Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI


ACARA I
“Perhitungan Debit Air”

Disusun oleh

Nama : Reni Nabella


NPM : E1F019027
Kelompok : 1 (Satu)
Dosen pengampu : 1. Ir. Kanang Setyo Hindarto, M.Si
2. Dr.Ir.M. Faiz Barchia, M.Sc.
Co-Ass : 1. Hendrawan Zulfikamizon
2. Ronaldo Dicaprio
3. Pran Ricik Ronaldo
4. Amonsius Gabriel Limbong

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang tak akan habis namun akan hilang
kualitasnya jika tidak dilestarikan, sehingga perlunya pelestarian namun air juga
dapat mendatangkan masalah bagi manusia. Air adalah sumber daya alam yang
dapat terbarukan dan dapat dijumpai dimana – mana, meskipun secara kuantitas
maupun kualitas masih terbatas keberadaan maupun ketersediaannya baik ditinjau
secara geografis maupun menurut musim. Oleh sebab itu, peningkatan
penggunaannya akan mengakibatkan intervensi manusia terhadap sumberdaya air
makin besar (Effendi Efni, 2013)
Data debit atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting
bagi pengelola sumberdaya air. Debit puncak (banjir) diperlukan untuk merancang
bangunan pengendali banjir. Sementara data debit aliran kecil diperlukan untuk
perencanaan alokasi (pemanfaatan) air untuk berbagai macam keperluan, terutama
pada musim kemarau panjang. Debit aliran ratarata tahunan dapat memberikan
gambaran potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan dari suatu daerah
aliran sungai.
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per
waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai
(DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik (m3/s). Debit
aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak, 2010).
Debit adalah suatu koefesien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter
per/detik, untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup
untuk disalurkan ke saluran yang telah disiapkan (Dumairy, 1992). Aliran sungai
berasal dari hujan yang masuk kedalam alur sungai berupa aliran permukaan dan
aliran air dibawah permukaan,debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan
yang cukup , kemudian yang turun kembali setelah hujan selesai. Grafik yang
menunjukan naik turunnya debit sungai menurut waktu 2 disebut hidrograf,
bentuk hidrograf sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran sungai
(Arsyad, 2010).
Terdapat tiga kemungkinan perubahan debit air sungai yaitu Laju
pertambahan air bawah tanah lebih kecil dari penurunan aliran air bawah tanah
normal, Laju pertambahan air bawah tanah sama dengan laju penurunannya,
sehingga debit aliran menjadi konstan untuk sementara, dan Laju pertambahan air
bawah tanah melebihi laju penurunan normal, sehingga terjadi kenaikan
permukaan air tanah dan debit sungai (Arsyad, 2010).
Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat
ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan
pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk
volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.
Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/dt).
1.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum perhitungan debit air yaitu untuk mengukur
debit air (jumlah air yang mengalir dari satu penampang tertentu persatuan
waktu).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Hidrologi, debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang
terukur oleh alat ukur permukaan air sungai. Pengertian lain debit air sungai
adalah laju aliran air (volume air) yang melewati suatu penempang melintang
sungai persatuan waktu. Satuan besaran debit dalamsystem satuan SI dinyatakan
dalam satuan meter kubik per detik (m3 /s). (Asdak,2002)
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Dalam system SI
besarnya debit dinyatakan dalam sattuan meter kubik. Debit aliran juga dapat
dinyatakan dalam persamaan Q = A x v, dimana A adalah luas penampang (m2)
dan V adalah kecepatan aliran (m/detik). Suatu cara menyatakan gerak fluida
adalah dengan mengikuti gerak tiap partikel didalam fluida. Hal ini sulit, karena
kita harus menyatakan koordinat X, Y, Z dari partikel fluida dalam menyatakan
ini sebagai fungsi waktu. Cara yang digunakan adalah dengan penerapan
kinematika partikel gerak atau aliran fluida (Bishop, J.E. 2011).
Aliran air sungai terbentuk dari beberapa sumber air yang berada pada
bukit atau gunung. Bukit dan gunung merupakan daerah penyerap dan penyimpan
cadangan air yang berasal dari air hujan. Cadangan air yang diserap tersebut
masuk ke dalam celah tanah dan batuan. Karena volume air tersimpan dalam
jumlah besar, air keluar ke permukaan melalui bibir cekungan atau tekuk lereng
Air yang keluar tersebut kemudian mengalir pada permukaan yang kemudian
menjadi sungai. Aliran air ini mengalir ke permukaan yang memiliki ketinggian
yang lebih rendah sesuai dengan sifat air yaitu mengalir dari tempat yang
memiliki ketinggian yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. (Mubarok
dkk., 2015).
Dalam proses pengaliran air ini, air mengalir mencari tempat yang lebih
rendah akan terhalang batuan atau vegetasi lainnya, kemudian air akan mencari
tempat lain yang bisa untuk dilalui. Selama proses itu aliran air melakukan proses
pengikisan pada permukaan tanah dan membawa material-material yang ada pada
permukaan tanah dalamaliran Material-material yang dibawa air tergantung pada
besarnya debit aliran tersebut, semakin besar debit aliran air maka semakin besar
dan banyak material yang dibawa. Proses pengikisan permukaan tersebut
menyebabkan terjadinya perbedaan lebar dan kedalaman sungai pada suatu tempat
karena keterbatasan kemampuan air dalam mengikis dan membawa material tanah
dan batuan. Dalam praktek sering kali variasi kecepatan pada tampang lintang
diabaikan dan kecepatan aliran di anggap sama di setiap titik pada tampang 3
lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rerata, sehingga kecepatan dan
debit aliran adalah
𝑄 = 𝑉 × 𝐴 (𝑀𝑢𝑛𝑎𝑑ℎ𝑖𝑟, 2017)
Dengan :
Q : debit aliran (m3 /s)
V : kecepatan rerata (m/s)
A : luas penampang (m2 )
Penghitungan Kecepatan Rata-Rata Penghitungan kecepatan rata-rata suatu aliran
sungai/ saluran menggunakan persamaan atau rumus sebagai berikut.

𝑆 = 𝑉 𝑡 𝑉̅=𝑉.𝑘 (Hatma,2006)

Dimana:
V : Kecepatan aliran permukaan/ pelampung (m/s)
S : Panjang Lintasan (m)
t : Waktu tempuh (s)
V̅: Kecepatan rata-rata
k: Koefisien Kecepatan (0,5 – 0,98)
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu pelaksanan
Praktikum perhitungan debit air ini dilakukan pada tanggal 4 sampai 6
Maret 2022. Praktikum ini bertempat di DAS ketahun sub-DAS air gadis
diKecamatan Topos, Kabupaten Lebong.
3.2. Alat dan Bahan

No Alat dan Bahan Fungsi


1. Botol aqua Untuk media pengukuran pengganti pelampung
2. Rol meter Untuk mengukur lebar dan panjang sungai
pengukuran
3. Tali rafia Untuk menandai saat star dan finish pengukuran
pelampung
4. Stopwatch Untuk menghitung per satuan waktu
5. Alat tulis Untuk mencatat hasil praktikum
6. Kamera hp Untuk dokumentasi

3.3. Cara kerja


Prosedur pengukuran kecepatan aliran sungai dengan metode apung
(floating method)
adalah sebagai berikut:
1. Ukurlah panjang sungai dengan meteran yang akan dijadikan sebagai lintasan
benda.
2. Jatuhkan benda yang dapat terapung pada titik pengamatan 1 dan waktu mulai
dihitung. Hentikan pencatat waktu ketika benda telah sampai pada titik
pengamatan 2.
3. Catat waktu yang ditempuh benda tersebut.
4. Lakukan pengamatan beberapa kali minimalnya tiga kali percoba.
5. Hitung rata-rata waktu yang diperlukan benda selama percobaan tersebut.
6. Hitung kecepatan aliran sungai dengan mengalikan antara jarak titik
pengamatan dengan waktu tempuh rata-rata. Kemudian kalikan kecepatan aliran
tersebut dengan angka tetapan 0,75 (keadaan dasar sungai kasar).
7. Hitung debit sungai deng an mengalikan luas sungai dan kecepatan aliran yang
didapatkan dari perhitungan pada langkah 6.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil

Koordinat Lebar sungai Kedalaman Jarak Waktu (s)


(m) (cm) (m)
HUL -3.202601 5 15 7,08 18
U 102.441709 51
12
HILIR -3.191684 5,80 6 4,84 11
1024476474 26,5
12

4.2.Perhitungan
1. Bagian Hulu
15+51+ 12
Kedalaman = = 26 cm = 0,26 m
3

Debit = lebar sungai x kedalaman x jarak/t


= 5 m x 0,26 m x 0,39 m/s

= 0,51 m3/s

2.Bagian Hilir
6+26,5+12
Kedalaman = = 14,83 cm = 0,148
3

Debit = lebar sungai x kedalaman x jarak/t


= 5,80 m x 0,148 m x 0,44 m/s

= 0,37 m3/s
4.3. Pembahasan
Praktikum dilakukan selama 3 hari 2 malam di kecamatan topos kabupaten
lebong. Pada praktikum kali ini kami melakukan beberapa pengamatan salah
satunya yaitu pengukuran debit air pada sub-DAS air gadis di kecamatan topos.
Dalam pengukuran debit air sampel diambil pada hulu dan hilir sub-DAS
air gadis. Pada pelaksanaan dilapangan, kami menggunakan botol aqua sebagai
pengganti pelampung untuk mengukur debit air. Penampang melintang basah
pada sub-DAS air gadis bagian hulu mempunyai lebar 5 m sedangkan pada bagian
hilir lebar penampang basahnya yaitu 5,80 m. Dengan kedalaman penampang
basah hulu yaitu 15 cm, 51 cm, dan 12 cm. Sedangkan pada bagian hilir yaitu 6
cm, 26,5 cm, dan 12 cm. Lebar dan kedalaman penampang basah sungai
mempengaruhi debit suatu sungai. Semakin dalam sungai maka debit yang
dihasilkan semakin besar.
Pengukuran debit air pada bagian hulu sungai mendapatkan nilai debit
0,51 m /s sedangkan pada bagian hilir sungai mendapatkan nilai debit 0,37 m3/s,
3

yang mana berarti debit air pada bagian hulu sungai lebih besar dibanding dengan
bagian hilir sungai. Menurut Wahit (2009) faktor yang mempengaruhi pengukuran
debit antara lain seperti angin. Debit merupakan hasil dari semua faktor seperti
hutan, non hutan, topografi, curah hujan dan tanah, dimana masing-masing
memiliki kepekaan yang berbeda terhadap debit sungai. Dari pengukuran yang
dilakukan dapat diketahui bahwa semakin tinggi muka air maka semakin tinggi
juga debit yang dihasilkan. Menurut Kuswardini (2015) pada saat cuaca cerah
tinggi muka air terlihat normal, sedangkan pada hari-hari berikutnya terjadi curah
hujan maka tinggi muka air cenderung meningkat.
Pada saat pengukuran di bagian hulu tempat pengukuran tinggi muka
airnya rendah dan aliran bagian hulu mengalir untuk mengisi daerah bagian hilir
maka kemungkinan besar nilai debit hilir akan lebih besar karena kecepatan arus
akan bertambah, selain itu juga hujan di bagian hulu tidak akan selalu
meningkatkan debit air dengan cepat atau dalam waktu bersamaan karena diantara
keadaan itu masih ada pengaruh oleh berbagai faktor seperti kapasitas infiltrasi
(Asdak 2010).
Pada musim hujan debit akan mencapai maximum dan pada saat musim
kemarau akan mencapai minimum. Debit aliran sungai bias berubah-ubah
berdasarkan waktu akibat terjadinya hujan. Asdak (2010) mengemukakan rasio
Qmax/Qmin menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai tersebut, semakin
kecil Qmax/Qmin maka akan semakin baik rasio vegetasi dan tataguna lahan
suatu DAS. Apabila semakin besar rasio tersebut maka akan semakin buruk
keadaan vegetasi dan penggunaan lahan suatu DAS tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di sub-DAS air gadis didapatkan
kesimpulan yaitu Debit air pada bagian hulu sub-DAS berdasarkan pengukuran
dengan metode apung sebesar 0,51 m3/s sedangkan pada hilir sub-DAS
didapatkan hasil sebesar 0,37 m3/s. Dan dapat diambil kesimpulan bahwa debit
air pada bagian hulu lebih besar dibandingkan dengan bagian hilir.
5.2. Saran
Pada pengukuran debit aliran sungai dengan metode apung sebaiknya
dikaji mengenai pengaruh dimensi benda yang digunakan dan sebelum
pengamatan dilakukan sebaiknya dicoba dahulu berapa waktu tempuh benda dari
jarak tertentu hingga dapat menetukan jarak yang memenuhi syarat pengamatan,
yaitu waktu perjalanan benda sekurang-kurangnya 20 detik.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Institut Pertanian Bogor Press,
Bogor.
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Bishop, J.E. 2011. Limnologi of Small Malaya River Gombak. Dr. W. Junk. V.B.
Publisher the Hague.
Effendi, Efni. 2003. Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.
Kuswardani L. 2015. Analisis Debit Puncak dan Aliran Permukaan DAS Ciliwung
Hulu pada Bulan Januari 2014: Studi Kasus;Bendungan Katulampa.
Fakultas Peertanian IPB. Bogor.
Mubarok, Syahrul, dkk. (2015). Pengukuran Debit Air Dengan Menggunakan
Current Meter Dan Pelampung. Laporan Praktikum. Jember: Jurusan
Teknik Pertanian, FTPUNEJ.
Munadhir, (2017). Penyederhanaan rumus debit aliran lewat lubang besar.
Universitas Islam Indonesia
Suryatmojo, Hatma. 2006. Metode Pengukuran Debit Aliran.
Wahid A. 2009. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai
Mamasa. Jurnal Smartek Vol, 7 No 3, Universitas Tadaluka. Palu.
LAMPIRAN

GAMBAR 1 Mengukur Lebar Penampang Basah bagian Hilir

GAMBAR 2 Mengukur Jarak untuk Menghitung Debit Air bagian Hilir


GAMBAR 3 Mengukur debit air bagian hilir dengan menggunakan botol aqua pengganti pelampung

GAMBAR 4 Mengukur debit air, jarak dan lebar panampang dibagian hulu sungai
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
ACARA II
“Pengamatan Sedimentasi dan Erosi”

Disusun oleh
Nama : Reni Nabella
NPM : E1F019027
Kelompok : 1 (Satu)
Dosen pengampu : 1. Ir. Kanang Setyo Hindarto, M.Si
2. Dr.Ir.M. Faiz Barchia, M.Sc.
Co-Ass : 1. Hendrawan Zulfikamizon
2. Ronaldo Dicaprio
3. Pran Ricik Ronaldo
4. Amonsius Gabriel Limbong

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Soetoto (2013) menyatakan “erosi adalah berpindahnya materi penyusun
permukaan bumi (tanah dan batuan) karena terangkut oleh air, angin atau es yang
mengalir atau bergerak di permukaan bumi”. Berdasarkan kedua pendapat
tersebut dapat diartikan bahwa erosi adalah perpindahan lapisan permukaan bumi
bagian atas yang dapat disebabkan oleh air, angin ataupun es.
Arsyad (2010) menyebutkan jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat
diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan sudah
bisa ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan
tindakan konservasi tanah yang perlu dilakukan, agar tidak terjadi kerusakan
tanah, sehingga tanah dapat digunakan secara produktif dan lestari.
Untuk dapat melihat permasalahan di daerah sub-DAS air gadis maka
perlu adanya penelitian prediksi Erosi agar setiap manusia dalam pemanfaatan,
pengelolaan tanah dan air terutama pada daerah aliran sungai sangat perlu untuk
diperhatikan sungguh-sungguh, oleh karena dengan mengabaikan
programprogram pengelolaan DAS terhadap pemanfaatan tanah dan air tersebut
akan mengakibatkan penurunan tingkat produktivitas tanah dan kualitas air
terutama akibat dari erosi. Salah satu cara untuk mengetahui besaran jumlah erosi
permukaan yang terjadi di DAS (Daerah Aliran Sungai) melalui penelitian
prediksi erosi, yaitu dengan menggunakan Metode USLE (Universal Soil Loss
Equation).
Sedimentasi dapat didefinisikan sebagai pengangkutan, melayangnya
(suspensi) atau mengendapnya material fragmentasi oleh air. Sedimentasi
merupakan akibat adanya erosi, dan memberi banyak dampak di sungai, saluran,
waduk, bendungan atau pintu-pintu air, dan di sepanjang sungai (Soemarto, 2011).
Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh
interaksi faktorfaktor sebagai berikut: ukuran sedimen yang masuk ke badan
sungai, karakteristik saluran, debit dan karakteristik fisik partikel sedimen.
Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit ditentukan oleh faktor
iklim, topografi, geologi, vegetasi dan cara bercocok tanam di daerah tangkapan
air yang merupakan asal datangnya sedimen. Sedang karakteristik sungai yang
penting, terutama bentuk morfologi sungai, tingkat kekasaran dasar sungai dan
kemiringan sungai. Interaksi dari masing-masing faktor tersebut akan menentukan
jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan pengangkutan sedimen (Asdak,2010).
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum yang dilakukan yaitu, mengamati dan
mengetahui sedimentasi load serta erosi yang terrjadi pada sub-DAS air gadis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Erosi adalah pengikisan atau proses penghayutan tanah atau bagian atas
tanah karena adanya gesekan atau kekuatan yang disebabkan oleh angin dan air
yang terjadi secara alami atau akibat tindakan manusia. Terdapat 2 macam erosi,
dimana erosi yang pertama merupakan erosi normal adalah proses pengangkutan
dengan kecepatan lambat sehingga memungkinkan terangkutnya tanah dengan
tebal dan erosi di percepat merupakan pengangkutan tanah dengan kecepatan
lebih dari erosi normal sehingga terjadi lebih cepat sehingga dapat menimbulan
kerusakan tanah (Arsyad, 2010).
Sedimentasi adalah proses pengendapan material ataupun partikel-partikel
yang dibawa oleh angin, air di suatu cekungan, pengendapan material-material
diangkut kesungai oleh air biasanya berupa delta yang berada dimulut-mulut
sungai, sedangkan pengendapan yang terjadi pada bukit pasir (sand dunes)
disebabkan oleh pengendapan dari material yang dibawa oleh angin (Arani &
Khomsin, 2015).
Pada aliran air terjadi pengikisan sehingga air membawa batuan kesungai,
saat kekuatannya telah habis maka batuan tersebut diendapkan didaerah alian
sungai misalnya saja pada angin 14 mengangkut pasir, debu atau material yang
lebih besar atau berat makin besar hembusan maka daya angkut maka semakin
besar. Angkutan muatan dasar (bed-load transport) merupakan terangkutnya
dengan cara bergeser dan melompat dan partikel muatan layan suspensi
merupakan partikel dengan terangkut secara melayang (Fasdarsyah, 2019)
Erosi dan sedimentasi adalah permasalahan yang terjadi pada DAS yang
saling berhubungan dimana samakin besar erosi maka yang terjadi adalah semakin
besar sedimentasi yang ada pada DAS (Susanti & Soesanto, 2006). Erosi yang
terjadi meliputi proses terlepasnya butiran tanah dan proses perpindahan tanah
yang terbawa air sehingga menyebabkan timbulnya partikel-partikel yang menjadi
bahan endapan atau menjadi sedimentasi DAS (Hakim, 2005). Ketika turun hujan,
hujan akan jatuh ke tanah sehingga akan terjadinya pelepasan butiran-butiran
sehingga terjadinya erosi, erosi tersebut akan jatuh masuk ke dalam DAS dan
kemudian diendapkan di muara sungai atau waduk (Susanti & Soesanto, 2006).
Endapan yang terjadi pada DAS semakin lama akan semakin bertambah ini akibat
adanya akumulasi jumlahnya yang apabila terus diabaikan akan menimbulkan
pendangkalan pada DAS sehingga berkurangnya kapasitas tampungan air ketika
terjadi hujan (Hakim, 2005). Sehingga semakin tinggi TBE yang dihasilkan oleh
erosi makan semakin besar sedimen yang akan terjadi pada DAS (Susanti
&Soesanto, 2006).

BAB III
METODOLOGI
3.1.Waktu Pelaksanaan
Praktikum perhitungan debit air ini dilakukan pada tanggal 4 sampai 6
Maret 2022. Praktikum ini bertempat di DAS ketahun sub-DAS air gadis
diKecamatan Topos, Kabupaten Lebong.
3.2.Alat dan Bahan

No Alat dan bahan Fungsi


.
1. Botol aqua Untuk mengambil air sedimentasi
2. Rol meter Untuk mengukur kedalaman dan lebar penampang
basah
3. GPS Essential Untuk menentukan titik pengamatan
4. Alat tulis Untuk menulis hasil pengamatan
5. Kamera hp Untuk dokumentasi

3.3. Cara Kerja


1. Siapkan botol aqua pengganti pelampung
2. Turunkan botol aqua hingga mencapai dasar sungai
3. Pasang stopwatch dan botol dinaikkan
4. Kecepatan menaikan botol harus sama dari dasar sampai mencapai
permukaan air
5. Tepat pada waktu yang ditetapkan, botol harus sudah berada diatas
permukaan air
6. Bilamana hal ini tidak tercapai, maka pengambilan sampel harus diulang
7. Ulangi langkah kerja hingga mendapatkan sampel air muka permukaan
sungai, air tengah permukaan sungai, dan air dasar permukaan sungai pada
bagian hulu dan hilir sungai.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
4.1.1. Sedimentasi load

Titik sampel Sampel air 1 Sampel air 2 Sampel air 3


Hulu -3.202601 ++++ ++++ ++++
102.441709
Hilir -3.191684 ++++ ++++ ++++
102.447674
Keterangan : + = keruh, ++ = sedikit keruh, +++ = cukup jernih, ++++ = jernih
4.1.2. Erosi

Jenis erosi Titik koordinat Kedalaman


-3.1921271 102.431753 85 cm
Tanah terkikir pada akar -3.192827 102.43602 212 cm
tanaman
-3.194521 102436190 130 cm
-3.195915 102.438170 3m
Batu nampak terangkat keatas -3.193022 102.430252 82 cm

4.2. Pembahasan
Dalam praktikum pengamatan sedimentasi dan erosi didapati hasil untuk
sedimentasi load, semua sampel menunjukkan bahwasanya hampir tidak ada
sedimentasi di sub-DAS tersebut. Karena sampel yang diambil kualitas air sangat
jernih ditiap titik pengambilan sampel. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
erosi di daerah tersebut tergolong ringan. Namun pada kenyataannya sangat
berbanding terbalik dengan keadaan dilapangan mengenai kenampakan erosi yang
terjadi di kawasan tersebut.
Pada beberapa titik kami menemukan banyak peristiwa erosi yang terjadi
contohnya tanah terkikir pada akar tanaman yang kami jumpai di 3 titik berbeda.
Selanjutnya batu melayang juga banyak kami temui di beberapa titik yang
berbeda. Menurut Yanti et.al (2017). Erosi merupakan permasalahan yang cukup
serius dalam suatu ekosistem DAS.
Namun bisa jadi hasil sedimentasi yang kami dapatkan dipengaruhi pula
oleh intensitas hujan pada saat pengambilan sampel. Intensitas hujan dan
kemiringan lereng dapat mempengaruhi aliran permukaan. Intensitas hujan yang
tinggi akan memiliki energi yang besar dalam menghancurkan agregat tanah.
Kecepatan aliran akan meningkat sejalan dengan semakin besarnya nilai dari
kemiringan lereng dan daya angkut partikel – partikel tanah yang telah hancur
akan semakin tinggi sehingga proses erosi semakin besar. (Banuwa Martono,
2004).
Ini sejalan dengan kondisi lapangan yang memiliki kelerengan rata rata
lebih dari 25%. Seharusnya untuk sedimentasi yang ada di sub das hasilnya keruh
namun yang kami dapatkan berbanding terbalik dengan yang seharusnya.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum pengamatan
sedimen load dan erosi yang telah dilakukan di sungai air gadis. dari kedua titik
pengamatan ketika keadaan cuaca hujan rendah, pada bagian hulu dan hilir DAS
didapatkan hasil tidak ada sedimentasi air sungai (jernih). Namun, pada
pengamatan erosi keadaan disekitar sungai banyak terdapat variabel yang
mengacu pada asanya erosi disekitas sungai contohnya seperti adanya tanah
terkikis pada perakaran tanamna dan terdapat batu yang nampak melayang terjadi
karena tananhnya telah terkikis oleh air.
5.2. Saran
Saran yang dapat dilakukakan berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan yaitu, sebaiknya dalam pengamatan sedimen serta pengambilan sampel
air dilakukan di beberapa titik pengamatan serta pengamatan dilakukan ketikan
keadaan curah hujan tinggi dan curah hujan rendah untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Arani, D. & Khomsin, 2015. Permodelan Perubahan Sedimen di Pesisir Surabaya.
Timur dengan Menggunakan Data Hidro Oseanografi. Jurnal Teknik
Pomits, p. 2.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Institut Pertanian Bogor Press,
Bogor.
Asdak, C., 2012. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Fasdarsyah, 2019. Analisis Karakteristik Sedimen Dasar Sungai Terhadap
Parameter Kedalaman. Teras Jurnal Vol.6, Nomor 2, p. 3.
Hakim, S. R., 2005. Studi Laju Sedimentasi Waduk Bili-Bili Pasca
Pengembangan Bangunan Penahan Sedimen. Makassar: Universitas
Hasanuddin
Soemarto. Ir. B.I.E. DIPL.H. 2011. Hidrologi Teknik Edisi Ke - 2. Jakarta:
Erlangga.
Soetoto. 2013. Geologi Dasar. Penerbit Ombak. Yogyakarta.
LAMPIRAN

GAMBAR 5 Pengambilan sampel sedimen serta melihat kenampakan erosi disekitas kawasan sub das
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
ACARA III
“Penentuan Batas DAS”

Disusun oleh

Nama : Reni Nabella


NPM : E1F019027
Kelompok : 1 (Satu)
Dosen pengampu : 1. Ir. Kanang Setyo Hindarto, M.Si
2. Dr.Ir.M. Faiz Barchia, M.Sc.
Co-Ass : 1. Hendrawan Zulfikamizon
2. Ronaldo Dicaprio
3. Pran Ricik Ronaldo
4. Amonsius Gabriel Limbong

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
DAS (daerah aliran sungai) merupakan salah satu komponen hidrologi
yang berperan sebagai wilayah yang menampung, menyimpan dan mengalirkan
airhujan hingga danau atau laut melalui sungai. DAS merupakan kesatuan
wilayahdaratan dan sungai, termasuk anak-anak sungainya. DAS tersusun atas
beberapasub-DAS.
Pemberian batasan pada DAS memiliki beberapa tujuan seperti
mengetahui bentuk hidrograf sehingga dapat diketahui debit puncak, digunakan
dalam analisa banjir, dan perencanaan manajemen sumber daya air. Namun
kenyataannya, batas tersebut tidak tampak di lapangan. Meskipun tidak tampak,
batas DAS dapat dibuat dalam suatu peta jaringan.Pemberian batasan pada DAS
dikenal dengan istilah delineasi DAS.
Delineasi DAS adalah salah satu penelitian untuk memberikan dan
menentukan batas DAS atau suatu bagian lanskap yang ditunjukkan oleh suatu
batas DASyang tertutup pada suatu peta tanah yang menentukan suatu areal DAS
tertentu, bentuk DAS, dan lokasi DAS dari satu atau lebih komponen tanah
ditambahinklusi, dan areal sisa.
Delineasi batas DAS bisa dilakukan secara otomatis dengan menggunakan
data digital elevation model (DEM) srtm dan beberapa software, seperti Global
Mapper dan MapWindow GIS. Untuk mengetahui dan memahami proses
delineasiDAS menggunakan software tersebut, maka praktikum “Delineasi
DAS”dilakukan mengingat pentingnya pemberian batas suatu DAS.
Namun pada praktikum kali ini penentuan batas DAS dilakukan secara
manual dengan mencari puncak tertinggi dari kawasan sub-DAS.
1.2.Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui batas DAS yang dilakukan
secara manual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian
rupasehingga merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai
yangmelaluinya. Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk
menampung,menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta
sumber airlainnya. Penyimpanan dan pengaliran air dihimpun dan ditata
berdasarkan hukumalam di sekelilingnya sesuai dengan keseimbangan daerah
tersebut. Prosestersebut dikenal sebagai siklus hidrologi (Rahayu, et al., 2009).
Batas DAS yang tergambar pada suatu peta jaringan sungai adalah batas
artificial atau batas buatan, karena pada kenyataannya batas tersebut tidak
tampakdi lapangan. Batas tersebut meskipun tidak tampak di lapangan tetapi
padakenyataannya, batas tersebut membatasi jumlah air hujan yang jatuh di
atasnya. Batas DAS besar tersusun atas beberapa sub DAS. Sub DAS adalah
bagian dariDAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak
sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS
(Anonim, 2006).
DAS didefinisikan dalam berbagai ukuran luas, tergantung pada definisi
dandeskripsi yang diberikan. Pada dasarnya, DAS besar terdiri dari beberapa
subDAS dan sub-sub DAS. Sebuah kawasan dapat didefinisikan sebagai sebuah
DASmulai dari luasan 2 hektar hingga 30.000 hektar. Ilustrasi DAS dan sub-sub
DASdisajikan di Gambar 40 yang menggambarkan pengelompokkan sungai dan
anak-anak sungainya dengan batasan topografi (Amrullah, et al., 2015).
Delineasi batas watershed atau daerah batasan sungai (DAS) dapat
dilakukan secara otomatis dengan menggunakan data digital elevation model
(DEM) srtm dan software ArcGIS. Data DEM dengan resolusi 30 m (1 arc)
dapatdiunduh secara gratis. Software GIS lainnya yang sudah menyertakan
analisaspasial lebih lanjut (Kaswanto, 2010).
Delineasi adalah suatu bagian lanskap yang ditunjukkan oleh suatu batas
yang tertutup pada suatu peta tanah yang menentukan suatu areal tertentu, suatu
bentuk tertentu, dan suatu lokasi tertentu dari satu atau lebih komponen tanah
ditambah inklusi, dan atau areal sisa (iscellaneous land area). Perbedaan dalam
mengidentifikasi kenampakan kedua obyek tersebut mudah dikenali baik rona,
bentuk, ukuran, dan polanya, dapat langsung digambarkan/didelineasi dalam
interpretasi, sedangkan kenampakan obyek yang masih ragu-ragu dan sulitdikenali
dapat dicari jawabannya di lapangan. Pengecekan lapangan merupakan satu
kesatuan dalam pekerjaan interpretasi (Kaswanto, 2010)
BAB III
METODOLOGI
3.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum penentuan batas DAS ini dilakukan pada tanggal 4 sampai 6
Maret 2022. Praktikum ini bertempat di DAS ketahun sub-DAS air gadis
diKecamatan Topos, Kabupaten Lebong.
3.2. Alat dan Bahan

No. Alat dan Bahan


1. GPS essential Alat tulis
2. Kamera hp

3.3. Cara kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan saat praktikum pengamatan batas
DAS, yaitu:
a. Menentukan Lokasi pengamatan batas DAS dengan mepertimbangkan
batas DAS yang bisa dicapai.
b. Langkah pertama dalam melakukan pengamatan pada batas DAS yaitu
memperhatikan kondisi sekitas batas DAS dan mencatatnya.
c. Mengukur ketinggian lokasi batas DAS dan mencatatnya.
d. Melakukan dokumentasi daerah sekitar batas DAS.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Pengamatan Ketinggian Koordinat Status Lahan


(Mdpl)

Batas Daerah Aliran 876 -3.194469 Hutan Primer


Sungai (DAS) 102.435627 Hutan Sekunder

Kebun Kopi

4.2 Pembahasan
Menurut Pedoman Teknis Pengelolaan DAS terpadu, DAS merupakan
satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam
tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia sebagai pelaku pemanfaat
sumberdaya alam tersebut. DAS di beberapa tempat di Indonesia memikul beban
amat berat sehubungan dengan tingkat kepadatan penduduknya yang sangat tinggi
dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang intensif sehingga terdapat indikasi
belakangan ini bahwa kondisi DAS semakin menurun dengan indikasi
meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan sedimentasi, banjir, dan
kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam menunjang sistem
kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian besarnya.
Kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan
tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan
(institutional arrangement). Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan
tidak adanya adanya keterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. DAS Ketahun
sebagai salah satu DAS di Provinsi Bengkulu merupakan DAS regional yang
melintasi tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Lebong, Kabupaten Rejang
Lebong dan Kabupaten Bengkulu Utara. Dari tingkat bahaya erosi DAS ini
merupakan DAS urutan prioritas pertama untuk diperbaiki. Oleh karena meliputi
tiga kabupaten tentu masalah yang dihadapi lebih komplek dan memerlukan
pengelolaan yang terpadu antar wilayah, antar sektor maupun antar kelembagaan.
Pemberian batasan pada DAS memiliki beberapa tujuan seperti
mengetahui bentuk hidrograf sehingga dapat diketahui debit puncak, digunakan
dalam analisa banjir, dan perencanaan manajemen sumber daya air. Namun
kenyataannya, batas tersebut tidak tampak di lapangan. Meskipun tidak tampak,
batas DAS dapat dibuat dalam suatu peta jaringan. Batas DAS yang kami amati
merupakan DAS ketahun yang ada di air gadis di Kecamatan Topos, Kabupaten
Lebong, Provinsi Bengkulu. Penentuan batas DAS ditentukan dengan
memeperhatikan titik tertinggi dari DAS, batas DAS yang kami dapati berada di
ketinggian 876 Mdpl, dengan keadaan hampir semua batas DAS telah menjadi
hutan sekunder hingga perkebunan kopi.
Menurut BPDAS Ketahun, (2008), bagian tengah DAS Ketahun degradasi
lahan terjadi karena adanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan
perkebunan. Jumlah penduduk pada bagian tengah DAS lebih banyak
dibandingkan bagian hulu sehingga pencemaran yang berasal dari limbah rumah
tangga juga akan mempengaruhi kesehatan DAS. Pada bagian hilir praktik
penebangan kayu ilegal (illegal logging) di Kabupaten Bengkulu Utara kian
marak dalam beberapa bulan terakhir terutama di kawasan Hutan Produksi
Terbatas (HPT), hutan lindung, maupun Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Ratusan meter kubik kayu setiap harinya dirambah dari kawasan hutan di daerah
itu dan dijual ke depot-depot kayu (panglong) di Kota Bengkulu. Sasaran utama
para pencuri kayu adalah kawasan hutan produksi terbatas yang selanjutnya
dibuka menjadi areal perkebunan rakyat. Para pencuri juga mengambil kayu jenis
Meranti dan kayu kualitas ekspor lainnya dari kawasan hutan lindung dan TNKS,
terutama yang berada dekat dengan sungai seperti sungai ketahun dan DAS
Sebelat, untuk memudahkan transportasi (pengangkutan). Dari kawasan hutan
40% yang telah mengalami kerusakan.
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari praktikum pengamatan batas
DAS yaitu batas DAS sebagian besar sudah menjadi hutan sekunder atau bahkan
telah dialihfungsikan oleh masyarakat menjadi perkebunan. Hanya beberapa batas
DAS yang masih menjadi hutan primer.
5.2.Saran
Saran yang dapat dilakukan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan
yaitu sebaiknya dalam pengamatan batas DAS dimulai lebih pagi agar praktikan
dapat mencapai batas DAS yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah, Rachmansyah, A. & Yanuwiadi, B., 2015. Deliniasi Unit
PengelolaanSub DAS Konto. J-PAL,VI(2), pp. 115-122
Anonim, 2006.Pengertian Seputar DAS.http://bpdas-
serayuopakprogo.dephut.go.id/info-das/pengertian-seputar-das.
Diakses 8Mei 2016
BPDAS Ketahun, 2005. Data Spasial Lahan Kritis Propinsi Bengkulu. Balai
Pengelolaan DAS Ketahun, Bengkulu.
BPDAS Ketahun, 2008. Pembalakan Liar di Bengkulu Utara Kian Marak.

Kaswanto, 2010. Delineasi Batas Daerah Aliran Sungai (DAS).


http://kaswanto.staff.ipb.ac.id/delineasi-batas-daerah-aliran-sungai-das/ .
Diakses 8 Mei 2016
Rahayu, S. et al., 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai.
WorldAgroforestry Center: Bogor.
LAMPIRAN

GAMBAR 6 Batas DAS

Anda mungkin juga menyukai