Penentuan batas DAS ditentukan dengan
memeperhatikan titik tertinggi dari DAS, batas DAS yang kami dapati berada di
ketinggian 876 Mdpl, dengan keadaan hampir semua batas DAS telah menjadi
hutan sekunder hingga perkebunan kopi.
Menurut BPDAS Ketahun, (2008), bagian tengah DAS Ketahun degradasi
lahan terjadi karena adanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan
perkebunan. Jumlah penduduk pada bagian tengah DAS lebih banyak
dibandingkan bagian hulu sehingga pencemaran yang berasal dari limbah rumah
tangga juga akan mempengaruhi kesehatan DAS. Pada bagian hilir praktik
penebangan kayu ilegal (illegal logging) di Kabupaten Bengkulu Utara kian
marak dalam beberapa bulan terakhir terutama di kawasan Hutan Produksi
Terbatas (HPT), hutan lindung, maupun Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Ratusan meter kubik kayu setiap harinya dirambah dari kawasan hutan di daerah
itu dan dijual ke depot-depot kayu (panglong) di Kota Bengkulu. Sasaran utama
para pencuri kayu adalah kawasan hutan produksi terbatas yang selanjutnya
dibuka menjadi areal perkebunan rakyat. Para pencuri juga mengambil kayu jenis
Meranti dan kayu kualitas ekspor lainnya dari kawasan hutan lindung dan TNKS,
terutama yang berada dekat dengan sungai seperti sungai ketahun dan DAS
Sebelat, untuk memudahkan transportasi (pengangkutan). Dari kawasan hutan
40% yang telah mengalami kerusakan.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum pengamatan batas
DAS yaitu batas DAS sebagian besar sudah menjadi hutan sekunder atau bahkan
telah dialihfungsikan oleh masyarakat menjadi perkebunan. Hanya beberapa batas
DAS yang masih menjadi hutan primer.
5.2.Saran
Saran yang dapat dilakukan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
yaitu sebaiknya dalam pengamatan batas DAS dimulai lebih pagi agar praktikan
dapat mencapai batas DAS yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, Rachmansyah, A. & Yanuwiadi, B., 2015. Deliniasi Unit
PengelolaanSub DAS Konto. J-PAL,VI(2), pp. 115-122
Anonim, 2006.Pengertian Seputar DAS.http://bpdas-
serayuopakprogo.dephut.go.id/info-das/pengertian-seputar-das.
Diakses 8Mei 2016
BPDAS Ketahun, 2005. Data Spasial Lahan Kritis Propinsi Bengkulu. Balai
Pengelolaan DAS Ketahun, Bengkulu.
BPDAS Ketahun, 2008. Pembalakan Liar di Bengkulu Utara Kian Marak.