Anda di halaman 1dari 12

JKPTB

Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 8

Analisis Laju Infiltrasi dengan Metode Horton Pada Sub DAS Cikeruh

Wahyu Arianto1, Edy Suryadi2, Sophia Dwiratna Nur Perwitasari2


1
Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran
2
Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

email: wahyu16004@mail.unpad.ac.id

RIWAYAT ARTIKEL
Disubmit 2 November 2020 ABSTRAK
Diterima 24 Maret 2021 Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah melalui pori-pori tanah
Diterbitkan 1 April 2021 yang dipengaruhi oleh tekstur tanah, kemiringan lereng, tata guna lahan dan lain-
lain. Pada Sub DAS Cikeruh terjadi alih fungsi lahan dan defisit air sehingga perlu
dilakukan konservasi air. Penelitian ini bertujuan menganalisis laju infiltrasi
KATA KUNCI berdasarkan tekstur tanah dan kemiringan lereng pada Sub DAS Cikeruh dengan
Infiltrasi Metode Horton; single metode Horton dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi di
ring infiltrometer; subDAS Sub DAS Cikeruh. Alat yang digunakan yaitu single ring infiltrometer. Metode yang
Cikeruh digunakan dalam perhitungan adalah metode horton, dimana untuk pengukuran
laju infiltrasi menggunakan metode infiltrometer. Hasil pengukuran dan
perhitungan diketahui bahwa laju infiltrasi konstan tertinggi terdapat pada
kemiringan lahan landai, tekstur tanah lempung liat berdebu dan jenis tanah
kambisol yaitu 78.61 cm/jam (sangat cepat) dengan persamaan Horton
42.4+527.6e-0.766t. Laju infiltrasi konstan terendah terdapat pada kemiringan lahan
datar, tekstur tanah liat dan jenis tanah gleisol yaitu 1.12 cm/jam (agak lambat)
dengan persamaan Horton 0.8+59.2e-1.49t.

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02

1. Pendahuluan
Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah, yang umumnya melalui permukaan. Mekanisme
infiltrasi melibatkan tiga proses utama yang tidak saling mempengaruhi yaitu proses masuknya air hujan melalui
pori-pori permukaan tanah, tertampungnya air hujan di dalam tanah dan proses mengalirnya air ke tempat lain
(bawah, samping dan atas) [1]. Laju infiltrasi dipengaruhi oleh sifat fisik tanah (tekstur tanah), kemiringan lereng
dan tataguna lahan. Sub DAS Cikeruh merupakan bagian dari DAS Citarum yang berada pada Cekungan Bandung
yang secara administratif berada pada wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang total
keseluruhan luas Sub DAS Cikeruh sebesar ±19 099.5 ha [2]. Sub DAS Cikeruh mengalami alih fungsi lahan dan defisit
air diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk setiap tahunnya. Oleh karena itu, perlu adanya kajian terhadap laju
infiltrasi untuk mengetahui tingkat laju infiltrasi di Sub DAS Cikeruh [3]. Kajian terhadap laju infiltrasi berguna untuk
mengetahui tingkat laju infiltrasi di Sub DAS Cikeruh sehingga mengetahui kondisi lahan mana yang harus dilakukan

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 9

konservasi. Perhitungan laju infiltrasi pada umumnya menggunakan Model Horton [4]. Oleh karena itu, infiltrasi
perlu diukur karena nilai kapasitas infiltrasi tanah merupakan suatu informasi yang berharga bagi perancangan dan
penentuan kegiatan irigasi dan pemilihan berbagai jenis komoditas yang akan ditanam di suatu lahan [5]. Horton
mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang
konstan. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang
beroperasi di permukaan tanah dibandingkan dengan proses aliran di dalam tanah. Model ini sangat simpel dan
lebih cocok untuk data percobaan [6]. Pada hasil penelitian [7] menyatakan bahwa Metode Horton merupakan
metode terbaik dalam penentuan laju infiltrasi. Pada penelitiannya diketahui bahwa model infiltrasi Horton
memiliki nilai simpangan terkecil. Suatu model dikatakan baik bila penyimpangan terhadap hasil pengukuran adalah
minimum. Penelitian ini bertujuan menganalisis laju infiltrasi berdasarkan tekstur tanah dan kemiringan lereng
pada Sub DAS Cikeruh dengan metode Horton dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi di
Sub DAS Cikeruh.

2. Metode Penelitian
2.1 Persiapan Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2019 sampai bulan April 2020 dan Penelitian ini dilaksanakan pada Juni
2019 sampai April 2020. Lokasi penelitian dilaksanakan di Sub DAS Cikeruh, Laboratorium Sumber Daya Air Fakultas
Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran. Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Padjadjaran.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah single ring infiltrometer (diameter 30 cm dan tinggi 20 cm),
laptop (Ms. Excel dan Spatial Software), penggaris, dan plastik. Sementara, bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sampel air dari sungai dan saluran drainase, Peta batas Sub DAS Cikeruh skala 1:250 000 dari Balai
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum Ciliwung (BPDAS Citarum-Ciliwung) tahun 2018, Peta jenis tanah Sub
DAS Cikeruh skala 1:250 000 dari Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian tahun 2018, Peta kemiringan lereng Sub
DAS Cikeruh skala 1:250 000 dari Digital Elevation Model [8].

2.2 Pengambilan Sampel Tanah dan Pengukuran Infiltrasi


Pengambilan sampel tanah berdasarkan peta kemiringan lereng dan jenis tanah. Pengambilan sampel tanah
menggunakan cangkul kemudian tanah terganggu dimasukkan ke dalam plastik sebanyak 1 – 2 kg. Sampel tanah
diambil pada kedalaman 10 cm. Selanjutnya, sampel-sampel diuji di Laboratorium untuk mengetahui tekstur tanah
tiap sampel. Selanjutnya pengukuran infiltrasi perlu mengikuti beberapa persyaratan sebagai berikut: (1) Lokasi
harus dapat dicapai untuk mengangkut peralatan dan perlengkapan. Luas lahan yang diperlukan paling sedikit 2 m
kali 2 m dan tanah memiliki koefisien permeabilitas (k) antara 10-6 m/s sampai dengan 10-2 m/s, (2) Titik pengukuran
harus datar, (3) Tidak boleh terjadi retakan tanah pada saat menancapkan cincin infiltrometer. Jika tanah kering
dan kaku harus dibasahi sedikit pada saat menancapkan cincin infiltrometer [9]. Kemudian, pemasangan ring
infiltrometer mengikuti prosedur BSN, 2012 tentang Tata cara pengukuran laju infiltrasi tanah di lapangan
menggunakan infiltrometer cincin ganda [9].

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 10

2.3 Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data yang dilakukan adalah perhitungan sampel dan populasi. Penentuan sampel dan populasi
dilakukan dengan perbandingan skala peta dan jarak antar grid untuk skala peta 1:250 000 dengan jarak grid
sebesar 2.5 km dan luas satu grid sebesar 625 ha mewakili 1 populasi [10].
Diketahui bahwa peta jenis tanah dan kemiringan lereng Sub DAS Cikeruh memiliki jumlah grid sebesar 31
sehingga jumlah populasi yang digunakan yaitu 31 populasi. Jadi, ukuran sampel dengan populasi 31 grid dan galat
pendugaan 10%, maka dengan menggunakan rumus slovin jumlah sampel sebanyak 24 sampel. Penelitian ini akan
melakukan penentuan titik sampel di lapangan berdasarkan peta jenis tanah dan kemiringan lereng yang kemudian
pada titik tersebut dilakukan pengambilan sampel untuk tekstur tanah menggunakan stratified random sampling
sehingga data dapat terstrata berdasarkan tekstur tanah dan kemiringan lereng. Sehingga dari parameter jenis
tanah dan kemiringan lereng didapatkan 25 titik pengambilan sampel untuk tekstur tanah dan pengukuran laju
infiltrasi. Sampel tanah diberi kode berupa jenis tanah, kemiringan lereng dan banyak sampel (contoh: A11,
Andosol, Kelas kemiringan 1 atau datar, sampel 1) sehingga mudah untuk dikenali.
Perhitungan laju infiltrasi dilakukan dengan metode Horton yaitu menggunakan Persamaan 1 [11]:

f = fc + (f0 – fc) e-kt (1)


Keterangan:
f = Laju infiltrasi (cm/jam) atau (mm/jam)
f0 = Laju infiltrasi awal (cm/jam)
fc = Laju infiltrasi akhir (cm/jam)
e = Bilangan dasar logaritma Naperian
t = Waktu yang dihitung dari mulainya hujan hingga konstan(jam)
k = konstanta

Gambar 1. Peta jenis tanah dan kemiringan lereng Sub DAS Cikeruh [12]

3. Hasil dan Pembahasan


Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh merupakan bagian dari DAS Citarum yang terletak di tiga wilayah yaitu
Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang. Sub DAS Cikeruh memiliki luas sekitar 19 099.5 ha.
Kemiringan lahan di lokasi bervariasi diantaranya datar (0 - ≤8%), landai (8 - ≤15%), agak curam (15 - ≤ 25%), curam
doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 11

(25 - ≤40%) dan sangat curam (≥40%). Berdasarkan Gambar 1 jenis tanah di lokasi penelitian didominasi oleh
andosol, kambisol, gleisol dan latosol. Penggunaan lahan di lokasi penelitian meliputi hutan, kebun, ladang, sawah
dan pemukiman. Sementara berdasarkan hasil pengujian uji tekstur pada tanah lokasi penelitian didapatkan
berbagai macam tekstur tanah diantaranya liat, liat berdebu, liat berliat dan lempung liat berdebu. Laju Infiltrasi
didapat dari pengukuran langsung di lapangan serta perhitungan dengan menggunakan Model Horton. Hal yang
membedakan dari ketiga model tersebut adalah parameter yang diukur, seperti pada Model Horton melakukan
pengukuran secara langsung sementara Philip dan Kostiakov melakukan pengukuran menggunakan konstanta atau
ketetapan dari suatu lahan seperti parameter yang menunjukan sorpsivitas tanah, parameter yang menunjukan
hantaran hidrolik dan parameter yang mencerminkan sifat fisik tanah [13]. Kriteria penting dalam memilih model
infiltrasi adalah berdasarkan kemudahan dalam menggunakannya untuk estimasi parameter-parameter pada
model. Umumnya kesulitan tersebut adalah pada variabel karakteristik tanah [14]. Persamaan Horton didapat dari
parameter-parameter laju infiltrasi seperti berikut: f = fc + (f0 – fc) e-kt:

Tabel 1. Hasil perhitungan Model Horton


Klasifikasi
Sampel Kemiringan Tekstur Tanah Persamaan Horton
Kohnke
A11 Datar Liat Berdebu 3.8+326.2e-3.8t Sedang

A12 Datar Liat 1.4+22.6e-1.089t Agak Lambat

A21 Landai Liat 3.4+44.6e-1.187t Sedang

A31 Agak Curam Liat 7+53e-1.285t Agak Cepat

A32 Agak Curam Liat 2.8+39.2e-1.44t Sedang


Lempung Liat
A41 Curam 4.4+55.6e-1.512t Sedang
Berdebu
A42 Curam Liat 3+21e-0.896t Sedang

A43 Curam Liat Berliat 0.8+17.2e-0.993t Agak Lambat


Lempung Liat
A51 Sangat Curam 30+162e-1.238t Sangat Cepat
Berdebu
K11 Datar Liat 5+67e-1.2024t Sedang

K21 Landai Liat 3.6+446.4e-1.664t Sedang


Lempung Liat
K22 Landai 42.4+527.6e-0.766t Sangat Cepat
Berdebu
Lempung Liat
K31 Agak Curam 2.2+33,8e-0.935t Sedang
Berdebu
Lempung Liat
K32 Agak Curam 2.6+21.4e-1.124t Sedang
Berdebu
Lempung Liat
K33 Agak Curam 21.8+80.2e-0.651t Cepat
Berdebu
Lempung Liat
K41 Curam 7.6+322.4e-1.64t Agak Cepat
Berdebu
doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 12

Klasifikasi
Sampel Kemiringan Tekstur Tanah Persamaan Horton
Kohnke
Lempung Liat
K42 Curam 2.2+27.8e-0.853t Sedang
Berdebu
Lempung Liat
G11 Datar 1.4+82.6e-1.254t Agak Lambat
Berdebu
Lempung Liat
G12 Datar 1.4+94.6e-1.53t Agak Lambat
Berdebu
G13 Datar Liat Berdebu 1+77e-1.632t Agak Lambat

G14 Datar Liat 1.8+40.2e-1.175t Agak Lambat

G15 Datar Liat 0.8+59.2e-1.49t Agak Lambat

G21 Landai Liat 2.4+63.6e-1.609t Sedang

L21 Landai Liat Berdebu 3.8+56.2e-1.595t Sedang

L31 Agak Curam Liat 1.6+40.4e-1.184t Agak Lambat

Pada Tabel 1 nilai persamaan Horton didapatkan dari data laju infiltrasi awal, akhir dan konstanta di tiap sampel.
Berdasarkan klasifikasi Kohnke [15], nilai Laju Infiltrasi konstan yang didominasi pada tiap sampel adalah kategori
sedang (2 cm/jam hingga 6.5 cm/jam). Sementara untuk grafik tiap parameter (kemiringan lereng, jenis tanah dan
tekstur tanah).

3.1 Parameter kemiringan


3.1.1. Datar (0 – 8 %)
Pada karakteristik kemiringan datar diberbagai jenis tanah dapat dilihat penurunan laju infiltrasi (Gambar 2-4).

350
Laju Infiltrasi (cm/jam)

300
250
200
150
100
50
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)

Datar Andosol liat berdebu Datar Andosol liat

Gambar 2. Grafik infiltrasi parameter kemiringan datar dengan jenis tanah andosol

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 13

80

Laju Infiltrasi (cm/jam)


70
60
50
40
30 Datar Kambisol liat
20
10
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)

Gambar 3. Grafik infiltrasi parameter kemiringan datar dengan jenis tanah kambisol

100
Laju Infiltrasi (cm/jam)

80
60
40
20
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Waktu (Jam)
Datar Gleisol lempung liat berdebu Datar Gleisol lempung liat berdebu
Datar Gleisol liat berdebu Datar Gleisol liat
Datar Gleisol liat

Gambar 4. Grafik infiltrasi parameter kemiringan datar dengan jenis tanah gleisol

Penurunan laju infiltrasi pada kemiringan datar ketika mencapai laju infiltrasi konstan tertinggi yaitu pada
tekstur tanah liat dan jenis tanah Andosol sebesar 6 cm/jam sedangkan laju infiltrasi terendah pada kemiringan
datar yaitu tekstur tanah liat dan jenis tanah Gleisol sebesar 1.12 cm/jam. Pada parameter kemiringan datar
terdapat tiga jenis tanah diantaranya:
Andosol : Pada Gambar 2 parameter kemiringan datar dengan jenis tanah Andosol dengan rentang laju infiltrasi
(1.9 – 4.27 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan datar, jenis tanah Andosol,
tekstur tanah liat berdebu dan kondisi tutupan lahan ilalang memiliki laju infiltrasi yang lebih besar yaitu
sebesar 4.27 cm/jam (sedang) daripada karakteristik kemiringan datar, jenis tanah Andosol, tekstur tanah
liat dan kondisi tutupan lahan pemukiman yaitu sebesar 1.9 cm/jam (agak lambat) dan lebih tinggi
penurunan laju infiltrasinya.
Kambisol : Pada Gambar 3 parameter kemiringan datar dengan jenis tanah Kambisol, grafik menunjukkan bahwa
pada karakteristik kemiringan datar, jenis tanah Kambisol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan lahan
ilalang memiliki laju infiltrasi akhir sebesar 6 cm/jam (sedang).

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 14

Gleisol : Pada Gambar 4 parameter kemiringan datar dengan jenis tanah Gleisol dengan rentang laju infiltrasi (1.12
– 2.46 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan datar, jenis tanah Gleisol, tekstur
tanah liat berdebu dan kondisi tutupan lahan berupa tanaman musiman memiliki laju infiltrasi akhir
tertinggi sebesar 2.46 cm/jam (agak lambat) sedangkan pada pada karakteristik kemiringan datar, jenis
tanah Kambisol, tekstur tanah liat berdebu dan kondisi tutupan lahan berupa ladang memiliki laju infiltrasi
akhir terendah sebesar 1.12 cm/jam (agak lambat).

3.1.2. Landai (8 – 15%)


Pada karakteristik kemiringan landai diberbagai jenis tanah dapat dilihat penurunan laju infiltrasi (Gambar 5-7).

50
Laju Infiltrasi (cm/jam)

40
30
20
Landai Andosol liat
10
0
0 1 2 3 4

Waktu (Jam)

Gambar 5. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan landai dengan jenis tanah andosol

600
Laju Infiltrasi (cm/jam)

500
400
300
200
100
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)
Landai Kambisol liat Landai Kambisol lempung liat berdebu

Gambar 6. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan landai dengan jenis tanah kambisol

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 15

70

Laju Infiltrasi (cm/jam)


60
50
40
30 Landai Gleisol liat
20 berdebu

10
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)

Gambar 7. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan landai dengan jenis tanah gleisol

70
Laju Infiltrasi (cm/jam)

60
50
40
30
Landai Latosol
20
liat berdebu
10
0
0 1 2 3 4

Waktu (Jam)

Gambar 8. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan landai dengan jenis tanah latosol

Penurunan laju infiltrasi pada kemiringan landai mencapai laju infiltrasi konstan tertinggi yaitu pada tekstur
tanah lempung liat berdebu dan jenis tanah Kambisol sebesar 78.61 cm/jam sedangkan laju infiltrasi terendah pada
kelas kemiringan landai yaitu tekstur tanah liat berdebu dan jenis tanah Gleisol sebesar 2.63 cm/jam. Pada
parameter kemiringan landai terdapat empat jenis tanah diantaranya:
Andosol : Pada Gambar 5 parameter kemiringan landai dengan jenis tanah Andosol, grafik menunjukkan bahwa
pada karakteristik kemiringan landai, jenis tanah Andosol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan lahan
tumpang sari memiliki laju infiltrasi yaitu sebesar 4.1 cm/jam (sedang).
Kambisol : Pada Gambar 6 parameter kemiringan landai dengan jenis tanah Kambisol dengan rentang laju infiltrasi
(4.92 – 78.61 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan landai, jenis tanah
Kambisol, tekstur tanah lempung liat berdebu dan kondisi tutupan lahan hutan memiliki laju infiltrasi akhir
tertinggi sebesar 78.61 cm/jam (sangat cepat) sedangkan pada karakteristik kemiringan landai, jenis tanah
Kambisol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan lahan ladang memiliki laju infiltrasi akhir terendah sebesar
4.92 cm/jam (sedang)
Gleisol : Pada Gambar 7 parameter kemiringan landai dengan jenis tanah Gleisol, grafik menunjukkan bahwa pada
karakteristik kemiringan landai, jenis tanah Gleisol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan lahan ladang
memiliki laju infiltrasi yaitu sebesar 2.63 cm/jam (sedang).

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 16

Latosol : Pada Gambar 8 parameter kemiringan landai dengan jenis tanah Latosol, grafik menunjukkan bahwa pada
karakteristik kemiringan landai, jenis tanah Latosol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan lahan ladang
memiliki laju infiltrasi yaitu sebesar 4.01 cm/jam (sedang).

3.1.3. Agak Curam (15 – 25%)


Pada karakteristik kemiringan agak curam diberbagai jenis tanah dapat dilihat penurunan laju infiltrasi (Gambar
9-11).
80
Laju Infiltrasi (cm/jam)

60
40
20
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)
Agak curam Andosol liat Agak curam Andosol liat

Gambar 9. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan agak curam dengan jenis tanah Andosol

150

100
Laju Infiltrasi (cm/jam)

50

0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)
Agak curam Kambisol lempung liat berdebu
Agak curam Kambisol lempung liat berdebu
Agak curam Kambisol lempung liat berdebu

Gambar 10. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan agak curam dengan jenis tanah Kambisol

50
Laju Infiltrasi (cm/jam)

40
30
20 Agak curam Latosol
10 liat
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)

Gambar 11. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan agak curam dengan jenis tanah Latosol

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 17

Penurunan laju infiltrasi pada kemiringan landai mencapai laju infiltrasi konstan tertinggi yaitu pada tekstur
tanah liat dan jenis tanah Andosol sebesar 7.59 cm/jam sedangkan laju infiltrasi terendah pada kelas kemiringan
agak curam yaitu tekstur tanah liat dan jenis tanah Latosol sebesar 2.24 cm/jam. Pada parameter kemiringan agak
terdapat tiga jenis tanah diantaranya:
Andosol : Pada Gambar 9 parameter kemiringan agak curam dengan jenis tanah Andosol dengan rentang laju
infiltrasi (3.05 – 7.59 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan agak curam, jenis tanah
Andosol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan lahan tumpang sari memiliki laju infiltrasi terbesar yaitu sebesar
7.59 cm/jam (agak cepat), sedangkan pada karakteristik kemiringan agak curam, jenis tanah Andosol, tekstur
tanah liat dan kondisi tutupan lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi terendah yaitu sebesar 3.05 cm/jam
(sedang)
Kambisol : Pada Gambar 10 parameter kemiringan agak curam dengan jenis tanah Kambisol dengan rentang laju
infiltrasi (3.01 – 30.01 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan agak curam, jenis
tanah Kambisol, tekstur tanah lempung liat berdebu dan kondisi tutupan lahan ladang memiliki laju infiltrasi
akhir tertinggi sebesar 30.01 cm/jam (cepat) sedangkan pada karakteristik kemiringan landai, jenis tanah
Kambisol, tekstur tanah lempung liat berdebu dan kondisi tutupan lahan ladang memiliki laju infiltrasi akhir
terendah sebesar 3.01 cm/jam (sedang).
Latosol : Pada Gambar 11 parameter kemiringan agak curam dengan jenis tanah Latosol, grafik menunjukkan
bahwa pada karakteristik kemiringan agak curam, jenis tanah Latosol, tekstur tanah liat dan kondisi tutupan
lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi yaitu sebesar 2.24 cm/jam (agak lambat).

3.1.4. Curam (25 – 40%)


Pada karakteristik kemiringan curam diberbagai jenis tanah dapat dilihat penurunan laju infiltrasi (Gambar 11-
12).
100
Laju Infiltrasi
(cm/jam)

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Waktu (Jam)
Curam Andosol lempung liat berdebu Curam Andosol lempung liat
Curam Andosol liat

Gambar 11. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan curam dengan jenis tanah Andosol

500
Laju Infiltrasi
(cm/jam)

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Waktu (Jam)
Curam Kambisol lempung liat berdebu Curam Kambisol lempung liat berdebu

Gambar 12. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan curam dengan jenis tanah Kambisol

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 18

Penurunan laju infiltrasi pada kemiringan landai mencapai laju infiltrasi konstan tertinggi pada kemiringan curam
yaitu pada tekstur tanah lempung liat berdebu dan jenis tanah Kambisol sebesar 8.64 cm/jam sedangkan laju
infiltrasi terendah pada kelas kemiringan curam yaitu tekstur tanah liat berliat dan jenis tanah Andosol sebesar 1.33
cm/jam. Pada parameter kemiringan agak terdapat dua jenis tanah diantaranya:
Andosol: Pada Gambar 11 parameter kemiringan agak curam dengan jenis tanah Andosol dengan rentang laju
infiltrasi (1.33 – 4.68 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan curam, jenis tanah
Andosol, tekstur tanah lempung liat berdebu dan kondisi tutupan lahan ilalang memiliki laju infiltrasi terbesar yaitu
sebesar 4.68 cm/jam (sedang), sedangkan pada karakteristik kemiringan curam, jenis tanah Andosol, tekstur tanah
liat dan kondisi tutupan lahan pemukiman memiliki laju infiltrasi terendah yaitu sebesar 1.33 cm/jam (agak lambat)
Kambisol: Pada Gambar 12 parameter kemiringan curam dengan jenis tanah Kambisol dengan rentang laju
infiltrasi (3.61 – 8.64 cm/jam), grafik menunjukkan bahwa pada karakteristik kemiringan curam, jenis tanah
Kambisol, tekstur tanah lempung liat berdebu dan kondisi tutupan lahan ladang memiliki laju infiltrasi akhir tertinggi
sebesar 8.64 cm/jam (agak cepat) sedangkan pada karakteristik kemiringan landai, jenis tanah Kambisol, tekstur
tanah lempung liat berdebu dan kondisi tutupan lahan ladang memiliki laju infiltrasi akhir terendah sebesar 3.61
cm/jam (sedang).

3.1.5. Sangat Curam (>40%)


Pada karakteristik kemiringan sangat curam diberbagai jenis tanah dapat dilihat penurunan laju infiltrasi
(Gambar 13).
200
Laju Infiltrasi

150
(cm/jam)

100 Sangat curam


50 Andosol lempung
liat berdebu
0
0 1 2 3 4
Waktu (Jam)
Gambar 13. Grafik laju infiltrasi pada kemiringan sangat curam dengan jenis tanah Andosol

Penurunan laju infiltrasi pada Gambar 13 kemiringan sangat curam mencapai laju infiltrasi akhir pada kemiringan
sangat curam yaitu hanya pada tekstur tanah lempung liat berdebu, jenis tanah Andosol dan tutupan lahan
tumpang sari sebesar 32.13 cm/jam (sangat cepat).

4. Kesimpulan
Laju infiltrasi konstan tertinggi terdapat pada karakteristik kemiringan lahan landai, tekstur tanah lempung liat
berdebu dan jenis tanah Kambisol yaitu 78.61 cm/jam (sangat cepat) dengan persamaan Horton 42.4+527. 6e-0.77t.
Sementara, laju infiltrasi konstan terendah terdapat pada karakteristik jenis tanah Gleisol, tekstur tanah liat, dan
kemiringan datar sebesar 1.12 cm/jam (agak lambat) dengan persamaan Horton 0.8+59. 2e-1.49t. Nilai laju infiltrasi
konstan yang didominasi pada tiap sampel adalah jenis sedang (2 – 6.5 cm/jam). Nilai parameter laju infiltrasi (laju
infiltrasi awal, laju infiltrasi konstan, dan konstanta) yang berbeda-beda menunjukkan karakteristik lahan yang
berbeda-beda sehingga karakteristik lahan tersebut menjadi berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Laju infiltrasi

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02
JKPTB
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem 9(1) 2021 19

dipengaruhi oleh sifat fisik tanah (seperti tekstur tanah, kadar air tanah, dan porositas tanah), kemiringan lereng,
dan tataguna lahan.

Daftar Pustaka
[1] Asdak, Chay, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007.
[2] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2018, Peta Batas Sub DAS Cikeruh skala 1:250 000, Bogor.
[3] Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, 2016, Kondisi tutupan lahan sub das citarum di kawasan
bandung utara, Available: dlh.jabarprov.go.idindex.phplayanank2-categories-2item103-kondisi-tutupan-
lahan-sub-das-citarum-di-kawasan-bandung-utara-kbu
[4] Putra, E., Sumono, N. Ichwan, E. Susanto, 2013. Kajian Laju Infiltrasi Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan
di Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo. J. Rekayasa Pangan dan Pert. I (2): 41 – 43
[5] Purwanto, I., dan Ngaloken. 1995. Pengaruh berbagai jenis vegetasi terhadap kapasitas infiltrasi tanah di
Cijambu, Sumedang, Jawa Barat. Bul. Pen. Hutan 573: 1316.
[6] Arfan, Halidin dan Pratama Abraham. 2012. Model Eksperimen Pengaruh Kepadatan, Intensitas Curah Hujan
Dan Kemiringan Terhadap Resapan Pada Tanah Organik. Vol 6, no 1.
[7] Sudibyakto. 1990. Model Infiltrasi DAS (Suatu Tinjauan Perbandingan Metodologi). Majalah Geografi
Indonesia.
[8] DEMNAS, Digital Elevation Model, Peta Kemiringan Lereng Sub DAS Cikeruh skala 1 : 250.000, Available :
http://tides.big.go.id/DEMNAS/
[9] Badan Standarisasi Nasional, 2012, Tata cara pengukuran laju infiltrasi tanah di lapangan menggunakan
infiltrometer cincin ganda, pp. 2-5.
[10] Balai Penelitian Tanah, 2015, Petunjuk Pengambilan Contoh Tanah, Bogor.
[11] Horton, R. E. 1933. The role of infiltration in the hydrologic cycle. Trans. Am. Geophys. Union. 14th Ann. Mtg:
446–460
[12] Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2018, Peta Jenis Tanah Sub DAS Cikeruh skala 1 : 250.000,
Bogor
[13] Imani, Rara Anisviensa. 2016. Laju Infiltrasi berbagai Penggunaan Lahan, Desa Cibuluh Kecamatan
Tanjungsiang Kabupaten Subang. Institut Pertanian Bogor.
[14] Anissa, Bismi. Penerapan Model Horton Untuk Kuantifikasi Laju Infiltrasi. Jurnal Saintis Volume 18 No.1
[15] Kohnke, H. 1968. Soil Physics. McGraw Hill. New York.

doi https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2021.009.01.02

Anda mungkin juga menyukai