Anda di halaman 1dari 9

BAB VI

ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

6.1 Teori Dasar Infiltrasi


Air pada permukaan bumi mengalami suatu siklus yang dinamakan siklus
hidrologi (Gambar 6.1), siklus tersebut membuat air pada permukaan bumi selalu
bergerak sehingga jumlah air yang berada di permukaan bumi relatif tetap. Salah
satu bagian dari rangkaian peredaran tersebut adalah infiltrasi (penyerapan air).
Infiltrasi merupakan proses masuknya air dari permukaan tanah dan turun menuju
permukaan air tanah. Melalui gaya gravitasi dan kapiler pada zona air tanah tidak
jenuh (unsaturated zone).

Gambar 6. 1 Siklus hidrologi (Pidwirny, 2006).


Infiltrasi sangat erat kaitannya dengan struktur dan tekstur tanah maupun
batuan, distribusi rongga (voids), dan suplai air yang cukup. Besarnya laju infiltrasi
ini berguna untuk menafsirkan zona resapan dan berhubungan dengan kapasitas air
bawah permukaan.

Pada penelitian ini faktor tanah pelapukan suatu litologi dan morfologi yang
erat kaitannya dengan kemiringan lereng menjadi fokus utama. Tanah pelapukan
suatu litologi dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu pasiran, lempungan, dan
lanauan. Faktor keseragaman butir, porositas, dan permeabilitas sangat penting

56
dalam menentukan laju infiltrasi. Faktor morfologi erat kaitannya dengan topografi
dan kemiringan lereng.

Proses infiltrasi secara umum berjalan cepat pada awalnya, kemudian


melambat dan disusul dengan kondisi konstan. Ketika absorpsi maksimum tanah
yang bersangkutan telah tercapai (kondisi steady-state). Laju infiltrasi maksimum
yang terjadi pada kondisi tertentu dinyatakan sebagai kapasitas infiltrasi (fc).
Kapasitas infiltrasi ini berbeda-beda tergantung sifat fisik dari tanah yang menjadi
jalan mengalirnya air sehingga pengamatan sifat fisik tanah tempat pengukuran
infiltrasi harus dilakukan.

6.1.1 Metode Pengujian Infiltrasi


Alat yang digunakan dalam pengukuran infiltrasi bernama infiltrometer.
Terdapat berbagai jenis alat infiltrometer diantaranya, single-ring infiltrometer,
double-ring infiltrometer, ponded infiltrometer, dan tension infiltrometer. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan alat single-ring infiltrometer. (Gambar 6.2)
single-ring infiltrometer ini terbuat dari pipa paralon dengan panjang 40 cm dan
diameter 20 cm. Metode pengujian infiltrasi dilakukan dengan cara memasukkan
infiltrometer kedalam tanah sedalam 10 cm yang telah dihilangkan vegetasi yang
terdapat di atas permukaan tanah. Kemudian dimasukkan air kedalam infiltrometer
sedalam 30 cm dan proses pengamatannya adalah falling head, yaitu dengan
mencatat setiap perubahan atau penurunan muka air dalam pipa tersebut pada
selang waktu tertentu hingga mencapai keadaan konstan atau dikenal dengan laju
infiltrasi akhir. Pengujian di lapangan ditunjukkan pada Gambar 6.3.

20 cm
Tinggi air

30 cm

Muka Tanah
Tanah tidak
10 cm
terganggu

Gambar 6.2 Model alat single-ring infiltrometer.

57
Gambar 6.3 Pengujian infiltrasi di lapangan.

6.1.2 Metode Perhitungan Infiltrasi


Perhitungan infiltrasi dilakukan dengan cara menuangkan air ke dalam
infiltrometer setinggi 30 cm (diisi penuh) kemudian air yang meresap ke dalam
permukaan tanah di ukur dan dinyatakan dalam nilai laju infiltrasi yaitu cm/menit.
Laju infiltrasi yang diperoleh kemudian diplot kedalam kurva infiltrasi, dari kurva
tersebut didapat persamaan laju infiltrasi. Hasil akhir didapat laju infiltrasi akhir
yang merupakan rata-rata dari hasil laju infiltrasi hasil pengukuran dan laju infiltrasi
perhitungan.

Persamaan yang umum digunakan untuk menghitung infiltrasi berdasarkan


Kostiakov (1931) dalam Abidin (1998), dengan persamaan sebagai berikut:

……………….. Persamaan 1

Keterangan:

f = laju infiltrasi (cm/menit) a, n= konstanta

t = waktu (menit)

Konstanta a dan n pada Persamaan 1 dievaluasi dari infiltrasi kumulatif


untuk waktu yang ditentukan. Bentuk integral infiltrasi kumulatif ini persamaannya
adalah:

……………….. Persamaan 2

F = laju infiltrasi kumulatif.

58
Dari Persamaan 2 maka laju infiltrasi akhir (fc) didapat dengan
mengevaluasi data hasil pengukuran infiltrasi kumulatif melalui bantuan peranti
perangkat lunak Microsoft Excel pada komputer dengan bentuk persamaan
logaritmanya adalah:

……………….. Persamaan 3

Adapun grafik hubungan laju infiltrasi terhadap fungsi waktu dapat dilihat
pada Grafik 6.1. Laju infiltrasi terhadap fungsi waktu menggambarkan nilai
infiltrasi yang semakin konsatan terhadap fungsi waktu.

Grafik 6. 1 Laju infiltrasi sebagai fungsi waktu (Abidin, 1998).

6.2 Pengambilan dan Pengolahan Data


Pengukuran laju infiltrasi di daerah penelitian menggunakan alat berupa
infiltrometer single ring. Hasil pengujian infiltrasi di lapangan akan digunakan
untuk mengetahui laju infiltrasi akhir dari suatu tanah hasil pelapukan suatu litologi
dalam kondisi kemiringan lereng berbeda. Kedua parameter ini akan dicari
hubungannya dalam mempengaruhi laju infiltrasi, sehingga dapat diketahui daerah-
daerah yang memiliki laju infiltrasi terbesar dan terkecil. Pengukuran laju infiltrasi
dilakukan pada 14 lokasi berbeda di daerah penelitian (Lampiran Peta Lintasan A-
1) dengan mempertimbangkan faktor perbedaan litologi asal pembentukan tanah
dan besar kemiringan lereng dalam penentuannya.

Proses pengolahan data dilakukan dengan pengeplotan data hasil


pengukuran dalam suatu tabel pengukuran (Tabel 6.1) dan dibuat dalam bentuk

59
grafik berdasarkan laju infiltrasi pengukuran (cm/menit) dan fungsi waktu (menit).
Berdasarkan data grafik kemudian dibuat persamaan garisnya sesuai dengan fungsi
laju infiltrasi terhadap waktu (Grafik 6.2). Dari persamaan tersebut dihitung laju
infiltrasi berdasarkan perhitungan dan ditentukan nilai rata-ratanya. Nilai laju akhir
infiltrasi pengukuran dan perhitungan kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan
nilai laju akhir infiltrasi yang sesungguhnya. Hal yang sama dilakukan untuk lokasi-
lokasi infiltrasi sehingga didapat hasil akhir laju infiltrasi (Tabel 6.2)

Tabel 6. 1 Contoh data pengukuran laju infiltrasi pada Satuan Tuf – Lapilli
(Lampiran E).

Nilai laju infiltrasi akhir 0.466

60
Grafik 6.2 Grafik hubungan laju infiltrasi terhadap waktu (Lampiran E).
Tabel 6. 2 Hasil akhir laju infiltrasi dari 14 lokasi pengujian (Lampiran E).
Satuan Batuan Kemiringan Laju
Lereng (◦) infiltrasi
(cm/menit)
Tuf-Lapili 5 0,248
21 0,465545
Batulempung 6 0,042
30 0,06
Batugamping 2 0,019241
25 0,044607
Batupasir-Batulempung 2 3 0,109922
20 0,183975
Batupasir-Batulempung 1 5 0,166731
23 0,188886
Breksi Vulkanik 4 0,370697
20 0,487
Breksi 7 0,171
26 0.192

6.2.1 Analisis Hasil Pengukuran dan Perhitungan Infiltrasi


Pembahasan laju infiltrasi dan analisis kuantitatifnya dibedakan atas dua
kelompok data, yaitu: Kelompok Data A yang memiliki kesamaan litologi untuk
mencari pengaruh kemiringan lereng terhadap laju infiltrasi dan Kelompok Data B
yang memiliki kesamaan kemiringan lereng untuk mencari pengaruh litologi
terhadap laju infiltrasi.

1. Kelompok Data A
Analisis pengujian ini dilakukan pada tanah hasil pelapukan batuan yang
sama dengan kemiringan lereng yang berbeda. Berikut merupakan grafik laju

61
infiltrasi pada setiap satuan batuan dengan kemiringan yang berbeda-beda. (Grafik
6.3)

Grafik 6.3 Hubungan laju infiltrasi dengan kemiringan lereng.

Berdasarkan analisis grafik tersebut tersebut, dapat disimpulkan bahwa


laju infiltrasi memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kemiringan
lereng, yaitu semakin besar kemiringan lereng maka laju infilltrasinya semakin
besar. Hal ini dikarenakan pada lereng yang miring, terdapat gradien dan gaya

62
gravitasi yang lebih besar sehinga air dapat lebih mudah masuk kedalam
permukaan tanah.

2. Kelompok Data B

Analisis pengujian ini dilakukan pada kemiringan lereng yang sama pada
tanah hasil pelapukan batuan yang berbeda. (Tabel 6.3 dan Grafik 6.4).

Tabel 6.3 Perbandingan litologi dan laju infiltrasi pada kelas lereng yang sama

Grafik 6.4 Perbandingan litologi dan laju infiltrasi pada kelas lereng yang sama.

63
Berdasarkan analisis data tersebut, dapat terlihat adanya perbedaan litologi
menyebabkan perbedaan nilai laju infiltrasi. Laju infiltrasi tertinggi ada pada Satuan
Breksi Vulkanik dan Satuan Tuf-Lapili serta nilai laju infiltrasi rendah terdapat
pada Satuan Batugamping dan Satuan Batulempung. Pada Satuan Breksi Vulkanik
dan Satuan Tuf-Lapili tanah pelapukannya cenderung berifat lepas-lepas dan belum
kompak, sehingga memudahkan daya serap terhadap air, selain itu juga porositas
dan permeabilitas tanah pada pelapukan batuan tersebut sangat baik.

64

Anda mungkin juga menyukai